TUJUAN INSTRUKSIONAL

TUJUAN INSTRUKSIONAL

 Menerapkan teori-teori pengendalian kualitas Six Sigma.

2. Menganalisis sistem manajemen mutu yang lebih baik berdasarkan metode Six Sigma.

12.1 Sejarah Six Sigma

Pada awalnya, konsep Six Sigma di dalam industri diperkenalkan dan dipergunakan pertama kali oleh salah satu perusahaan elektronik yang berada di Amerika Serikat, yaitu Motorola Incorporated pada tahun 1979. Pada saat Motorola mengalami kesulitan besar dan berada didalam bahaya karena kemampuan bersaing yang dimiliki perusahaan tertinggal cukup jauh dari para pesaingnya, terutama perusahaan-perusahaan Jepang yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah.

Maka pada tahun 1987, keluar sebuah pendekatan baru dari Motorola sebuah konsep perbaikan yang inovatif yaitu metode SIX SIGMA. Six Sigma tidak muncul dalam sekejap, idenya muncul dari konsep-konsep ilmu manajmen yang dikembangkan di Amerika Serikat sampai terobosan manajemen Jepang, sampai usaha-usaha “Total Quality” pada tahun 1970- an dan 1980-an. Namun pengaruh riilnya dapat terlihat dari gelombang perubahan dan hasil- hasil positif yang menjalar di perusahaan-perusahaan seperti GE, Motorola, Johnson & Johnson, dan American Express.

12.2. Pengertian Six Sigma

Kata sigma ( б ) merupakan sebuah huruf dalam bahasa Yunani yang merupakan kependekan dari standar deviasi atau variabilitas dalam suatu proses. Six Sigma adalah suatu target yang ditujukan untuk penerapan pada karakteristik yang kritis terhadap kualitas, bukan Kata sigma ( б ) merupakan sebuah huruf dalam bahasa Yunani yang merupakan kependekan dari standar deviasi atau variabilitas dalam suatu proses. Six Sigma adalah suatu target yang ditujukan untuk penerapan pada karakteristik yang kritis terhadap kualitas, bukan

dengan Six Sigma berarti rata kesempatan untuk terjadinya cacat atas karakteristik yang kritis terhadap kualitas adalah 3,4 cacat per satu juta kesempatan. Six sigma mempunyai dua arti penting, sebagai filosofi managemen dan sebagai sistem pengukuran.

Six Sigma sebagai sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect Per Million Oppurtunities (DPMO). DPMO merupakan ukuran yang baik bagi kualitas produk maupun proses, sebab berkolerasi langsung dengan cacat, biaya dan waktu yang terbuang. Tujuan dari Six Sigma sebenarnya bukanlah sekedar mencapai tingkat kualitas Six Sigma (Six Sigma Quality) yaitu 3,4 DPMO yang lebih penting lagi Six Sigma bertujuan untuk meningkatkan profitabilitas dari perusahaan. Six Sigma memiliki nilai metrik yang akan dijadikan basis untuk melihat perbaikan yang terjadi di perusahaan. Nilai metrik ini misalnya Defect Per Million Oppurtunities (DPMO), sigma level, Capability Process, dan yang dampaknya langsung langsung terasa pada bottom line adalah (COPQ) Cost Of Poor Quality (Harry dan Schroeder, 2000).

Six Sigma sebagai managemen dapat dikatakan bahwa Six Sigma tidak dimiliki para pemimpin senior, ide-ide, solusi, penemuan proses, dan perbaikan-perbaikan yang muncul, terjadi dari tingkat bawah dalam organisasi (level karyawan). Six Sigma berjuang untuk meletakkan tanggung jawab lebih kepada karyawan yang telibat secara langsung dengan para pelanggan. Six Sigma menggabungkan baik kepemimpinan yang kuat maupun semangat serta keterlibatan dari bawahan.

Hingga saat ini Six Sigma merupakan metode peningkatan kualitas yang paling baik, dapat kita lihat pada perbandingan setiap level sigma Tabel 12.1.

Tabel 12.1 Hubungan Level Sigma dengan DPMO

Sigma Level

DPMO

Yield ( % )

Six Sigma Quality adalah suatu simbol sempurna yang sangat kuat yang secara absolut tidak dapat dikompromikan dan merupakan ukuran terbaik yang telah diakui oleh dunia.

12.3. Ukuran –ukuran Six Sigma

Ukuran-ukuran dalam six sigma berkaitan dengan defect (cacat). Ukuran akhir yang ingin diketahui adalah level sigma atau sigma quality level. Berikut ini adalah ukuran-ukuran Six Sigma menurut Welch J.F. yang pada akhirnya diketahui level sigma:

Unit (U)

Jumlah part, sub-assy atau sistem yang diukur atau diperiksa. Sebuah item yang sedang diproses, atau produk atau jasa akhir yang sedang dikirim kepada pelanggan-sebuah mobil, pinjaman hipotek, hotel stay, bank statement, dan sebagainya.

Defect (cacat)

Segala sesuatu yang membuat customer tidak puas. Kegagalan untuk memenuhi persyaratan pelanggan / kinerja standar – bak mesin bocor, penundaan dalam closing pinjaman hipotek, hapusnya reservasi, statement error dan sebagainya.

Defective (D)

Semua unit yang berisi sebuah defect. Dengan demikian, sebuah mobil dengan sembarang defect, secara teknik sama defect dengan sebuah mobil dengan 15 defect.

 Opportunity (OP) Karakteristik yang diperiksa atau diukur, dalam hal ini yang digunakan adalah Critical to quality (CTQ). Karena sebagian besar produk atau jasa memiliki cacat. Jumlah peluang cacat pada sebuah mobil, misalnya, mungkin labih dari 100. Ada tiga langkah utama dalam menentukan jumlahopportunity yaitu:

 Membuat daftar pendahuluan dari jenis cacat.  Menentukan yang mana actual defect, kritis bagi konsumen dan spesifik.  Periksalah jumlah peluang yang diusulkan terhadap standar.

 Defect Per Unit (DPU) Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari defect, semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel.

Total Opportunity (TOP)

Defect Per Opportunity (DPO)

Menunjukan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok.

Defect Per Million Opportunity (DPMO)

Kebanyakan ukuran-ukuran peluang defect diterjemahkan ke dalam format DPMO, yang mengindikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang dalam lin gkungan pemanufakturan secara khusus, DPMO, seringkali disebut “PPM”, singkatan dari “parts per million”

Ukuran Sigma

 Tahapan Penerapan Six Sigma Didalam Six Sigma terdapat Lima fase untuk menuju perbaikan, diantaranya yaitu: Tentukan (Define), Ukur (Measure), Analisa (Analyze), Tingkatkan (Improvement) dan Kontrol (Control) yaitu yang disebut konsep DMAIC yang akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan ini merupakan tahapan yang berulang yang membentuk siklus peningkatkan Six Sigma Siklus DMAIC dapat dilihat pada Gambar 13.1.

Gambar 12.2 Tahapan Siklus Six Sigma

Tahap-tahap Define, Measure, Analyze, Improve and Control (DMAIC) adalah sebagai berikut :

a. Tahap Definisi (Define)

Tahap ini mendefinisikan masalah yang telah di identifikasikan sebelumnya menerapkan tujuan yang akan dicapai. Keanggotaan yang terlibat didalam proyek Six Sigma serta asumsi dan batasan yang digunakan.

 Memperoleh dukungan dan komitmen manajemen untuk melakukan proyek.  Mendefinisikan kebutuhan spesifik pelanggan agar proyek mampu memenuhi dan

memberikan kepuasan total bagi pelanggan.  Mendefinisikan tujuan peningkatkan kualitas yang terukur sepanjang waktu.  Mendefinisikan serta menerapkan peran dan tanggung jawab orang-orang yang terlibat

di dalam proyek Six Sigma.  Mendefinisikan kebutuhan dan melaksanakan pelatihan metodologi Six Sigma.

 Mendefinisikan kebutuhan sumber daya dan hambatan yang ada serta yang mungkin dihadapi berkaitan infrastruktur dan lingkungan kerja.

 Mendefinisikan persyaratan output dan pelayanan yang merefleksikan kebutuhan spesifikasi pelanggan.

 Mendefinisikan proses-proses kunci dan interaksi proses dengan pelanggan internal dan  Mendefinisikan proses-proses kunci dan interaksi proses dengan pelanggan internal dan

a). Diagram Aliran Proses (Flow Chart Diagram)

Diagram aliran proses merupakan suatu representasi visual dari semua langkah-langkah utama dalam proses dan menunjukan bagaimana langkah-langkah tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain.

Diagram aliran proses digambarkan dengan simbol-simbol dan setiap orang bertanggung jawab dalam urutan proses tersebut. Dapat dilihat pada Gambar 12.3.

Mulai atau berhenti

Keputusan

Kegiatan atau proses

Penghubung kehalaman berikut

Gambar 12.3 Simbol dalam Diagram Alir

Diagram alir dapat membantu untuk dapat memahami proses yang lebih baik, mengidentifikasi daerah kritis atau bermasalah dan mengidentifikasi perbaikan yang dapat dilakukan. Salah satu proses yang besar mulailah dengan membuat aliran proses yang detail dari kegiatan-kegiatan utama.

b). Diagram IPO ( Input- Process - Output)

Diagram IPO merupakan suatu representasi visual dari sebuah proses atau kegiatan. Diagram ini memuat semua daftar karakteristik input dan output. Memetakan kebutuhan customer serta sub proses yang terdapat didalamnya. Menurut Schmidt diagram ini sangat bermanfaat dalam mendefinisikan suatu proses dan mengenali hubungan antara variabel Diagram IPO merupakan suatu representasi visual dari sebuah proses atau kegiatan. Diagram ini memuat semua daftar karakteristik input dan output. Memetakan kebutuhan customer serta sub proses yang terdapat didalamnya. Menurut Schmidt diagram ini sangat bermanfaat dalam mendefinisikan suatu proses dan mengenali hubungan antara variabel

INPUT (faktor)

OUTPUT (respon)

Material

Mesin Lebih Baik

Deskripsi

Alam Lebih Cepat

Proses

Pengukuran Lebih Murah Metode Manusia

Gambar 12.4 Contoh Diagram Input-Process-Output

c). Penentuan Karakteristik Kualitas atau Critical To Quality (CTQ)

Dalam tahap definisi penentuan karakeristik-karakteristik kualitas atau Critical To Quality (CTQ) sangatlah penting bagi kualitas produk. Maksud dari Critical To Quality (CTQ) adalah karakteristik-karakteristik cacat yang mungkin terjadi pada produk yang menyebabkan kualitas buruk tersebut menurun.

b. Tahap Pengukuran (Measure)

Tahap ini menegaskan masalah atau proses, membenarkan tujuan serta melakukan pengukuran inti dan kinerja, diantaranya yaitu:

1. Menetapkan persyaratan-persyaratan karakteristik kualitas kunci yang berkaitan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang menjadi ruang lingkup Six Sigma.

2 Menetapkan rencana pengumpulan data termasuk pengendalian peralatan pengukuran agar memperoleh data yang akurat bagi keperluan analisis.

3. Melakukan pengukuran terhadap karakteristik kualitas kunci pada tingkat input, proses, output.

Penggunaan alat informasi pada penerapan sistem pengendalian kualitas sangat penting, karena dengan demikian setiap tahapan proses pengendalian kualitas dapat dilihat baik segi penyimpangan maupun pengambilan keputusan untuk menindak lanjuti suatu masalah.

Adapun alat untuk mengendalikan kualitas, yakni: a). Diagram Pareto, merupakan suatu diagram yang dapat mengidentifikasi masalah yang

paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam mengalokasikasikan sumber daya yang terbatas untuk menyelesaikan masalah. Dengan kata lain diagram tersebut menunjukan persoalan-persoalan pada penelitian dan menentukan persoalan yang lebih prioritas ditangani.

b). Histogram, merupakan alat sederhana untuk mengetahui distribusi data yang dikumpulkan dan berbentuk grafik batang.

c). Lembar pengecekan (check sheet), merupakan alat sederhana untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan sifat-sifat mutu yang ditetapkan apakah memenuhi standar mutu atau tidak.

d). Diagram sebab akibat (fishbone diagram), merupakan diagram yang menentukan penyebab timbulya persoalan dan dicari penyelesaiannya, diagram ini digambarkan mirip seperti tulang ikan, sehingga sering disebut dengan diagram tulang ikan (fishbone diagram).

e). Brainstorming, merupakan pemikiran kreatif tentang pemecahan suatu masalah, tanpa melihat apakah yang diungkapkan itu masuk atau tidak. f). Peta Kendali (control chart), merupakan peta atau grafik untuk mengetahui data penelitian berada di dalam batas pengendalian (in-control) atau di luar batas pengendalian (out-control), besarnya penyimpangan yang terjadi,serta langkah2x perbaikan yang akan diambil.

g). Diagram pencar (scatter diagram), merupakan diagram yang digunakan untuk melihat bentuk hubungan dari data variabel yang diamati, dan juga untuk membentuk fungsi tertentu untuk memperoleh penyelesaian yang lebih cepat.

Daftar Pustaka :

 Grant E., Leavenworth R.S., Statistik Quality Control, Mc. Graw Hill, 1996.  Douglas C. Montgomery; Introduction to Statistical Quality Control; John Willey & Sons,

Besterfield, D.H.; Quality Control; Prentice Hall, 1998. 

Feigenbaum; Total Quality Control, Mc. Graw Hill, 1991.  JM Juran, Frank M. Gryna; Quality Planning and Analysis, from Product Development Though Use; Mc. Graw Hill, 1993. 

Ishikawa; Guide to Quality Control. 

Duncen; Quality Control and Industrial Statistics.  Dorothea W. A., Manajemen Kualitas, Penerbit Universitas Atma Jaya, Jogyakarta, 1999.  Ronald E. Walpole, Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan, Penerbit ITB,

Bandung, 1995.

BAB 13