LADASAN TEORI

8. Orientasi ke masa depan.

9. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.

Transformasi masyarakat desa Jawa kurang mencolok dibandingkan perubahan sosial dipusat-pusat perkotaan. Bahkan ada keyakinan umum bahwa kehidupan pedesaan Jawa sulit berubah sejak waktu yang tidak dapat diingat lagi. Perbedaan antara pola sawah di Jawa dan pola ladang di luar pulau Jawa masih tampak jelas. Rekonstruksi akurat mengenai kehidupan desa Jawa pada masa awal sulit dilakukan. Kesusastraan Jawa Kuno lebih banyak membahas tentang kehidupan di istana- istana raja dibandingkan dengan kehidupan sehari- hari rakyat biasa. Perubahan sosial secara komparatif berjalan lamban di Jawa dan perubahan dalam kehidupan pedesaan itu hampir tidak seradikal yang terjadi di Eropa Barat.

commit to user

yang tampak sebagai unsur baru dan lama ini sering kali ditemukan bersisi-sisian, tidak bergabung menjadi suatu keseluruhan. Kebutuhan sosial masih benar-benar tampak bersisian dengan munculnya kebutuhan ekonomi, dimana semangat modern menyusupi nilai- nilai tradisional (W. F. Wertheim, 1999:8-10).

Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto (1990:336) menyatakan bahwa perubahan sosial adalah suatu variabel dari cara-cara hidup yang telah diterima oleh masyarakat, yang disebabkan oleh adanya perubahan kondisi geografis,kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat. Hawley dalam Piotr Sztompka (2004: 3) menyebutkan bahwa perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak terulang dari sistem sosial sebagai satu kesatuan.

Suatu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah hubungan antara industri dengan masyarakat, wadah industri adalah masyarakat, yang menjadi masalah adalah bagaimana proses saling mempengaruhi antara industri dengan masyarakat. Untuk itu, Soerjono Soekanto (1990:32) mengemukakan bahwa perubahan-perubahan hanya dapat ditemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan masyarakat pada suatu waktu dan membandingkan dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau.

Strasser & Randall dalam Sztompka (2004:3), berbicara tentang perubahan, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu, kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menya takan perbedaannya, ciri- ciri awal unit analisis harus diketahui dengan cermat meski terus berubah.

Sztompka (2004:3), p erubahan sosial dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung pada sudut pengamatan: apakah dari sudut aspek, fragmen atau dimensi sistem sosialnya. Ini disebabkan keadaan sistem sosial itu tidak

commit to user

gabungan hasil keadaan berbagai komponen seperti berikut:

1. Unsur-unsur pokok (misalnya: jumlah dan jenis individu, serta tindakan mereka).

2. Hubungan antar unsure (misalnya: ikatan sosial, loyalitas, ketergantungan, hubungan antar individu, integrasi).

3. Berfungsinya unsur-unsur di dalam sistem (misalnya: peran pekerjaan yang dimainkan oleh individu atau diperlukannya tindakan tertentu untuk melestarikan ketertiban sosial).

4. Pemeliharaan batas (misalnya: criteria untuk menentukan siapa saja yang termasuk anggota sistem, syarat penerimaan individu dalam kelompok, prinsip rekrutmen dalam organisasi, dan sebagainya).

5. Subsistem (misalnya: jumlah dan jenis seksi, segmen, atau divisi khusus yang dapat dibedakan).

6. Lingkungan (misalnya: keadaan alam atau lokasi geopolitik).

4. Perilaku Ekonomi

Aliran klasik muncul pada akhir abad 18 dan permulaan abad 19, yaitu di masa Revolusi Industri, di mana suasana waktu itu merupakan awal dari adanya perkembangan ekonomi. Menurut aliran klasik, pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh adanya pacuan antara kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk (Irawan, 1982: 30).

Ekonomi didefinisikan agak longgar, yaitu sebagai serangkaian kegiatan produksi dan konsumsi yang saling berkaitan. Kegiatannya bisa menyangkut wilayah propinsi, wilayah negara, atau sekelo mpok negara. Dalam perekonomian manapun, alokasi sumber daya ditentukan oleh keputusan produksi, keputusan penjualan dan keputusan pembelian yang dilakukan oleh perusahaan, rumah tangga dan pemerintah. Bagian dari suatu sistem ekonomi biasanya disebut sektor pada ekonomi tersebut. Misalnya sektor pasar, produsen membuat komoditi,

commit to user

berpindah dari satu kelompok ke kelompok lain melalui dua cara. Pertama, dijual oleh produsen dan dibeli oleh konsumen di pasar. Kedua, komoditi tersebut sekedar dihadiahkan begitu saja. Bila komoditi dijual dan dibeli, produsen berharap biaya-biaya untuk membuatnya bisa ditutup oleh penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang (Jaka Wasana, 1990: 49).

Pasar mempunyai fungsi sebagai ajang pertemuan antara penjual dan pembeli, antara produsen dan konsumen, dimana harga terbentuk dalam interaksi antara penawaran dan permintaan. Permintaan akan suatu barang tertentu bersumber pada kebutuhan konsumen. Orang mau membeli barang serta bersedia membayar harganya karena barang tersebut berguna untuknya, yaitu dapat memenuhi salah satu kebutuhannya. Selain kebutuhan konsumen, masih banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi apa dan berapa yang mau dibeli oleh masyarakat, antara lain: tingkat pendapatan konsumen, harga barang-barang lain, selera, mode, pengaruh lingkungan fisik dan lingkungan sosial, perkembangan jumlah penduduk, dan lain sebagainya.

Dasar penawaran adalah perilaku produsen. Seorang produsen yang menawarkan suatu barang di pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk menghasilkan barang dibutuhkan kombinasi dari berbagai sumber daya atau faktor produksi. Masukan yang dipakai dalam proses produksi harus dibayar, hal inilah yang merupakan biaya produksi. Hasil produksi jika dijual mendatangkan penerimaan. Maka, seorang produsen yang bertindak ekonomis mempertimbangkan pengorbanan dan hasil dengan memperhitungkan biaya dan penerimaan. Pokok persoalan ekonomi yang dihadapi oleh seorang produsen adalah bagaimana dengan sumber daya yang terbatas dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya (Gilarso, 2003: 13-14).

Seorang konsumen yang bertindak ekonomis mesti mempertimbangkan pengorbanan, yaitu harga yang harus dibayar, dan hasil, yaitu manfaat atau kepuasan yang diperoleh dari pengeluarannya. Dalam hal ini ditinjau segi kepuasan yang ditimbulkan oleh manfaat barang yang dikonsumsikan (Gilarso, 2003: 92).

commit to user

masyarakat. Kalau produksi diartikan menciptakan dalam bentuk barang yang dapat memenuhi kebutuhan manusia, maka konsumsi berarti memakai atau menggunakan barang itu untuk memenuhi suatu kebutuhan. Meskipun jelas betapa penting konsumsi itu, namun dalam teori ekonomi masalah konsumsi lama sekali diabaikan. Asal ada barang yang dihasilkan, tentu akan ada orang yang mau membelimya. Bagi pihak konsumen, harga yang harus dibayar untuk membeli suatu barang merupakan korban atau pengeluaran, tetapi untuk pihak produsen atau penjual merupakan hasil atau penerimaan. Harga yang diterima penjual merupakan balas jasa atas jerih payahnya, dan dengan demikian juga dorongan untuk menghasilkan dan menjual barang (Gilarso, 2003: 89).

B. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran dimaksud untuk mempermudah penelitian dalam alur penalaran yang didasarkan pada tema masalah penelitian, sehingga dapat mengungkap permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini pada dasarnya akan mengungkap masalah kerajinan batu akik di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri.

Perkembangan yang terjadi pada kerajinan batu akik di Desa Dlepih ini bermula dari kondisi yang kurang menguntungkan, karena perkembangan jaman yang menuntut adanya nilai- nilai yang berubah dan tuntunan akan bentuk baru yang sesuai dengan kondisi jaman sekarang. Keberhasilan dalam pembuatan bentuk barang kerajinan yang sesuai dengan apa yang diinginkan tidak lepas dari penyelesaian dengan teknik yang benar. Maka pengetahuan ini sangat perlu bagi pengrajin sebagai bekal dalam bekerja, disamping itu ketelitian, ketelatenan, kecermatan serta kesabaran dari pengrajin sangat mendukung dalam proses pembuatan kerajinan sehingga dapat diharapkan bisa menghasilkan karya yang baik dan dapat meningkatkan efektifitas dan ekonomi.

commit to user

lokasi Desa Dlepih tercipta kerajinan tangan berupa batu akik. Dengan ketrampilan dan pengalaman yang memadai, pengrajin menghasilkan karya kerajinan yang berkualitas. Berdasarkan dari kajian yang telah dijelaskan dapatlah diambil suatu pemikiran yaitu bahwa untuk menghasilkan kerajinan yang memiliki mutu tinggi, haruslah melewati suatu proses atau langkah- langkah tertentu yang harus diperhatikan mulai dari gagasan, perencanaan, persiapan, persiapan bahan, alat-alat, pengolahan sampai finishing. Proses pembuatan kerajinan batu akik dibutuhkan kecermatan dari pengrajin, sehingga hasil kerajinan memiliki nilai seni yang tinggi.

commit to user

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian Eksistensi Kerajinan Batu Akik.

Keterangan: Seni kerajinan berkaitan erat dengan tingkat kebutuhan hidup manusia

dalam rangka mempertahankan hidup. Masyarakat mengekspresikan kreasinya melalui seni kerajinan, dari seni kerajinan tersebut menghasilkan suatu industri kerajinan yang beragam salah satunya adalah industri kerajinan batu akik. Seiring dengan perkembangan jaman maka kerajinan batu akik juga mengalami perkembangan. Perkembangan kerajinan batu akik akan mempengaruhi perubahan dalam masyarakat. Perubahan ekonomi dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan keluarga yang akan memberi pengaruh dalam kehidupan sosial di dalam masyarakat Desa Dlepih, sedangkan perubahan sosial yang timbul adalah industri kerajinan ini dapat menyerap tenaga kerja di daerah sekitar dan dapat mengurangi tingkat pengangguran dalam masyarakat Desa Dlepih.

Seni Kerajinan

Industri Kecil Kerajinan

Kerajinan Batu Akik Kerajinan Lainnya

Perkembangan Kerajinan Batu Akik

Sosial Pengaruh Kerajinan

Batu Akik Desa

Dlepih

Ekonomi

commit to user

29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian sangat menentukan diperolehnya informasi untuk menyampaikan kebenaran dari suatu penelitian. Penelitian dengan judul “Eksistensi

Kerajinan Batu Akik (Studi Perubahan Sosial dan Ekonomi Desa Dlepih

Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri)” mengambil lokasi di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri. Dengan pertimbangan bahwa daerah ini

merupakan sentra industri kerajinan batu akik dan para pengrajin bersedia untuk memberikan data maupun informasi secara lengkap yang dibutuhkan guna menyusun penelitian ini. Untuk menunjang penelitian ini, maka peneliti juga membaca buku- buku referensi di Perpustakaan Pusat UNS Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS, Perpustakaan Program Pendidikan Sejarah UNS Surakarta, Perpustakaan Kota Wonogiri.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian merupakan jangka yang peneliti gunakan untuk keperluan penelitian. Rencana dalam penelitian ini akan dilaksanakan setelah disetujuinya judul

sekripsi ini pada bulan September 2010 dan akan berakhir sampai terselesaikannya penulisan penelitian ini pada bulan Oktober 2011.

Tabel 1. Jadwal Penelitian Tentang Eksistensi Kerajinan Akik di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri.

Proposal BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V

commit to user

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Berdasarkan masalah yang ada dalam penelitian ini, maka bentuk penelitian yang sesuai dengan menggunakan penelitian kualitatif diskriptif, tentang situasi yang dialami. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosudur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek ataupun obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi, 1991: 35).

Laporan ini berupa gambaran, kutipan daya sebagai penyajian laporan tersebut seperti pendapat yang dikemukakan oleh Bogdan dalam Lexy J Moleong (1996 : 7) yang menyatakan bahwa ”Penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi proses daripada hasil, hal ini disebabkan oleh bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh apabila diamati dalam proses”. Sedangkan menurut Kirk dan Miller dalam Lexy J Moleong (2001: 3) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi

tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang- orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

Penelitian kualitatif melibatkan kegiatan ontologis. Data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih bermakna dan mampu memacu timbulnya pemahaman yang lebih nyata dari pada sekedar sajian angka atau frekuensi. Peneliti menekankan catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam, yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data.

Metode penelitian kualitatif ini digunakan karena dalam penelitian ini data- data yang akan diteliti merupakan data-data pada masa sekarang. Metode penelitian

kualitatif ini juga digunakan karena beberapa pertimbangan:

commit to user

a. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan-ganda.

b. Metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden.

c. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif, bukan analisis deduktif. Data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau menolak hipotesis yang telah disusun sebelum penelitian dimulai, tetapi abstraksi disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan bersama lewat proses pengumpulan data yang telah dilaksanakan secara teliti (H.B Sutopo,2006:40- 41).

Hal ini sesuai dengan kajian yang diamati tentang proses pembuatan kerajinan batu akik di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri dari persiapan bahan, sampai menjadi bentuk barang kerajinan.

2. Strategi Penelitian

Strategi adalah cara dalam melaksanakan suatu proyek atau cara dalam mencapai tujuan. Strategi sama dengan metode, berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti jalan atau cara. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah- masalah kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmiah yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1982:7).

Ditinjau dari masalah yang diangkat, teknik serta alat yang digunakan maka dapat digunakan strategi penelitan studi kasus. Studi kasus memusatkan perhatian pada kasus secara intensif dan mendetail. Subyek yang diselidiki terdiri dari satu unit (satu kesatuan unit) yang dipandang sebagai kasus. Kasus dapat terbatas pada satu peristiwa, satu desa, ataupun satu kelompok manusia dan obyek lain- lain yang cukup terbatas yang dipandang sebagai kesatuan. Termasuk didalam perhatian penyelidik itu ialah segala sesuatu yang mempunyai arti dalam riwayat kasus, misalnya peristiwa

commit to user

terjadinya, perkembangannya, dan perubahan-perubahannya (Winarno Surakhmad, 1994: 140).

Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus terpancang tunggal. Disebut terpancang karena sasaran dan tujuan serta masalah yang disebut sudah ditetapkan sebelum terjun kelapangan atau tempat penelitian. Tunggal karena obyek penelitian hanya satu, yaitu kerajinan batu akik yang berada di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri.

C. Sumber Data

Sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau kedalaman informasi yang diperoleh. Sumber data dalam penelitian Kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda, beragam gambar dan rekaman, dokumen atau arsip. Sedangkan

menurut Lofland dalam Lexi J. Moleong, (1990: 47), Sumber data utama dalam

penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen. Sutopo (1992:2) menyatakan bahwa ”sumber data dalam penelitian

kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa, tingkah laku, dokumen, dan arsip serta benda lain”. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau observasi merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, serta bertanya. Untuk itu dalam memilih sumber data, harus benar-benar berpikir mengenai kemungkinan kelengkapan informasi yang akan dikumpulkan dan juga validitasnya. Dalam penelitian ini sumber data diperoleh melalui :

1. Informan

Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (informan) sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti dan

commit to user

informan disini memiliki posisi yang sama, dan informan bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia bisa lebih memiliki arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki. Karena posisi ini, sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan daripada sebagai responden (H. B Sutopo, 2002: 50).

Moleong (2001: 45) mengatakan bahwa yang disebut informan adalah “Orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian”. Manusia sebagai sumber data perlu dipahami, bahwa mereka terdiri dari siapa yang akan menjadi informan, peneliti wajib memahami posisi dengan beragam peran serta yang ada sehingga dapat diperoleh informasi pernyataan maupun kata- kata yang diperoleh dari informan Kunci (Key Informan).

Key informan atau informan kunci merupakan orang yang mengetahui tentang data yang diperlukan, dan memberikan informasi tentang informan lain yang lebih paham tentang data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Dalam penelitian ini kriteria informan adalah dari yang dianggap paling tahu ke yang sedikit pengetahuannya tentang masalah yang diteliti, diantaranya: pengrajin batu akik, Kepala Desa Dlepih, pejabat pemerintah terkait.

Tempat dan peristiwa dapat dijadikan sebagai sumber informasi karena dalam pengamatan harus ada kesesuaian dengan konteks dan setiap situasi sosial selalu melibatkan pelaku, tempat dan aktivitas. Tempat dan peristiwa dimaksudkan untuk memperkuat keterangan yang diberikan oleh informan. Tempat yang menjadi lokasi observasi penelitian ini berada di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri. Sebagai peristiwa dimana para pengrajin membuat kerajinan batu akik dan pemasarannya.

2. Dokumen

Teknik ini adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum-hukum dan lain- lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.

commit to user

Dokumen atau arsip merupakan bahan tertulis yang dapat digunakan sebagai sumber data yang dijadikan sumber informasi, dokumen-dokumen yang digunakan tentu saja yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari saat ini. (Sutopo, 2002: 54) mengemukakan bahwa “Dokumen dan arsip merupakan sumber data yang sering sangat penting artinya dalam penelitian kualitatif. Terutama bila sasarannya terarah pada latar belakang dengan kondisi peristiwa yang terkini yang sedang dipelajari”. Dokumen tersebut diantaranya berupa monografi Desa Dlepih, brosur-brosur tentang usaha kerajinan batu akik, dan foto - foto usaha kerajinan batu akik.

D. Teknik Sampling

Dalam penelitian kualitatif, untuk mendapatkan data yang lengkap digunakan teknik sampling (cuplikan). Cuplikan berkaitan dengan pembatasan jumlah dan jenis dari sumber data yang akan digunakan dalam penelitian. Pemikiran mengenai cuplikan ini hampir tidak bisa dihindari oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitiannya, mengingat selalu adanya beragam keterbatasan yang dihadapi peneliti.

Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan

memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representative atau benar-benar mewakili populasi.(Hadari Nawawi, 1995: 152). Sedangkan teknik sampling (cuplikan) dalam penelitian, menurut H.B.Sutopo (1988), “cuplikan ada lah suatu bentuk khusus, atau suatu proses yang umum dalam pemusatan atau pemilihan dalam riset yang mengarah pada seleksi.” Menurut Lexy J Moleong (1990) sampling adalah:

1. Alat untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber.

Tujuannya untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks.

2. Menggali informasi yang menjadi dasar dari suatu rencana dan teori yang muncul.

commit to user

Teknik cuplikan cenderung menggunakan teknik cuplikan yang bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritas yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti, karakteristik empiris dan lain- lain. Oleh karena itu cuplikan yang akan digunakan dalam penelitian ini bersifat Purposive Sampling (sampel bertujuan), dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informasi dan masalahnya secara labih mendalam dan dapat dipercaya untuk manjadi sumber data yang baik. Hal tersebut dipertimbangkan untuk mendapatkan data yang memilliki kebenaran dan pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara empiris.

Selain Purposive Sampling juga digunakan Snowball Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awal jumlahnnya sedikit, lama kelamaan menjadi banyak, sebagai informan awal dipilih secara purposive, obyek penelitian yang menguasai permasalahan yang diteliti atas petunjuk ( key informan ), sehingga jumlah informan semakin berkembang. Informasi selanjutnya diminta kepada informan awal untuk menunjukan orang lain yang dapat memberikan informasi, dan kemudian informan ini diminta pula untuk menunjukan orang lain yang dapat memberikan informasi begitu seterusnya (Sugiyono, 2005: 54).

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Mohammad Nazir (1988: 211), teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang harus digunakan dalam mengadakan suatu penelitian supaya dapat memperoleh data sesuai dengan apa yang diharapkan. Teknik pengumpulan data meliputi:

commit to user

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancara yang memberikan jawaban. Wawancara bertujuan untuk mendapatkan keterangan dan meminta pendapat dari pihak yang dijadikan sebagai informan, serta untuk lebih memahami obyek penelitian secara cermat dan akurat, sehingga diperoleh kesempurnaan data dan hasil penelitian yang bersifat obyektif (Koentjaraningrat, 1983: 128). Wawancara merupakan sumber informasi yang sangat penting, karena : “Ada kelebihan dari wawancara yakni penelitian bisa kontak langsung dengan responden sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam” (Nana Sudjana, Ibrahim 1989:102).

Menurut Lexy J. Meleong (1990 : 135) “Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dengan maksud tertentu dan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan, yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan

oleh peneliti adalah wawancara terbuka, wawancara terstruktur dan wawancara berencana dan tak berencana. Wawancara terbuka karena dalam wawancara tersebut para subyeknya mengetahui maksud dan tujuan dari wawancara yang dilakukan oleh

peneliti. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan disusun dalam pedoman wawancara. Wawancara berencana dilakukan terhadap informan yang diseleksi dan para informan berada dalam waktu dan tempat yang sama atau disebut wawancara formal, sedangkan wawancara tidak berencana dilakukan dengan orang yang peneliti jumpai secara kebetulan dalam waktu dan tempat yang tidak ditentukan atau disebut wawancara non formal. Dalam penelitian ini, metode wawancara menggunakan wawancara non formal.

Dalam melaksanakan wawancara, melibatkan beberapa tahapan yang tidak harus bersifat linear, tetapi memerlukan perhatian karena tidak jarang hal itu perlu

commit to user

dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan kebutuhan perlengkapan dan pendalaman data yang diperoleh (Sutopo, 2002: 60). Tahapan tersebut meliputi:

1. Penentuan siapa yang akan diwawancarai. Peneliti harus bisa mewawancarai informan yang memang memiliki informasi yang benar, lengkap, dan mendalam. Oleh karena itu sejak awal peneliti perlu memilih dan menentukan informan yang dianggap tepat, dan menentukan kapan, serta dimana wawancara akan dilakukan.

2. Persiapan wawancara. Persiapan wawancara ini merupakan pekerjaan rumah peneliti yang kenyataannya sering dilupakan karena tidak dianggap penting. Selain itu peneliti juga perlu

membuat rencana mengenai jenis informasi apa saja yang akan digali. Beragam informasi yang akan digali dalam menghadapi seseorang yang akan diwawancarai, perlu disiapkan dalam bentuk tertulis.

3. Langkah awal. Pada saat pertemuan dengan informan, peneliti perlu benar-benar memahami

konteksnya agar suasana wawancara bisa berjalan lancar. Oleh karena itu peneliti perlu menjalin keakraban dengan informan yang dihadapinya, dan memberikan kesempatan pada informan untuk mengorganisasikan apa yang ada dalam

pikirannya, sehingga benar-benar terjadi suasana yang santai.

4. Pengusahaan agar wawancara bersifat produktif. Irama wawancara perlu dijaga supaya tetap santai tetap lancar. Peneliti janga n banyak memotong pembicaraan, dan berusaha menjadi pendengar yang baik tetapi kritis. Peneliti jangan banyak bicara supaya bisa belajar lebih banyak dalam kelancaran prosesnya. Disini peneliti tetap menjaga pembicaraan agar semakin terfokus dan mendalam, dan mampu mengungkap hal- hal yang agak berulang demi pendalamannya, selama tidak mengganggu kelancaran pembicaraan informannya.

commit to user

5. Penghentian wawancara dan mendapatkan simpulan. Peneliti perlu memahami kondisi pelaksanaan wawancar a dengan

produktivitasnya.

2. Observasi

Observasi dapat dilakukan secara formal maupuna informal dan tidak hanya sekali saja. Data observasi biasanya berupa deskripsi yang faktual cermat terinci mengenai keadaan lapangan kegiatan manusia dan situasi sosial. Observasi ini akan dilakukan dengan cara formal dan informal untuk mengamati kegiatan pokok dengan observasi peneliti akan mendapatkan data dari sumber berupa tempat atau lokasi serta gambar dan juga peristiwa. Dengan observasi dapat memudahkan bagi peneliti untuk mendapatkan data secara mendalam, sebab peneliti sudah melihat sendiri bagaimana keadaan obyek tersebut.

Dengan demikian observasi merupakan metode pengumpulan data yang sangat penting dalam suatu penelitian. Karena data yang diperoleh dari observasi merupakan hasil pengamatan/penyelidikan yang dilakukan secara sistematis baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi khusus terhadap kegiatan yang terjadi.

3. Analisis Dokumen

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi merupakan suatu penyelidikan ditujukan para penguraian dan suatu keterangan melalui sumber atau dokumen. Dokumen adalah setiap bahan yang tertulis ataupun lisan. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaan. Dokumen resmi banyak terkumpul di instansi pemerintah, lembaga, dan kantor.

Analisis dokumen ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data dari arsip tertulis yang relevan dengan pembuatan kerajinan batu, foto- foto maupun hasil karya

commit to user

kerajinan. Di samping itu juga untuk mengetahui seluk beluk munculnya kerajinan batu akik tersebut.

F. Validitas Data

Validitas data dilakukan dengan Trianggulasi data atau sumber. Validitas data adalah alat ukur yang berfungsi untuk mengukur dengan tepat mengenai gejala- gejala yang hendak diukur. Dengan begitu dapat ditentukan data tersebut valid atau tidak untuk digunakan dalam sumber penelitian.

Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfatkan sesuatu

diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu (Lexy J Moleong, 1990:178). Tujuan triangulasi adalah membandingkan informa si tentang hal yang sama diperoleh dari berbagai pihak agar data lebih valid.

Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif.

Hal tersebut akan dicapai dengan jalan :

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Membandingakan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Lexy Maleong, 1990: 178).

commit to user

G. Analisis Data

Menurut Lexy J Moleong (1990) analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola, katagori dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data yang didapat.

Analisis data dilakukan sejak awal pengumpulan data sampai selama pengumpulan data, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kesimpulan sementara

sampai akhir penelitian. Dalam proses analisis data ada tiga komponen yang saling berkaitan untuk menentukan hasil akhir data sebagai kesimpulan,diantaranya:

1. Reduksi Data. Merupakan proses seleksi umum pemfokusan dan penyederhanaan yang dilakukan selama penelitian baik sebelum, selama pengumpulan sampai akhir pengumpulan data. Reduksi data ini sudah dilakukan sejak pengambilan keputusan rencana kerja, pemilihan kasus, menyusun proposal, membuat pertanyaan maupun cara pengumpulan data yang akan dilakukan. Hal ini akan berlanjut selama pengumpulan data berlangsung sampai laporan akhir disusun.

2. Penyajian Data. Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian akan berbentuk

matriks, gambar, grafik, jaringan, bagan atau skema. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih.

3. Penarikan Kesimpulan. Merupakan langkah terakhir dalam analisa data untuk mengambil kesimpulan semenjak data terkumpul. Penarikan kesimpulan adalah suatu bentuk pemahaman dari berbagai hal yang ditemui dalam penelitian dengan melakukan pencatatan, peraturan-peraturan, pertanyaan-pertanyaan, konfigurasi yang mungkin, sebab- akibat dan prosisi (HB.Sutopo, 1989:3).

commit to user

Telah dikemukakan tiga hal utama, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin- menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis. Dalam pandangan ini tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak di antara empat sumbu kumparan itu selama pengumpula data, selanjutnya bergerak bolak-balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian (Miles dan Huberman, 1992: 19).

Skema pengolahan data menurut Miles dan Huberman (1992: 20) yaitu sebagai berikut :

Gambar 2. Analisis Data Interaktif Menurut Miles dan Huberman.

Penarikan Kesimpulan

commit to user

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Wilayah Desa Dlepih

Deskripsi wilayah merupakan suatu pemaparan wilayah yang menggambarkan keadaan daerah penelitian. Masing- masing daerah atau wilayah memiliki perbedaan deskripsi wilayah, sesuai elemen pembentuknya sehingga akan menentukan karakteristik dari daerah tersebut. Dalam deskripsi wilayah ini akan diuraikan beberapa keadaan yang ada di wilayah Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, sebagai sasaran dari penelitian.

1. Kondisi Geografis

Secara geografis Desa Dlepih terletak di Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Desa Dlepih merupakan suatu Desa penghasil kerajinan batu akik. Desa Dlepih mempunyai luas wilayah 758,2310 ha, dengan bentuk wilayah datar sampai berombak 24%, wilayah berombak sampai berbukit 32%, wilayah berbukit sampai bergunung 44%, dan status Desa Swakarya yang terdiri dari 10 Dusun, 24 RT, dan 1033 KK. Secara administratif desa ini dibatasi oleh desa-desa yang lain, di antaranya adalah sebagai berikut: Sebelah utara

: Desa Wiroko

Sebelah selatan

: Desa Hargosari

Sebelah timur

: Desa Sukoharjo

Sebelah barat

: Kal Tirtomoyo

(Sumber : Data Monografi Statistik Desa Dlepih 2011) Dari data-data batas wilayah di atas dapat disimpulkan bahwa Desa Dlepih

berada ditengah-tengah desa lain yang masih berada dalam satu wilayah Kecamatan Tirtomoyo, dimana disebelah utara berbatasan dengan Desa Wiroko yang terkenal dengan Desa industri gentengnya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Hargosari

commit to user

yang terletak di dataran tinggi. Desa lain yang berbatasan dengan Desa Dlepih adalah Desa Sukoharjo disebelah timur dan Kal Tirtomoyo disebelah barat yang sekaligus sebagai wilayah ibukota Kecamatan.

Desa Dlepih mempunyai orbitasi atau jarak tempuh ke ibukota kecamatan 5 km yang dapat ditempuh sekitar 0,5 jam dengan menggunakan kendaraan bermotor. Disamping jarak yang tidak terlalu jauh, sarana transportasi umum sangat memadai, dan ditunjang juga dengan sarana jalan umum yang sudah beraspal. Sedangkan jarak ke ibukota Kabupaten 39 Km yang dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan darat menggunakan kendaraan bermotor, dan jarak ke ibukota Propinsi yang cukup jauh yaitu 240 Km yang dapat ditempuh selama 6 jam perjalanan darat menggunakan kendaraan bermotor.

2. Kondisi Demografis

Jumlah penduduk Desa Dlepih Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri ini berdasarkan data pada akhir bulan April 2011 tercatat sebanyak 3584 jiwa, yang

terdiri dari 1867 orang laki- laki dan 1717 orang perempuan dengan 1033 kepala keluarga.

a. Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin.

Menurut data statistik yang diperoleh dari kantor Desa Dlepih Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri, komposisi penduduk Desa Dlepih menurut usia dan

jenis kelamin dapat dilihat dari table berikut ini: Table 2: Jumlah penduduk menurut usia dan jenis kelamin.

3. 13 -18 tahun

152

154

306

4. 19 – 24 tahun

138

144

282

commit to user

7. 80 tahun keatas

Sumber : Kantor Desa Dlepih, Monografi 2011.

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa komposisi penduduk Desa Dlepih menurut usia dan jenis kelamin keseluruhan berjumlah 3584 orang yang terdiri dari 1867 orang laki- laki dan 1717 orang perempuan. Dari jumlah penduduk tersebut yang termasuk kelompok usia belum produktif atau anak-anak yang usianya dibawah 19 tahun sekitar 1030 orang yang terdiri dari laki- laki dan perempuan. Komposisi penduduk menurut usia dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan jumlah penduduk dan angkatan kerja di masa yang aka n datang. Rasio penduduk dengan angkatan kerja yang berusia antara 19 tahun sampai berusia 55 tahun berjumlah 1878 orang yang terdiri dari laki- laki dan perempuan.

b. Komposisi Penduduk Menurut Agama.

Masyarakat disetiap Desa pasti mempunyai kepercayaan atau agama yang dianut sendiri-sendiri. Adapun agama yang dianut oleh penduduk Desa Dlepih dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 3. Jumlah penduduk menurut Agama.

No.

Agama

Jumlah Pemeluk

1. Islam

3580

2. Kristen Katolik

3. Kristen Protestan

Sumber : Kantor Desa Dlepih, Monografi 2011.

commit to user

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa mayoritas penduduk Desa Dlepih memeluk agama Islam bahkan hampir semua penduduknya beragama Islam, dan hanya 4 orang saja yang beragama non Muslim atau Kristen Katolik. Dengan komposisi penduduk yang mayoritas beragama Islam, maka di Desa Dlepih tidak terdapat bangunan tempat ibadah berupa Gereja, Wihara, Pura, ataupun Klenteng. Di Desa ini hanya terdapat bangunan tempat ibadah berupa Masjid dan Mushola yang terdairi dari 11 buah bangunan Masjid dan 2 buah bangunan Mushola. Bagi masyarakat yang beragama Kristen Katolik bisa beribadah ke tempat ibadah yang berada di daerah kecamatan.

Kehidupan beragama masyarakat Desa Dlepih terjalin dengan baik meskipun ada sebagian masyarakat yang beragama non muslim. Hal tersebut dikarenakan adanya rasa saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama, selain itu juga didukung adanya sikap kekerabatan antar penduduk yang sangat erat di daerah pedesaan.

c. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian.

Mata pencaharian merupakan suatu aktivitas atau usaha manusia yang berfungsi untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga guna mencapai kehidupan

yang layak. Mata pencaharian setiap orang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuan dan sumber daya manusia yang mereka miliki.

Penduduk Desa Dlepih memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda antara penduduk satu dengan yang lain, hal ini dikarenakan letak suatu desa dan juga

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk Desa Dlepih. Untuk lebih jelasnya mengenai mata pencaharian penduduk Desa Dlepih Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri dapat kita lihat dari tabel berikut ini:

commit to user

Tabel 4. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian. No.

Mata Pencaharian

Jumlah

1. Petani sendiri

777

2. Buruh tani

238

3. Nelayan

4. Pengusaha sedang/besar

5. Pengusaha kecil

25

6. Buruh bangunan

90

7. Buruh industry

10. Pegawai Negeri

Sumber : Kantor Desa Dlepih, Monografi 2011.

Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo bermata pencaharian disektor pertanian sebagai petani yang mencapai angka 777 orang. Hal tersebut dikarenakan di Desa ini masih banyak terdapat lahan pertanian yang dimiliki oleh penduduk setempat. Kemudian di sektor usaha kecil, penduduk Desa Dlepih hanya 25 orang. Usaha kecil yang dimaksud disini adalah salah satunya yang bergerak dalam bidang kerajinan yaitu

kerajinan batu akik. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun kecilnya sektor industri, khususnya industri kecil dan rumah tangga di Desa Dlepih ini sangatlah membantu bagi peningkatan pendapatan rumah tangga, dan sekaligus

commit to user

memberikan peluang berusaha serta peluang kesempatan kerja bagi masyarakat di daerah ini. Hal ini akan memberikan nilai tambah yang cukup besar dalam usaha meningkatkan taraf hidup keluarganya.

d. Kompisis Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat memberikan gambaran tentang keadaan atau perkembangan pendidikan suatu penduduk pada suatu

daerah. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan setinggi- tingginya sesuai dengan kemampuan mereka masing- masing baik di bidang ekonomi maupun non ekonomi. Dengan pendidikan dapat meningkatkan harkat, martabat seseorang. Pendidikan dapat dilaksanakan dimana saja seperti di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan dalam bentuk apapun baik secara pendidikan formal maupun no n formal. Tingkat pendidikan di Desa Dlepih dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel.5 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan.

No.

Tingkat Pendidikan

Jumlah

1. Tamat Perguruan Tinggi

32

2. Tamat SLTA

295

3. Tamat SLTP

415

4. Tamat SD

845

5. Tidak tamat SD

543

6. Belum tamat SD

490

7. Tidak sekolah

Sumber : Kantor Desa Dlepih, Monografi 2011.

Dari tabel di atas bisa kita lihat bahwa sebagian besar penduduk Desa Dlepih telah mengenyam pendidikan secara formal dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai

Perguruan Tinggi, tetapi sebagian besar penduduk Dlepih mengenyam pendidikan

commit to user

hanya sampai lulus Sekolah Dasar (SD) saja yang mencapai 845 orang. Dari data diatas dapat diketahui bahwa kerajinan batu akik memang tidak memerlukan pendidikan yang tinggi, lulusan SD saja bisa menjadi pengrajin batu akik bahkan orang yang tidak sekolahpun bisa menjadi pengrajin batu akik, karena syarat untuk menjadi pengrajin batu akik tersebut hanyalah ketrampilan dan kemauan.

B. Awal Mula Munculnya Kerajinan Batu Akik

Manusia dalam mencukupi kebutuhan hidupnya selalu tidak lepas dari usaha, perjuangan, serta doa. Pada masyarakat pedesaan biasanya dalam mencukupi kebutuhan hidupnya lebih banyak bersifat tradisional yang diperoleh secara turun temurun. Sebagai contoh kebanyakan mereka bekerja sebagai petani dan sebagai nelayan tradisional yang hidupnya di pesisir pantai, bahkan ada juga yang bekerja hanya sebagai buruh tani saja. Tetapi ada juga sebagian masyarakat yang mencari peluang usaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang dimilikinya atau keahlian yang mereka miliki dan juga memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di sekitar tempat tinggal mereka.

Salah satu bentuk usaha dari masyarakat yang ada adalah usaha kerajinan batu akik. Usaha kerajinan batu akik ini tepatnya berada di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri. Di Desa Dlepih terdapat suatu objek wisata alam Kahyangan yang dapat menambah pendapatan daerah, selain itu objek wisata Kahyangan juga memberi manfaat tersendiri bagi sebagian masyarakat Desa Dlepih untuk mencari rejeki. Di objek wisata Kahyangan yang konon ceritanya merupakan tempat Panembahan Senopati itu banyak terdapat batu-batu alam atau manik- manik yang merupakan bahan baku dalam pembuatan batu akik tersebut. Dalam cerita, batu- batu alam atau manik -manik tersebut berasal dari tasbih Panembahan Senopati yang berjatuhan di sungai Kahyangan. Dengan demikian dalam usaha ini pengrajin batu akik memanfaatkan alam Kahyangan yang menyediakan bahan baku berupa bebatuan

commit to user

yang melimpah untuk pembuatan kerajina n batu akik (wawancara dengan mbah Atmo Karijo, 6 Mei 2011).

Dulu ceritanya, Kahyangan ini merupakan tempat pertapaan Panembahan Sonapati. Pada suatu ketika, pada saat Senopati melakukan pertapaan, ada seorang perempuan yang menarik -narik tasbih yang digunakan Senapati dan akhirnya tasbih tersebut putus dan biji tasbihnya berceceran di kedung

(wawancara dengan Mbah Atmo, 6Mei 2011).

Dasar keahlian sebagai pengrajin didapatkan berdasarkan bakat alam atau belajar sendiri, serta adanya pembinaan-pembinaan kerajinan yang diadakan oleh pemerintah setempat ataupun pemerintah pusat, serta dengan adanya kelompok perajin Indonesia tingkat Kabupaten di daerah tersebut. Bimbingan dan pelatiha n sangatlah berarti bagi perkembangan kerajinan batu akik untuk menambah rasa optimis bagi para pengrajin batu akik.

Usaha kerajinan batu akik ini pertama kali dimulai oleh seorang warga Desa Dlepih, mbah Atmo Karijo pada tahun 1993 setelah beliau mengikuti pembinaan di Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri yang diselenggarakan pemerintah pada bidang perbatuan pada tahun 1988. Sebelumnya, pada tahun 1977 duta dari Jakarta menyatakan bahwa batu mulia hanya terdapat di Desa Dlepih , tepatnya dikawasan obyek wisata Kahyangan dan harus dikembangkan. Itulah sebabnya mbah Atmo Karijo memilih mengembangkan usaha kerajinan batu akik ini di Desa Dlepih. Pada tahun 1993 mbah Atmo keluar dari pembinaan dan mencoba menekuni ketrampilan yang mbah Atmo peroleh dari pembinaan tersebut dengan mendirikan usaha kerajinan batu akik ditempat tinggalnya yang berada di Desa Dlepih, tepatnya di daerah obyek wisata Kahyangan dan menekuni profesinya sebagai pengrajin batu akik sampai sekarang ini. Pada awal berdirinya usaha kerajinan ini, pembuatan batu akik masih menggunakan alat yang sederhana dan hanya digerakkan dengan menggunakan tenaga manusia karena pada saat itu belum ada listrik. Alat-alat tersebut dimodifikasi sendiri oleh mbah Atmo supaya mempermudah dalam pekerjaannya. Sejak saat itu, mbah Atmo sering ditunjuk oleh pemerintah daerah

commit to user

untuk mengikuti studi banding maupun mengikuti pameran-pameran batu akik mewakili daerah ditingkat kabupaten maupun tingkat provinsi.

Dalam membuat batu akik, mbah Atmo tidak perlu susah-susah mendapatkan bahan bakunya, karena dalam pembuatannya mbah Atmo mengambil bahan baku yang terdapat di dekat tempat tinggalnya yaitu obyek wisata Kahyangan. Selain

mengambil dari Kahyangan, mbah Atmo juga mendatangkan bahan baku dari daerah lain. Dalam membuat satu butir batu akik, beliau membutuhkan waktu kurang lebih

15 sampai 20 menit. Harga jual akik hasil kerajinan mbah Atmo berkisar antara Rp. 20.000,00 sampai Rp. 300.000,00 tergantung dari jenis batu yang digunakan dalam pembuatannya. Pada awal berdirinya usaha kerajinan batu akik ini, mbah Atmo mengerjakan pekerjaannya itu sendiri, seiring dengan berkembangnya usahanya tersebut maka sekarang ini mbah Atmo telah mempunyai 7 orang karyawan untuk membantunya memproduksi kerajinan batu akik. Meskipun demikian, untuk menjaga kualitas barang yang dihasilkan, mbah Atmo masih sering terjun langsung dalam pembuatan akik tersebut.

Dengan berkembangnya usaha kerajinan yang ditekuni mbah Atmo, kini usahanya tidak hanya memproduksi satu barang kerjinan saja. Mbah Atmo kini

mulai menambah hasil kerajinannya yang bahan bakunya juga berasal dari bebatuan, selain memproduksi batu akik mbah Atmo juga memproduksi berbagai macam hiasan dalam berbagai bentuk yang bahan bakunya dari batu, biasanya hasil kerajinan hiasan tersebut berbentuk seperti buah-buahan dan hewan. Tidak hanya hasil kerajinan dari batu saja yang dipamerkan di toko mbah Atmo, sekarang ini di tokonya juga bisa dijumpai benda-benda pusaka dan juga kayu-kayu bertuah yang sudah dibentuk dalam berbagai macam bentuk hasil dari ketrampilan tangan mbah Atmo (wawancara dengan mbah Atmo Karijo, 6 Mei 2011).

Melihat semakin berkembangnya usaha kerajinan batu akik mbah Atmo tersebut, maka salah seorang tetangganya berinisiatif untuk mengikuti jejak mbah Atmo menjadi pengrajin batu akik . Muhammad Hartono atau yang sering disapa mas Hartono lelaki paruh baya yang berusia 36 tahun ini mencoba menekuni usaha

commit to user

kerajinan batu akik. Sebelum menjadi pengrajin batu akik, mas Hartono berprofesi sebagai pengusaha mebel, karena usahanya dibidang mebel tersebut tidak membawa keuntungan yang diharapkan dalam hidupnya, maka mas Hartono meninggalkan usahanya tersebut dan menekuni profesinya yang baru sebagai pengrajin batu akik di Desa Dlepih.

Awal mulanya mas Hartono menekuni usaha kerajinan batu akik ini karena dia mendapat inspirasi dari keberhasilan usaha yang ditekuni mbah Atmo, selain itu juga didukung adanya bahan baku yang tersedia melimpah disekitar daerah tempat tinggalnya. Mas Hartono memulai usaha barunya ini pada tahun 1998, pada awal usahanya mas Hartono belum membuat batu akik tetapi dia menekuni kerajinan kayu bertuah, barulah setahun kemudian yaitu pada tahun 1999 dia mulai menekuni kerajinan batu akik sampai sekarang ini (wawancara dengan Mas Hartono, 6 Mei 2011).

C. Perkembangan Kerajinan Batu Akik

Suatu kegiatan usaha meskipun sangat sederhana dan tradisional, apabila diperhatikan lebih mendalam pasti terdapat bagian-bagian yang mengalami

perkembangan dan peningkatan. Sejalan dengan hal tersebut maka bagaimanapun lambatnya perkembangan usaha kerajinan batu akik di Desa Dlepih tentu mengalami perkembangan. Perkembangan usaha kerajinan batu akik ini disamping bersumber dari dalam juga dimungkinkan oleh pengaruh dari luar. Lebih- lebih perkembangan tersebut didorong adanya faktor sosial ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dengan adanya tuntutan dalam pemenuhan kebutuhan, maka dalam kehidupannya manusia menggunakan akal pikirannya untuk mencapai hasil yang diinginkan. Begitu pula yang terjadi di dalam kehidupan pengrajin batu akik di Desa Dlepih, dalam usahanya untuk menyesuaikan perkembangan jaman ikut mempengaruhi pula peralatan serta hasil barang yang dibuat, masalah kualitas, bentuk yang dihasilkan, jumlah serta perluasan daerah pemasaran.

commit to user

Pada awalnya usaha kerajinan batu akik di Desa Dlepih Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri berdiri pada tahun 1993. Pada awal pertumbuhannya, usaha kerajinan akik baru menghasilkan bentuk akik yang biasa dan jenis batu yang digunakan barulah beberapa jenis saja. Alat yang digunakan dalam pembuatan akik juga masih sederhana yang digerakkan menggunakan tenaga manusia atau digerakkan menggunakan tangan pengrajin, kemudian pengrajin tersebut memodifikasi alat produksinya dengan menggunakan mesin jahit. Mesin jahit dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan pengrajin dalam membuat akik. Pemasaran hasil produksinya juga masih terbatas yang hanya dijual ditoko tempat tinggal pengrajin saja.

Pertama kali saya mulai usaha ini pada tahun 1993, pada awalnya batu yang saya gunakan dalam membuat akik ini barulah beberapa jenis saja yang saya ambil dari sungai dan kedung Kahyangan. Kemudian alat yang saya gunakan untuk bekerja masih diputar dengan tangan, sampai suatu ketika saya mempunyai pikiran untuk memodifikasi mesin jahit.

(wawancara Mbah Atmo, 6 Mei 2011).

Tahun 1995, pemerintah daerah kabupaten Wonogiri mengadakan pembenahan terhadap obyek wisata religi Kahyangan sebagai salah satu potensi

wisata Kabupaten Wonogiri dengan tujuan untuk menambah daya tarik wisatawan mengunjungi obyek wisata tersebut. Memasuki tahun 1998 usaha kerajinan ini mengalami sedikit penurunan karena adanya krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada saat itu. Hal tersebut tidak berlangsung lama, kemudian pengrajin mulai bangkit kembali.

Pada tahun 1999 proses produksi mulai dipermudah dengan masuknya listrik di daerah pengrajin. Alat produksi mulai menggunakan motor yang digerakka n dengan listrik, sehingga dapat mempermudah pekerjaan pengrajin dalam membuat akik. Untuk bahan bakunya juga mulai mengambil dari daerah lain. Para pengrajin batu akik di Desa Dlepih mulai berminat untuk memproduksi barang yang mengarah ke barang-barang hiasan atau pajangan, baik itu hiasan dalam ruangan ataupun luar

commit to user

ruangan, serta barang-barang lain atau souvenir yang mencerminkan ciri khas daerah wisata Kahyangan.

Pertama kali saya usaha ini tahun 1998 tidak menjual batu akik mas, tetapi saya hanya menjual kayu-kayu bertuah. Kemudian saya melihat prospek bisnis di bidang perbatuan ini kedepannya kayaknya sangat menjanjikan, maka pada tahun 1999 saya mulai membuat dan menjual batu akik. Selain menjual batu-batu akik tersebut saya juga membuat hiasan-hiasan seperti ini mas (menunjukkan hiasan hasil karyanya).

(wawancara Mas Hartono, 6 Mei 2011)

Memasuki tahun 2000, usaha kerajinan batu akik di Desa Dlepih semakin mengalami perkembangan, hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya wisatawan yang mengunjungi obyek wisata Kahyangan baik yang datang dari daerah sekitar Kahyangan maupun dari luar daerah dan membeli hasil kerajinan berupa akik ataupun barang-barang hiasan lainnya sebagai oleh-oleh ataupun sebagai cindera mata. Perkembangan usaha tersebut juga diduk ung adanya alat produksi yang lebih modern dan tersedianya bahan baku yang melimpah serta didukung tersedianya berbagai desain berfariatif dari batu akik yang diproduksi oleh pengrajin, selain itu juga semakin banyak orang yang tahu dan berminat memiliki hasil kerajinan batu akik tersebut.

Selain alat produksi yang modern dan melimpahnya bahan baku produksi yang tersedia, perkembangan usaha kerajinan ini juga dipengaruhi oleh pemasaran

hasil produksi batu akik. Pada tahun 2005 sampai sekarang, pemasaran has il kerajinan batu akik mulai dipermudah dengan masuknya jaringan telekomunikasi di Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri. Karena selain menjual di toko pengrajin dan mengikuti pameran-pameran yang ada, pengrajin juga menerima pesanan. Dengan adanya jaringan telpon tersebut dapat mempermudah para pemesan untuk memesan batu akik dari pengrajin kapanpun mereka ingin tanpa harus mengunjungi tempat pengrajin berada.

commit to user

Dari uraian diatas dapat dilihat tabel perkembangan usaha kerajinan batu akik yang ada di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri sebagai berikut: Tabel 6. Tahap perkembangan kerajinan batu akik.

Tahun

Alat Produksi Hasil Produksi Bahan Produksi

Pemasaran 1993 –

1998

Masih sederhana,

menggunakan tenaga manusia.

Akik dengan 1 desain

yang sederhana dan terbatas jumlahnya.

Jenis batu terbatas yang

ada di daerah pengrajin.

Hanya dijual ditempat

pengrajin.

1999 – 2004

Mulai menggunakan

tenaga listrik.

Desain akik mulai

bertambah dan memproduksi barang hiasan.

Mengambil dari luar daerah

pengrajin.

Dijual ditempat

pengrajin dan mengikuti pameran.

2005 – sekarang

Menggunakan tenaga

penggerak listrik.

Menghasilkan berbagai

desain akik dan mulai memproduksi barang hiasan.

Selain dari daerah tempat

tinggal, juga mendatangkan dari luar daerah bahkan luar kabupaten.

Dijual ditempat

pengrajin, pameran, juga menerima pemesanan.

commit to user

D. Proses Produksi dan Pemasaran Kerajinan Batu Akik di Desa Dlepih Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri

1. Alat-alat dan Bahan Produksi

a. Alat Produksi Dalam sebuah usaha kerajinan untuk menciptakan hasil produksi yang

mempunyai nilai ekonomis perlu dibutuhkan alat-alat yang beraneka ragam, dan setiap alat memiliki bentuk, fungsi dan kegunaan yang berbeda-beda untuk membantu dalam proses pembuatan hasil kerajinan tersebut. Peralatan yang digunakan dalam produksi ini digerakkan dengan menggunakan motor listrik. Seperti halnya pada usaha kerajinan batu akik di Desa Dlepih ini, alat-alat yang digunakan pengrajin untuk membuat akik tidaklah terlalu banyak, misalnya:

1) Pemotong atau gergaji Pemotong atau gergaji yang digunakan pengrajin batu akik tersebut bukanlah

gergaji besi ataupun gergaji yang sering digunakan untuk memotong kayu, tetapi gergaji khusus seperti pemotong keramik atau juga disebut serkel yang hanya

digunakan untuk memotong batu-batu yang akan dibentuk menjadi sebuah akik.

Gambar 3. Contoh alat pemotong

commit to user

2) Gerenda Gerenda digunakan pengrajin untuk membentuk potongan-potongan batu

menjadi batu akik yang memiliki nilai ekonomis sesuai dengan bentuk yang diinginkan pengrajin ataupun yang diinginkan oleh pemesan.

Gambar 4. Contoh alat gerinda

3) Amplas Dalam memproduksi batu akik, salah satu alat produksi yang tidak boleh

terlewatkan adalah amplas. Amplas digunakan untuk menghaluskan batu-batu yang telah terbentuk menjadi batu akik setelah melalui proses-proses sebelumnya. Amplas yang digunakan pengrajin tidak hanya menggunakan satu jenis amplas saja, tetapi beberapa jenis amplas yang berbeda tingkat kekasarannya. Biasanya pengrajin menggunakan amplas dengan ukuran nomer 120, 320, 600, dan yang terakhir digunakan berukuran 1000.

4) Pemoles dan serbuk intan Pemoles berguna untuk menyempurnakan proses hasil produksi yang

merupakan tahap akhir dari proses produksi pembuatan batu akik. Dalam proses pemolesan ini, batu ditaburi dengan serbuk intan yang digunakan untuk membuat

mengkilap batu akik setelah melalui proses-proses pembuatan dari awal.

commit to user

Gambar 5. Contoh alat pemoles

b. Bahan Produksi Bahan-bahan yang digunakan dalam usaha kerajinan batu akik ini tidak lain dan tidak bukan adalah batu. Batu merupakan bahan utama dan satu-satunya bahan baku dalam usaha kerajinan ini, tetapi batu yang digunakan bukanlah sembarang batu yang banyak dijumpai disekitar lingkungan. Ada beberapa jenis batu yang bisa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan akik, misalnya:

1) Batu agate Batu agate ini masih terbagi dalam beberapa macam dan bentuk, seperti

halnya batu agate (agate 1, agate 2, agate 3, agate 4), batu agate kristal, dan batu agate yahman. Perbedaan nama batu tersebut berdasarkan pada warna dan corak yang terdapat pada batu agate.

2) Batu fosil Seperti halnya batu agate, jenis batu fosil ini juga masih ada beberapa macam

dan bentuk yang biasanya digunakan dalam pembuatan akik, antara lain adalah batu fosil kayu jati, batu fosil kayu aren (fosil kayu aren 1, fosil kayu aren 2, fosil kayu aren 3, fosil kayu aren 4). Perbedaan antara batu fosil kayu jati dan batu fosil kayu

aren yang satu dengan yang lain adalah pada corak batu tersebut. Batu fosil ini terbentuk dari endapan tumbuhan organik yang sudah berlangsung lama dan kemudian membentuk bongkahan.

commit to user

3) Batu jasper Batu jasper ini biasanya batunya berwarna kemerah merahan seperti warna

hati yang mempunyai corak dan warna yang berbeda-beda, batu jenis ini terbagi dalam beberapa bentuk, seperti batu jasper, batu jasper ati ayam (ati ayam 1, ati ayam

2, ati ayam 3, ati ayam 4), jasper pancawarna (pancawarna 1, pancawarna 2). Sedangkan batu jasper jenis pancawarna memiliki corak dan warna yang berbeda

dengan jenis jasper ati ayam, jasper pancawarna ini tidak berwarna kemerah merahan tetapi berwarna agak gelap dan memiliki corak yang lebih banyak.

4) Batu karnilian Tidak berbeda dengan batu-batu yang lain, batu jenis karnilian ini juga masih

terbagi dalam bebe rapa bentuk, seperti batu karnilian kristal (kristal 1, kristal 2, kristal 3, kristal 4). Jenis batu karnilian ini terbagi atas dasar warna dan permukaan batu tersebut.

5) Batu kristal Batu kristal ini terbagi dalam bentuk kristal, kristal kecubung dan kristal

kecurung. Batu jenis kristal ini juga sering disebut sebagai batu anatis, batu jenis ini permukaannya berbentuk seperti karang dan terdapat bintik -bintik kecil seperti

permata dan juga bintik-bintik bening seperti pecahan kaca. Sedangkan kristal kecubung dan kristal kecurung memiliki permukaan yang lebih halus dibandingkan dengan jenis kristal.

6) Batu obsidian Batu jenis obsidian ini merupakan jenis batu yang bentuknya bagus, halus,

dan terlihat bening seperti ada air didalamnya. Batu jenis ini biasanya berwarna biru dan hijau.

7) Batu bonglot Batu bonglot ini berbentuk agak besar, warnanya hitam kelam tetapi ada juga

yang berwarna hijau lumut dan batu ini terasa ringan. Batu ini banyak didapatkan di kedhung pesiraman atau pemandian di obyek wisata Kahyangan, batu jenis ini

commit to user

merupakan salah satu jenis batu yang mempunyai makna. Dan diyakini juga, barang siapa yang memiliki dan menyimpan batu bonglot ini akan mendapatkan berkah.

2. Proses Produksi Kerajinan Batu Akik

Proses produksi adalah suatu tahapan pengerjaan atau proses pembuatan hasil kerajinan dari permulaan berupa bahan mentah atau bahan baku sampai menjadi

barang jadi atau barang siap pakai. Proses produksi akan berpengaruh pada hasil yang diproduksi. Untuk mendapatkan hasil produksi yang bermutu tinggi dan ekonomis diperlukan satu rangkaian proses pengerjaan yang bertahap.

Kerajinan batu akik di Desa Dlepih menghasilkan berbagai bentuk dan motif batu akik. Bahan baku pembuatan batu akik banyak diperoleh pengrajin dari daerah sekitar tempat tinggalnya dan juga dari dearah lain, bahkan sampai luar jawa. Sehingga para pengrajin tidak perlu susah-susah untuk mendapatkan bahan baku. Produk kerajinan batu akik ini dalam proses produksinya hanya menggunakan peralatan yang sederhana, karena produk ini memanfaatkan keahlian atau ketrampilan tangan dari pengrajin batu akik.

Untuk mendapatkan hasil kerajinan batu akik yang memiliki mutu dan kualitas yang baik, harus melewati suatu proses atau langkah- langkah yang perlu diperhatikan. Keberhasilan dalam pembuatan bentuk barang kerajinan yang sesuai

dengan apa yang diinginkan, tidak lepas dari penyelesaiaan dengan menggunakan teknik yang benar. Maka pengetahuan ini sangat perlu dimiliki oleh pengrajin sebagai

bekal dalam membuat suatu kerajinan, selain itu juga dituntut dengan ketelitian, ketelatenan, kecermatan, serta kesabaran dari pengrajin sehingga dapat diharapkan bisa menghasilkan barang kerajinan yang bermutu tinggi dan ekonomis, serta dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi.

Dalam proses pembuatan atau produksi batu akik ada beberapa tahapan- tahapan yang perlu dilaksanakan, yaitu:

commit to user

1. Persiapan bahan Sebelum memulai proses lebih lanjut, perlu adanya persiapan bahan dan pemilihan bahan yang akan diproduksi. Pada taha p pertama ini pengrajin menyiapkan bahan baku berupa batu yang telah dipilih untuk dibuat menjadi batu akik.

2. Pemotongan Pada tahap ini, bahan yang sudah dipilih kemudian dipotong menggunakan

pemotong yang disesuaikan dengan serat batu dan sesuai dengan ukuran yang akan dibuat.

3. Gerenda Setelah batu dipotong sesuai ukuran, kemudian pada tahap ketiga ini potongan batu tersebut digerenda untuk proses pembentukan akik.

4. Penghalusan/pengamplasan Pada tahap ini, batu yang sudah dibentuk dari proses gerenda tadi kemudian dihaluskan dengan menggunakan amplas dari amplas yang tingkat kekasarannya tinggi sampai ketingkat yang kekasarannya rendah supaya halus. Pengamplasan ini dilakukan beberapa kali dengan amplas yang berbeda tingkat kekasarannya.

5. Pemolesan dan penaburan serbuk intan Setelah batu-batu akik dihaluskan dengan menggunakan amplas, selanjutnya batu- batu akik tersebut siap untuk proses pemolesan yang disertai dengan menaburkan serbuk intan pada batu. Proses pemolesan dan penaburan serbuk intan ini bertujuan untuk membuat batu akik telihat mengkilap dan halus.

3. Pemasaran Hasil Kerajinan Batu Akik

Hasil produksi kerajinan batu akik setelah melalui beberapa proses produksi hingga ke tahap finising, maka hasil produksi kerajinan batu akik tersebut siap untuk dipasarkan. Pemasaran dapat juga diartikan sebagai tindakan penjualan barang-barang hasil produksi dari produsen kepada konsumen baik langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pemasaran juga merupakan suatu usaha untuk mendapatkan

commit to user

keuntungan atau laba dari suatu hasil produksi. Dengan adanya pemasaran, produksi yang dihasilkan akan memiliki nilai ekonomis.

Untuk melakukan kegiatan pemasaran perlu diperhatikan sistem kegiatan usaha produksi mulai dari perencanaan, penjualan, penentuan harga barang, mempromosikan hasil produksi sampai barang tersebut dapat memuaskan konsumen

atau pembeli termasuk pelayanan dalam penjualan. Pelaksanaan proses pemasaran produksi batu akik di Desa Dlepih melalui berbagai pola. Pola pemasaran tersebut mengikuti jalur-jalur perdagangan yang biasa terjadi dalam masyarakat, yaitu:

a. Penjualan kepada pengepul

b. Penjualan langsung

c. Penjualan dengan pesanan

d. Penjualan melalui tengkulak

e. Penjualan melalui pameran Saya menjual batu akik ini ya di toko saya sendiri langsung kepada

pembeli, ada juga orang yang membeli dan dijualnya lagi di daerahnya, selain itu saya juga mengikuti pameran-pameran disitu nanti saya juga bisa menjual dagangan saya, terus ada juga yang memesan untuk dibuatkan akik ya saya buatkan.

(wawancara dengan mbah Atmo Karijo, 6 Mei 2011). Penjualan kepada pengepul ini dilakukan oleh pengrajin kecil yang hasil

kerajinannya dijual kepada pengepul karena pengrajin kecil ini tidak mempunyai kios untuk berdagang hasil kerajinannya, selain itu juga dikarenakan rumah mereka yang jauh dari keramaian. Salah satu cara mereka memasarkan hasil kerajinannya adalah menitipkannya atau menjual kepada pengrajin lain yang sudah mempunyai kios sendiri.

Cara penjualan langsung adalah hasil produksi kerajinan batu akik Desa Dlepih dipasarkan ditempat pengrajin itu sendiri. Cara pemasaran hasil produksi tersebut pembeli datang langsung ketempat pengrajin dalam artian penjualan dilakukan secara langsung kepada konsumen. Pengrajin batu akik menjual hasil produksinya tersebut di tempat tinggalnya sendiri karena tempat tinggalnya berada

commit to user

dikawasan objek wisata kahyangan yang terkenal dengan objek wisata alam dan religi ini dan banyak dikunjungi wisatawan, terutama pada hari-hari tertentu. Dengan demikian bisa dikatakan konsumen pengrajin batu akik tersebut kebanyakan berasal dari wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata Kahyangan.

Selain menjual hasil produksinya di tempat tinggalnya sendiri, para pengrajin akik juga melayani sistem penjualan dengan berdasarkan pesanan, biasanya pengrajin

batu akik ini memperoleh pesanan batu akik atau barang-barang kerajinan yang lain dari luar daerah. Bahkan mbah Atmo pernah mendapat pesanan barang-barang hasil kerajinannya dari pengusaha yang berada di luar negeri. Penjualan dengan sistem pemesana n ini, pengrajin baru akan membuat barang pesanan dan mengirimnya setelah pengrajin menerima setengah dari harga barang-barang pesanan. Selain menerima pesanan dalam bentuk partai besar, pengrajin juga menerima pesanan dalam bentuk partai kecil.

Cara penjualan yang ketiga adalah dengan melalui tengkulak. Sejak industri kerajinan batu akik berkembang dengan baik maka banyak pedagang yang berasal

dari luar daerah tertarik untuk mengambilnya kemudian mereka menjualnya kembali. Mereka para tengkulak umumnya berasal dari luar daerah Kecamatan Tirtomoyo

yang berekreasi ke obyek wisata Kahyangan dan sekalian membeli barang-barang kerajinan batu akik yang kemudian mereka jual kembali di daerahnya sendiri, tetapi ada juga tengkulak yang sengaja datang ketempat pengrajin hanya untuk membeli barang-barang kerajinan batu akik.

Cara penjualan lain pun juga dilakoni oleh pengrajin untuk memasarkan hasil dari usahanya tersebut. Salah satu usahanya untuk meningkatkan pemasaran hasil kerajinannya adalah penjualan melalui pameran-pameran, maka dari itu pengrajin sering mengikuti pameran-pameran yang diadakan oleh pemerintah ataupun oleh pihak-pihak swasta lainnya mulai dari tingkat daerah atau kabupaten sampai ke tingkat provinsi, bahkan sampai ke tingkat nasional.

commit to user

Dalam pemasaran hasil produksi kerajinan batu akik di Desa Dlepih ini pengrajin juga mengalami kendala, kendala yang dihadapi pengrajin adalah tidak setiap hari ada pembeli yang membeli batu akik tersebut bahkan sampai beberapa hari pun tidak ada hasil kerajinannya ya ng laku terjual, tetapi ada saat-saat tertentu dimana hasil kerajinan batu akik tersebut banyak yang terjual bahkan pendapatan dari penjualan tersebut dapat menutup hari- hari sebelumnya. Jadi pendapatan pengrajin setiap harinya tidak menentu, tetapi dapat dirata-rata pendapatan mereka antara Rp. 100.000,00 sampai dengan Rp. 200.000,00 per harinya.

E. Pengaruh Kerajinan Batu Akik Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Dlepih Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri

Industri kecil dan rumah tangga sebenarnya merupakan salah satu jalan alternatif untuk meningkatkan penghasilan masyarakat di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya tenaga kerja dan relatif berkurangnya luas tanah garapan pertanian. Selain itu industri kecil dan kerajinan rumah tangga biasanya banyak menggunakan bahan baku dari sumber-sumber lingkungan terdekat. Banyaknya tenaga kerja di pedesaan sehingga upah buruh menjadi rendah, peluang tersebut memungkinkan industri kecil tetap bertahan.

Usaha kerajinan batu akik yang merupakan mata pencaharian sebagian penduduk Desa Dlepih dapat dikatakan mengalami perkembangan. Salah satu alasan

masyarakat menekuni kerajinan batu akik ini adalah tersedianya bahan baku pembuatan akik yang melimpah dan juga dapat menambah penghasilan rumah tangga.

Keberadaan kerajinan batu akik tersebut dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan juga dapat mengatasi masalah tentang ketenagakerjaan. Seperti yang dapat diketahui bahwa lapangan pekerjaan semakin waktu semakin menyempit, karena tidak ada keseimbangan antara pertambahan penduduk dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Dengan adanya kerajinan batu akik ini sedikit banyak dapat

commit to user

membantu mengatasi masalah pengangguran di Desa Dlepih dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Adanya perkembangan industri kerajian batu akik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sosial

Industri kerajinan batu akik yang berada di Desa Dlepih membawa perubahan dalam bidang ekonomi, dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan ekonominya maka terjadi pula perubahan diluar bidang ekonomi. Perubahan tersebut tidak bisa dihindari, karena setiap terjadi perubahan pada satu segi kehidupan akan mempengaruhi kehidupan lainnya. Penduduk Desa Dlepih mengalami perubahan sosial seiring dengan meningkatnya pendapatan ekonomi rumah tangga masyarakatnya, bisa dilihat dari gaya hidup sebelumnya. Misalnya dalam memenuhi kebutuhan pokok keluarga antara lain makan, pakaian, tempat tinggal dan kesehatan. Dilihat dari pendapatan atau penghasilan para pengrajin Desa Dlepih dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka karena kebutuhan pokok mereka sudah tercukupi.

Pada mulanya para pengrajin dalam bekerja membuat kerajinan batu akik dibantu oleh anggota keluarga sendiri. Pada perkembangannya karena permintaan

barang-barang kerajinan batu akik meningkat, sehingga tenaga kerja bukan lagi dari anggota keluarga sendiri. Hal inilah yang mengharuskan para pengrajin mencari tenaga kerja bukan dari berasal dari suatu keluarga saja, tetapi tenaga kerja yang bisa optimal dalam bekerja.

Sejak kerajinan batu akik ini berkembang, banyak tenaga kerja yang bisa diserap, tenaga kerja tersebut ada ya ng berasal dari dalam keluarga sendiri maupun dari luar keluarga, akan tetapi banyak tenaga kerja yang diserap dari luar keluarga. Disamping itu masyarakat sekitar yang bekerja di sektor informal di luar pertanian secara tidak langsung juga berpeluang untuk mendapat pekerjaan dan mempunyai

commit to user

kesempatan berusaha. Selain berpengaruh terhadap terbukanya lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja, pendidikan, dan penghasilan keluarga, industri kerajinan batu akik juga berpengaruh terhadap stratifikasi sosial pengraj in yang ada. Keadaan ini mengakibatkan munculnya kelas majikan dan buruh dalam stratifikasi sosial dalam masyarakat industri kerajinan batu akik.

Kelas majikan adalah kelas bermodal yang mempunyai usaha kerajinan tersebut, sedangkan kelas buruh adalah kelas yang tidak mempunyai modal yang mencari suatu pekerjaan. Hubungan keduanya bersifat patron klien. Majikan sebagai patron harus memberikan perlindungan, bantuan materiil maupun spiritual kepada buruh, sebagai imbalannya buruh sebagai klien harus memberikan kedudukan dan loyalitas untuk perkembangan serta kemajuan usaha majikannya. Kelas buruh adalah tenaga kerja yang mempunyai ketrampilan dalam usaha kerajinan itu. Hubungan keduanya saling membutuhkan dimana majikan memerlukan produksi dan sebagai imbalannya adalah upah kerja, disisi lain buruh melakukan pekerjaan untuk memperoleh penghasilan.

Sebelumnya penduduk Desa Dlepih dilihat dari status sosialnya merupakan rakyat kebanyakan. Mereka mempunyai status sosial yang rata-rata sama, belum ada

stratifikasi yang menonjol pada waktu itu. Stratifikasi sosial pada waktu itu didasarkan pada kepemilikan tanah. Selain itu seseorang yang bekerja sebagai pegawai pada instansi pemerintahan juga mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada rakyat kebanyakan.

Meskipun terjadi stratifikasi sosial, pola paguyuban masyarakat Desa Dlepih masih tampak terlihat pada kehidupan sehari-hari, hal ini terbukti dengan adanya kerja desa yang dilaksanakan dengan sistem go tong royong dalam masyarakat. Selain itu apabila ada salah satu pe nduduk desa yang punya keperluan atau punya hajatan pasti para tetangga berdatangan ikut membantu baik secara tenaga maupun materi. Dari sinilah sebenarnya interaksi dan komunikasi antar warga desa terjalin karena mereka jarang mengadakan kegiatan dimana warga desa bisa kumpul dalam acara tersebut.

commit to user

Desa Dlepih yang baru mengalami masa transisi, namun sifat kehidupan desa yang merupakan suatu hubungan turun temurun dan belum terpisah-pisah secara sempurna masih tampak. Pola hubangan sosial yang berlaku dalam masyarakat didasarkan atas dua hal yang dilandasi rasa persaudaraan diantara sesamanya dan ikatan tegak lurus, yaitu rasa hormat kepada penguasa. Sikap hormat kepada majikan yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi juga terjadi dalam masyarakat Desa Dlepih.

2. Ekonomi

Schumpeter dalam Irawan (1982:45) ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis ataupun gradual, tetapi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus, yaitu merupakan gangguan- gangguan terhadap keseimbangan yang telah ada. Perubahan yang spontan dan terputus-putus dalam saluran perdagangan dan pula gangguan- gangguan dalam keseimbangan itu nampak pada kehidupan industri dan perdagangan. Jadi perkembangan ekonomi disebabkan oleh adanya perubahan- perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan.

Kerajinan batu akik di Desa Dlepih telah membawa pengaruh, pengaruh dalam bidang ekonomi adalah dapat menambah pendapatan keluarga, selain itu juga dapat menambah pendapatan daerah tersebut karena jika masyarakatnya makmur

sejahtera maka pembangunan daerahnyapun akan berjalan lancar. Tumbuh dan berkembangnya industri kerajinan batu akik di Desa Dlepih menunjukkan masyarakat

setempat mempunyai motivasi untuk maju yang ditunjukkan dalam usaha mereka. Selain itu juga menunjukkan desa pada dasarnya dapat dimanfaatkan untuk berwiraswasta tanpa meninggalkan ciri khas pedesaan.

Kegiatan industri kerajinan batu akik menyebabkan para buruh memperoleh pendapatan secara mudah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, juga menyebabkan pola kerja mereka berubah. Pola kerja tersebut sudah menjadi rutinitas yang harus dipahami dan tidak akan mereka alami sewaktu mereka belum bekerja sebagai buruh

commit to user

di industri kerajinan batu akik. Perkembangan industri kecil ini telah mampu memberi kesempatan kerja bagi masyarakat sekitarnya.

Demikian pula pembangunan di Desa Dlepih, mengenai tujuan pelaksanaan pembangunan Desa ini adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan melalui pemecahan masalah- masalah pokok dan mendesak yang dihadapi oleh masyarakat,

meningkatkan dan mendayagunakan potensi-potensi yang ada berupa sumber daya alam maupun sumber daya manusia dengan mempertimbangkan dan memperhatikan keseimbangan lingkungan dan kelestarian alam.

commit to user

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitin yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Deskripsi wilayah penelitian. Dlepih merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Tirtomoyo, kabupaten Wonogiri. Daerah ini dikenal sebagai daerah wisata religi Kahyangan dan juga dikenal sebagai daerah penghasil kerajinan batu akik. Secara geografis Desa Dlepih mempunyai luas wilayah 758,2310 ha, dengan bentuk wilayah datar sampai berombak 24%, wilayah berombak sampai berbukit 32%, wilayah berbukit sampai bergunung 44%, dan status Desa Swakarya yang terdiri dari 10 Dusun, 24 RT, dan 1033 KK. Secara administratif desa ini dibatasi oleh desa-desa yang lain, diantaranya adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Wiroko yang terkenal dengan Desa industri genteng, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukoharjo, sebelah selatan dengan Desa Hargosari yang merupakan daerah pegunungan, dan sebelah barat berbatasan dengan Kal. Tirtomoyo yang merupakan ibukota Kecamatan Tirtomoyo. Secara demografis jumlah penduduk Desa Dlepih Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri ini berdasarkan data pada akhir bulan April 2011 tercatat sebanyak 3584 jiwa, yang terdiri dari 1867 orang laki- laki dan 1717 orang perempuan dengan 1033 kepala keluarga.

2. Asal usul dan perkembangan kerajinan batu akik. Usaha kerajinan batu akik di Desa Dlepih pertama kali dirintis oleh mbah Atmo

pada tahun 1993, yang sebelumnya telah mengikuti pembinaan dalam bidang perbatuan di Kecamatan Giriwoyo pada tahun 1988. Mbah Atmo menekuni usahanya ini karena pada tahun 1977 duta dari Jakarta menyatakan bahwa batu mulia hanya terdapat di Desa Dlepih, tepatnya di kawasan obyek wisata Kahyangan. Sejak saat itu usaha kerajinan batu akik mulai berkembang, dan

commit to user

sampai sekarang ini usaha kerajinan tersebut tidak hanya memproduksi satu macam hasil kerajinan tetapi juga memproduksi barang yang mengarah ke barang-barang hiasan atau pajangan, baik itu hiasan dalam ruangan ataupun luar ruangan, serta barang-barang lain atau souvenir yang mencerminkan ciri khas daerah wisata Kahyangan.

3. Perkembangan kerajinan batu akik. Kerajinan batu akik di Desa Dlepih telah mangalami perkembangan, adapun perkembangannya dikarenakan tersedianya bahan baku utama dalam kerajinan batu akik yang melimpah disekitar tempat kerajinan tersebut. Selain sumber daya alam yang memadai, sumber daya manusia juga berpengaruh terhadap perkembangan usaha kerajinan ini, masyarakat sekitar mempunyai kemauan dan keinginan untuk belajar membuat kerajinan batu akik. Pada awalnya proses pembuatan batu akik dilakukan secara manual yaitu alat-alat produksi digerakkan dengan menggunakan tenaga manusia, seiring perkembangan jaman dan masuknya listrik ke Desa Dlepih maka alat-alat produksi tidak lagi digerakkan menggunakan tena ga manusia melainkan dengan tenaga listrik. Untuk pemasarannya tidak hanya di toko pengrajin saja tetapi pengrajin juga mengikuti pameran-pameran dan juga melayani pemesanan.

4. Pengaruh kerajinan batu akik terhadap kehidupan masyarakat Dlepih. Usaha kerajinan batu akik di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri telah memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya. Dengan adanya usaha kerajinan tersebut, maka pendapatan atau penghasilan baik pengusaha atau masyarakat dapat bertambah, selain itu kesempatan berusaha dan kesempatan untuk bekerja bagi penduduknya menjadi terbuka. Hal ini mengakibatkan bertambahnya taraf kehidupan ekonomi pengrajin dan juga masalah pengangguran penduduk desa sedikit banyak terpecahkan dengan adanya usaha kerajinan tersebut. Banyak masyarakat Desa Dlepih yang tertarik untuk tetap tinggal di desa sendiri.

commit to user

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

Secara teoritis industri kecil di Desa Dlepih mengalami perkembangan, seperti halnya industri kecil kerajinan batu akik. Para pengraj in batu akik memperoleh ketrampilan membuat batu akik dengan cara belajar dari diri sendiri maupun dari orang lain serta adanya pembinaan dari pemerintah. Dengan adanya pengalaman pengrajin dan adanya pembinaan pemerintah tersebut maka muncul industri kerajinan batu akik di kawasan Desa Dlepih.

2. Implikasi Metodologis

Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui tiga cara yaitu wawancara, observasi, dan analisis

dokumen. Pada awalnya wawancara yang dilakukan menyangkut hal-hal umum, namun tetap berkisar pada permasalahan yang diteliti. Kemudian wawancara difokuskan pada masalah- masalah khusus lebih mendalam. Dalam penelitian ini juga menggunakan observasi yaitu melihat ke area industri langsung. Secara metodologi penggunaan metode ini tidak mengalami kesulitan sejak penentuan obyek hingga penulisan laporan penelitian. Informasi diperoleh dengan mudah karena responden memberikan informasinya dengan terbuka dan sangat jelas tentang data yang diperlukan dalam penelitian ini.

3. Implikasi Praktis

Dengan adanya usaha kerajinan batu akik ini mendorong semangat para pengrajin dalam menghadapi masalah- masalah yang timbul, misalnya dalam hal permodalan, pemasaran hasil kerajinan, alat-alat produksi, bahan baku pembuatan akik, dan masih banyak lagi. Adanya usaha kerajinan batu akik di Desa Dlepih ini dapat menyerap tenaga kerja di desa tersebut dan mengurangi masalah pengangguran sehingga mengakibatkan adanya peningkatan taraf pendapatan ekonomi rumah tangga yang lebih baik.

commit to user

C. Saran

Dengan mengetahui kondisi usaha kerajinan batu akik di Desa Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri maka saran-saran demi kebaikan dan kemajuan usaha kerajinan batu akik tersebut perlu diperhatikan, adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Wonogiri hendaknya lebih memperhatikan pengrajin dalam mengembangkan usahanya dengan cara memberikan pembinaan dalam hal pembuatan kerajinan batu akik, pemasaran hasil produksi dan lain- lainnya yang menyangkut usaha kerajinan tersebut secara berkala dan secara rutin, misalnya 2 kali dalam 1 tahun.

2. Hendaknya para pengrajin batu akik Desa Dlepih memiliki respon yang baik terhadap program-program yang telah diupayakan pemerintah. Disamping itu untuk mengembangkan usahanya para pengrajin hendaknya menjalin kerjasama dengan pihak lain, misalnya para pengusaha, kolektor bebatuan untuk membentuk

modal serta mencari jaringan bisnis yang luas dalam hal pemasaran dan penjualan hasil produksi.