Penentuan Konfigurasi Produk

B. Penentuan Konfigurasi Produk

Konfigurasi awal dari produk yang akan digunakan dalam studi reaksi ini diperoleh melalui penggabungan PRIMA-1 dengan NAC dan MQ dengan NAC. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menggunakan program Chimera dan Molden. Penggabungan kedua molekul tersebut merujuk pada hasil percobaan Lambert (2009), yang menunjukkan adanya perubahan pada gugus thiol NAC melalui pembentukan ikatan kovalen dengan PRIMA-1 maupun MQ. Konfigurasi akhir dari produk dapat diperoleh melalui optimasi geometri terhadap konfigurasi

commit to user

dengan Gaussian 03 menggunakan metode semi empirik pada teori PM3. Metode semi empirik digunakan dalam optimasi geometri dengan tujuan agar waktu komputasi tidak lama. Teori PM3 digunakan karena cukup akurat untuk sistem berupa senyawa organik. Perhitungan optimasi geometri dapat menghasilkan lokal minima yang terdekat dengan initial geometri produk. Sehingga konfigurasi yang akan diperoleh dari optimasi geometri merupakan konfigurasi struktur produk yang dianggap paling mendekati dengan struktur yang sebenarnya. Perhitungan secara detail terhadap energi dari konfigurasi akhir produk dilakukan dengan kalkulasi single point. Perhitungan energi dengan kalkulasi single point membutuhkan tingkat akurasi yang tinggi. Sehingga akurasi dari perhitungan tersebut ditentukan dengan menggunakan level teori Møller-Plesset orde 2 (MP2), basis set 6-31G(d). Metode Perturbasi Møller-Plesset digunakan dalam kalkulasi single point produk dikarenakan cukup akurat untuk komputasi yang melibatkan korelasi antar elektron dalam molekul tersebut. Teori MP2 digunakan dengan tujuan agar waktu komputasi tidak lama dan memori hardisk yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Sedangkan basis set dengan tambahan fungsi polarisasi (dalam hal ini 6-31G(d)) digunakan dalam perhitungan dengan mempertimbangkan polarisasi dalam molekul tersebut, terutama pada atom C yang akan berikatan kovalen dengan gugus thiol.

1. Penentuan Konfigurasi PRIMA-NAC

Mekanisme penggabungan PRIMA-1 dan NAC berlangsung melalui pelepasan gugus hidroksi PRIMA-1 yang disubstitusi oleh gugus thiol NAC. PRIMA-1 mempunyai leaving group berupa gugus hidroksi, namun gugus tersebut merupakan leaving group yang kurang baik sehingga diperlukan desakan dari nukleofil untuk membantu pelepasannya. Disamping itu, perbedaan polaritas yang cukup besar diantara atom S dan atom H pada gugus thiol mengakibatkan elektron ikatan S-H cenderung tertarik ke arah atom S yang lebih elektronegatif. Hal ini mengakibatkan atom S bermuatan negatif dan dapat bertindak sebagai nukleofil yang menyerang salah satu atom C PRIMA-1 yang mengikat gugus

commit to user

melalui substitusi nukleofilik bimolekuler (S N 2). Nukleofil akan menyerang salah satu atom C PRIMA-1 yang mengikat gugus hidroksi, pada sisi yang berseberangan dengan gugus tersebut, searah dengan arah lepasnya gugus hidroksi tersebut.

Proses penggabungan PRIMA-1 dengan NAC dipengaruhi oleh halangan sterik dari PRIMA-1 yang strukturnya cukup crowded. Halangan sterik tersebut berkaitan dengan perubahan posisi gugus hidroksi yang dapat berputar bebas, terhadap salah satu gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi, cincin PRIMA-1 ataupun gugus karbonil. Sehingga penggabungan tersebut dilakukan dengan menggunakan dua konfigurasi PRIMA-1 yang diperoleh dari hasil scanning terhadap salah satu gugus hidroksinya (Gambar 12). Kedua konfigurasi tersebut merupakan konfigurasi yang secara termodinamika mempunyai energi minimum atau halangan sterik kecil. Penggabungan dengan menggunakan dua konfigurasi tersebut diharapkan akan memudahkan serangan NAC pada PRIMA-1 dan menghasilkan produk dengan stabilitas yang baik.

Penggabungan NAC dengan konfigurasi PRIMA-1 pada sudut putar 330 0

(Gambar 12B) tidak seperti yang diharapkan. Kedua gugus hidroksi pada konfigurasi tersebut berada pada bidang yang sama, yaitu di belakang bidang. Kondisi tersebut mengakibatkan posisi gugus hidroksi yang akan disubstitusi cenderung dekat dengan cincin PRIMA-1 dan memberikan ruang untuk serangan NAC di depan bidang. Posisi gugus hidroksi tersebut memberikan ruang yang terlalu sempit untuk serangan NAC karena dekat dengan gugus karbonil PRIMA-

1. Hal ini mengakibatkan substitusi NAC pada PRIMA-1 sulit terjadi dikarenakan terdapat benturan antara NAC yang memiliki backbone panjang dengan gugus karbonil pada cincin PRIMA-1. Oleh karena itulah, penggabungan NAC dan PRIMA-1 dilakukan dengan adanya modifikasi pada torsi gugus hidroksi PRIMA-

1 yang akan disubstitusi, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 15.

commit to user

Gambar 15. Konfigurasi awal produk PRIMA-NAC dengan konfigurasi PRIMA-

1 pada sudut putar 330 o termodifikasi. A. Konfigurasi PRIMA-NAC tampak depan, B. Konfigurasi PRIMA-NAC tampak belakang. Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N, atom S dan atom H.

Optimasi geometri dilakukan terhadap konfigurasi awal produk hasil

penggabungan dengan menggunakan konfigurasi PRIMA-1 pada sudut putar 330 o yang telah dimodifikasi. Akan tetapi, hasil optimasi geometri yang dilakukan terhadap konfigurasi awal produk hasil penggabungan (PRIMA-NAC) tersebut tidak sesuai dengan asumsi sebelumnya. Produk yang dihasilkan cenderung tidak stabil karena ikatan kovalen pada gugus thiol NAC dengan PRIMA-1 (ikatan S-C) terlepas atau terputus (Gambar 16). Hal ini diperkirakan terjadi karena terdapat clash antara atom C β dari NAC dengan atom C pusat reaksi (atom C yang mengikat gugus hidroksi yang akan disubstitusi).

Modifikasi yang dilakukan pada torsi gugus hidroksi yang akan disubstitusi mengakibatkan letak gugus tersebut menjadi dekat dengan gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi. Hal ini juga memberikan pengaruh terhadap letak backbone NAC yang cenderung dekat dengan gugus hidroksi yang akan disubstitusi. Sehingga terbentuk ikatan hidrogen antara atom H gugus amino dari NAC dengan atom O gugus hidroksi PRIMA-1 yang akan disubstitusi. Ikatan hidrogen tersebut diperkirakan dapat menguatkan kedua gugus tersebut, mengakibatkan kedua gugus tersebut cenderung semakin dekat dan memberikan tarikan pada backbone NAC untuk mendekati PRIMA-1. Hal ini memberikan

commit to user

dengan atom C pusat reaksi, sebagai akibat dari perubahan posisi pada backbone NAC yang menjadi dekat dengan PRIMA-1. Oleh karena itulah pada saat optimasi geometri berlangsung, ikatan kovalen S-C cenderung putus dan ikatan hidrogen yang terbentuk semakin kuat dikarenakan letak gugus yang terlibat ikatan hidrogen semakin dekat, seperti ditunjukkan oleh Gambar 16.

Gambar 16. Konfigurasi akhir produk PRIMA-NAC dengan menggunakan konfigurasi PRIMA-1 pada sudut putar 330 o termodifikasi. Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N, atom S dan atom H.

Penggabungan dengan menggunakan konfigurasi PRIMA-1 pada sudut putar 220 o tidak dilakukan. Kedua gugus hidroksi pada konfigurasi tersebut tidak terletak pada bidang yang sama, gugus hidroksi yang akan disubstitusi terletak di depan bidang, sedangkan gugus hidroksi tidak tersubstitusi terletak di belakang bidang. Kondisi tersebut akan mengarahkan serangan NAC dari belakang bidang, dekat dengan cincin maupun gugus hidroksi PRIMA-1 yang tidak tersubstitusi. NAC mempunyai backbone yang panjang sehingga pada saat substitusi berlangsung diperkirakan posisi gugus karboksilat NAC akan cenderung dekat dengan cincin PRIMA-1 sedangkan gugus amidanya cenderung dekat dengan gugus hidroksi PRIMA-1 yang tidak tersubstitusi, atau sebaliknya. Penggabungan dengan menggunakan konfigurasi tersebut diperkirakan akan menghasilkan produk yang sama dengan penggabungan sebelumnya, yaitu produk dengan stabilitas kecil. Kondisi tersebut seperti penggabungan yang dilakukan dengan

commit to user

putar 220 o diasumsikan akan mempunyai halangan sterik yang cukup besar. Posisi gugus-gugus polar (karboksilat, amino dan hidroksi) yang berdekatan akan saling memberikan polarisasi yang dapat mengakibatkan terjadinya clash pada beberapa atom yang dekat dengan gugus tersebut dan mengakibatkan ikatan S-C terputus.

Proses penggabungan PRIMA-1 dan NAC kemudian dilakukan dengan menggunakan konfigurasi PRIMA-1 teroptimasi (Gambar 9). Optimasi geometri dilakukan terhadap konfigurasi awal senyawa hasil penggabungan PRIMA-1 teroptimasi dengan NAC. Konfigurasi akhir senyawa PRIMA-NAC yang diperoleh dari hasil optimasi geometri tersebut kemudian ditentukan konformasinya. Konformasi senyawa PRIMA-NAC yang digunakan dalam studi reaksi ini adalah yang mendekati konformasi β-sheet. Hal ini disesuaikan dengan kelimpahan sistein yang terdapat pada protein p53. Sistein pada protein p53 tidak menempati posisi α-helix melainkan pada posisi loop atau β-sheet.

Perbedaan konformasi tersebut dapat diketahui dengan melihat psi dari suatu asam amino, yaitu torsi yang dibentuk oleh atom N’ suatu asam amino terhadap atom N asam amino yang diikatnya. Merujuk pada Ramachandran Plot, konformasi left handed α-helix mempunyai nilai psi negatif, konformasi right handed α-helix mempunyai nilai psi positif <130 o , sedangkan konformasi β-sheet mempunyai nilai psi positif > 130 o . Ikatan amida pada NAC dapat dianalogikan dengan ikatan peptida yang menggabungkan dua asam amino. Sehingga konformasi β-sheet untuk PRIMA-NAC dapat ditentukan dengan melihat torsi yang dibentuk oleh gugus hidroksi NAC terhadap atom N NAC. Gugus hidroksi tersebut dianalogikan sebagai atom N’ dari asam amino yang terikat pada NAC.

Konformasi dari konfigurasi akhir senyawa PRIMA-NAC yang diperoleh dari hasil optimasi geometri mempunyai konformasi α-helix, seperti ditunjukkan oleh Gambar 17. Pada konformasi α-helix, torsi yang dibentuk oleh gugus hidroksi NAC terhadap atom N NAC adalah -124,19. Konformasi PRIMA-NAC β-sheet dapat diperoleh dengan mengkondisikan agar torsi tersebut menjadi >130 o . Hal ini dapat dilakukan dengan merotasikan gugus hidroksi NAC pada konformasi α-helix tersebut melalui scanning. Scanning dilakukan terhadap torsi

commit to user

atau tetap. Konfigurasi dari senyawa PRIMA-NAC dengan konformasi β-sheet dari hasil scanning disajikan pada Gambar 18.

Gambar 17. Struktur PRIMA-NAC ( α-helix) teroptimasi dengan psi -124,19.

A . Struktur PRIMA-NAC tampak depan, B. Struktur PRIMA-NAC tampak belakang. Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N, atom S dan atom H.

Terdapat dua kemungkinan konfigurasi PRIMA-NAC yang mempunyai konformasi β-sheet. Perbedaan kedua konfigurasi tersebut terletak pada backbone NAC. Pada konfigurasi pertama, gugus asetil yang terikat pada atom N NAC seolah berotasi ke depan bidang (tertekuk ke depan) sehingga posisi gugus metil cenderung dekat dengan gugus karbonil PRIMA-1. Hal ini juga memberikan pengaruh terhadap gugus karboksil NAC yang terlihat seolah berotasi ke depan bidang, seperti terlihat pada Gambar 18A dan 18B. Torsi yang dibentuk oleh gugus hidroksi NAC terhadap atom N NAC adalah 152,37. Sedangkan pada konfigurasi kedua, gugus asetil yang terikat pada atom N NAC seolah berotasi ke belakang bidang. Hal ini mengakibatkan letak gugus tersebut cenderung jauh dari gugus karbonil PRIMA-1 dan cenderung dekat dengan gugus karboksil NAC. Pada konformasi ini, ikatan hidrogen terbentuk antara gugus karbonil NAC dengan atom hidroksi NAC seperti terlihat pada Gambar 18C dan 18D. Sehingga torsi yang dibentuk gugus hidroksi NAC terhadap atom N NAC berubah menjadi 174,75.

commit to user

Gambar 18. Struktur PRIMA-NAC ( β-sheet) teroptimasi dengan psi 152,37 (A dan B) dan psi 174,75 (C dan D). Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N, atom S dan atom H.

A . Struktur PRIMA-NAC β-sheet (psi 152,37) tampak depan,

B . Struktur PRIMA-NAC β-sheet(psi 152,37) tampak belakang,

C . Struktur PRIMA-NAC β-sheet(psi 174,75) tampak depan,

D . Struktur PRIMA-NAC β-sheet (psi 174,75) tampak belakang.

Energi pada konfigurasi PRIMA-NAC α-helix yang diperoleh dari komputasi adalah sebesar -895.336,35 kkal/mol, sedangkan energi pada konfigurasi PRIMA-NAC β-sheet pertama (Gambar 18A dan 18B) adalah -895.403,45 kkal/mol dan energi pada konfigurasi PRIMA-NAC β-sheet kedua (Gambar 18C dan 18D) adalah -895.401,14 kkal/mol. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa konfigurasi pertama lebih stabil 67,10 kkal/mol. Perbedaan energi tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya rotasi pada gugus asetil NAC yang menuju ke depan bidang, seperti ditunjukkan oleh Gambar 17, 18A dan 18B. Konfigurasi kedua lebih stabil 64,79 kkal/mol dibandingkan konfigurasi PRIMA- NAC α-helix. Perbedaan energi tersebut diperkirakan terjadi dikarenakan adanya

commit to user

dan membentuk ikatan hidrogen (Gambar 17, 18C dan 18D). Kedua konformasi PRIMA-NAC β-sheet tersebut mempunyai perbedaan energi sebesar 2,31 kkal/mol. Perbedaan energi tersebut tidak terlalu signifikan dan dapat terjadi dikarenakan adanya rotasi pada gugus asetil dan hidroksi NAC.

Atom S NAC dari konfigurasi PRIMA-NAC α-helix dan β-sheet cenderung terletak pada posisi yang jauh dari gugus hidroksi PRIMA-1 yang tidak tersubstitusi dan dekat dengan gugus karbonil PRIMA-1 (tertekuk ke depan bidang). Gugus hidroksi NAC cenderung jauh dari gugus karbonil PRIMA-1 dan dekat dengan gugus amida NAC. Sehingga terbentuk ikatan hidrogen antara atom O gugus karbonil PRIMA-1 dengan atom H gugus amida NAC, seperti ditunjukkan oleh Gambar 17 dan 18. Ikatan hidrogen diperkirakan dapat memberikan kontribusi terhadap stabilitas pada konformasi tersebut sehingga optimasi geometri terhadap konformasi tersebut akan mudah mencapai struktur yang konvergen. Hal ini disebabkan karena pengaruh polarisasi dari gugus-gugus polar yang saling berdekatan dapat diminimalisir dengan mengkondisikan agar gugus-gugus tersebut tidak bergerak bebas (terikat). Apabila gugus-gugus tersebut dapat bergerak bebas, dimungkinkan akan saling memberikan pengaruh selama komputasi, mengakibatkan konfigurasinya sulit mencapai konvergen atau sulit terstabilkan.

Kedua konfigurasi PRIMA-NAC β-sheet mempunyai karakteristik yang sama dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara atom O gugus karbonil PRIMA-

1 dan atom H gugus amina NAC. Perbedaan dari kedua konfigurasi tersebut terlihat dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus hidroksi NAC dengan gugus karbonil dari amida NAC pada konfigurasi kedua, yang tidak ditemukan pada konfigurasi pertama. Pengaruh ikatan hidrogen tersebut terlihat pada saat optimasi geometri dilakukan terhadap konfigurasi pertama yang tidak terselesaikan atau struktur tidak bisa konvergen, ketika komputasi dilakukan dengan penambahan efek polarisasi. Disamping itu, adanya ikatan hidrogen tersebut dapat mengarahkan bentuk struktur PRIMA-NAC menjadi seperti lembaran dan lebih sesuai untuk konformasi β-sheet, yang tersusun dari rangkaian

commit to user

bahwa konfigurasi PRIMA-NAC β-sheet kedua lebih stabil dibandingkan konfigurasi pertama sehingga konfigurasi akhir produk yang digunakan dalam studi ini adalah konfigurasi kedua (Gambar 18C dan 18D).

2. Penentuan Konfigurasi MQ-NAC

MQ tidak mempunyai gugus hidroksi yang dapat bertindak sebagai leaving group , tetapi MQ mempunyai gugus aktif berupa ikatan rangkap. Mekanisme penggabungan MQ dan NAC berlangsung melalui adisi pada ikatan rangkap alkena. Perbedaan polaritas diantara atom S dan H gugus thiol mengakibatkan elektron ikatan S-H cenderung tertarik kearah atom S yang lebih elektronegatif. Hal ini mengakibatkan atom S bermuatan negatif dan dapat bertindak sebagai nukleofil yang dapat menyerang salah satu atom C MQ yang berikatan rangkap. Adanya nukleofil yang berdekatan dengan ikatan rangkap MQ mengakibatkan densitas elektron pada ikatan rangkap tersebut menjadi tinggi sehingga ikatan rangkap tersebut mudah putus dan nukleofil dapat berikatan dengan MQ. Asumsi tersebut menguatkan dugaan bahwa reaksi ini berlangsung melalui adisi nukleofilik. Ikatan rangkap alkena pada MQ mempunyai bentuk geometri segitiga planar (sp2). Gugus metilen tersebut akan menempati posisi yang sebidang dengan bidang yang terbentuk antara atom C4 dan atom-atom yang diikatnya. Kondisi ini memberikan ruang terhadap serangan NAC yang dapat menyerang MQ dari depan maupun dari samping cincin MQ menuju ikatan rangkapnya. Ikatan rangkap alkena pada MQ terkonjugasi dengan gugus karbonil cincin MQ sehingga serangan NAC pada ikatan rangkap MQ merujuk pada aturan Michael dalam Michael addition . Pemutusan ikatan rangkap pada MQ diperkirakan berlangsung dengan mekanisme berikut, serangan NAC terhadap ikatan rangkap MQ menghasilkan karbanion sekunder dengan terikatnya NAC pada atom C primer dari ikatan rangkap tersebut. Karbanion yang terbentuk dapat beresonansi sehingga menghasilkan ion negatif pada atom O karbonil dan mengarahkan pada pembentukan tautomer keto-enol. Pembentukan keto lebih disukai secara

commit to user

karbanion sekunder. Optimasi geometri dilakukan terhadap konfigurasi awal senyawa hasil penggabungan MQ dan NAC. Kemudian konfigurasi akhir senyawa MQ-NAC yang diperoleh dari hasil optimasi geometri ditentukan konformasinya. Konfigurasi akhir MQ-NAC yang digunakan sebagai konfigurasi akhir produk adalah yang memiliki konformasi mendekati β-sheet. Konfigurasi senyawa MQ- NAC yang mempunyai konformasi mendekati α-helix ditunjukkan oleh Gambar

19. Sedangkan konfigurasi senyawa MQ-NAC yang mempunyai konformasi mendekati β-sheet ditunjukkan oleh Gambar 20.

Gambar 19. Struktur MQ-NAC ( α-helix) teroptimasi dengan psi-145,77.

A. Struktur MQ-NAC ( α-helix) tampak depan, B. Struktur MQ-NAC (α-helix) tampak belakang. Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N, atom S dan atom H.

Konformasi MQ-NAC α-helix dan β-sheet mempunyai perbedaan yang ditunjukkan oleh letak gugus karboksil dan gugus amida pada NAC. Pada konformasi MQ-NAC α-helix (Gambar 19), atom S NAC terletak di depan bidang. Gugus amida terletak di belakang bidang dan cenderung terletak diatas bidang yang dibentuk oleh atom C4 cincin dan atom-atom yang diikatnya. Sedangkan gugus karboksil NAC terletak di depan bidang. Hal ini mengakibatkan tidak adanya ikatan hidrogen yang terbentuk pada konfigurasi tersebut. Torsi yang dibentuk oleh gugus hidroksi NAC terhadap atom N NAC adalah -145,77.

commit to user

berada di belakang bidang. Gugus amida NAC cenderung terletak di depan bidang dan gugus karboksil NAC terletak di belakang bidang. Hal ini mengakibatkan gugus karboksil NAC menjadi dekat dengan gugus amida NAC sehingga terdapat interaksi dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus hidroksi dari gugus karboksil dengan gugus karbonil dari gugus amida tersebut. Torsi yang dibentuk oleh gugus hidroksi NAC terhadap atom N NAC adalah 175,41.

Gambar 20. Struktur MQ-NAC ( β-sheet) teroptimasi dengan psi 175,41. A. Struktur MQ-NAC ( β-sheet) tampak depan, B. Struktur MQ-NAC (β-sheet) tampak belakang. Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N, atom S dan atom H.

Konfigurasi akhir produk yang digunakan dalam studi ini adalah konfigurasi dari MQ-NAC β-sheet (Gambar 20). Konfigurasi MQ-NAC β-sheet diperkirakan mempunyai stabilitas lebih baik dibandingkan dengan konfigurasi MQ-NAC α-helix. Hal ini berkaitan dengan terbentuknya ikatan hidrogen pada struktur MQ-NAC ( β-sheet), yang tidak ditemukan pada konfigurasi MQ-NAC ( α-helix). Ikatan hidrogen tersebut cenderung menstabilkan konformasi tersebut karena dapat membatasi gerak gugus-gugus polar seperti gugus hidroksi dan gugus karbonil. Sehingga pengaruh polarisasi yang diberikan oleh masing-masing gugus polar yang berdekatan dalam kondisi bebas dapat dikurangi dan optimasi geometri terhadap konformasi tersebut akan mudah mencapai struktur yang konvergen.

commit to user

Adduct yang diperoleh dari penggabungan antara PRIMA-1 dengan NAC dan MQ dengan NAC terbentuk dengan adanya ikatan kovalen pada gugus thiol NAC. Pembentukan ikatan kovalen terseSbut disertai oleh interaksi lain yang berasal dari gugus-gugus polar reaktan, yang ditandai dengan terbentuknya ikatan hidrogen. Kedua adduct tersebut mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara atom H gugus hidroksi NAC dengan atom O gugus karbonil dari asetil yang terikat pada atom N NAC, seperti ditunjukkan oleh Gambar 21.

Gambar 21. Struktur adduct PRIMA-NAC β-sheet dan MQ-NAC β-sheet.

A. Struktur adduct PRIMA-NAC β-sheet, B. Struktur adduct MQ-NAC β-sheet. Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C,

atom O, atom N, atom S dan atom H.

Adduct PRIMA-NAC mempunyai dua ikatan hidrogen, sedangkan MQ hanya mempunyai satu ikatan hidrogen. PRIMA-NAC mempunyai satu ikatan hidrogen yang tidak ditemukan pada struktur MQ-NAC, yaitu ikatan hidrogen yang terbentuk antara atom H gugus amino NAC dengan atom O gugus karbonil yang terdapat pada cincin PRIMA-1, seperti ditunjukkan oleh Gambar 21. Adanya interaksi dari gugus polar PRIMA-1 (gugus karbonil) dengan gugus polar NAC (gugus amino) melalui terbentuknya ikatan hidrogen diasumsikan dapat menguatkan ikatan kovalen PRIMA-1 dengan thiol.

Ikatan hidrogen diasumsikan dapat memberikan kontribusi terhadap stabilitas konfigurasi tersebut karena dapat membatasi gerak gugus-gugus polar

commit to user

yang diberikan oleh masing-masing gugus polar yang berdekatan dalam kondisi bebas dapat dikurangi. Ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus polar PRIMA-1 dan NAC, diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap energi dari kedua konfigurasi adduct tersebut. PRIMA-NAC yang mempunyai ikatan thiol dan cenderung dikuatkan oleh ikatan hidrogen tersebut diasumsikan mempunyai energi yang lebih rendah dari MQ-NAC. Dengan mempertimbangkan pengaruh dari ikatan hidrogen tersebut, adduct PRIMA-NAC diasumsikan mempunyai stabilitas lebih baik dari adduct MQ-NAC.

Berdasarkan evaluasi termodinamika terhadap entalpi pembentukan kedua adduct tersebut, dapat dikatakan bahwa adduct MQ-NAC mempunyai kecenderungan lebih mudah untuk terbentuk bila dibandingkan dengan adduct PRIMA-NAC. Adduct MQ-NAC mempunyai entalpi pembentukan -31,73 kkal/mol, sedangkan entalpi pembentukan adduct PRIMA-NAC 89,74 kkal/mol . Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa pembentukan adduct MQ-NAC yang berlangsung melalui adisi nukleofilik pada ikatan rangkap MQ lebih mudah terjadi bila dibandingkan dengan pembentukan adduct PRIMA-NAC yang berlangsung melalui substitusi nukleofilik pada salah satu gugus hidroksi PRIMA-

1. Perbedaan entalpi pembentukan yang cukup besar antara kedua adduct tersebut diperkirakan terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perbedaan konformasi antara PRIMA-1 dan MQ. PRIMA-1 mempunyai leaving group berupa gugus hidroksi yang mempunyai karakteristik leaving ability kurang baik. Sementara itu, nukleofil yang berupa gugus thiol NAC merupakan nukleofil lemah karena merupakan basa lunak. Oleh karena itulah, reaksi pembentukan adduct PRIMA-NAC yang diasumsikan berlangsung melalui susbtitusi NAC pada

PRIMA-1 dengan mekanisme S N 2 dan disertai pelepasan H 2 O lebih sulit terjadi karena membutuhkan energi yang lebih besar. Entalpi pembentukan adduct PRIMA-NAC yang cukup besar mengarahkan pada asumsi bahwa pembentukan adduct tersebut pada temperatur kamar sulit terjadi. Sistem yang bersifat endoterm dan entalpi yang cukup besar

commit to user

terjadi reaksinya kecil. Sedangkan pembentukan adduct MQ-NAC pada temperatur kamar lebih mungkin untuk terjadi dan secara termodinamika lebih disukai dibandingkan PRIMA-NAC. Hal ini dikarenakan entalpi pembentukannya relatif lebih rendah dibandingkan adduct PRIMA-NAC.

Berdasarkan data entalpi tersebut, dapat dikatakan bahwa reaksi pembentukan adduct PRIMA-NAC tidak terjadi secara langsung dan diasumsikan berlangsung melalui konversi PRIMA-1 menjadi senyawa turunannya, yaitu MQ. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Lambert (2009) yang menunjukkan bahwa pembentukan adduct melalui terbentuknya ikatan kovalen dengan gugus thiol sistein dalam N-Asetil Sistein (NAC) lebih mungkin terjadi melalui konversi PRIMA-1 menjadi MQ. Oleh karena itulah, mekanisme reaksi pembentukan ikatan kovalen pada gugus thiol NAC dipelajari dengan menggunakan MQ dan mengacu pada pembentukan adduct MQ-NAC yang telah diperoleh sebelumnya. Penentuan mekanisme reaksi pembentukan adduct MQ-NAC dapat dilakukan dengan mengetahui transition state-nya sehingga dapat dibuat jalur reaksinya. Pencarian lokasi transition state akan lebih baik apabila komputasi dilakukan dengan optimasi QST2 menggunakan level teori MP2, difused basis set 6- 31+G(d), dengan asumsi bahwa korelasi antar elektron dan transfer elektron di dalam sistem tersebut sangat penting. Akan tetapi, treatment yang diberikan pada sistem dengan menggunakan level teori MP2, difused basis set tidak mudah untuk dilakukan dan memiliki tingkat kesulitan yang cukup besar karena sangat sensitif terhadap konfigurasi. Komputasi yang dilakukan dengan level teori MP2, difused basis set sering memiliki permasalahan terkait dengan convergence failure (data dapat dilihat di lampiran). Hal tersebut dapat terjadi karena konfigurasi yang digunakan diperkirakan belum mampu mengakomodasi secara eksplisit terhadap komputasi yang melibatkan korelasi antar elektron dan tranfer elektron. Komputasi yang dilakukan dengan level teori MP2, basis set 6-31+G(d) diperkirakan akan mempunyai propabilitas kegagalan yang cukup besar jika digunakan untuk pencarian lokasi transition state. Hal ini dikarenakan pencarian

commit to user

mengakomodasi secara eksplisit terhadap komputasi yang melibatkan korelasi antar elektron dan transfer elektron. Oleh karena itulah, treatment awal terhadap komputasi yang dilakukan untuk mengetahui konfigurasi tersebut dilakukan dengan menggunakan level teori HF dan polarised basis set 6-31G(d).

Transition state menggambarkan adanya perubahan konfigurasi pada reaktan sebelum membentuk produk. Perubahan konfigurasi yang cukup signifikan dari reaktan dan produk dapat diketahui dengan membandingkan konfigurasi MQ sebelum dan setelah reaksi. Pada saat reaksi berlangsung,

konformasi MQ berubah dari sp 2 menjadi sp 3 , dimana ikatan rangkap alkena

berubah menjadi ikatan tunggal melalui adisi oleh nukleofil berupa gugus thiol NAC. Mekanisme adisi nukleofilik oleh NAC diperkirakan dapat berlangsung melalui adisi syn dan anti dan menghasilkan produk yang mempunyai konformasi gauche dan anti.

Konfigurasi produk MQ-NAC yang ditunjukkan oleh Gambar 21 mempunyai konformasi gauche yang mengarahkan pada asumsi bahwa pemutusan ikatan rangkap pada MQ berlangsung melalui adisi syn. Produk reaksi adisi anti lebih disukai dibandingkan produk reaksi syn yang mempunyai sterik lebih besar. Pemodelan terhadap konformasi produk MQ-NAC yang mempunyai konformasi anti dapat dilakukan dengan scanning terhadap konformasi gauche. Akan tetapi scanning tidak mudah untuk dilakukan karena harus mengkondisikan agar tidak terjadi perubahan yang cukup signifikan dari konformasi MQ dan NAC selama terjadi rotasi pada konformasi gauche. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemodelan mekanisme reaksi hanya dilakukan untuk menjelaskan terbentuknya produk MQ-NAC melalui adisi syn dengan konformasi yang ditunjukkan oleh Gambar 21. Pemodelan terhadap transition state dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan ke arah produk dan reaktan, yang dapat dilakukan dengan mendekatkan NAC dan MQ yang mempunyai konfigurasi dengan bentuk

geometri sp 2 dan sp 3 . Transition state yang dimodelkan dekat ke arah produk

dilakukan dengan menggunakan konfigurasi MQ yang mempunyai bentuk

commit to user

tertekuk. Namun, pemodelan dengan konfigurasi tersebut mempunyai masalah terkait konvergensi sehingga optimasi QST2 tidak dapat diselesaikan. Transition state yang dimodelkan dekat ke arah reaktan dilakukan dengan menggunakan

konfigurasi yang mempunyai bentuk geometri sp 2 , yaitu dengan mengubah bentuk geometri MQ dari sp 3 menjadi sp 2 . Sehingga ikatan tunggal yang tertekuk tersebut

menjadi ikatan rangkap dan flat (gugus metilen sebidang dengan bidang yang dibentuk oleh gugus karbonil pada cincin MQ).

Kendala yang dihadapi dalam pemodelan transition state tersebut adalah terdapat kesulitan dalam mencari posisi yang tepat ketika NAC didekatkan dengan MQ. NAC yang beperan sebagai nukleofil dapat menyerang ikatan rangkap MQ pada berbagai posisi, baik dari depan maupun dari samping ikatan rangkap tersebut. Perbedaan posisi serangan NAC dapat memberikan pengaruh terhadap perbedaan interaksi yang mungkin terjadi antara NAC dan MQ yang saling didekatkan. Hasil optimasi geometri terhadap NAC yang didekatkan dengan MQ

yang mempunyai bentuk geometri sp 2 , menghasilkan satu konfigurasi yang dapat

digunakan dalam optimasi QST2, seperti ditunjukkan oleh Gambar 22.

Gambar 22. Hasil optimasi geometri dari konfigurasi MQ dan NAC yang berdekatan. Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N, atom S dan atom H.

Konfigurasi tersebut menunjukkan satu posisi serangan NAC terhadap ikatan rangkap MQ dari bawah bidang yang dibentuk oleh ikatan rangkap dan gugus karbonil MQ. Konfigurasi yang diperoleh tersebut mempunyai konformasi yang dekat ke arah reaktan, yang ditunjukkan oleh adanya ikatan rangkap pada MQ. Pada saat MQ dan NAC berada pada posisi yang jauh kemudian didekatkan,

commit to user

bahwa kondisi pada saat posisi MQ dan NAC dekat, lebih disukai secara termodinamika. Pada saat kedua reaktan berdekatan, diperkirakan terdapat interaksi yang cukup disukai sehingga mengakibatkan penurunan energi. Interaksi yang disukai tersebut diperkirakan terjadi pada senyawa NAC yang berkaitan dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara atom H gugus karboksilat dengan atom O gugus asetil yang terikat pada atom N NAC (Gambar 22).

Konfigurasi reaktan yang berdekatan seperti ditunjukkan oleh Gambar 22 digunakan dalam perhitungan optimasi QST2 untuk mengetahui lokasi transition state sehingga dapat diketahui konfigurasi transition state-nya. Hasil yang diperoleh dari optimasi QST2 diharapkan dapat memberikan penjelasan terhadap pembentukan ikatan kovalen antara MQ dan gugus thiol NAC yang diasumsikan berlangsung dengan mengikuti mekanisme adisi Michael. Merujuk pada mekanisme reaksi Michael, pembentukan ikatan kovalen antara MQ dengan NAC berlangsung melalui adisi oleh nukleofil NAC pada ikatan rangkap antara atom Cα dan Cβ MQ yang melibatkan pembentukan karbanion sekunder pada Cβ MQ. Karbanion yang dihasilkan kemudian akan menarik spesi bermuatan positif berupa atom H yang terikat pada gugus thiol NAC.

Hasil optimasi QST2 yang dilakukan dengan menggunakan level teori HF dan polarised basis set 6-31G(d) mengarahkan pada mekanisme yang kurang sesuai terhadap asumsi awal. Hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan ikatan kovalen pada adduct MQ- NAC berlangsung melalui pembentukan karbokation melalui serangan atom H dari gugus thiol NAC. Adisi pada ikatan rangkap MQ berlangsung melalui pembentukan spesi bermuatan positif (H + ) dari pemutusan ikatan S-H pada gugus

thiol NAC. H + yang dihasilkan tertarik kearah ikatan rangkap Cα-Cβ MQ dan

mengadisi ikatan rangkap tersebut menghasilkan karbokation primer. Adapun tahap reaksi pembentukan karbokation tersebut ditunjukkan oleh kurva reaksi pada Gambar 23.

commit to user

Gambar 23. Kurva reaksi pembentukan karbokation dari hasil perhitungan optimasi QST2. A. Konfigurasi pada saat ikatan S-H terputus, B. Konfigurasi transition state , C. Konfigurasi pada saat karbokation terbentuk.

Kurva reaksi yang ditunjukkan oleh Gambar 23 menggambarkan tahap reaksi pembentukan karbokation melalui adisi ikatan rangkap Cα-Cβ MQ oleh proton yang berasal dari nukleofil NAC. Pada saat MQ dan NAC berdekatan (Gambar 22), polarisasi yang terdapat pada ikatan rangkap MQ mengakibatkan densitas elektron pada ikatan rangkap Cα-Cβ meningkat dan mudah di-adisi. Polarisasi pada ikatan rangkap tersebut mengakibatkan atom H yang terikat pada gugus thiol NAC dan memiliki muatan parsial positif (H δ+ ) cenderung tertarik pada ikatan rangkap yang mempunyai densitas elektron besar sehingga mengakibatkan ikatan S-H terputus (Gambar 24 A).

Spesi bermuatan positif yang dihasilkan (H + ) berada pada posisi yang cenderung dekat dengan atom C4 (Cα tak jenuh) yang berjarak 3,06 Å dibandingkan atom C

metilen yang berjarak 3,26 Å. Sehingga atom H + cenderung terikat pada atom C4 dan mengadisi ikatan rangkap tersebut menghasilkan karbokation primer. Atom hidrogen yang terikat pada atom C4 mengakibatkan terjadi perubahan pada bentuk

geometri ikatan rangkap MQ dari sp 2 dan flat menjadi sp 3 dan tertekuk, seperti ditunjukkan oleh Gambar 24 C.

commit to user

Gambar 24. Struktur transition state yang diperoleh dari perhitungan optimasi QST2. A. Ikatan S-H pada gugus thiol NAC terputus menghasilkan H + , B. Atom

H + menuju atom C4 ikatan rangkap, C. Atom H + terikat pada atom C4 dan membentuk karbokation.Warna kuning, merah, biru, hijau dan putih berturut-turut menunjukkan atom C, atom O, atom N, atom S dan atom H.

Pembentukan karbokation primer melalui adisi pada ikatan rangkap Cα- Cβ MQ oleh proton yang berasal dari NAC menunjukkan bahwa transition state yang diperoleh tidak sesuai dengan asumsi awal atau tidak mengikuti mekanisme adisi Michael. Pada reaksi Michael, pemutusan ikatan rangkap Cα-Cβ MQ berlangsung melalui adisi oleh nukleofil sehingga terbentuk karbanion sekunder. Akan tetapi, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemutusan ikatan rangkap tersebut berlangsung melalui adisi oleh proton yang berasal dari NAC sehingga terbentuk karbokation primer. Ketidaksesuain ini diperkirakan terjadi karena berkaitan dengan adanya pengaruh polarisasi yang cukup besar pada gugus thiol NAC sehingga mengakibatkan ikatan S-H terputus dan terbentuk H + yang dapat

commit to user

mengadisi ikatan rangkap Cα-Cβ MQ. Kondisi tersebut tidak seharusnya terjadi pada reaksi dengan mekanisme Michael.

Hal ini dapat terjadi karena terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam sistem yaitu konfigurasi yang digunakan belum sesuai dan pemilihan metode dalam komputasi yang diperkirakan ikut berkontribusi terhadap polarisasi pada gugus thiol NAC. Untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan metode komputasi, sebagai pembanding dilakukan optimasi QST2 terhadap konfigurasi tersebut dengan menggunakan peningkatan level teori menggunakan MP2 maupun peningkatan akurasi basis set dengan menggunakan difused basis set, 6- 31G+(d). Hasil komputasi yang telah dilakukan dengan peningkatan terhadap level teori maupun basis set tersebut memiliki permasalahan terkait convergence failure . Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi ketidaksesuain tersebut diperkirakan adalah konfigurasi yang digunakan belum sesuai.

Hasil yang diperoleh mengarahkan pada asumsi bahwa adisi pada ikatan rangkap Cα-Cβ MQ berlangsung dengan melibatkan proton yang mungkin dapat berasal dari katalis asam. Hasil tersebut tidak sesuai dengan penelitian Lambert

(2009) yang mengkondisikan sistem berada pada kondisi fisiologis sehingga reaksi pembentukan ikatan kovalen antara MQ dan NAC lebih mungkin berlangsung melalui adisi nukleofilik oleh nukleofil NAC. Hasil penelitian Lambert mengarahkan pada asumsi bahwa pemodelan terhadap transition state tersebut sangat dipengaruhi oleh polarisasi pada gugus thiol NAC yang harus dikondisikan agar tidak menyebabkan terjadi pemutusan pada ikatan S-H. Kondisi tersebut dapat diperoleh dengan mengarahkan agar serangan gugus thiol NAC tidak terlalu dekat dengan gugus-gugus polar MQ. Pemodelan terhadap serangan NAC yang sebelumnya telah dilakukan dengan posisi serangan dari bawah ikatan rangkap MQ mengakibatkan gugus thiol NAC terletak dekat dengan gugus-gugus polar MQ, yaitu gugus karbonil dan ikatan rangkap yang diasumsikan juga berkontribusi terhadap polarisasi tersebut.

MQ mempunyai ikatan rangkap yang terkonjugasi karbonil dan atom Cα mengikat atom N yang mempunyai keelektronegatifan lebih besar dibandingkan

commit to user

atom Cα. Hal ini mengakibatkan adanya induksi yang cukup besar dari gugus karbonil MQ dan atom N yang terikat secara langsung pada atom tersebut sehingga menyebabkan peningkatan densitas elektron pada ikatan rangkap MQ yang memberikan tarikan cukup kuat pada atom H yang terikat pada gugus thiol NAC. Pengaruh tersebut terlihat ketika ikatan S-H gugus thiol NAC terputus, H +

yang terletak 5,21 Å dari atom Cα dan 4,04 Å dari atom O gugus karbonil MQ lebih cenderung tertarik menuju atom Cα bila dibandingkan dengan atom S yang terletak 5,01 Å dari atom Cβ tak jenuh (gugus metilen) MQ. Sehingga adisi pada ikatan rangkap Cα-Cβ MQ tidak berlangsung melalui adisi nukleofil NAC melainkan melalui proton dari NAC. Oleh karena itulah diperlukan pemodelan dengan posisi yang berbeda terhadap serangan NAC pada ikatan rangkap MQ.

Hasil penelitian Lambert (2009) juga menunjukkan bahwa reaksi pembentukan ikatan kovalen antara MQ dan NAC membutuhkan waktu yang cukup lama dan produk yang dihasilkan relatif cukup sedikit. Kondisi tersebut mengarahkan pada asumsi bahwa reaksi pembentukan ikatan kovalen antara MQ dan NAC membutuhkan posisi serangan tertentu yang memungkinkan terjadi adisi nukleofilik dengan mekanisme adisi Michael. Pemodelan terhadap kondisi tersebut tidak mudah untuk dilakukan karena harus menata kedua konfigurasi reaktan (MQ dan NAC) agar sesuai sehingga dapat mengakomodasi terjadinya adisi Michael serta harus menjaga agar tidak terjadi polarisasi yang dapat mengakibatkan ikatan S-H thiol terputus. Strategi penataan konfigurasi tersebut belum ditemukan sehingga pemodelan tersebut tidak dilakukan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa mekanisme reaksi pembentukan ikatan kovalen dengan NAC berlangsung melalui konversi PRIMA-1 menjadi MQ. Pembentukan ikatan kovalen antara MQ dengan NAC berlangsung melalui dua tahap reaksi yang mungkin terjadi, yaitu pembentukan karbokation primer melalui adisi pada ikatan rangkap karbon- α, β oleh atom H yang terikat pada gugus thiol NAC yang diikuti oleh serangan nukleofil berupa anion NAC pada karbokation tersebut. Akan tetapi, posisi anion dari gugus thiol NAC yang berada 2,87 Å dari karbokation Cβ, cukup jauh dan tidak memungkinkan untuk terjadi interaksi yang melibatkan pembentukan ikatan

commit to user

transition state , seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 24 B. Hal ini mengarahkan pada asumsi bahwa, transition state yang mungkin terlibat pada reaksi pembentukan adduct MQ-NAC diperkirakan ada dua. Sehingga dapat diasumsikan bahwa transition state pertama dari reaksi tersebut terbentuk pada saat spesi bermuatan positif (H + ) mengadisi ikatan rangkap MQ dan transition state kedua terbentuk pada saat nukleofil NAC menyerang karbokation tersebut.

commit to user