PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE PERIODE KRONIK

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG

DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE PERIODE KRONIK

Oleh

INAZ KEMALA DEWI

Penggunaan handphone yang terus meningkat berpotensi menimbulkan peningkatan kadar glukosa darah. Kandungan antioksidan kulit manggis (Garcinia mangostana L.) memiliki efek sebagai antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis terhadap kadar glukosa darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronik selama 28 hari. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok K1 tanpa perlakuan, kelompok K2 diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone selama 3 jam dan larutan NaCl, kelompok P1, P2 dan P3 diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone selama 3 jam dan ekstrak kulit manggis secara berturut-turut 50, 100 dan 200 mg/kgBB selama 28 hari. Hasil rerata kadar glukosa darah (mg/dL) yaitu K1: 140,9; K2: 143,9; P1: 157,4; P2: 157,8 dan P3: 131,6. Analisis dengan One Way Anova menunjukkan hasil yang bermakna (p=0,037). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis pada kadar glukosa darah pada tikus yang diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronikselama 28 hari pada dosis 200 mg/kgBB.


(2)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG

DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE PERIODE KRONIK

Oleh

INAZ KEMALA DEWI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE ETHANOL EXTRACT OF MANGOSTEEN PEEL (Garcinia mangostana L.) ON BLOOD GLUCOSE LEVEL IN THE MALE

RAT (Rattus norvegicus) STRAIN Sprague dawley EXPOSED BY HANDPHONE’S ELECTROMAGNETIC RADIATION WAVE WITH

CHRONIC PERIOD

By

INAZ KEMALA DEWI

The increasing of handphone usage potentially induces arising blood glucose level. Antioxidant content of mangosteen peel (Garcinia mangostana L.) has an antidiabetic effect. This study aims to determine the effect of ethanol extract of mangosteen peel on blood glucose level in the male rat (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley exposed by handphone’s electromagnetic wave with chronic period for 28 days. This study used 25 rats that were divided into 5 groups. K1 group is without treatment, K2 group is exposed by handphone’s electromagnetic wave for 3 hours and NaCl solution, and P1, P2 and P3 groups are exposed by handphone’s electromagnetic wave for 3 hours and extract of mangosteen peel is given consecutively by 50, 100 and 200 mg/kgBB. The results of mean blood glucose level (mg/dL) are K1: 140,9; K2: 143,9; P1: 157,4; P2: 157,8 dan P3: 131,6. The One Way Anova analysis showed a significant result (p=0,037). The conclusion of this study shows that ethanol extract of mangosteen peel with dosage 200 mg/kgBB has the effect towards blood glucose level in the rat exposed by handphone’s electromagnetic wave with chronic period for 28 days.


(4)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS

PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE

PERIODE KRONIK

(Skripsi)

Oleh

INAZ KEMALA DEWI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Gelombang Elektromagnetik ... 8

2.2. Handphone ... 10

2.3. Radiasi Elektromagnetik Dari Handphone ... 11

2.4. Efek Radiasi Elektromagnetik Dari Handphone ... 12

2.5. Pengaruh Stres Terhadap Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) Axis ... 13

2.6. Metabolisme Glukosa ... 15


(6)

ii

2.8. Manggis ... 23

2.9.Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague dawley... 25

2.10.Kerangka Teori ... 27

2.11.Kerangka Konsep ... 30

2.12.Hipotesis ... 30

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

3.1. Jenis dan Desain Penelitian ... 31

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

3.3. Populasi dan Sampel ... 32

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 34

3.5. Alat dan Bahan ... 35

3.6. Identifikasi Variabel ... 36

3.7. Definisi Operasional ... 38

3.8. Prosedur Penelitian ... 39

3.9. Pengumpulan Data ... 44

3.10.Pengolahan Data ... 44

3.11.Analisis Data ... 45

3.12.Diagram Alur Penelitian ... 46

3.13.Ethical Clearance ... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1. Hasil Penelitian ... 49


(7)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62 5.1. Kesimpulan ... 62 5.2. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional ... 38

2. Pembagian Kelompok Perlakuan ... 40

3. Rerata hasil pengukuran ... 49

4. Hasil uji One Way Anova ... 51


(9)

(10)

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kategori Panjang Gelombang Elektromagnetik ... 10 2. Glukoneogenesis ... 17 3. Regulasi hormon glukagon dan insulin terhadap kadar glukosa ... 19 4. Kerangka teori pengaruh ekstrak etanol kulit manggis terhadap kadar

glukosa darah yang diberi paparan gelombang elektromagnetik

handphone periode kronik ... 29 5. Kerangka konsep pengaruh pengaruh ekstrak etanol kulit manggis

terhadap kadar glukosa darah yang diberi paparan gelombang

elektromagnetik handphone periode kronik ... 30 6. Sketsa kandang tikus modifikasi untuk paparan ... 43 7. Diagram alur penelitian ... 46


(12)

(13)

Untuk Mamah dan Papah atas segala doa, kasih sayang, perhatian, motivasi, nasihat dan semua yang telah mamah dan papah berikan. Semoga Allah SWT

selalu melindungi mamah dan papah, dunia maupun akhirat.

YOUR PARENTS HAVE GIVEN YOU EVERYTHING.

SO, WHAT WILL YOU GIVE?


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwakata, Jawa Barat pada tanggal 9 Mei 1994, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Ahmad Jaelani dan Ibu Enny Tasrini. Penulis bertempat tinggal di Cikampek, Jawa Barat.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Pupuk Kujang pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Pupuk Kujang pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Pupuk Kujang pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 1 Purwakarta pada tahun 2012.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Anatomi pada tahun 2014. Penulis juga pernah aktif pada organisasi BEM FK Unila, Lunar, dan PMPATD PAKIS Rescue Team.


(15)

SANWACANA

Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague dawley Yang Diberi Paparan Gelombang Elektromagnetik Handphone Periode Kronik” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

3. dr. Putu Ristyaning A. S., M.Kes, Sp.PK., selaku Pembimbing I yang telah memberikan nasihat, bimbingan, saran, dan kritik yang bemanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(16)

4. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc., selaku Pembimbing II yang telah memberikan nasihat, bimbingan, saran, dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Susianti, M.Sc., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan;

6. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc dan dr. Ari Wahyuni, selaku Pembimbing Akademik atas motivasi, arahan, waktu, ilmu, serta saran-saran yang telah diberikan;

7. Terima kasih yang tanpa akhir kepada mamahku Enny Tasrini, AMK dan papahku Ahmad Jaelani yang paling saya sayangi atas doa’nya setiap saat, perhatiannya, kerja kerasnya, kesabarannya, kasih sayangnya, dan dukungan yang tak pernah berhenti, serta atas segala sesuatu yang telah dan akan selalu diberikan kepada penulis yang menjadi alasan saya untuk terus berjuang sampai saat ini;

8. Teruntuk uwaku tersayang Ipah Tasripah, kakakku tersayang Reni Angguniawati, Amd.Keb, dan adik-adikku Ilham Naufal Anaz, Reynaldi Anbiya Ismaya, Illona Kyla Azzahra yang selalu menghibur, memberikan semangat dan do’a bagi penulis;

9. Terima kasih buat embuku tersayang Atty Casniti dan ayahku tersayang Nana M. Suriaatmaja atas do’a, dukungan, semangat yang telah diberikan bagi penulis;

10. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc., dr. Rekha Nova Iyos, dr. Catur Ari Wibowo, dan Pak Habudin atas nasihat dan bimbingannya terutama di bidang anatomi;


(17)

perkuliahan;

12. Seluruh staf TU, Administrasi dan Akademik FK Unila yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

13. Mbak Nuriah yang telah memberikan waktu, tenaga, nasihat, ilmu dan saran-sarannya dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

14. drh. Hamdu dan seluruh staf Balai Veteriner Lampung yang telah memberikan waktu, tenaga, dan ilmunya dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

15. My „Partner In Crime’, Arum Nurzeza, Dina Ikrama P, Elly Rahmawati, Putri Giani P, Yesti Mulia Eryani, yang selalu ada saling membagi kebahagiaan, memberi semangat dan dukungan;

16. Teman-teman satu tim penelitian Andrian Prasetya, Andrian Rivanda, Arista Devy, Imelda Puspita, M. Syahrezki atas bantuan, kerja sama, dukungan dan ilmu yang sudah diberikan mulai dari sebelum penelitian dimulai hingga skripsi ini selesai;

17. Sheba Denisica, yang selalu menemani di kala suka duka dan membantu dalam belajar;

18. Teman-teman Asdos Anatomi Debby Aprilia, Stefani Gista L., Andrian Rivanda, Andrian Prasetya, M. Syahrezki, Abdul Rois, Karina, Leon L. Gaya, M. Farrash H. S., Alexander Dicky, Hambali H. M., Gheavani L, Nindriya K., Ika Agustin P yang telah membantu, menghibur, memberi semangat dan membagi ilmu;


(18)

19. Teman-teman Super 14 Andrian P., Alyssa F.S., Aulia R.N., M. Syahrezki, Deborah N., Abdul Rois R., Widyastuti A.H., M. Ridho A., Leon L. Gaya, Alexander Dicky, M. Farrash H.S., Karina yang telah membantu, membagi ilmu, menghibur dan memberi semangat, see you on top!;

20. Amalia Fitra Hanifa, Fifi Fitriawati, Rizki Amalia I, Tating Kusmiati, Annisa Hakim sahabat SMA yang selalu memberi semangat dan berbagi kebahagian, semoga kita semua sukses kedepannya;

21. Teman-teman KKN Kosong yang selalu memberi semangat dan berbagi kebahagiaan dari KKN sampai sekarang;

22. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 atas kebersamaannya selama ini. Semoga kita menjadi dokter-dokter yang sukses dunia akhirat;

23. Adik-adik angkatan 2013, 2014, dan 2015, terima kasih atas dukungan dan doanya, semoga bisa menjadi dokter yang sukses kedepannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kadar glukosa darah merupakan suatu indikator dalam diagnosis diabetes melitus (DM). Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan glukosa darah di atas nilai normal (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2013 sekitar 382 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes dan pada tahun 2035 diperkirakan jumlah ini akan meningkat menjadi 592 juta orang (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014). Lebih jauh lagi, hampir 3,2 juta orang di seluruh dunia dalam setahun dan enam orang setiap menitnya meninggal karena DM (WHO, 2004). Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita DM yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013 (Balitbang Kemenkes RI, 2013).

Jumlah pengguna handphone di dunia terus meningkat dan secara bersamaan, prevalensi DM juga terus meningkat. Belum pernah ada


(20)

2

penelitian yang mengungkapkan hubungan antara peningkatan jumlah pengguna handphone dengan peningkatan prevalensi DM (Meo & Al Rubeaan, 2013). Pada tahun 2014, jumlah pengguna handphone di dunia mencapai tujuh milyar pengguna (Widiantoro, 2014). Menurut Menkominfo, ada 270 juta pengguna ponsel di Indonesia (Gusti, 2014). Dikutip dari BBC Indonesia, suatu lembaga survei di Amerika Serikat, Milward-Brown, mengungkapkan bahwa Indonesia menempati urutan teratas di dunia dalam penggunaan ponsel dengan waktu pemakaian rata-rata 181 menit per hari (Amarullah, 2014; BBC, 2014).

Teknologi yang mendasari komunikasi handphone sangat beragam. Global System for Mobile Comunications (GSM) terhitung sebagai jaringan handphone utama di dunia (Lee, 2015). Sistem handphone GSM beroperasi pada radiofrequency electromagnetic waves (EMW), RF-EMW 900 MHz dan 1800 MHz. Walaupun kadar energi yang rendah dari radiasi non-ionisasi tidak bisa memecah ikatan kovalen pada molekul biologis, tubuh manusia mampu menerima dan menginduksi medan elektrik dan bagian tertentu di dalam jaringan (Almasiova et al., 2013). Pada penelitian Tyagi et al. (2011) menunjukkan bahwa handphone GSM memiliki efek yang lebih besar pada otak dibandingkan dengan handphone Code Division Multiple Access (CDMA).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mahdavi et al. (2014), pemberian paparan medan elektromagnetik sebesar 1 Hz dan 5 Hz dengan


(21)

menggunakan Extremely Low Frequency Electromagnetic Fields (ELF-EMF) Generator pada tikus Wistar jantan selama dua jam setiap hari selama 21 hari dapat meningkatkan kadar adrenocorticotropin hormone (ACTH) plasma. Menurut Seyednour & Chekaniazar (2011), penelitian epidemiologi telah mendokumentasikan bahwa EMF menyebabkan peningkatan kortisol. Kortisol merupakan suatu indikator stres dan telah dikenali bahwa kadarnya meningkat pada manusia yang terpapar dalam jangka waktu yang lama terhadap EMF (Vangelova et al., 2007).

Hasil penelitian Celikozlu et al.(2012) memperlihatkan bahwa pemberian paparan medan magnetik dengan menggunakan handphone 30 menit setiap hari selama 80 hari dapat mengakibatkan peningkatan glukosa darah. Selain itu, pada penelitian Meo & Al Rubeaan (2013) juga memperlihatkan pemberian paparan medan elektromagnetik dengan menggunakan handphone lebih dari 15 menit setiap hari selama 3 bulan mengakibatkan peningkatan glukosa darah.

Kulit buah manggis yang dibuang sebagai limbah ternyata memiliki segudang manfaat penting bagi kesehatan. Kulit buah manggis merupakan sumber dari antioksidan seperti xanthone dan senyawa bioaktif lainnya (Pasaribu et al., 2012; Pedraza-Chaverri et al., 2008). Berbagai penelitian menunjukkan senyawa xanthone yang terdapat di dalam kulit buah manggis memiliki sifat sebagai antidiabetes (Pasaribu et al., 2012).


(22)

4

Hasil penelitian Pasaribu et al. (2012) memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak buah manggis dengan dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, dan 200 mg/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit jantan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati et al. (2014) memperlihatkan bahwa pemberian jus kulit manggis dengan dosis 110 mg/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus Wistar. Taher et al. (2015) mengungkapkan bahwa α-mangostin yang merupakan komponen xanthone utama meningkatkan ambilan glukosa melalui peningkatan ekspresi mRNA glucose transporter 4 (GLUT4).

Paparan dikatakan kronik apabila dilakukan lebih dari 14 hari (Victorya, 2015). Pada penelitian ini akan dilakukan paparan gelombang elektromagnetik handphone dengan durasi paparan 3 jam per hari selama 28 hari. Penelitian mengenai efek manggis terhadap kadar glukosa darah telah banyak dilakukan, namun belum pernah ada yang meneliti mengenai efek manggis terhadap kadar glukosa darah yang diinduksi oleh paparan gelombang elektromagnetik. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis terhadap kadar glukosa darah pada tikus putih jantan yang diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronik.


(23)

1.2. Rumusan Masalah

Handphone yang digunakan oleh hampir seluruh masyarakat di dunia memiliki banyak bahaya terhadap kesehatan, salah satunya yaitu peningkatan glukosa darah. Di sisi lain, penderita diabetes melitus dari tahun ke tahun terus meningkat. Ekstrak kulit manggis memiliki banyak manfaat terhadap kesehatan, salah satu kandungan di kulit manggis diketahui dapat menurunkan kadar glukosa darah. Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk merumuskan suatu permasalahan penelitian yaitu “Apakah pemberian ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat mempengaruhi kadar glukosa darah pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diberi paparan gelombang elektromagnetik dalam periode kronik selama 28 hari?”

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diberi paparan gelombang elektromagnetik dalam periode kronik selama 28 hari.


(24)

6

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan hasil yang diperoleh dapat bermanfaat tidak hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat luas. Adapun manfaat penelitian adalah:

1.4.1. Manfaat bagi peneliti

Sebagai suatu bentuk pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan sehingga dapat mengembangkan khasanah keilmuan peneliti terutama pengetahuan mengenai pengaruh paparan gelombang elektromagnetik handphone dan pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) bagi kesehatan khususnya terhadap kadar glukosa darah.

1.4.2. Manfaat bagi masyarakat

Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan dan memberi infomasi tambahan mengenai pengaruh pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan paparan gelombang elektromagnetik handphone dalam periode kronik terhadap kadar glukosa darah, sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan peralatan yang dapat menghasilkan gelombang elektromagnetik sehingga dapat lebih aman bagi kesehatan dan pemanfaaatan bahan alam dalam membantu mengontrol kadar glukosa darah.


(25)

1.4.3. Manfaat bagi Ilmu Kedokteran

Dapat mendukung teori-teori kedokteran yang berhubungan dengan pengaruh pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dan paparan kronik gelombang elektromagnetik handphone terhadap kesehatan tubuh manusia serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik merupakan aliran energi dalam bentuk medan elektrik (E) dan magnetik (M). Sebuah gelombang elektromagnetik dicirikan oleh intensitas dan frekuensi variasi waktu medan elektrik dan magnetiknya. Dalam teori kuantum modern, radiasi elektromagnetik merupakan aliran foton yang melewati ruang dengan kecepatan cahaya (Markkanen, 2009). Radiasi merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan panas (Swamardika, 2009).

Spektrum elektromagnetik dapat dibagi menjadi radiasi non-pengion dan pengion; tergantung pada kemampuan untuk mengionisasi molekul; hanya radiasi pengion yang memiliki energi foton yang cukup untuk memecah ikatan-ikatan kimia (Markkanen, 2009). Radiasi pengion contohnya sinar-X dan sinar gamma, sedangkan radiasi non-pengion seperti medan magnet dan elektrik, gelombang radio, berkas radio-frekuensi termasuk microwave, infrared, ultraviolet, dan radiasi yang tampak (Sivani & Sudarsanam, 2012).


(27)

Spektrum radiasi non-pengion lebih jauh lagi dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan frekuensi atau panjang gelombang, yaitu (Gambar 1) (Markkanen, 2009) :

1. Extremely Low Frequency (ELF) Electromagnetic Fields (EMF) Frekuensi gelombang ini berkisar antara 0 – 300 Hz. Sumbernya antara lain pembangkit dan transmisi tenaga listrik, dan penggunaan peralatan listrik rumah tangga.

2. Intermediate Frequency (IF) Electromagnetic Fields (EMF)

Frekuensi gelombang ini berkisar antara 300 Hz – 100 kHz. Menurut Swamardika (2009), sumbernya antara lain detektor metal dan hands free.

3. Radiofrequency (RF) Electromagnetic Fields (EMF)

Frekuensi gelombang ini berkisar antara 100 kHz – 300 GHz. Menurut Swamardika (2009), sumbernya antara lain gelombang televisi, radio, ponsel, dan oven.

4. Infrared (IR) Radiation

Frekuensi gelombang ini berkisar antara 300 GHz – 300 THz. 5. Visible (VIS) Light

Menurut Mahardika (2009), frekuensi gelombang ini berkisar antara 4 x 1014– 7,5 x 1014 Hz.

6. Ultraviolet (UV) Radiation

Menurut Mahardika (2009), frekuensi gelombang ini berkisar antara 1015 - 1018 Hz.


(28)

10

Gambar 1. Kategori Panjang Gelombang Elektromagnetik (Markkanen, 2009)

2.2. Handphone

Telepon genggam, bisa juga disebut telepon seluler (ponsel) atau handphone, sekarang merupakan bagian yang penting dari kehidupan yang modern ini (Evaraert & Bauwens, 2007; Bhat, 2013). Penggunaan ponsel yang meluas telah diikuti dengan peningkatan pemasangan antena-antena stasiun pangkal pada tiang-tiang maupun gedung-gedung (Evaraert & Bauwens, 2007). Secara umum sistem yang digunakan handphone terbagi menjadi dua yaitu GSM, yang menggunakan frekuensi 800 MHz, 900 MHz dan 1800 MHz, dan CDMA yang menggunakan frekuensi 450 MHz, 800 MHz, dan 1900 MHz (Mahardika, 2009).


(29)

2.3. Radiasi Elektromagnetik Dari Handphone

Sebagian gelombang radio yang dipancarkan oleh handphone diserap oleh kepala manusia. Daya produksi maksimal dari handphone diregulasi oleh standar handphone dan perusahaan yang mengatur di tiap negara. Angka di mana radiasi diserap oleh tubuh manusia diukur oleh Specific Absorption Rate (SAR) (International Commision on Non-Ionizing Radiation Protection, 1998). Istilah yang digunakan untuk mendiskripsikan absorpsi radiasi RF-EMF di tubuh yaitu SAR, di mana angka energi yang sesungguhnya diserap oleh suatu unit jaringan, ditampilkan dalam watt per kilogram (W/kg) jaringan (Sivani & Sudarsanam, 2012).

Menurut International Commision on Non-Ionizing Radiation Protection (1998) beberapa penelitian mengindikasikan bahwa paparan sekitar 30 menit terhadap EMF yang menghasilkan SAR ke seluruh tubuh sekitar 1-4 W/kg mengakibatkan peningkatan suhu <1ºC. Efek biologis gelombang elektromagnetik tergantung pada berapa banyak energi yang diserap di tubuh organisme hidup, bukan hanya apa yang ada di ruang. Absorpsi radiasi RF-EMF tergantung pada frekuensi transmisi, berat jenis daya, jarak dari sumber peradiasi dan ukuran, bentuk, kandungan air dan mineral organisme (Levitt & Lai, 2010).


(30)

12 2.4. Efek Radiasi Elektromagnetik Dari Handphone

Interaksi antara radiasi elektromagnetik dan organisme hidup melalui dua mekanisme, yaitu (Ferreri et al., 2006):

1. Efek Thermal

Efek thermal (berhubungan dengan intensitas radiasi) telah diteliti sangat jauh, dan panduan keamanan telah dikeluarkan dan ditentukan oleh para ahli Internasional untuk menghindari reaksi yang merugikan. Setelah paparan GSM-EMF minimal 25 sampai 30 menit, suhu berubah sekitar 0,1º C yang dievaluasi secara empiris pada tingkat timpani dan otak (Van Leeuwen et al.,1999; Ferreri et al., 2006; Curcio et al.,2004).

Pada kasus seseorang yang menggunakan ponsel, kebanyakan efek pemanasan yang terjadi pada permukaan kepala, nervus fasialis dan jaringan ikat sekitar menyebabkan peningkatan suhu dengan derajat yang kecil. Sirkulasi darah otak mampu mengatur kelebihan suhu dengan meningkatkan aliran darah lokal (Ganguly et al., 2011).

2. Efek Non-Thermal

Efek non-thermal dari EMF sejauh ini belum diteliti secara dalam, walaupun banyak mekanisme yang telah dipertimbangkan, seperti contohnya modulasi kanal ion membran untuk Na+ dan K+, perubahan homeostasis Ca++ sel, peningkatan pada eksitabilitas sel, atau aktivasi


(31)

respon stres selular (Leszczynski et al., 2002; Ferreri et al., 2006). Dalam hal ini, baik percobaan in vivo maupun in vitro pada hewan dan manusia menunjukkan efek biologis setelah paparan EMF GSM 900 periode akut (dari 30 menit sampai 4 jam) (Leszczynski et al., 2002; Ferreri et al., 2006; Markova et al., 2005; Salford et al., 2003; Moustafa et al., 2001).

2.5. Pengaruh Stres Terhadap Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) Axis

Stres dideskripsikan sebagai keadaan yang mengancam homeostasis atau ketidak seimbangan (Tsigos & Chrousos, 2002). Stresor adalah suatu keadaan yang menimbulkan respon stres (Wiyono et al., 2007). Sistem stres mengkoordinasikan respon adaptif organisme terhadap stresor dari berbagai jenis. Komponen utama sistem stres yaitu corticotropin-releasing hormone (CRH) dan locus ceruleus-norepinephrine (LC/NE)-automatic system dan efektor-efektor perifer, the pituitary-adrenal axis, dan sistem otonom (Tsigos & Chrousos, 2002).

Corticotropin-releasing hormone (CRH) merupakan hormon yang dihasilkan di hipotalamus yang kerjanya menstimulasi hipofisis anterior untuk sekresi ACTH (Tortora & Derrickson, 2009). Pada keadaan tidak terpapar stres, baik CRH dan arginine vasopressin (AVP) disekresi pada sistem portal mengikuti irama sirkadian dengan frekuensi sekitar dua sampai tiga episode sekresi per jam (Tsigos & Chrousos, 2002). Ketika


(32)

14 hipotalamus terpicu oleh stresor, CRH dan AVP disekresi, mengakibatkan baik produksi ACTH dari hipofisis anterior dan aktivasi neuron-neuron noradregenik dari sistem LC/NE di otak (Guilliams & Edwards, 2010).

Hipofisis anterior terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pars distalis, pars tuberalis dan pars intermedia. Pars distalis terdiri dari dua kelompok sel yaitu kromofil dan kromofob. Kromofil adalah sel sekretoris dengan hormon yang disimpan dalam granula sitoplasma. Kromofil juga disebut sebagai basofil dan asidofil, masing-masing sesuai afinitasnya terhadap pulasan basa dan asam. Asidofil mencakup sel somatotropik dan mammotropik, sedangkan sel basofilik meliputi sel gonadotropik, kortikotropik dan sel tirotropik (Mescher, 2011). Sel-sel kromofob tidak berpartisipasi pada sintesis hormon, melainkan lebih menjadi prekursor sel yang memproduksi hormon (Kuehnel, 2003). Corticotropin-releasing hormone dari hipotalamus menstimulasi sekresi ACTH oleh sel-sel kortikotrop (Tortora & Derrickson, 2009).

Kelenjar adrenal berisi dua kelenjar endokrin yang berbeda: medulla adrenal, yang mensekresi katekolamin; dan korteks adrenal, yang mensekresi hormon steroid. Korteks adrenal dibagi menjadi tiga zona: zona glomerulosa, zona fasciculata dan zona retikularis. Zona glomerulosa yang mensekresi aldosteron, dikontrol terutama oleh sistem renin-angiotensin, ACTH, dan faktor lainnya, sedangkan zona fasciculata dan zona retikularis yang mensekresi glukokortikoid, androgen dan estrogen,


(33)

dikontrol terutama oleh ACTH (Boron & Boulpaep, 2003). Sekresi ACTH dari hipofisis anterior menstimulasi zona fasciculata dan retikularis untuk mensekresi hormon glukokortikoid, terutama kortisol (Vangelova et al., 2007).

Glukokortikoid, yang meregulasi metabolisme dan resitensi terhadap stres, termasuk kortisol (hydrocortisone), kortikosteron, dan kortison. Glukokortikoid memiliki beberapa efek, yaitu pemecahan protein, pembentukan glukosa, lipolisis, resistansi terhadap stres, efek anti-inflamasi dan depresi respon imun (Tortora & Derrickson, 2009). Selain itu, teraktivasinya kortisol juga menghasilkan beberapa respon seperti peningkatan glukoneogenesis, penurunan sensitivitas insulin, penurunan growth hormone (GH) dan triiodothyronine (T3), penurunan respon imun atau inflamasi dan peningkatan mobilisasi lemak dan protein. Di bawah keadaan stres, sekresi kortisol membantu menjaga kadar glukosa dengan menstimulasi glukoneogenesis dan menyebabkan resistansi insulin adiposa dan perifer (Guilliams & Edwards, 2010).

2.6. Metabolisme Glukosa

Glukosa yang bersirkulasi berasal dari tiga sumber, yaitu absorpsi intestinal selama keadaan pemberian makanan, glikogenolisis, dan glukoneogenesis (Aronoff et al., 2004). Absorpsi glukosa di traktus gastrointestinal (dan tubulus ginjal) dicapai lewat transpor aktif sekunder


(34)

16 (simporter Na+- glukosa). Glukosa masuk ke dalam hampir seluruh sel-sel di tubuh lewat molekul GluT, suatu famili transporter yang membawa glukosa ke dalam sel-sel lewat difusi terfasilitasi. Kadar insulin yang tinggi meningkatkan insersi satu jenis GluT, yang disebut GluT4, ke dalam membran plasma sebagian besar sel-sel tubuh, dengan demikian meningkatkan angka difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sel. Ketika memasuki sel, glukosa menjadi terfosforilasi. Karena GluT tidak bisa membawa glukosa terfosforilasi, reaksi ini menjebak glukosa dalam sel (Tortora & Derrickson, 2009).

Glukoneogenesis merupakan pembentukan glukosa yang terutama dari laktat dan asam amino selama keadaan puasa (Aronoff et al., 2004). Sebagian gliserol dari trigliserida, asam laktat, dan asam amino tertentu bisa dikonversi di hati menjadi glukosa. Proses di mana glukosa dibentuk dari sumber non-karbohidrat disebut glukoneogenesis. Asam laktat dan asam amino seperti alanin, sistein, glisin, serin, dan treonin, dikonversi menjadi asam piruvat, yang kemudian akan disintesis menjadi glukosa atau memasuki siklus Krebs. Gliserol dikonversi menjadi glyceraldehide 3-phosphate, yang membentuk asam piruvat atau digunakan untuk mensintesis glukosa (Gambar 2). Glukoneogenesis distimulasi oleh kortisol, hormon glukokortikoid utama dari korteks adrenal, dan oleh glukagon dari pankreas. Di samping itu, kortisol menstimulasi pemecahan protein menjadi asam amino, kemudian memperbanyak jumlah asam amino yang tersedia untuk glukoneogenesis. Hormon tiroid (tiroksin dan


(35)

triiodotironin) juga memobilisasi protein dan memobilisasi trigliserida dari jaringan lemak, dengan demikian membuat gliserol tersedia untuk glukoneogenesis (Tortora & Derrickson, 2009).

Gambar 2. Glukoneogenesis (Tortora & Derrickson, 2009)

2.7. Regulasi Hormon Terhadap Kadar Glukosa

Endokrin pankreas terdiri dari sekelompok kecil sel-sel yang terdistribusi ke seluruh organ (Brandt, 2009). Kelompok ini, Islet Langerhans, berisi empat tipe sel yang mensekresi hormon, yaitu sel alfa atau A, sel beta atau B, sel delta atau D dan sel F. Sel alfa dan beta berperan dalam metabolisme glukosa yaitu dengan mensekresi glukagon dan insulin. Insulin dan glukagon merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas yang berkontribusi dalam regulasi metabolisme glukosa (Gambar 3) (Tortora & Derrickson, 2009).


(36)

18 Kerja utama glukagon yaitu untuk meningkatkan kadar glukosa darah ketika kadarnya turun di bawah normal. Sedangkan insulin membantu menurunkan kadar glukosa darah ketika kadarnya terlalu tinggi. Berikut merupakan regulasi sekresi glukagon dan insulin (Tortora & Derrickson, 2009):

1. Kadar glukosa yang rendah menstimulasi sekresi glukagon dari sel alfa Islet Langerhans.

2. Glukagon bekerja pada hepatosit untuk mempercepat konversi glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan pembentukan glukosa dari asam laktat dan asam amino tertentu (glukoneogenesis).

3. Sebagai hasilnya, hepatosit melepas glukosa ke dalam darah lebih cepat, dan kadar glukosa darah meningkat.

4. Jika glukosa darah terus meningkat, kadar glukosa darah yang tinggi menghambat pelepasan glukagon.

5. Kadar glukosa darah yang tinggi menstimulasi sekresi insulin oleh sel beta Islet Langerhans.

6. Insulin bekerja pada berbagai sel di tubuh; untuk mempercepat konversi glukosa menjadi glikogen (glikogenesis); untuk meningkatkan ambilan asam amino oleh sel dan meningkatkan sintesis protein; untuk mempercepat sintesis asam lemak (lipogenesis); untuk memperlambat konversi glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis); dan untuk memperlambat pembentukan glukosa dari asam laktat dan asam amino (glukoneogenesis).


(37)

Gambar 3. Regulasi hormon glukagon dan insulin terhadap kadar glukosa (Tortora & Derrickson, 2009).

Untuk memulai efeknya pada sel target, insulin pertama-tama berikatan dengan reseptor membran dan mengaktivasi reseptor membran. Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat subunit yang disatukan oleh ikatan disulfida: dua subunit alfa yang terletak di luar membran sel dan subunit beta yang berpenetrasi melewati membran, yang menonjol ke dalam sitoplasma sel. Insulin berikatan dengan subunit alfa di luar sel, tetapi karena berikatan dengan subunit beta, bagian subunit beta yang yang menonjol ke dalam sitoplasma sel menjadi terfosforilasi. Autofosforilasi subunit beta reseptor mengaktivasi tyrosine kinase lokal, yang kemudian menyebabkan fosforilasi multipel enzim intraselular lainnya, yaitu insulin-receptor substrates (IRS) (Guyton & Hall, 2006).


(38)

20 Insulin-receptor substrates yang diekspresikan di tiap jaringan memiliki tipe yang berbeda (contohnya IRS-1, IRS-2). Efek akhir stimulasi insulin pada metabolisme glukosa yaitu dalam hitungan detik setelah insulin berikatan dengan reseptor membran, membran dari sekitar 80% sel tubuh akan meningkatkan ambilan glukosa (Guyton & Hall, 2006). Di jaringan otot, adiposa, dan beberapa jaringan lainnya, insulin menstimulasi glukosa masuk ke dalam sel dengan meningkatkan jumlah transporter glukosa di membran sel. Transporter glukosa atau GLUT bertanggung jawab terhadap difusi terfasilitasi glukosa yang melewati membran sel (Barrett et al., 2010).

Terdapat tujuh jenis transporter glukosa yang berbeda, masing-masing diberi nama mulai dari GLUT 1-7. Glucose transporter 4 merupakan transporter di jaringan otot dan adiposa yang distimulasi oleh insulin. Glucose transporter 4 terletak dalam vesikel di sitoplasma sel yang sensitif insulin. Ketika reseptor insulin dari sel ini teraktivasi, phosphatidyilinositol 3-kinase akan teraktivasi. Aktivasi dari phosphatidyilinositol 3-kinase akan mengakibatkan vesikel berpindah secara cepat ke membran sel dan berfusi dengan membran sel, menyisipkan transporter ke dalam membran sel. Ketika kerja insulin berhenti, bagian membran yang berisi transporter berendositosis dan vesikel siap untuk paparan insulin selanjutnya (Barrett et al., 2010).


(39)

Glukosa bekerja secara langsung pada sel beta pankreas untuk meningkatkan sekresi insulin. Glukosa memasuki sel beta lewat transporter GLUT 2 dan difosforilasi oleh glukokinase kemudian dimetabolisme menjadi piruvat di sitoplasma. Piruvat memasuki mitokondria dan dimetabolisme menjadi CO2 dan H2O lewat siklus asam

sitrat dengan pembentukan ATP oleh fosforilasi oksidatif. ATP memasuki sitoplasma, di mana ATP menghambat ATP-sensitive K+ channel, mengurangi efluks K+. Kejadian ini akan mendepolarisasi sel beta, dan Ca2+ memasuki sel lewat voltage-gated Ca2+ channel. Influks Ca2+ menyebabkan eksositosis vesikel yang berisi granul sekretori yang berisi insulin yang siap lepas, menghasilkan sekresi insulin (Barrett et al., 2010).

Pada penelitian Khaki et al. (2015) menunjukkan paparan EMF yang diproduksi oleh alat elektromagnetik dengan frekuensi 50 Hz dan intensitas 3 mT selama 4 jam per hari selama 6 minggu mengakibatkan penurunan kadar insulin yang diikuti dengan penurunan area dan perimeter islet pankreas. Meo et al. (2010) memperlihatkan penggunaan radiasi RF 900 MHz selama 7 hari sampai 3 bulan dengan durasi 30 menit sampai 1 jam per hari mengakibatkan peroksidase lemak dan pembentukan radikal bebas. Radiasi RF dapat menginduksi kerusakan oksidatif dengan peningkatan aktivitas enzim antioksidan: alanine transaminase (ALT), malondialdehyde (MDA) dan superoxide dismutase (SOD). Reactive Oxygen Species yang diinduksi oleh stres oksidatif merupakan faktor yang


(40)

22 penting dalam trauma jaringan yang dihasilkan dari radiasi (Jajte et al., 2002).

Epinefrin dilepaskan oleh medulla adrenal sebagai respon terhadap hipoglikemia, dan sebagai bagian dari persiapan untuk latihan. Norepinefrin dilepaskan dari neuron simpatis. Kedua katekolamin tersebut memiliki peran dalam memelihara kadar glukosa selama latihan, dan dalam keadaan yang berhubungan dengan stres. Katekolamin menstimulasi pelepasan glukagon dan menghambat pelepasan insulin, menyebabkan penurunan rasio insulin : glukagon dan juga memiliki efek tidak langsung tehadap stimulasi metabolisme glukosa di hati. Epinefrin juga memiliki efek langsung pada stimulasi glukoneogenesis hati, glikolisis otot, dan pemecahan glikogen di kedua jaringan (Brandt, 2009).

Glukokortikoid (terutama kortisol pada manusia) dilepas dari korteks adrenal sebagai respon tehadap stres. Glukokortikoid menstimulasi glukoneogenesis dan sintesis glikogen di hati, dan mengurangi ambilan glukosa jaringan adiposa dan otot. Mereka juga secara akut menghambat pelepasan insulin (Brandt, 2009).

Hormon pertumbuhan atau growth hormone dilepas sebagai respon terhadap penurunan kadar glukosa plasma. Kerja hormon pertumbuhan berhubungan dengan peningkatan glukosa plasma berhubungan dengan stimulasi lipolisis dan penghambatan kerja insulin (Brandt, 2009).


(41)

2.8. Manggis

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmar (Pasaribu et al., 2012). Garcinia mangostana Linn (GML) termasuk famili Guttiferae (Pedraza-Chaverri et al., 2008).

Garcinia mangostana mengandung 68 xanthone yang berbeda yang terdapat di beberapa bagian tumbuhan ini, di mana 50 terdapat di kulit buah dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Xanthone yang paling banyak di kulit buah manggis yaitu α- dan - mangostin. Xanthone lain yang terdapat di kulit manggis yaitu -mangostin, gatanin, 8-deoxygartanin, garcinones A, B, C, D dan E, mangostinone, 9-hydroxycalabaxanthone dan isomangostin (Gutierrez-Orozco & Failla, 2013).

Xanthone merupakan senyawa bioaktif di kulit manggis yang diyakini memiliki efek antidiabetik (Kurniawati et al., 2014; Pasaribu et al., 2012). Pada penelitian Kurniawati et al. (2014) xanthone yang terkandung dalam kulit manggis dapat membantu kadar glukosa darah kembali ke normal. Pada kelompok tikus yang sakit yang tidak diberi jus kulit manggis, kadar glukosa darah masih tinggi (163 ± 16,2 mg/dL). Sedangkan pada kelompok tikus yang diberi jus kulit manggis kadar glukosa darah kembali


(42)

24 ke normal (108,5 ± 19,5 mg/dL) dan kadarnya tidak berbeda jauh dengan kelompok tikus kontrol (104,7 ± 10,9 mg/dL).

Xanthone yang terkandung dalam kulit manggis bekerja sebagai antioksidan sehingga dapat menurunkan aktivitas radikal bebas dan melindungi islet Langerhans dari efek sitotoksiknya. Kandungan antioksidan dalam xanthone yang terkandung di kulit manggis menghambat pembentukan ROS yang menginduksi sitokin dalam meningkatkan apoptosis sel. Xanthone juga diketahui memiliki efek anti-inflamasi sehingga dapat memberhentikan reaksi autoimun yang menyerang sel inflamasi (mononuclear lymphocytes) dan meningkatkan sel sehingga membantu dalam proses penyembuhan infeksi. Kondisi ini akan mengakibatkan perbaikan jaringan dan pembentukan sel-sel beta yang akan menghasilkan insulin untuk menjaga kadar glukosa darah dalam kisaran normal (Kurniawati et al., 2014).

Taher et al. (2015) menilai pengaruh α-mangostin terhadap aktivitas ambilan glukosa dengan mengukur ambilan radiolabelled glucose dari medium kultur oleh adiposit. Untuk menentukan stimulasi pengambilan 2-deoxy-D-glucose (2-DG) oleh adiposit 3T3-L1, adiposit 3T3-L1 matur diterapi dengan α-mangostin pada konsentrasi yang diindikasikan (10, 25, dan 50 μM) selama 60 menit, dan kemudian aktivitas ambilan glukosa dinilai. Hasilnya menunjukkan bahwa α-mangostin menstimulasi ambilan glukosa pada adiposit 3T3-L1.


(43)

Aktivitas ambilan glukosa pada adiposit berhubungan dengan ekspresi transporter glukosa. Pada penelitian Taher et al. (2015) menunjukkan ekspresi mRNA GLUT4 meningkat setelah terapi dengan α-mangostin. Ini menunjukkan bahwa α-mangostin meningkatkan ambilan glukosa di adiposit 3T3-L1 lewat peningkatan regulasi ekspresi GLUT4. Glucose tramsporter 4 yang mentranspor glukosa dari darah ke jaringan merupakan transporter glukosa utama pada jaringan yang sensitif insulin seperti adiposit dan otot skeletal (Anand et al., 2010). Pada adiposit, aktivitas ambilan glukosa yang distimulasi insulin dan basal (sel yang diterapi dengan glukosa normal tanpa adanya insulin dan 2-deoxy-D-[3H]-glucose) membutuhkan transporter glukosa. Insulin bisa mempercepat masuknya glukosa dengan mempengaruhi translokasi GLUT4 dari tempat penyimpanan instraselular ke membran plasma (Thomson et al., 1997).

2.9. Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague dawley

Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Penggunaan tikus sebagai hewan coba untuk obat-obatan memiliki beberapa alasan di antaranya karena : (a) metabolismenya yang sama dengan manusia, (b) beberapa karakteristik anatomis dan fisiologis yang sama, (c) dapat digunakan dalam jumlah besar yang diperlukan untuk tujuan komparatif, (d) untuk memeliharanya tidak membutuhkan biaya


(44)

26 yang terlalu mahal (Kacew & Festing, 1999).Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal) (Adiyati, 2011).

Tikus putih (Rattus norvegicus) atau biasa dikenal Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat. Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia dan Singapura. Tikus putih (Rattus norvegicus) memiliki beberapa sifat menguntungkan, yaitu cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap perlakuan (Isroi, 2010). Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakan sesama jenis atau persilangan (Adiyati, 2011). Terdapat tiga galur tikus putih yang memiliki kekhususan untuk digunakan sebagai hewan percobaan antara lain Wistar, long evans dan Sprague dawley (Widiartini et al., 2013). Galur yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Sprague dawley (Adiyati, 2011).

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang panjang (lebih panjang dibandingkan tubuh). Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan berat badan umum tikus jantan berkisar antara 267 – 500 gram dan betina 225 – 325 gram (Adiyati, 2011).


(45)

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley memiliki pertumbuhan yang cepat dan tempramen yang baik (Adiyati, 2011). Selain itu, keuntungan penggunaan tikus putih dalam penelitian yaitu karena ketenangan dan kemudahan penanganan tikus ini (Isroi, 2010). Kecenderungan penggunaan tikus putih jantan dalam penelitian dikarenakan perubahan hormon gonad pada tikus jantan tidak memberikan efek, sedangkan pada tikus betina memberikan efek (Macotela et al., 2009).

2.10. Kerangka Teori

Paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari handphone dalam periode kronik akan mengakibatkan terjadinya stres. Paparan stres yang mengenai hipotalamus akan mengakibatkan teraktivasinya HPA axis. Hipotalamus akan mensekresi CRH/AVP yang akan menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresi ACTH. Adrenocotricotropin hormone (ACTH) kemudian akan menstimulasi korteks adrenal untuk mensekresi kortisol. Salah satu efek dari dihasilkannya kortisol yaitu peningkatan glukoneogenesis dan penurunan sensitivitas insulin yang pada akhirnya akan berakibat peningkatan glukosa. Selain itu paparan gelombang elektromagnetik yang berasal dari handphone dalam periode kronik akan mengakibatkan terjadinya stres oksidatif. Paparan stres oksidatif ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan Reactive Oxygen Species (ROS).


(46)

28 Ketidakseimbangan ROS ini akan mengakibatkan kerusakan sel beta pankreas. Ekstrak etanol kulit manggis memiliki senyawa bioaktif yaitu xanthone. Xanthone akan menghambat pembentukan ROS dan membantu perbaikan sel beta pankreas. Selain itu, salah satu kandungan xanthone yaitu α-mangostin dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan meningkatkan ambilan glukosa melalui peningkatan aktivitas mRNA GLUT4 (Gambar 4).


(47)

Variabel yang diperiksa

Gambar 4. Kerangka teori pengaruh ekstrak etanol kulit manggis terhadap kadar glukosa darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronik

Paparan Gelombang Elektromagnetik Handphone Periode Kronik Stres

Hipotalamus CRH (corticotropin

releasing hormone) / AVP (arginine

vasopressin)

LC/NE (locus ceruleus-norepinephrin

Hipofisis Anterior Medulla Adrenal ACTH (

adreno-corticotropin hormone

Norepinefrin Epinefrin

Korteks Adrenal

Flight or fight response

Kortikosteron Kortisol Kortison GH; T3 Respon Imun /

Inflamasi Mobilisasi Lemak dan Protein Sensitivitas Insulin Glukoneogenesis Kadar Glukosa Stres Oksidatif Ketidak-seimbangan ROS Kerusakan sel beta pankreas Ekstrak kulit manggis Keterangan = Meningkatkan = Menurunkan = Menghambat = Tidak diamati = Diamati


(48)

30 2.11. Kerangka Konsep

Gambar 5. Kerangka konsep pengaruh ekstrak etanol kulit manggis terhadap kadar glukosa darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronik

2.12. Hipotesis

Ada pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronik selama 28 hari.

Kadar Glukosa Darah (Variabel Dependen) Paparan Gelombang

Elektromagnetik Handphone Periode Kronik (Variabel Independen)

Ekstrak Kulit Manggis (Variabel Independen)


(49)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis dari penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pendekatan Post Test Only Control Group Design. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang dipilih secara acak dan dibagi menjadi lima kelompok. Pengukuran kadar glukosa darah hewan coba yang dijadikan data adalah kadar glukosa kontrol, diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronik 3 jam, diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronik 3 jam dan ekstrak kulit manggis secara berturut-turut 50, 100 dan 200 mg/kgBB.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Perlakuan hewan coba dilakukan di animal house Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada bulan Agustus sampai November 2015. Pengambilan darah tikus dan pengukuran kadar glukosa darah dilakukan


(50)

32 di Laboratorium Biologi Molekular Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Penelitian

Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley berusia 2-3 bulan atau 10-12 minggu dengan berat badan 200 – 300 gram yang diperoleh dari Palembang Tikus Center (PTC).

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian dipilih secara acak berjumlah 25 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok, sesuai dengan rumus Frederer.

Rumus Frederer :

t (n-1) ≥ 15 Keterangan :

t = merupakan jumlah kelompok perlakuan dan n = jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi :

t (n-1) ≥ 15 5 (n-1) ≥ 15 5n – 5 ≥ 15 5n ≥ 20 n ≥ 4


(51)

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 4 ekor. Namun, jumlah sampel awal ini harus diolah untuk diperhitungkan kembali agar dapat mengantisipasi hilangnya unit eksperimen, dengan rumusan sebagai berikut

N = n / (1-f)

Keterangan:

N = Besar sampel koreksi n = Besar sampel awal

f = Perkiraan proporsi dropout sebesar 10 % Sehingga,

N = n / (1-f) N = 4 / (1-10%)

N = 4 / (1-0,1) N = 4 / 0,9

N = 4,44 (dibulatkan menjadi 5)

Jadi sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus yang dibagi kedalam 5 kelompok.

3.3.3. Kelompok Perlakuan

1. Kelompok 1 (K1): Kelompok tikus yang tidak dipapar oleh gelombang elektromagnetik handphone dan tidak diberi ekstrak etanol kulit manggis (kelompok K1).


(52)

34 2. Kelompok 2 (K2): Kelompok tikus yang dipapar gelombang elektromagnetik handphone dengan durasi 3 jam per hari selama 28 hari dan diberikan cairan NaCl (kelompok K2).

3. Kelompok 3 (P1): Kelompok tikus yang dipapar gelombang elektromagnetik handphone dengan durasi 3 jam per hari selama 28 hari dan diberikan ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 50 mg/kgBB (kelompok P1).

4. Kelompok 4 (P2): Kelompok tikus yang dipapar gelombang elektromagnetik handphone dengan durasi 3 jam per hari selama 28 hari dan diberikan ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 100 mg/kgBB (kelompok P2).

5. Kelompok 3 (P3): Kelompok tikus yang dipapar gelombang elektromagnetik handphone dengan durasi 3 jam per hari selama 28 hari dan diberikan ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 200 mg/kgBB (kelompok P3).

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1. Kriteria Inklusi

1. Tikus sehat

2. Tikus berjenis kelamin jantan 3. Berat badan 200 – 300 gram 4. Usia 2 – 3 bulan


(53)

3.4.2. Kriteria Eksklusi

1. Berat badan tikus menurun hingga berat badannya kurang dari 180 gram

2. Penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal.

3.5. Alat dan Bahan 3.5.1. Alat

1. Kandang tikus terbuat dari plastik berukuran 40x20x20 cm3 dengan tutup kawat dan alas diberi sekam padi

2. Kandang modifikasi dari plastik berbentuk tabung 3. Handphone

4. Pisau dan wadah pengeringan

5. Oven, untuk pengeringan kulit manggis 6. Blender, untuk menghaluskan kulit manggis 7. Termometer dan gelas ukur

8. Rotary evaporator, untuk pembuatan ekstrak kulit manggis

9. Neraca digital (micro analytical balance) untuk menimbang ekstrak kulit manggis

10.Timbangan digital untuk hewan 11.Sonde tikus

12.Stopwatch 13.Botol minuman 14.Tempat makan


(54)

36 15.Spuit injeksi (untuk pengambilan darah)

16.Spektrofotometer 17.Tabung glass 18.Alat Sentrifugasi 19.Vacutainer 20.Mikropipet

3.5.2. Bahan

1. Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley berumur 2-3 bulan atau 10-12 minggu

2. Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) 3. Pakan tikus berupa pakan AD II

4. Ketamine 5. Aquades

6. Larutan etanol, eter, dan NaCl 0,9% 7. Reagen Glukosa

3.6. Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini terdapat tiga variabel, yaitu variabel independen (variabel bebas), variabel dependen (variabel terikat), dan variabel perantara.

1) Variabel independen

a. Paparan gelombang elektromagnetik dari handphone.


(55)

2) Variabel dependen adalah kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley.

3) Variabel perantara dibagi menjadi dua: a. Dapat dikendalikan :

1. Jenis tikus

2. Berat badan tikus 3. Umur tikus 4. Makanan tikus 5. Minuman tikus

6. Lingkungan tempat tinggal 7. Kelembaban

8. Dosis ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) b. Tidak dapat dikendalikan:

1. Respon tikus terhadap paparan stres

2. Absorpsi ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) 3. Metabolisme glukosa pada tikus.


(56)

38 3.7. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi operasional

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Gelombang

Elektro-magnetik

Paparan gelombang elektromagnetik berasal dari handphone dilakukan dengan cara meletakkan

handphone di dalam kandang kemudian dibiarkan dalam kondisi talk mode dengan waktu perlakuan 3 jam/hari selama 28 hari.

Log Panggilan

K1 = Kontrol K2, P1, P2, P3 = 3 jam

Numerik

Ekstrak kulit buah manggis

Pemberian ekstrak etanol yang dibuat dengan metode maserasi. Dosis yang digunakan adalah 50, 100 dan 200 mg/kgBB dan diberikan selama 28 hari. Waktu pemberian adalah 30 menit sebelum paparan terhadap ponsel dilakukan. Ekstrak dilarutkan dalam NaCl 0,9%, secara per oral dengan sonde (Pasaribu et al., 2012)

Perhitungan manual

Larutan dengan dosis, volume dan konsentrasi tertentu Numerik Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah puasa dalam serum darah tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley

Spektrofoto-meter


(57)

3.8. Prosedur Penelitian

3.8.1. Ethical Clearance

Penelitian ini dimulai dengan pengajuan proposal ethical clearance untuk mendapatkan izin etik penelitian menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galur Sprague dawley. Proposal diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3.8.2. Pengadaan Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley sebanyak 25 ekor yang diperoleh dari Palembang Tikus Center (PTC).

3.8.3. Adaptasi Tikus

Sebelum memulai perlakuan, tikus terlebih dahulu diadaptasi selama 7 hari dan diukur berat badannya. Selama masa adaptasi dan masa perlakuan, tikus diberi makan serta minuman air secara ad libitum.


(58)

40 3.8.4. Pembagian Kelompok

Tabel 2. Pembagian Kelompok Perlakuan

Kelompok Perlakuan

Kelompok K1 Kelompok kontrol normal tanpa perlakuan paparan gelombang elektromagnetik handphone dan tanpa pemberian ekstrak etanol kulit manggis Kelompok K2 Kelompok kontrol dengan perlakuan paparan

gelombang elektromagnetik selama 3 jam / hari dengan pemberian cairan NaCl

Kelompok P1 Kelompok perlakuan coba dengan pemberian paparan gelombang elektromagnetik handphone selama 3 jam / hari dan ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 50 mg/kgBB

Kelompok P2 Kelompok perlakuan coba dengan pemberian paparan gelombang elektromagnetik handphone selama 3 jam / hari dan ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 100 mg/kgBB

Kelompok P3 Kelompok perlakuan coba dengan pemberian paparan gelombang elektromagnetik handphone selama 3 jam / hari dan ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 200 mg/kgBB

3.8.5. Prosedur Pembuatan Ekstrak Kulit Manggis

a) Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Manggis 1. Determinasi buah manggis.

Sebelum pembuatan ekstrak, terlebih dahulu dilakukan determinasi terhadap buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor dituliskan pada surat dengan nomor 4738/IPH.3./KS/IX/2015.

2. Pembuatan ekstrak etanol kulit manggis.

Fermentasi dilakukan pada kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Kulit buah manggis yang sudah dilepaskan dari


(59)

daging buah dan kulit luar yang keras, dipotong-potong dengan ukuran kurang lebih 0,50 cm2. Potongan tersebut kemudian dikeringkan dengan oven bersuhu 500C selama 6 jam. Kulit yang kering dihaluskan dengan blender hingga menjadi bubuk yang selanjutnya diayak menggunakan ayakan ukuran 60 mesh sehingga diperoleh bubuk simplisia kulit manggis. Ekstraksi dilakukan dengan cara merendam bubuk simplisia kulit manggis dalam pelarut etanol 40% selama 24 jam pada suhu ruang (25-27ºC). Setelah proses maserasi berakhir, dilakukan penyaringan hingga didapatkan filtrat dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada tekanan 60 mBar suhu 50ºC. Pembuatan ekstrak kulit manggis dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor.

3. Pemberian ekstrak etanol kulit manggis dilakukan selama 28 hari dan 30 menit sebelum dilakukan induksi gelombang elektromagnetik handphone (Dyahnugra & Widjanarko, 2015).

b) Cara Perhitungan Dosis Ekstrak Kulit Manggis

Dosis kulit manggis pada eksperimen ini adalah 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB, di mana dosis tersebut mampu mempengaruhi metabolisme glukosa darah (Pasaribu et al., 2012).

Dosis tikus (100 g) = 50 mg/kgBB x100 gBB = 0,05 mg x 100


(60)

42 Dosis untuk 100 gram tikus adalah 5 mg. Dalam penelitian ini kelompok kontrol 1 (K1) dan kontrol 2 (K2) tidak diberikan ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.). Dosis pertama ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) diambil dari dosis normal tikus, sedangkan dosis kedua diambil dari hasil pengalian 2x dosis pertama dan dosis ketiga diambil dari hasil pengalian 4x dari dosis pertama atau 2x dari dosis kedua (Susanto, 2014).

1. Dosis untuk tiap tikus kelompok III 5 mg/100gBB

2. Dosis untuk tiap tikus kelompok IV 10 mg/100gBB

3. Dosis untuk tiap tikus kelompok V 20 mg/100gBB

Volume ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) diberikan secara oral sebanyak 1 mL yang merupakan volume yang boleh diberikan berdasarkan pada volume normal lambung tikus yaitu 3-5 mL. Jika volume ekstrak melebihi volume lambung, dapat berakibat dilatasi lambung secara akut yang dapat menyebabkan robeknya saluran cerna (Ngatidjan, 2006).

3.8.6. Perlakuan Paparan Gelombang Elektromagnetik Handphone

Paparan gelombang elektromagnetik menggunakan handphone. Paparan gelombang elektromagnetik handphone dilakukan dengan cara meletakkan handphone dalam keadaan menyala di tiap kandang tikus


(61)

yang telah dimodifikasi khusus untuk paparan. Kandang modifikasi merupakan kandang yang digunakan selama paparan gelombang elektromagnetik handphone yang berbentuk tabung dengan tinggi 30 cm dan diameter 30 cm, dan pada bagian tengah kandang tersebut dibuat sebuah lubang untuk tempat meletakkan handphone yang digunakan sebagai sumber gelombang elektromagnetik. Sebelum paparan, hewan coba dipindahkan dari kandang pemeliharaan ke kandang modifikasi sesuai dengan kelompoknya. Handphone tersebut lalu diaktifkan dan dibiarkan dalam keadaan talk mode selama 3 jam/hari pada kelompok K2, P1, P2, P3 (Meo & Al Rubeaan, 2013). Paparan tersebut dilakukan setiap hari pada malam hari, 30 menit setelah hewan diberikan ekstrak kulit manggis. Pemaparan dilakukan mulai dari pukul 18.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB selama 28 hari. Pada kelompok K1 tidak diberi paparan.

Gambar 6. Sketsa kandang tikus modifikasi untuk paparan (Victorya, 2015)


(62)

44

3.8.7. Prosedur Pengambilan Darah Hewan Coba

Setelah 28 hari, lima tikus jantan dari tiap kelompok akan diambil darahnya. Sebelum pengambilan darah, tikus dipuasakan selama 8 – 10 jam terlebih dahulu. Setelah itu, tikus dianastesi dengan Ketamine 75-100 mg/kg secara intraperitoneal dilanjutkan dengan pembedahan. Kemudian sebanyak 3 mL darah diambil dari jantung, lalu dikumpulkan dalam vacutainer serum.

3.8.8. Prosedur Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Tikus

Darah yang telah diambil dari jantung tikus yang dikumpulkan dalam vacutainer serum kemudian disentrifugasi pada 4000 rpm selama 20 menit dan serumnya kemudian digunakan untuk mengetahui kadar glukosa tikus. Kadar glukosa dihitung dengan spektrofotometer.

3.9. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data numerik yang terdiri atas rerata kadar glukosa darah untuk setiap kelompok.

3.10. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk tabel, kemudian proses pengolahan data menggunakan program komputer yang terdiri beberapa langkah sebagai berikut:


(63)

1. Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

2. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.

3. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer.

4. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

3.11. Analisis Data

Analisis statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program komputer dimana akan dilakukan analisis bivariat. Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik. Hasil penelitian dianalisis apakah memiliki distribusi normal atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤50. Kemudian dilakukan uji Levene untuk mengetahui apakah dua atau lebih kelompok data memiliki varians yang sama atau tidak. Karena varians data berdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan metode uji parametrik, digunakan uji One Way Anova. Pada uji One Way Anova didapatkan hasil p<0,05 maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post-Hoc LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan.


(64)

46 3.12. Diagram Alur Penelitian

Gambar 7. Diagram alur penelitian Penimbangan berat badan tikus

Pembagian kelompok dan aklimatisasi

K1 P1 P2

Penimbangan berat badan tikus

Tidak dipapar selama 28 hari Paparan handphone 3 jam/hari selama 28 hari + cairan

NaCl

Tikus dianastesi dengan Ketamine 75-100 mg/kg secara intraperitoneal, lalu dilanjutkan dengan pembedahan. Tikus diambil darahnya sebanyak 3

mL dengan spuit dari jantung

Darah yang diambil dimasukkan ke dalam vacutainer serum

Darah disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 20 menit dan serumnya digunakan untuk mengetahui kadar glukosa tikus

Kadar glukosa dihitung dengan spektrofotometer Interpretasi hasil K2 P3 Paparan handphone 3 jam/hari selama 28 hari + ekstrak kulit manggis 50 mg/kgBB Paparan handphone 3 jam/hari selama 28 hari + ekstrak kulit manggis 100 mg/kgBB Paparan handphone 3 jam/hari selama 28 hari + ekstrak kulit manggis 200 mg/kgBB


(65)

3.13. Ethical Clearance

Penelitian ini diajukan ke Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu:

1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.

2. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer 1967, yaitu t(n-1) ≥ 15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.

3. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi di bawah ini:

a. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan coba diberikan pakan standar dan minum secara ad libitum.

b. Bebas dari ketidaknyamanan, pada penelitian hewan coba ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga 20-25°C kemudian hewan coba terbagi menjadi 5 ekor tiap kandang. Animal house berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas


(66)

48 manusia serta kandang dijaga kebersihannya sehingga mengurangi stres pada hewan coba.

Prosedur pengambilan sampel pada akhir penelitian telah dijelaskan dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan anesthesia serta euthanasia dengan metode yang manusiawi oleh orang yang terlatih untuk meminimalisasi atau bahkan meniadakan penderitaan hewan coba (Ridwan, 2013).


(67)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) pada penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronik selama 28 hari pada dosis 200 mg/kgBB.

5.2. Saran

Adapun saran untuk pengembangan dan perbaikan penelitian ini yaitu: 1. Peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut pengaruh paparan

gelombang elektromagnetik handphone disarankan untuk memisahkan antara kelompok kontrol dengan kelompok paparan dengan jarak 8 meter untuk menghindari efek gelombang elektromagnetik pada kelompok kontrol.

2. Peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai kadar glukosa darah setelah diberi perlakuan tertentu disarankan untuk melakukan


(68)

63

pre-test kadar glukosa darah terlebih dahulu sebelum memulai perlakuan untuk mengetahui kadar glukosa darah awal tikus sebelum memulai perlakuan.

3. Peneliti lain disarankan untuk menggunakan durasi waktu yang lebih lama untuk mengetahui efek yang terjadi pada variabel yang sama. 4. Peneliti lain disarankan untuk menggunakan dosis ekstrak kulit

manggis yang berbeda untuk mengetahui efek yang terjadi pada variabel yang sama.

5. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh gelombang elektromagnetik terhadap parameter hematologis dan organ lain.

6. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak etanol kulit manggis terhadap parameter hematologis dan organ lain.

7. Peneliti lain disarankan untuk menggunakan bahan alami lain untuk penelitian selanjutnya.

8. Peneliti lain disarankan untuk menggunakan sumber gelombang elektromagnetik lain untuk penelitian selanjutnya.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adiyati PN. 2011. Ragam jenis ektoparasit pada hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Almasiova V, Holovska K, Cigankova V, Racekova E. 2013. Influence of electromagnetic radiation on selected organs in rats. RFFCH, 9(3): 401 – 406.

Amarullah A. 2014. Indonesia terbesar di dunia pengguna ponsel pintar. Tersedia di: m.okezone.com/read/2014/06/05/57/994499/indonesia-terbesar-di-dunia-pengguna-ponsel-pintar. Diakses pada tanggal 18 Agustus 2015.

Anand S, Muthusamy VS, Sujatha S, Sangeetha KN, Bharathi RR, Sudhagar S. 2010. Aloe emodin glycosides stimulates glucose transport and glycogen storage through PI3K dependent mechanism in L6 myotubes and inhibits adipocyte differentiation in 3T3-L1 adipocytes. FEBS Lett, 584(14): 3170 – 3178.

Aronoff SL, Berkowitz K, Shreiner B, Want L. 2004. Glucose metabolism and regulation: Beyond insulin and glucagon. Diabetes Spectrum, 17(3): 183 – 184.

Balcombe JP, Barnard ND, Sandusky C. 2004. Laboratory routines cause animal stress. Contemporary Topics, 43(6): 42 – 51.

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.

Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. 2010. Ganong’s review of medical physiology (23rd Ed). New York: Mc Graw Hill Companies, Inc. BBC. 2014. Orang Indonesia pengguna ponsel nomor 1 di dunia. Tersedia di:

www.bbc.com/indonesia/majalah/2014/06/140605_majalah_ponsel_indones ia. Diakses pada tanggal 18 Agustus 2015.

Bhat MA. 2013. Effects of electromagnetic waves emitted by mobile phones on male fertility. Comp Engineering and Intelligent Systems, 4(3): 51 – 64.


(2)

Boron WF & Boulpaep EL. 2003. Medical physiology. USA : Elsevier Health Sciences

Brandt M. 2009. Endocrine core notes. California: University California of Irvine Press.

Celikozlu SD, Ozyurt MS, Cimbiz A, Yardimoglu MY, Cayci MK, Ozay Y. 2012. The effects of long term exposure of magnetic field via 900-MHz GSM radiation on some biochemical parameters and brain histology in rats. Electromagn Biol Med, 31(4): 344 – 355.

Chivapat S, Chavalittumrong P, Wongsinkongman P, Phisalpong C, Rungsipipat A. 2011. Chronic toxicity study of Garcinia mangostana Linn. pericarp extract. Thai J Vet Med, 41(1): 45 – 53.

Curcio G, Ferrara M, De Gennaro L, Christiani R, D’Inzeo G, Bertini M. 2004. Time-course of electromagnetic fields effects on human performance and tympanic temperature. Neuroreport, 45: 2362 – 2372.

Dyahnugra AA & Widjanarko SB. 2015. Pemberian ekstrak bubuk simplisia kulit manggis (Garcinia mangostana L.) menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar jantan kondisi hiperglikemik. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(1): 113 – 123.

Enck P, Merlin V, Erckenbrecht JF, Wienbeck M. 1989. Stress effects on gastrointestinal transit in the rat. Gut, 30: 455 – 459.

Everaert J & Bauwens D. 2007. A possible effect of electromagnetic radiation from mobile phone base stations on the number of breeding house sparrows (Passer domesticus). Electromagn Biol Med, 26: 63 – 72.

Ferreri F, Curcio G, Pasqualetti P, Gennaro LD, Fini R, Rossini PM. 2006. Mobile phone emissions and human brain excitability. Annals Neurol, 60(2): 188 – 196.

Ganguly S, Mukhopadhayay SK, Guha SK. 2011. Stress to human health due to electromagnetic radiation emitted from mobile phone. IJBSM, 2(3): 359 – 362.

Guilliams TG & Edwards L. 2010. Chronic stress and the HPA axis: Clinical assessment and therapeutic considerations. Point Institute Nutraceutical Research , 9(2): 1 – 12.

Gusti. 2014. Menkominfo: 270 juta pengguna ponsel di indonesia. Tersedia di

ugm.ac.id/id/berita/8776-menkominfo%3A.270.juta.pengguna.ponsel.di.indonesia. Diakses pada tanggal 18 Agustus 2015.

Gutierrez-Orozco F & Failla ML. 2013. Biological activities and bioavailability of mangosteen xanthones: a critical review of the current evidence. Nutrients, 5: 3163 – 3183.


(3)

Guyton AC & Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology (11th Ed). Pennsylvania : Elsevier Inc.

International Commision on Non-Ionizing Radiation Protection. 1998. Guidelines for limiting exposure to time-varying electric, magnetic, and electromagnetic fields (up to 300 GHz). Health Phys, 44: 2367 – 2379. Ising M & Holsboer F. 2006. Genetics of stress response and stress-related

disorders. Dialogues Clin Neurosci, 8: 433 – 444.

Isroi. 2010. Tikus untuk penelitian di laboratorium. Tersedia di http://www.isroi.com/2010/03/02/tikus-untuk-penelitian-di-laboratorium/. Diakses pada tanggal 13Agustus 2015.

Jajte J, Imaida K, Taki M, Yamaguchi T, Ito T, Watanabi S-I, et al. 2002. Effect of 7 mT static magnetic field and iron ions on rat lymphocytes: apoptosis, necrosis and free radical processes. Bioelectrochemistry, 57: 107 – 111. Juster RP & Marin MF. 2011. Genetics and stress: Is there a link?. Mammoth

Magazine, 9(9): 1 – 2.

Kacew S & Festing MFW. 1999. Role of rat strain in the differential sensitivity to pharmaceutical agents and naturally occuring substances. CEJOEM, 5(3-4): 201 – 231.

Khaki AA, Ali-Hemmati A, Nobahari R. 2015. A study of the effects of electromagnetic field on islets of langerhans and insulin in rats. Crescent J Med & Biol Sci, 2(1): 1 – 5.

Kuehnel W. 2003. Color atlas of cytology, histology, and microscopic anatomy (4th Ed). New York: Thieme.

Kurniawati M, Mahdi C, Aulanni’am A. 2014. The effect of juice mangosteen rind (Garcinia mangostana L.) to blood sugar levels and histological of pancreatic rats with the induction of streptozotocin. J. Pure App. Chem. Res., 3(1): 1 – 6.

Lee M. 2015. Health effects of GSM vs. CDMA. Tersedia di www.livestrong.com. Diakses pada tanggal 29 Maret 2015.

Leszczynski D, Joenvaara S, Reivenen J, Kuokka R. 2002. Non-thermal activation of the hsp27/p38MAPK stress pathway by mobile phone radiation in human endothelial cell: molecular mechanism for cancer- and blood-brain barrier-related effects. Differentiation, 70: 120 – 129.

Levitt BB & Lai H. 2010. Biological effects from exposure to electromagnetic radiation emitted by cell tower base stations and other antenna arrays. Canada: NRC Research Press, pp. 369 – 395.

Macotela Y, Boucher J, Tran TT, Kahn CR. 2009. Sex and depot differences in adipocyte insulin sensitivityand glucose metabolism. Diabetes, 58: 803 – 812.


(4)

Mahardika IP. 2009. Efek radiasi gelombang elektromagnetik ponsel terhadap

kesehatan manusia. Tersedia di

http://mahardikaholic.files.wordpress.com/2009/12/efek-radiasi-gelombang-elektromagnetik-pada-ponsel.pdf. Diakses pada tanggal 9 Mei 2015.

Mahdavi SM, Sahraei H, Yaghmaei P, Tavakoli H. 2014. Effects of electromagnetics radiation exposure on stress-related behaviors and stress hormones in male wistar rats. Biomol Ther, 22(6): 570 – 576.

Markkanen A. 2009. Effects of electromagnetic fields on cellular responses to agents causing oxidative stress and DNA damage – Doctoral Dissertation. Finland: Kuopio University Library.

Markova E, Hillert L, Malmgren L, Persson BRR, Belyaev IY. 2005. Microwaves from GSM mobile telephones affect 53BP1 and gamma-H2AX foci in human lymphocytes from hypersensitive and healthy persons. Environ Health Perspect, 113: 1172 – 1177.

Meo SA, Arif M, Rashied S, Husain S, Khan MM, Al Masri AA, et al. 2010. Morphological changes induced by mobile phone radiation in liver and pancreas in Wistar albino rats. Eur J Anat, 14(3): 105 – 109.

Meo SA & Al Rubeaan K. 2013. Effects of exposure to electromagnetic field radiation (EMFR) generated by activated mobile phones on fasting blood glucose. IJOMEH, 26(2): 235 – 241.

Mescher AL. 2011. Histologi dasar junquiera: teks & atlas (Edisi 12). Jakarta: EGC.

Moustafa YM, Moustafa RM, Belacy A, Abou-El-Ela SH, Ali FM. 2001. Effects of acute exposure to the radiofrequency fields of cellular phones on plasma lipid peroxide andantioxidase activities in human erythrocytes. J Pharm Biomed Anal, 26: 605 – 608.

Ngatidjan PS. 2006. Metode Laboratorium dan Toksikologi. Artikel Kesehatan. Yogyakarta: FK UGM.

Pasaribu F, Sitorus P, Bahri S. 2012. Uji ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap penurunan kadar glukosa darah. J Pharm Pharmacol, 1(1): 1 – 8.

Pedraza-Chaverri J, Cardenas-Rodriguez N, Orozco-Ibarra M, Perez-Rojas JM. 2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chemical Toxicology, 46: 3227 – 3239.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan analisis diabetes. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Rahmawati S & Rifqiyati N. 2014. Efektivitas ekstrak kulit batang, akar, dan daun

sirsak (Annona muricata L) terhadap kadar glukosa darah. J. Kaunia, 10(2): 81 – 91.


(5)

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. J Indon Med Assoc, 3(63): 112 – 116.

Sachs BD, Ni JR, Caron MG. 2015. Brain 5-HT deficiency increases stress vulnerability and impairs antidepressant responses following psychosocial stress. PNAS, 112(8): 2557 – 2562.

Salford LG, Brun AE, Ebehadt JL, Malmgren L, Persson BRR. 2003. Nerve cell damage in mammalian brain after exposure to microwaves from GSM mobile phones. Environ Health Perspect, 111: 881 – 883.

Seyednour R & Chekaniazar V. 2011. Effects of exposure to cellular phones 950 MHz electromagnetic fields on progesterone, cortisol and glucose level in female hamsters (Mesocricetus auratus). Asian J. Anim. Vet. Adv., 6(11): 1084 – 1088.

Sivani S & Sudarsanam D. 2012. Impacts of radio-frequency electromagnetic field (RF-EMF) from cell phone towers and wireless devices on biosystem and ecosystem – a review. Biol Med, 4(4): 202 – 216.

Susanto M. 2014. Efek kulit manggis (Garcinia mangostana L.) yang diekstraksi etanol 40% terhadap aktivitas ast dan alt pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi isoniazid [skripsi]. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Swamardika IBA. 2009. Pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan manusia (suatu kajian pustaka). Teknologi Elektro, 8(1): 106 – 109.

Taher M, Amiroudine MZAM, Zakaria TMFST, Susanti D, Ichwan SJA, Kaderi MA, et al. 2015. α-Mangostin improves glucose uptake and inhibits adipocytes differentiation in 3T3-L1 cells via PPAR γ, GLUT4, and leptin expressions. eCAM, 2015: 1 – 9.

Tameh MA, Ahmadi R, Gohari A. 2014. Long term exposure to cell phone radiation and stress. Paper presented at the International Conference on Earth, Environtment and Life Sciences (EELS-2014), Dubai, UEA, 23rd – 24th December.

Thomson MJ, Williams MG, Frost SC. 1997. Development of insulin resistance in 3T3-L1 adipocytes. J. Biol. Chem., 272(12): 7759 – 7764.

Tortora GJ & Derrickson B. 2009. Principles of anatomy physiology (12th Ed). USA: John Wiley & Sons, Inc.

Towatana NH, Reanmongkol W, Wattanapiromsakul C, Bunkrongcheap R. 2010. Acute and subchronic toxicity evaluationof the hydroethanolic extract of mangosteen pericarp. J. Med. Plant. Res., 4(10): 969 – 974.

Tsigos C & Chrousos GP. 2002. Hypothalamic – pituitary – adrenal axis, neuroendocrine factors and stress. J Psychosom Res, 53: 865 – 871.


(6)

Tyagi A, Duhan M, Bhatia D. 2011. Effect of mobile phone radiation on brain activity. IJSTM, 2(2): 1 – 5.

Van Leeuwen GM, Lagendijk JJ, Van Leersum BJ, Zwamborn AP, Hornsleth SN, Kotte AN. 1999. Calculation of change in brain temperatures due to exposure to a mobile phone. Phys Med Biol, 44: 2367 – 2379.

Vangelova K, Israel M, Velkovaand D, Ivanova M. 2007. Changes in excretion rates of stress hormones in medical staff exposed to electromagnetic radiation. Environmentalist, 27: 551 – 555.

Victorya RM. 2015. Pengaruh gelombang elektromagnetik handphone terhadap jumlah dan motilitas spermatozoa tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley [skripsi]. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

WHO. 2004. Diabetes action now: An initiative of the world health organization and the international diabetes federation. Geneva: WHO Library Cataloguing Data.

Widiantoro W. 2014. 2015, pengguna “mobile” lampaui jumlah penduduk dunia.

Tersedia di

tekno.kompas.com/read/2014/06/04/2015.pengguna.mobile.lampaui.jumlah. penduduk.dunia. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2015.

Widiartini W, Siswati E, Setiyawati A, Rohmah IM, Prastyo E. 2013. Pengembangan usaha produksi tikus putih (Rattus norvegicus) tersertifikasi dalam upaya memenuhi kebutuhan hewan laboratorium. Artikel Ilmiah. Semarang: Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Wiyono N, Aswin S, Harijadi. 2007. Hubungan antara tebal lamina pyramidalis

CA1 hippocampus dengan memori kerja pada tikus (Rattus norvegicus) pascastres kronik. JAI, 01: 104 – 111.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

3 44 72

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 5 60

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE

0 3 71

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP JUMLAH DAN MOTILITAS SPERMATOZOA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE PERIODE KRONIK

1 21 66

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Histopatologi Pankreas Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley yang diberi Paparan Gelombang Elektromagnetik Handphone

0 0 7

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP TESTIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE

0 0 7