Penentuan Konfigurasi Reaktan

A. Penentuan Konfigurasi Reaktan

Reaktan yang digunakan dalam studi reaksi ini meliputi: PRIMA-1 (p53 Reactivation and Induction of Massive Apoptosis ), MQ (Methylene Quinuclidinone ) dan N-Asetil Sistein (N-Acetyl Cystein atau NAC). Konfigurasi akhir dari reaktan tersebut diperoleh melalui optimasi geometri terhadap konfigurasi awal reaktan. Konfigurasi awal dari setiap reaktan dibuat secara 3D (3 dimensi) dengan program Molden. Optimasi geometri terhadap konfigurasi awal reaktan dilakukan dengan Gaussian 03 menggunakan metode semi empirik pada teori PM3. Metode semi empirik digunakan dalam optimasi geometri dengan tujuan agar waktu komputasi tidak lama. Sedangkan teori PM3 digunakan karena cukup akurat untuk senyawa organik. Perhitungan optimasi geometri dapat menghasilkan lokal minima yang terdekat dengan initial geometri reaktan berdasarkan struktur yang telah dibuat sebelumnya. Sehingga konfigurasi yang akan diperoleh dari optimasi geometri merupakan konfigurasi struktur reaktan yang dianggap paling mendekati struktur yang sebenarnya. Perhitungan energi dari konfigurasi akhir reaktan secara detail dilakukan dengan kalkulasi single point. Perhitungan energi dengan kalkulasi single point membutuhkan tingkat akurasi yang tinggi sehingga akurasi dari perhitungan tersebut ditentukan dengan menggunakan level teori Møller-Plesset orde 2 (MP2), basis set 6-31G(d). Perturbasi Møller-Plesset digunakan dalam kalkulasi single point reaktan dikarenakan cukup akurat untuk komputasi yang memperhatikan korelasi antar elektron dalam molekul tersebut. Teori MP2 digunakan dengan tujuan agar waktu komputasi tidak lama dan memori hardisk yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Sedangkan penggunaan basis set 6-31G(d) dilakukan dengan mempertimbangkan adanya pengaruh polarisasi dalam molekul tersebut, terutama dari gugus-gugus polarnya.

commit to user

PRIMA-1 (p53 Reactivation and Induction of Massive Apoptosis) mempunyai dua gugus metil hidroksi yang terikat secara tunggal dengan atom C4 cincin. Disamping itu, atom N dan atom C gugus karbonil juga terikat secara tunggal pada atom C4 cincin sehingga atom C4 tersebut akan mempunyai bentuk

geometri sp 3 (tetrahedral). Kedua gugus metil hidroksi ini seolah membentuk

bayangan cermin terhadap bidang yang terbentuk antara atom C4 dan gugus karbonil yang diikatnya. Adapun konfigurasi struktur PRIMA-1 hasil optimasi geometri disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Struktur PRIMA-1 teroptimasi. Warna kuning, merah, biru dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N dan atom H.

Hasil percobaan Lambert (2009) menunjukkan bahwa produk reaksi dari penggabungan antara PRIMA-1 dan NAC merupakan senyawa yang terbentuk melalui modifikasi kovalen pada gugus thiol NAC. Modifikasi tersebut terjadi melalui pembentukan ikatan kovalen antara gugus thiol NAC dengan atom C PRIMA-1 yang mengikat gugus hidroksi. Sehingga gugus thiol NAC akan menggantikan salah satu gugus hidroksi PRIMA-1 pada saat proses penggabungan kedua molekul tersebut. Mekanisme penggabungan kedua molekul tersebut mengikuti S N 2, yaitu gugus thiol NAC akan menyerang PRIMA-1 pada sisi yang berseberangan dengan gugus hidroksi tersebut. Serangan NAC diasumsikan akan searah dengan arah lepasnya gugus hidroksi tersebut.

Posisi dan kemudahan serangan gugus thiol NAC pada PRIMA-1 dapat ditentukan dengan mempertimbangkan konfigurasi dari PRIMA-1 itu sendiri yang

commit to user

tidak dapat berotasi secara bebas, sedangkan kedua gugus metil hidroksinya dapat berputar bebas. Adanya rotasi pada kedua gugus tersebut dapat mengakibatkan posisi gugus hidroksi menjadi dekat maupun jauh dari cincin dan gugus karbonil pada cincin PRIMA-1. Posisi gugus hidroksi tersebut akan menentukan posisi penyerangan gugus thiol NAC yang mengikuti S N 2.

Posisi gugus hidroksi yang cenderung dekat atau jauh dari cincin dan gugus karbonil pada cincin PRIMA-1, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap kemudahan serangan NAC pada PRIMA-1. Hal ini dikarenakan PRIMA-1 berkontribusi terhadap halangan sterik yang dapat diberikan oleh gugus karbonil, cincin maupun gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi. Sehingga kemudahan serangan gugus thiol NAC dapat ditentukan melalui penggunaan konfigurasi PRIMA-1 yang secara termodinamika mempunyai halangan sterik kecil. Konfigurasi tersebut dapat ditentukan dengan melihat pengaruh perubahan posisi gugus hidroksi yang akan disubstitusi terhadap cincin, gugus karbonil PRIMA-1 maupun gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi, yaitu dengan mengkondisikan agar gugus hidroksi PRIMA-1 dapat berotasi. Kondisi tersebut dapat diperoleh melalui penggunaan scanning terhadap salah satu gugus hidroksi PRIMA-1 teroptimasi.

Scanning terhadap gugus hidroksi PRIMA-1 dilakukan dengan memutar salah satu gugus hidroksi PRIMA-1 dan mengkondisikan agar cincin PRIMA-1 menjadi rigid sedangkan gugus hidroksi lainnya dibuat bebas. Gugus hidroksi yang diputar adalah gugus hidroksi yang berada di atas bidang yang dibentuk oleh atom C4 dengan gugus karbonil yang diikatnya. Pemutaran gugus hidroksi tersebut dilakukan sebanyak 36 langkah putaran dengan besar sudut putar yang digunakan 10 o . Konfigurasi PRIMA-1 yang akan digunakan, dapat ditentukan dari grafik hasil scanning yang menyatakan hubungan sudut putar terhadap energi setiap konfigurasi. Grafik hasil scanning terhadap salah satu gugus hidroksi PRIMA-1 disajikan pada Gambar 10.

commit to user

Gambar10. Grafik hasil scanning terhadap salah satu gugus hidroksi PRIMA-1. Tanda hitam dan merah berturut-turut menunjukkan konfigurasi PRIMA-1 pada sudut putar 220 o dan 330 o .

Grafik hasil scanning yang ditunjukkan oleh Gambar 10 menunjukkan perubahan energi dari setiap konfigurasi yang mengalami perubahan posisi dari gugus hidroksi yang di-scanning. Grafik tersebut juga memperlihatkan adanya rotasi bebas antara kedua gugus metil hidroksi PRIMA-1 yang saling memberikan pengaruh. Pada saat salah satu gugus hidroksi berotasi sehingga torsinya berubah, kondisi ini akan memberikan pengaruh yang sama pada gugus hidroksi lainnya yang berada dalam kondisi bebas. Sehingga gugus hidroksi yang bebas tersebut juga mengalami perubahan torsi. Hal ini mengakibatkan kedua posisi gugus hidroksi pada konfigurasi yang didapatkan dari scanning akan berbeda dengan konfigurasi awal sebelum scanning. Pengaruh ini terlihat jelas dengan membandingkan konfigurasi awal ketika belum dilakukan scanning (konfigurasi pada sudut putar 0 o ) dengan konfigurasi akhir setelah dilakukan scanning (konfigurasi pada sudut putar 360 o ) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 11.

Perbedaan antara kedua konfigurasi tersebut dapat diketahui dengan membandingkan torsi kedua gugus hidroksi dari konfigurasi awal sebelum scanning dan konfigurasi akhir hasil scanning. Konfigurasi awal sebelum dilakukan scanning mempunyai nilai torsi dari gugus hidroksi yang di-scanning

commit to user

177,44. Sedangkan pada konfigurasi akhir setelah scanning, torsi gugus hidroksi yang di-scanning adalah -156,11 dan torsi gugus hidroksi yang tidak dilakukan scanning adalah -177,67. Dari data tersebut diketahui bahwa setelah dilakukan scanning tidak terdapat perubahan posisi yang cukup signifikan dari gugus hidroksi yang di-scanning (bagian atas). Sedangkan perubahan posisi dari gugus hidroksi yang tidak di-scanning (bagian bawah), relatif berubah signifikan dan menunjukkan posisi yang saling berlawanan arah/berbalik (Gambar 11). Perubahan posisi tersebut memberikan pengaruh terhadap energi dari kedua konfigurasi tersebut yang cenderung tidak sama.

Gambar 11. Konfigurasi PRIMA-1 sebelum dan setelah scanning. A. Konfigurasi PRIMA-1 pada sudut putar 0 o , B. Konfigurasi PRIMA-1 pada sudut putar 360 o . Gugus hidroksi yang ditandai merupakan gugus hidroksi yang di-scanning. Warna kuning, merah, biru dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N dan atom H.

Konfigurasi PRIMA-1 yang akan digunakan dalam penggabungan dengan NAC adalah konfigurasi yang mempunyai energi terendah (minimum). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa konfigurasi dengan energi terendah (minimum) mempunyai halangan sterik kecil sehingga akan memudahkan serangan gugus thiol NAC pada ligan PRIMA-1. Penentuan konfigurasi tersebut dilakukan dengan menggunakan grafik hasil scanning, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 10. Konfigurasi PRIMA-1 yang akan digunakan dalam proses penggabungan dengan NAC adalah konfigurasi PRIMA-1 yang diambil dari dua

commit to user

Adapun konfigurasi PRIMA-1 yang diambil dari dua energi terendah tersebut disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Konformasi PRIMA-1 hasil scanning pada gugus hidroksi PRIMA-1 teroptimasi. A dan B berturut-turut menunjukkan konfigurasi PRIMA-1 pada

sudut putar 220 o dan 330 0 . Warna kuning, merah, biru dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N dan atom H.

Kedua konfigurasi tersebut mempunyai perbedaan yang terletak pada posisi gugus hidroksi yang di-scanning (bagian atas). Perbedaan letak gugus tersebut memberikan pengaruh terhadap perbedaan arah serangan NAC terhadap PRIMA-1 untuk menggantikan (substitusi) gugus tersebut. Pada konfigurasi PRIMA-1 dengan sudut putar 220 o (Gambar 12A), posisi gugus hidroksi yang di- scanning seolah saling berlawanan dengan gugus hidroksi yang tidak di-scanning (bagian bawah). Gugus hidroksi yang di-scanning terletak di depan bidang, sedangkan gugus hidroksi yang tidak di-scanning terletak di belakang bidang. Kondisi ini mengakibatkan posisi gugus hidroksi yang akan disubstitusi (bagian atas) cenderung dekat dan berada pada bidang yang sama dengan gugus karbonil PRIMA-1 dan mengarahkan serangan NAC pada atom C yang mengikat gugus tersebut dari belakang bidang. Sedangkan konfigurasi PRIMA-1 dengan sudut putar 330 o (Gambar 12B) menunjukkan bahwa kedua gugus hidroksi terletak pada bidang yang sama. Gugus hidroksi yang akan disubstitusi (bagian atas) terletak di belakang bidang dekat dengan cincin PRIMA-1 dan jauh dari gugus karbonil PRIMA-1. Sehingga kondisi ini cenderung mengarahkan NAC untuk menyerang PRIMA-1, pada atom C yang mengikat gugus hidroksi tersebut dari depan bidang.

commit to user

2. Penentuan Konfigurasi MQ

MQ (Methylene Quinuclidinone) merupakan salah satu produk dekomposisi PRIMA-1. MQ tidak mempunyai gugus metil hidroksi seperti PRIMA-1. Kedua gugus metil hidroksi tersebut digantikan oleh ikatan rangkap yang terbentuk antara gugus metilen dengan atom C4 cincin. Ikatan rangkap ini memberikan pengaruh terhadap perubahan bentuk geometri pada struktur tersebut

dari tetrahedral (sp 3 ) menjadi segitiga planar (sp 2 ). Sehingga kedudukan gugus

metilen akan sebidang dengan bidang yang terbentuk antara atom C4 cincin dan atom yang diikatnya. Adapun konfigurasi struktur MQ hasil optimasi geometri disajikan pada Gambar13.

Gambar 13. Struktur MQ teroptimasi. Warna kuning, merah, biru dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N dan atom H.

3. Penentuan Konfigurasi NAC

Senyawa N-Asetil Sistein (N-acetyl cystein atau NAC) adalah senyawa turunan dari asam amino sistein. Senyawa ini merupakan hasil modifikasi sistein pada gugus amina melalui penambahan gugus asetil. Gugus asetil ini terikat pada gugus amina sistein melalui ikatan amida. Adanya tambahan gugus asetil ini memberikan perubahan terhadap gugus amina sistein dari amina primer menjadi amina sekunder. Berikut ini adalah konfigurasi struktur NAC dari hasil optimasi geometri yang disajikan pada Gambar 14.

commit to user

Gambar 14. Struktur NAC teroptimasi. A. Struktur NAC tampak depan,

B. Struktur NAC tampak belakang. Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N, atom S dan atom H.

Posisi atom N gugus amida NAC hasil optimasi geometri terletak di depan bidang seolah menjauhi gugus thiol. Sedangkan gugus karbonil dari amidanya terletak di belakang bidang. Hal ini berkaitan dengan adanya halangan sterik yang cukup besar apabila gugus-gugus polar tersebut saling berdekatan dengan gugus polar lainnya (seperti terlihat pada Gambar 14). Gugus-gugus polar yang berdekatan akan saling memberikan pengaruh polarisasi. Apabila gugus amida berotasi sehingga posisinya mendekati gugus thiol tersebut, diperkirakan akan menurunkan stabilitas NAC. Penurunan stabilitas NAC dapat mengakibatkan NAC sulit mencapai konvergen saat dilakukan optimasi geometri.