KAJIAN TENTANG PROSES PEMBELAJARAN PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI” DI SRIWEDARI, SURAKARTA

PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI” DI SRIWEDARI, SURAKARTA SKRIPSI

Oleh: ALFAN REZA FATHONY K3207014 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama

: Alfan Reza Fathony

NIM

: K3207014

Jurusan/Program Studi : PBS/Pendidikan Seni Rupa

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “KAJIAN TENTANG PROSES PEMBELAJARAN PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI” DI

SRIWEDARI, SURAKARTA ” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 14 April 2012

Alfan Reza Fathony

commit to user

PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI” DI SRIWEDARI, SURAKARTA

Oleh : ALFAN REZA FATHONY K3207014

Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 11 April 2012

Pembimbing I,

Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd. NIP 19621110 198903 1 003

Pembimbing II,

Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. NIP 19730906 200501 1 001

commit to user

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari

: Senin Tanggal : 23 April 2012

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang

Tanda Tangan

Ketua

: Nanang Yulianto, S.Pd., M.Ds.

………….

Sekretaris

: Dra. M. Y. Ning Yuliastuti, M.Pd.

…………. Anggota I

: Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd.

………….

Anggota II

: Adam Wahida, S.Pd., M.Sn.

………….

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 19600727 198702 1 001

commit to user

Sekecil apapun yang dapat kita lihat, dengar, dan rasakan, jadikanlah itu sebuah pengalaman yang sangat berharga.

(Alfan Reza Fathony)

commit to user

Karya ini kupersembahkan Kepada:

Ayah dan Ibu tersayang Istriku tercinta Adik-adikku, Guru-guruku, Rekan-rekanku Almamater

commit to user

Alfan Reza Fathony. KAJIAN TENTANG PROSES PEMBELAJARAN

PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI” DI SRIWEDARI,

SURAKARTA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. April 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Tujuan pembelajaran sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (2) Materi yang diajarkan pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (3) Metode yang

digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (4) Model yang digunakan dalam proses pembelajaran pada

sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (5) Media yang digunakan dalam prose s pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (6) Sistem evaluasi hasil belajar siswa pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.

Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan memanfaatkan informan, tempat dan peristiwa, dan dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan). Validitas data dicapai dengan menggunakan triangulasi sumber dan review informan . Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan: (1) Tujuan sanggar lukis “Warung Seni” sebagai pelengkap pendidikan seni rupa yang ada pada lembaga

pendidikan formal secara praktek atau keterampilan sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Namun dilihat dari segi wawasan masih kurang mencukupi karena dalam kegiatan bimbingan di sanggar lukis ini anak tidak diberikan teori dan referensi tentang seni lukis. (2) Materi tentang teknik melukis dan pewarnaan yang diberikan selalu dibimbing dan diberikan contoh. Hal ini membuat hasil lukisan anak terpaku pada gambar yang telah dicontohkan oleh pembimbing. Pembelajaran dengan cara ini akan berdampak pada kurangnya kemandirian dan kreativitas anak dalam melukis. (3) Bimbingan melukis di sa nggar lukis “Warung Seni” paling banyak diikuti oleh anak-anak usia 3-12 tahun. Walaupun usia anak berbeda-beda namun materi yang diberikan sama. (4) Dari sekian metode yang digunakan, metode praktik atau demonstrasi lebih dominan digunakan pada saat bimbi ngan. Hal ini dikarenakan pembelajaran di sanggar lukis “Warung Seni” ini terfokus pada pembelajaran praktek melukis. (5) Penggunaan model pembelajaran kontekstual terlihat pada saat anak diajak menggambar ke lokasi yang ditentukan pembimbing. Hal ini dilakukan untuk melatih anak melukis obyek diam maupun bergerak secara langsung. (6) Media pembelajaran yang digunakan di sanggar

lukis “Warung Seni” adalah gambar sketsa obyek yang digambar di papan white board. Proses pembuatan gambar sketsa obyek bertahap. Dengan cara seperti ini

anak mudah menerima materi yang diajarkan dan pada akhir bimbingan seluruh anak bisa menyelesaikan gambar secara bersamaan, sehingga tidak ada anak yang tertinggal saat waktu kegiatan bimbingan selesai. (7) Bentuk evaluasi di sanggar lukis “Warung Seni” berupa pembahasan langsung. Bentuk evaluasi melalui

pembahasan ini terbukti efektif diterapkan karena siswa dapat mengetahui letak kekurangan dan kelebihan karya lukis yang telah mereka buat.

commit to user

Alfan Reza Fathony. STUDY ON THE LEARNING PROCESS AT PAINTING STUDIOS "WARUNG SENI" IN SRIWEDARI, SURAKARTA. The research paper, Faculty of Teacher Training and Education in Sebelas Maret

University of Surakarta. April 2012. The purpose of this study was to determine: (1) The purpose of learning at painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta. (2) The material taught at painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta. (3) The method used in the learning process at painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta. (4) The model used in the learning process at painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta. (5) The medium used in the learning process in the painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta. (6) The system of evaluation of student learning outcomes at painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta.

The strategy used is a case study of single spikes. Source of data used utilizing informants, places and events, and documents. Sampling technique used was purposive sampling. The validity of data is achieved by using a triangulation of sources and informants review. Data analysis technique used is interactive analysis.

Based on this research, we can conclude: (1) Purpose painting studios, "Warung Seni" as a complement to the existing art education in formal educational institutions in the practice or skills have been implemented quite well. But in terms of insight is still inadequate because the activities of the guidance in this painting studios, the child was not given the theory and references to painting. (2) The materials of painting and staining techniques provided always guided and given an example. This keeps the children focused on painting a picture that has been exemplified by the supervisor. Learning in this way will have an impact on a lack of independence and creativity in painting. (3) Guidance to paint in the studio painting "Warung Seni" the most widely followed by children aged 3-12 years. Although children of different ages, but given the same material. (4) Of all the methods used, the method is more dominant practice or demonstration use at the time of counseling. This is because the learning in the studio painting "Warung Seni" is focused on learning the practice of painting. (5) The use of contextual learning model looks at when children are invited to draw to the specified location supervisor. This is done to train the children paint a still or moving objects directly. (6) Learning media used in painting studios, "Warung Seni" is a sketch drawing objects drawn on the whiteboard. The process of gradually making the drawing object. In this way the child receptive to the material being taught and at the end of the guidance of all children could complete the images simultaneously, so that no child is left behind when the activity is complete guidance. (7) The form of evaluation in the painting studios, "Warung Seni" in the form of direct discussion. Evaluation form through this discussion proved to be effective because students can be applied to locate the advantages and disadvantages of paintings they have made.

commit to user

Syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “KAJIAN

TENTANG PROSES PEMBELAJARAN PADA SANGGAR LUKIS

“WARUNG SENI” DI SRIWEDARI, SURAKARTA”. Penyusunan skripsi dilakukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan dalam proses penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya hambatan-hambatan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bantuannya, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing I, atas bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. selaku pembimbing II, atas bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. Edy Tri Sulistyo, M.Pd. selaku pembimbing akademis.

6. Bapak Luluk Soemitro selaku narasumber utama penelitian ini.

7. Ibu Uryn Sulistyorini selaku narasumber pendukung.

8. Anak-anak siswa sanggar lukis “Warung Seni” Surakarta usia 3-12 tahun.

9. Ayah, Ibu, dan Adik-adikku atas do’a, biaya, dan dukungannya.

10. Istriku Intan Eka Saputri atas do’a, dukungan, dan semangat yang diberikan.

11. “Sunseters” : Figur, Anggi, Via, Anik, Ayu, dan Restu.

commit to user

UNS.

13. Teman-teman angkatan 2007 Program Studi Pendidikan Seni Rupa, JPBS, FKIP, UNS.

14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga segala amal baik tersebut mendapat imbalan dari Allah Yang Maha Pemurah. Adapun saran-saran yang bersifat membangun penulis terima dengan senang hati. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan pendidikan seni rupa khususnya.

Surakarta, 12 April 2012

Penulis,

commit to user

Alfan Reza Fathony. KAJIAN TENTANG PROSES PEMBELAJARAN

PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI” DI SRIWEDARI,

SURAKARTA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. April 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Tujuan pembelajaran sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (2) Materi yang diajarkan pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (3) Metode yang

digunakan dalam proses pembelaja ran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (4) Model yang digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (5) Media yang digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (6) Sistem evaluasi hasil belajar siswa pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.

Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan memanfaatkan informan, tempat dan peristiwa, dan dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan). Validitas data dicapai dengan menggunakan triangulasi sumber dan review informan . Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan: (1) Tujuan sanggar lukis “Warung Seni” sebagai pelengkap pendidikan seni rupa yang ada pada lembaga

pendidikan formal secara praktek atau keterampilan sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Namun dilihat dari segi wawasan masih kurang mencukupi karena dalam kegiatan bimbingan di sanggar lukis ini anak tidak diberikan teori dan referensi tentang seni lukis. (2) Materi tentang teknik melukis dan pewarnaan yang diberikan selalu dibimbing dan diberikan contoh. Hal ini membuat hasil lukisan anak terpaku pada gambar yang telah dicontohkan oleh pembimbing. Pembelajaran dengan cara ini akan berdampak pada kurangnya kemandirian dan kreativitas anak dalam melukis. (3) Bimbingan melukis di sanggar lukis “Warung Seni” paling banyak diikuti oleh anak-anak usia 3-12 tahun. Walaupun usia anak berbeda-beda namun materi yang diberikan sama. (4) Dari sekian metode yang digunakan, metode praktik atau demonstrasi lebih dominan digunakan pada saat bimbingan. Hal ini dikarenakan pembelajaran di sanggar lukis “Warung Seni” ini terfokus pada pembelajaran praktek melukis. (5) Penggunaan model pembelajaran kontekstual terlihat pada saat anak diajak menggambar ke lokasi yang ditentukan pembimbing. Hal ini dilakukan untuk melatih anak melukis obyek diam maupun bergerak secara langsung. (6) Media pembelajaran yang digunakan di sanggar

lukis “Warung Seni” adalah gambar sketsa obyek yang digambar di papan white board. Proses pembuatan gambar sketsa obyek bertahap. Dengan cara seperti ini

anak mudah menerima materi yang diajarkan dan pada akhir bimbingan seluruh anak bisa menyelesaikan gambar secara bersamaan, sehingga tidak ada anak yang tertinggal saat waktu kegiatan bimbingan selesai. (7) Bentuk evaluasi di sanggar lukis “Warung Seni” berupa pembahasan langsung. Bentuk evaluasi melalui

pembahasan ini terbukti efektif diterapkan karena siswa dapat mengetahui letak kekurangan dan kelebihan karya lukis yang telah mereka buat.

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya mulai dari aspek kognitif, aspek afektif sampai dengan aspek psikomotor. Aspek kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Aspek afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Aspek psikomotor berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, melukis, dan mengoperasikan mesin.

Berdasarkan ruang lingkupnya, sistem pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang mulai dari pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Bukti kelulusan pada setiap jenjang pendidikan formal diakui secara nasional dan dapat dimanfaatkan untuk persyaratan melanjutkan pendidikan atau mencari pekerjaan. Oleh karena itu, pendidikan formal senantiasa menjadi pilihan orang tua dan peserta didik untuk meningkatkan taraf pendidikan. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang untuk mengembangkan kemampuan peserta didik meliputi pendidikan anak usia dini, pendidikan keterampilan, dan pelatihan kerja. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Penyelenggaraan pendidikan nonformal dan pendidikan informal yang diserahkan kepada masyarakat, menjadikan bentuk dan kualitas pendidikan nonformal dan pendidikan informal sangat beragam. Seperti pendidikan nonformal, hal ini terjadi karena sistem birokrasi pendidikan nonformal yang jauh

commit to user

formal. Dalam kenyataannya, masyarakat akan memilih lembaga pendidikan nonformal yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhannya. Lembaga pendidikan nonformal yang berkualitas ditandai dengan kemampuan lembaga menjawab kebutuhan masyarakat, banyak diminati konsumen, dan dapat menjaga eksistensinya dalam jangka panjang. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 menyebutkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pengembangan pendidikan nonformal terbuka sangat luas di masyarakat meliputi semua bidang yang dibutuhkan masyarakat.

Bentuk-bentuk pendidikan nonformal yang berkembang di masyarakat sangat bervariasi. Sanggar merupakan salah satu bentuk pendidikan nonformal yang banyak berkembang di kehidupan masyarakat. Sanggar adalah suatu tempat atau sarana yang digunakan oleh suatu komunitas atau sekumpulan orang untuk melakukan suatu kegiatan (http://id.wikipedia.org/wiki/Sanggar diakses 23/11/2011). Sanggar yang ada saat ini antara lain sanggar musik, sanggar teater, sanggar lukis, sanggar mengaji, dan lain-lain. Eksistensi sanggar dan semakin banyaknya siswa yang merasa perlu menambah jam belajarnya di sanggar menunjukkan bahwa masyarakat memerlukan kehadiran sanggar yang berfungsi sebagai penambah atau pelengkap pendidikan formal.

Secara khusus penelitian ini berusaha mengungkap proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh sanggar lukis pada anak-anak. Peneliti berasumsi bahwa sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang seni, kekuatan utama yang dimiliki sanggar adalah pada proses pembelajarannya. Selain itu, peneliti juga berasumsi bahwa masyarakat pengguna jasa sanggar akan memilih sanggar lukis yang berkualitas dalam proses pembelajarannya. Dengan demikian melalui penelitian ini, peneliti berharap dapat menemukan proses pembelajaran pada sanggar lukis yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan refleksi bagi pengembangan pendidikan sekolah.

commit to user

mempunyai peranan yang penting di dalam mengembangkan sensitivitas, kreativitas, dan memberi fasilitas untuk berekspresi dan melengkapi anak dalam membentuk kepribadiannya. Sehingga anak akan berkembang sesuai dengan kebutuhannya.

Di dalam pendidikan sekolah, peranan tersebut kadang tidak dapat terjangkau karena masalah terbatasnya waktu, fasilitas, dan cara pengembangannya yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana mestinya. Dengan adanya pendidikan nonformal seperti sanggar lukis ini akan dapat melengkapi dan membantu keberhasilan fungsi seni tersebut. Di sanggar lukis anak-anak pada masanya dapat memperoleh kesempatan yang luas untuk menyalurkan minat, kesenangan, dan keterampilannya. Disamping itu mereka dibina dan diberi pengarahan praktis mengenai hal-hal yang menyangkut keterampilan dan bentuk-bentuk visual.

Hasil dari karya seni lukis yang diciptakan oleh anak bimbingan sanggar juga berbeda dengan mereka yang tidak ikut dalam sanggar. Hal ini bisa diamati dalam setiap pengadaan lomba lukis anak, kebanyakan para juara lukis rata-rata berasal dari mereka yang dibimbing oleh sanggar-sanggar lukis. Para juara lukis anak-anak bimbingan sanggar tersebut menunjukkan salah satu bukti dari keberhasilan dari pembelajaran yang dilakukan oleh sanggar tersebut.

Keberadaan sanggar lukis untuk anak di kota Surakarta banyak manfaatnya, karena akan melengkapi dan membantu keberhasilan pendidikan seni rupa bagi anak-anak. Sanggar lukis “Warung Seni” adalah salah satu penyelenggara pendidikan nonformal dalam bidang seni lukis yang berada di Surakarta. Berdirinya sanggar lukis “Warung Seni” turut berperan serta memberikan tempat bagi anak-anak yang ingin menyalurkan bakat dan kreativitas mereka dibidang seni lukis. Di samping itu mereka akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang seni lukis. Proses pembelajaran yang baik tentu akan menghasilkan anak didik yang mampu berkarya seni lukis dengan baik.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melaksanakan suatu penelitian tentang proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni”

commit to user

dalam sanggar tersebut banyak dan terdiri dari usia yang berbeda-beda maka peneliti membatasi penelitian pada siswa yang masuk dalam kategori anak-anak yaitu usia 3-12 tahun. Penelitian ini juga berfungsi untuk mengetahui bagaimana proses awal pembelajaran seni lukis pada anak yang baik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa tujuan pembelajaran di sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta?

2. Apa saja materi, metode, model, dan media pembelajaran yang diajarkan dan

digunakan pada sanggar l ukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta?

3. Bagaimana sistem evaluasi hasil belajar siswa pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan:

1. Tujuan pembelajaran sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.

2. Materi yang diajarkan pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.

3. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.

4. Model yang digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.

5. Media yang digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.

6. Sistem evaluasi hasil belajar siswa pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.

commit to user

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis Sebagai referensi bagi penelitian yang akan datang tentang proses pembelajaran pada sanggar lukis.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pembanding atau masukan pada pendidikan formal maupun nonformal dalam hal proses pembelajaran, khususnya pada sanggar lukis.

b. Memberikan gambaran kepada masyarakat Sriwedari maupun daerah lain yang menyelenggarakan bimbingan melukis tentang proses pembelajaran pada sanggar lukis khususnya untuk anak usia 3-12.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal atau Pendidikan Luar Sekolah (PLS) ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, dan berencana, diluar kegiatan persekolahan (Ahmadi dan Uhbiyati, 2003: 164).

Pendidikan nonformal menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 5) adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Lebih lanjut, dalam pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 15), dinyatakan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelaku atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Menurut Coombs dan Ahmed (1985), Pendidikan Luar Sekolah adalah kegiatan pendidikan yang terorganisasi dan sistematis yang berlangsung dalam kerangka sistem pendidikan formal untuk menyediakan aneka ragam pelajaran tertentu kepada kelompok penduduk tertentu, baik dari golongan dewasa maupun remaja (Zakiyah, 2006: 12). Dengan demikian, pendidikan nonformal atau Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau pemerintah atau gabungan keduanya yang berfungsi melengkapi jenis pendidikan yang ada dengan kerangka kegiatan yang berbeda dengan kegiatan formal.

Sudjana (2000) berpendapat bahwa Pendidikan Luar Sekolah mempunyai peranan untuk membantu sekolah formal sebagai pelengkap, penambah, dan pengganti pendidikan sekolah (Zakiyah, 2006: 13). Pendidikan formal tentunya memiliki keterbatasan-keterbatasan dan keterbatasan ini dapat diperbaiki oleh Pendidikan Luar Sekolah dengan

commit to user

dan harapan masyarakat.

2. Pendidikan Seni Rupa di Sanggar Sebagai Pendidikan Nonformal

Sanggar dalam bidang seni rupa merupakan pendidikan nonformal dalam bentuk bimbingan yang meliputi kegiatan penguasaan materi dan praktek. Dalam sistem pendidikan dewasa ini, pendidikan seni rupa menjadi bagian dari alat pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan yang dicapai melalui pendidikan seni rupa yaitu pendidikan melalui seni. Melalui pendidikan seni ini diharapkan dapat mempertajam fungsi-fungsi jiwa pada anak. Fungsi tersebut sangat berkaitan dengan perkembangan pikiran, perasaan, dan kemauan. Ketiga unsur tersebut sangat penting dan saling berhubungan dalam perkembangan dan pertumbuhan anak. Disinilah peranan pendidikan seni dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan.

Pentingnya pendidikan seni bagi anak disini bukannya menjadikan anak menjadi ahli seni atau seniman, tetapi lebih dari itu yaitu untuk mencerdaskan seluruh fungsi-fungsi jiwa, cipta, rasa, dan karsa. Tidaklah salah kalau pendidikan seni khususnya seni rupa sangat erat hubungannya dengan pembentukan jiwa, karena apa yang dihasilkan merupakan suatu perkembangan jiwa anak.

Herbert (1970) melihat pentingnya pendidikan seni sebagai dasar pendidikan bagi anak dimasa mendatang, ia menyatakan:

Pendidikan estetik merupakan satu-satunya pendidikan yang memberi keagungan pada tubuh dan kemuliaan pada pikiran, yang karenanya kita harus memanfaatkan seni sebagai dasar pendidikan yang dapat berperan saat masa kanak-kanak, sementara masih tidurnya daya nalar, dan nanti saat daya nalar telah bangkit dari tidurnya seni akan menyediakan jalan baginya dan daya itu akan disambut sebagai mitra yang selanjutnya akan menjadi ciri khusus (Subroto, 1997: 14).

commit to user

pendidikan, karena akan membawa kebanggaan dan keagungan jasmaniah dan rohaniah. Ini bisa dilaksanakan sejak masa kanak-kanak dimana daya nalarnya belum muncul, dan ketika penalarannya telah bangkit, seni akan memberi jalan baginya yang diterima sebagai kegiatan yang disenanginya.

Pendidikan seni rupa yang diberikan pada anak oleh lembaga pendidikan formal maupun pendidikan nonformal pada dasarnya ditujukan untuk pembinaan pengalaman dan pengetahuan seni rupa, serta untuk pembentukan pribadi, yaitu pertumbuhan jiwa seperti pembinaan mental, kreativitas, kesabaran, ketulusan, dan berbagai perasaan estetis. Hal ini sebagaimana terungkap dalam tujuan pendidikan seni rupa yang disampaikan oleh Muharam dan Sundaryati (1992) di bawah ini:

a. Mengembangkan bakat seni dan sensitivitas

b. Pengembangan persepsi

c. Pengembangan apresiasi

d. Kreativitas

e. Pengembangan ekspresi anak

f. Pengembangan pengalaman visual estetis (Subroto, 1997: 14)

Maksud dari pendapat tadi, tujuan pendidikan seni rupa untuk mengembangkan bakat seni, sensitivitas, persepsi, apresiasi seni, kreativitas dan aspek-aspek pribadi, ekspresi dan pengalaman estetis sehingga dapat terampil dibidang kesenirupaan.

Hal ini bukan hanya menjadi tujuan pendidikan seni rupa secara formal di sekolah-sekolah saja, tetapi juga di sanggar-sanggar seni rupa atau pendidikan nonformal lainnya. Pendidikan seni rupa di sanggar mempunyai tujuan yang sama dengan pendidikan di sekolah yaitu untuk mencapai keberhasilan pendidikan seni rupa secara menyeluruh, walaupun berbeda tempat, waktu, serta fasilitas.

Melati berpendapat bahwa pembinaan seni rupa anak di sanggar bukan hanya menitikberatkan pada seni keterampilan saja, tetapi lebih

commit to user

kreativitas anak tertantang dan dirangsang untuk memenuhi gejolak imaji dan hasrat pribadi untuk menyatakan diri dan berkomunikasi melalui media seni rupa, garis, warna, dan bidang (Subroto, 1997: 15)

Selain itu untuk mencapai keberhasilan pendidikan seni rupa di sanggar, maka perlu didukung pengajar yang profesional dan berpengalaman serta proses pembelajaran yang terorganisir dengan baik.

3. Masa Periodisasi Seni Anak

Masa periodisasi anak adalah masa tahapan perkembangan anak. Masa periodisasi ini juga dapat untuk melihat tingkat kemampuan anak dalam menghasilkan karya seni khususnya seni rupa. Pengelompokan periodisasi karya seni rupa anak dimaksudkan agar kita mudah mengenali karakteristik perkembangan anak berdasarkan usianya. Dalam mengungkapkan gagasannya, anak masih memandang gambar sebagai satu ungkapan keseluruhan. Hal ini belum tampak bagian demi bagian secara rinci. Yang tampak hanyalah bagian-bagian kecil yang menarik perhatian, terutama yang menyentuh perasaan dan keinginannya.

Berikut adalah beberapa hasil penelitian para ahli yang bisa dijadikan acuan untuk mengamati atau memahami karya seni rupa anak. Beberapa hasil penelitian tersebut dikemukakan oleh Muharam & Sundaryati (1992: 34-35) sebagai berikut:

a. Kerchenteiner

 Masa mencoreng

0-3 tahun

 Masa bagan

3-7 tahun

 Masa bentuk dan garis

7-9 tahun

 Masa bayang-bayang

9-10 tahun

 Masa perspektif

10-14 tahun

b. Cyril Burt

 Masa coreng

2-3 tahun

 Masa garis

4 tahun

 Masa simbolisme deskriptif

5-6 tahun

 Masa realisme deskriptif

7-8 tahun

commit to user

 Masa realisme visual

9-10 tahun

 Masa represi

10-14 tahun

 Masa pemunculan artistik

masa adolesan

c. Viktor Lowenfeld

 Masa mencoreng

2-4 tahun

 Masa pra bagan

4-7 tahun

 Masa bagan

7-9 tahun

 Masa permulaan realisme

9-11 tahun

 Masa psendo realisme

11-13 tahun

 Masa krisis puber

13-17 tahun

d. Rhoda Kellogg

 Coretan dan corengan

2-3 tahun

 Rahasia bentuk

2-4 tahun

 Seni kontur

3-4 tahun

 Anak dan desain

3-5 tahun

 Mandala, matahari, dan radial

3-5 tahun

 Manusia

4-5 tahun

 Mirip gambar

4-6 tahun

 Gambar

5-7 tahun

Berdasarkan tahapan periodisasi seni rupa anak menurut beberapa ahli di atas menunjukkan saling berbeda dalam menentukan batas-batas umur dengan tingkat perkembangan seni anak. Dengan melihat beberapa pendapat ahli tersebut bisa menjadi acuan untuk mengetahui secara global tingkat kemampuan anak dalam membuat karya seni, khususnya seni lukis.

4. Proses Pembelajaran

Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek di bawah pengaruhnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Proses diakses 23/11/2011).

Dalam konsep teknologi pendidikan, dibedakan istilah pembelajaran (instruction) dan pengajaran (teaching). Pembelajaran merupakan usaha

commit to user

positif dalam kondisi tertentu. Adapun pengajaran merupakan usaha membimbing dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik dan biasanya berlangsung dalam situasi resmi atau formal. Dalam pendidikan, pembelajaran lebih tepat digunakan daripada pengajaran. Pengertian pembelajaran menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 6), adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan demikian, pengertian pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan dengan sengaja melalui interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 297), pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Pembelajaran khususnya pembelajaran klasikal merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan-kenyataan sebagai berikut, yaitu: (1) Kegiatan pembelajaran pada umumnya harus menghadapi siswa dalam jumlah yang banyak; (2) Kegiatan pembelajaran berisi kegiatan pengolahan pesan yang meramu bahan-bahan yang berasal dari buku teks, kehidupan, sumber informasi lain atau kenyataan yang dijumpai di sekitar sekolah menjadi bahan ajar yang bermakna; (3) Setelah mengikuti pembelajaran, siswa yang belajar harus meningkat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotornya; (4) Setelah mengikuti pembelajaran, siswa harus memperoleh pengalaman belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 158-159).

Salah satu bantuan yang diberikan kepada orang tua oleh masyarakat adalah pembentukan manusia muda pada bidang intelektual. Dan proses pembentukan ini berlangsung dalam lembaga yang disebut sekolah. Dan proses itu disebut proses mengajar-belajar atau proses pembelajaran, yang berarti usaha menjadikan orang lain belajar (Drost, 1999: 2).

commit to user

aktivitas sadar yang dilakukan untuk dapat menguasai satu atau beberapa kompetensi sebagai milik diri. Proses ini berlangsung dalam situasi pembelajaran yang sudah tersistem sedemikian rupa sehingga keberhasilan di dalam proses tersebut dapat diukur secara langsung dalam kegiatan tersebut.

5. Komponen-komponen Pembelajaran

Suharsimi Arikunto (2009: 4-5) menggolongkan komponen pembelajaran ke dalam empat hal, yaitu: komponen input, komponen output, transformasi, dan umpan balik (feed back). Komponen tersebut digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Bagan 1. Transformasi Pembelajaran (Arikunto, 2009: 5)

Keterangan:  Input adalah bahan mentah yang dimasukkan ke dalam transformasi,

yaitu calon siswa yang sebelum masuk ke suatu institusi telah dinilai terlebih dahulu kemampuannya.

 Output adalah bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi, yaitu lulusan

dari suatu institusi setelah mengikuti kegiatan penilaian.  Transformasi adalah mesin yang bertugas mengubah bahan mentah

menjadi bahan jadi. Di dalam transformasi terdapat unsur-unsur siswa,

UMPAN BALIK

INPUT

TRANSFORMASI OUTPUT

commit to user

evaluasi, dan sarana penunjang serta sistem administrasi.  Umpan balik adalah segala informasi menyangkut output maupun transformasi yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk memperbaiki input

dan transformasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Dari pendapat Suharsimi Arikunto di atas, dapat diidentifikasikan beberapa komponen pembelajaran yaitu: siswa, guru dan personil lainnya, bahan pelajaran, metode mengajar, sistem evaluasi, dan sarana penunjang serta sistem administrasi. Namun dalam penelitian ini komponen pembelajaran yang diteliti sedikit berbeda, peneliti merumuskan komponen itu yang antara lain: siswa, guru, tujuan pembelajaran, materi yang diajarkan, metode yang digunakan, model pembelajaran, media yang digunakan, dan sistem evaluasi hasil belajar.

a. Siswa

Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar- mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan merespons dengan tindak belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 22). Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam proses belajar tersebut siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Bisa dikatakan juga siswa adalah penerima pesan yang diberikan oleh pengirim pesan yaitu guru.

b. Guru

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru (http://id.wikipedia.org/wiki/Guru diakses 07/12/2011).

commit to user

sesuatu hal yang disebut “pesan”. Pesan atau sesuatu hal tersebut dapat berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan, atau isi ajaran yang lain seperti kesenian, kesusilaan, dan agama (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 170-171).

c. Tujuan Pembelajaran

Tujuan dari pembelajaran adalah memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan mengaktualisasikan diri (Majid, 2008: 24).

Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum pembelajaran, sampai tujuan khusus pembelajaran. Proses belajar-mengajar tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai (Soetopo, 2005: 144-145).

d. Sumber Belajar atau Materi Pembelajaran

Sumber belajar adalah informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media yang dapat membantu siswa dalam belajar. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan siswa ataupun guru.

Dengan demikian, sumber belajar atau materi juga diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi, dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.

commit to user

sebagai berikut:

1) Tempat atau lingkungan alam sekitar, yaitu dimana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingkah laku.

2) Benda, yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya

perubahan tingkah laku bagi peserta didik.

3) Orang, yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu dimana

peserta didik dapat belajar sesuatu dari orang tersebut.

4) Buku, yaitu segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri

oleh peserta didik.

5) Peristiwa atau fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, bencana, dan peristiwa lainnya yang dapat digunakan sebagai sumber belajar (Majid, 2008: 170).

e. Metode Pembelajaran

Secara harfiah kata metode atau metodologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “mefha” yang berarti melalui, ”hodos” yang berarti jalan atau cara, dan kata “logos” yang berarti ilmu pengetahuan (Majid, 2008: 135). Menurut Soetopo (2005: 145) metode pembelajaran adalah cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru.

Jadi dapat diartikan bahwa, metode pembelajaran adalah cara atau jalan yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran (http://hipni.blogspot.com/2011/09/pengertian- definisi-metode-pembelajaran.html).

Berikut ini beberapa metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran:

1) Metode Ceramah, yaitu cara menyampaikan materi ilmu pengetahuan kepada anak didik yang dilakukan secara lisan.

commit to user

didik. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang pikiran dan membimbing peserta didik dalam mencapai kebenaran.

3) Metode Tulisan, yaitu metode mendidik siswa dengan huruf atau

simbol apa pun.

4) Metode Diskusi, yaitu salah satu cara mendidik yang berupaya memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya.

5) Metode Pemecahan Masalah, yaitu cara yang memberikan pengertian dengan menstimulasi anak didik untuk memperhatikan, menelaah, dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah.

6) Metode Kisah, yaitu membuka kesan mendalam pada jiwa seseorang (peserta didik), sehingga dapat mengubah hati nuraninya dan berupaya melakukan hal-hal yang baik dan menjauhkan diri dari perbuatan yang buruk.

7) Metode Perumpamaan, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengungkapkan suatu sifat dan hakikat dari realitas sesuatu.

8) Metode Pemahaman dan Penalaran, yaitu metode yang dilakukan dengan membangkitkan akal dan kemampuan berpikir anak didik secara logis.

9) Metode Perintah Berbuat Baik dan Saling Menasihati, yaitu dengan metode ini anak didik diperintahkan untuk berbuat baik dan saling menasihati agar berlaku benar.

10) Metode Suri Tauladan, yaitu metode dengan adanya teladan yang baik, maka akan menumbuhkan hasrat bagi orang lain untuk meniru atau mengikutinya.

11) Metode Hikmah dan Mau’izhah Hasanah, yaitu upaya menuntut orang lain menggunakan akalnya untuk mendapatkan kebenaran dan

commit to user

keterangan yang tegas dan apa yang dikemukakan dengan dasar atau alasan yang benar serta bukti yang nyata.

12) Metode Peringatan dan Pemberian Motivasi, yaitu kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu untuk melakukan sesuatu kegiatan mencapai tujuan.

13) Metode Praktik atau Demonstrasi, yaitu mendidik dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda, seraya diperagakan dengan harapan anak didik menjadi jelas dan gamblang sekaligus dapat mempraktikkan materi yang dimaksud.

14) Metode Karyawisata, yaitu metode dengan mengunjungi tempat- tempat di muka bumi ini untuk memperhatikan keindahan alam, pemperhatikan peninggalan-peninggalan sejarah, serta melihat beraneka ragam ciptaan Tuhan yang bermanfaat dalam menggiatkan fisik dan jiwa.

15) Metode Pemberian ampunan dan Bimbingan, yaitu memberi kesempatan kepada anak didik untuk memperbaiki tingkah lakunya dan mengembangkan dirinya.

16) Metode Kerja Sama, yaitu upaya saling membantu antara dua orang atau lebih, antara individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok lainnya dalam melaksanakan tugas atau menyelesaikan masalah.

17) Metode Pentahapan, yaitu penyampaian materi secara bertahap sesuai dengan proses perkembangan anak didik (Majid, 2008: 137).

f. Model Pembelajaran

Menurut Winataputra (2001) dalam Sugiyanto (2008: 7) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi

commit to user

melaksanakan aktivitas pembelajaran. Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa. Model- model tersebut antara lain adalah Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model Pembelajaran Quantum, Model Pembelajaran Terpadu, dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

1) Model pembelajaran kontekstual menurut Nurhadi (2003) dalam Sugiyanto (2008: 18) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

2) Model pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2008: 35).

3) Model pembelajaran quantum memiliki prinsip bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif maupun negatif (Surtikanti dan Santoso, 2008: 81).

4) Model pembelajaran terpadu pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan pembelajaran

commit to user

bahasan (Sugiyanto, 2008: 110).

5) Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa baik secara individual atau kelompok untuk mencari dan memecahkan suatu masalah pada pembelajaran tertentu. Model pembelajaran ini guru lebih harus sering memfungsikan diri sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir dalam menyelesaikan masalahnya sendiri (Sugiyanto, 2008: 134).

Secara khusus, Killen (1988) dan Depdiknas (2005) dalam Sanjaya (2006) menjelaskan ada 8 prinsip dalam memilih model pembelajaran, yaitu: (1) berorientasi pada tujuan, (2) mendorong aktivitas siswa, (3) memperhatikan aspek individual siswa, (4) mendorong proses interaksi, (5) menantang siswa untuk berpikir, (6) menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat dan menguji, (7) menimbulkan proses belajar yang menyenangkan, serta (8) mampu memotivasi siswa belajar lebih lanjut (Sugiyanto, 2008: 8).

g. Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau sesuatu alat. Dalam Webster Dictionary (1960), media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam bentuk jenjang, atau alat apa saja yang digunakan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal. Oleh karena itu, media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan (Anitah, 2009: 4).

commit to user

pun yang paling baik dibandingkan dengan media yang lain. Setiap media memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, seorang guru perlu mengenal berbagai jenis media dengan karakteristik masing-masing. Dengan demikian, guru dapat memilih dan menggunakannya sesuai dengan kompetensi dasar, pengalaman belajar, serta materi yang telah disusun.

Berikut ada 3 klasifikasi media pembelajaran, yaitu:

1) Media visual, media ini disebut juga media pandang karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui penglihatannya. Media ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Media visual yang tidak diproyeksikan, yaitu media yang sederhana, tidak membutuhkan proyektor dan layar untuk meproyeksikan perangkat lunak.

b) Media visual yang diproyeksikan, yaitu media visual yang dapat diproyeksikan pada layar melalui suatu pesawat proyektor.

2) Media audio, yaitu suatu media untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima pesan melalui indera pendengaran. Agar media tersebut benar-benar dapat membawakan pesan yang mudah diterima oleh pendengar, harus digunakan bahasa audio. Secara sederhana bahasa audio adalah bahasa yang memadukan elemen-elemen suara, bunyi, dan musik, yang mengandung nilai abstrak.

3) Media audio visual, melalui media ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu, melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan. Ada pun jenis dari media ini antara lain adalah:

commit to user

sejumlah slide, dpadukan dalam suatu cerita atau jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara.

b) Televisi, yaitu suatu program yang memperlihatkan sesuatu dari jarak jauh (Anitah, 2009: 7-51).

h. Sistem Evaluasi