PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE

(1)

ABSTRAK

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

GALUR Sprague dawley YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE

Oleh

ANDRIAN RIVANDA

Peningkatan pengguna handphone berdampak negatif terhadap sistem reproduksi salah satunya testis. Gelombang elektromagnetik handphone akan menyebabkan peningkatan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan perubahan pada histopatologi testis. Untuk mengatasinya dibutuhkan senyawa antioksidan yang terkandung dalam kulit manggis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dalam memperbaiki gambaran histopatologi testis terhadap sel spermatozoa dan spermatogenik tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih galur Sprague dawley dengan berat badan 200-300 gram yang dibagi kedalam 5 kelompok, yaitu kontrol 1 (K1) tikus yang tidak diberikan perlakuan, kontrol 2 (K2) diberikan NaCl 0,9% dan paparan gelombang elektromagnetik handphone, pada kelompok perlakuan (P1), (P2) dan (P3) diberikan ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis bertingkat 50, 100, 200 mg/kgBB dan dilakukan paparan gelombang elektromagnetik handphone selama 3 jam/28 hari. Hasil penelitian ini didapatkan rerata jumlah sel spermatozoa pada K1=173,75±16,978 SD, K2=101,75±7,455 SD, P1=148,50±10,149 SD, P2=162,50±10,247 SD, P3=180,75±7,365 SD dan rerata jumlah sel spermatogenik pada K1=306,75±11,955 SD, K2=157,00±7,303 SD, P1=243,50±21,672 SD P2=266,75±10,340 SD P3=294,75±13,150 SD. Pada uji One Way Anova (p<0,005) didapatkan masing-masing sel spermatozoa dan sel spermatogenik menunjukan hasil yang bermakna p= 0,000. Kesimpulan penelitian ini adalah Ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dapat memperbaiki gambaran histopatologi testis dengan meningkatkan jumlah sel spermatozoa dan sel spermatogenik tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone.

Kata kunci: Handphone, Gelombang elektromagnetik, Testis, Kulit manggis, Antioksidan


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ETHANOL EXTRACT MANGOSTEEN PEEL (Garcinia mangostana L.) ON Sprague dawley STRAIN WHITE RATS (Rattus

norvegicus) TESTICLE EXPOSED BY HANDPHONE ELECTROMAGNETIC WAVES

By

ANDRIAN RIVANDA

Increasing mobile phone users have a negative impact on the reproductive system, which one of them is testicle. Mobile phone electromagnetic waves will induce elevated reactive oxygen species (ROS) that may cause testicle histopathological changes. Resolving its condition, the antioxidants contained in mangosteen peel are needed. This study aims to determine the effects of ethanol extract from mangosteen peel (Garcinia mangostana L.) in order to repair testicle histopathological changes specifically spermatozoa and spermatogenic cells on Sprague dawley strain white male rats (Rattus norvegicus) given handphone electromagnetic waves exposure. This study uses 25 Sprague dawley strain white male rats with 200-300 gram body weight then the samples are divided into 5 groups which consist of Control Group 1 (K1) with no treatments are given in rats, Control 2 (K2) is given Nacl 0,9 % and mobile phone electromagnetic waves exposures. The Treatment group (P1), (P2), and (P3) are given ethanol extract from mangosteen peel with multilevel dosage of 50, 100, 200 mg / kgBW and exposure to mobile phone electromagnetic wave for 3 hours per day along for 28 days. The result of this study shows mean of sperm cells on K1 = 173.75 ± SD 16.978, K2 = 101.75 ± 7.455 SD, P1 = 148.50 ± SD 10.149, 10.247 P2 = 162.50 ± SD, P3 = 180.75 7.365 ± SD and mean of spermatogenic cells on K1 = 306.75 ± SD 11.955, K2 = 157.00 ± 7.303 SD, P1 = 243.50 ± SD 21.672 10.340 P2 = 266.75 ± SD P3 = 294.75 ± 13.150 SD. In One Way Anova test (p <0.005), sperm cells and spermatogenic cells show significant results with p=0.000. The conclusion of this study is ethanol extract of mangosteen peel (Garcinia mangostana L.) can repair testicle histopathological changes by inducing total testicular sperm cells and spermatogenic cells of Sprague dawley strain white male rats (Rattus norvegicus) exposed by mobile phone electromagnetic waves.

Keywords: Handphone, Electromagnetic wave, Testicle, Mangosteen peel, Antioxidants


(3)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP TESTIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

GALUR Sprague dawley YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE

Oleh

ANDRIAN RIVANDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Mei 1993, dari pasangan H. Nasrun Nazaruddin, SE dan Hj. Nurhayati Nasution, SE. dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, kakak (Arlavinda Nara, SH) dan adik (Astara Ginarana).

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Kartika II-25 Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 1 Bandar Lampung pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2011.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada organisasi Genitalial Education Health and Conselor (Gen-C) dan pernah menjadi bagian dari asisten dosen anatomi sebagai ketua.


(8)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Testis Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley Yang Diberi Paparan Gelombang Elektromagnetik Handphone” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Utama atas waktu dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, dan ajakan beliau terhadap saya untuk bergabung dalam kelompok penelitian ini;

4. dr. Susianti, M.Sc selaku Penguji Utama pada ujian skripsi masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;


(9)

6. Keluarga besar saya, Papa (Nasrun Nazaruddin), Mama (Nurhayati Nasution), Kakak (Arlavinda nara) dan Adik (Astara Ginarana) serta kakek (H. Chalik Nasution), dan saudara-saudara saya yang selalu mendoakan, memberikan semangat, perhatian, harapan dan selalu mendukung saya;

7. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

8. Dosen bagian anatomi (dr. Anggraini Janar Wulan, M.Sc, dr. Catur Ari Wibowo dan dr. Rekha Nova Iyos) yang telah memberikan ilmunya serta kesempatan dan pengalaman menjadi bagian dari asisten anatomi;

9. Seluruh Staf TU, Administrasi, Akademik, Karyawan, dan civitas akademik FK Unila lainnya (Mba Nuriah, Pak Makmun, Mba Lisa, Mba Luthfi, Mba Qori, Mba Ida, Mba Yulis, Mas Heri, Mas Seno, Pak Iskandar, Mas Bayu, Bang aswan, Pak Habudin);

10. Arista Devy Apriana, yang telah memberikan bantuan, dukungan, semangat serta doanya untuk saya dalam menyelesaikan skripsi ini;

11. Tim penelitian saya (Andrian Prasetya, Arista Devy Apriana, Inaz Kemala, Imel Puspita, M. Syahrezki) atas kerjasamanya dalam melakukan penelitian ini;

12. Sahabat serta rekan asisten dosen anatomi, Abdul Rois R, Alexander Dicky, Andrian Prasetya, Debby Aprilia, Gheavani Legowo, Hambali


(10)

Stefani Gista L;

13. Sahabat-sahabat saya stupor (Abet, Amri, Asoly, Duta, Eki, Galih, Hari, Ine, Kausar, Leon, Mayang, Nana, Rana, Rio, Sefira, Sela, Talita) atas kebersamaanya yang selalu membantu dan memberikan semangat atas kegiatan selama perkuliahan dan diluar perkuliahan ini;

14. Sahabat-sahabat SMAN 2 Bandar Lampung (Hilmans, Iwan, Jimmy, Pablo, Tedy) yang selalu mensupport saya;

15. Sahabat sekaligus teman sejawat angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu per satu;

16. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (angkatan 2002-2015) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiiin.

Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 29

Tabel 2. Definisi Operasional ... 38

Tabel 3. Hasil Perhitungan Rerata Jumlah Sel Spermatozoa ... 53

Tabel 4. Hasil Perhitungan Rerata Jumlah Sel Spermatogenik ... 53

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Sel Spermatozoa ... 55

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Sel Spermatozoa ... 55

Tabel 7. Hasil Uji Levene Sel Spermatozoa dan Sel Spermatogenik ... 56

Tabel 8. Hasil Uji One Way Anova Sel Spermatozoa dan Sel Spermatogenik .. 56

Tabel 9. Hasil Uji Post Hoc LSD Jumlah Sel Spermatozoa ... 57


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gelombang Elektromagnetik ... 10

Gambar 2. Spektrum Gelombang Elektromagnetik ... 11

Gambar 3. Anatomi Struktur Testis ... 14

Gambar 4. Histologi Testis ... 18

Gambar.5. Efek Radiasi Handphone Terhadap Testis ... 19

Gambar 6. Penampang Silang Dari Jaringan Testis Menunjukkan Berbagai Efek Dari Handphone RF-EMW Pada Komponen Seluler Dari Testis ... 21

Gambar 7. Buah Manggis ... 23

Gambar 8. Kerangka Teori ... 30

Gambar 9. Kerangka Konsep ... 31

Gambar 10. Sketsa Kandang Tikus Modifikasi Untuk Paparan ... 42

Gambar 11. Gambaran Tubulus Seminiferus Testis Tikus Putih (Rattus norvegicus) Perbesaran 400x Dengan Pewarnaan H.E. ... 52


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Persetujuan Etik dari Komisi Etika Penelitian Kedokteran Universitas Lampung

Lampiran 2. Surat Keterangan Identifikasi Kulit Manggis dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Lampiran 3. Gambaran Histopatologi Testis Tikus Putih (Rattus norvegicus) Lampiran 4. Analisis Uji Statistika


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Bagi Peneliti ... 7

1.4.2 Bagi Masyarakat ... 7

1.4.3 Bagi Peneliti Lain ... 7

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Handphone ... 8

2.2 Gelombang Elektromagnetik ... 9

2.3 Gelombang Radiasi Elektromagnetik Handphone ... 10

2.4 Testis ... 13

2.4.1 Anatomi Testis ... 13

2.4.2 Fisiologi Testis ... 15


(15)

2.5 Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Handphone Terhadap

Testis ... 19

2.6 Manggis ... 21

2.6.1 Taksonomi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) . 21 2.6.2 Kandungan Kulit Manggis ... 22

2.6.3 Radikal Bebas ... 23

2.6.4 Antioksidan ... 24

2.6.5 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 25

2.7 Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 27

2.7.1 Taksonomi ... 27

2.7.2 Jenis ... 28

2.7.3 Biologi Tikus Putih ... 28

2.8 Kerangka Penelitian ... 29

2.8.1 Kerangka Teori ... 29

2.8.2 Kerangka Konsep ... 31

2.9 Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

3.3 Populasi dan Sampel ... 32

3.3.1 Populasi Penelitian ... 32

3.3.2 Sampel Penelitian ... 32

3.4 Kelompok Perlakuan ... 34

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 35

3.5.1 Kriteria Inklusi ... 35

3.5.2 Kriteria Eksklusi ... 35

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 36

3.6.1 Alat ... 36

3.6.2 Bahan ... 36

3.7 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 37


(16)

3.7.2 Definisi Operasional ... 38

3.8 Prosedur Penelitian ... 39

3.8.1 Ethical clearance ... 39

3.8.2 Pengadaan Hewan Coba ... 39

3.8.3 Adaptasi Tikus ... 39

3.8.4 Pembagian Kelompok ... 39

3.8.5 Prosedur Pembuatan Ekstrak Kulit Manggis ... 40

3.8.6 Prosedur Pemaparan Hewan Coba Terhadap Handphone . 41 3.8.7 Prosedur Operasional Pembuatan Slide ... 42

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 46

3.9.1 Pengolahan Data ... 46

3.9.2 Analisis Data ... 47

3.10 Ethical Clearence ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 48

4.1.1 Gambaran Histopatologi Testis ... 48

4.1.2 Jumlah Sel Spermatozoa dan Sel Spermatogenik ... 52

4.1.3 Analisis Sel Spermatozoa dan Sel Spermatogenik ... 54

4.2 Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 64

5.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Teknologi pada saat ini terus mengalami peningkatan dan perkembangan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satunya teknologi dibidang komunikasi yaitu, telepon seluler atau yang kita kenal dengan sebutan “handphone” (Tarigan et al., 2012). Berdasarkan data US Census Bureau pada tahun 2014 menjelaskan bahwa pengguna handphone di Indonesia telah melebihi dari 281 juta yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, sedangkan jumlah penduduk Indonesia per awal tahun 2014 baru mencapai 251 juta jiwa. Fakta ini membuktikan bahwa jumlah pengguna handphone telah melebihi dari jumlah penduduk di Indonesia, yang berarti tiap indivdu dapat memiliki lebih dari satu handphone (Badan Pusat Statistik, 2014).

Peningkatan penggunaan handphone ini tidak selalu memberikan dampak yang positif tetapi juga dapat menimbulkan dampak yang negatif. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan adanya gangguan pada sistem reproduksi, sistem kardiovaskuler, sistem saraf, sistem indera, sistem darah dan beberapa gangguan seperti sulit tidur, pusing, serta gangguan konsentrasi (Agarwal et al., 2008; Mahardika, 2009; Makker et al., 2009).


(18)

Para kaum pria umumnya mempunyai kebiasaan meletakan handphone di kantong celana dalam kehidupan sehari–harinya. Kebiasaan ini malah akan berdampak negatif pada kesehatan sistem reproduksi salah satunya testis (Vignera et al., 2012). Penelitian sebelumnya juga mengamati peran paparan gelombang elektromagnetik handphone dapat menyebabkan gangguan motilitas, morfologi, viabilitas sperma dan perubahan gambaran histologi testis (Agarwal et al., 2008). Laporan lain menunjukkan bahwa radio frequency electromagnetic waves (RF–EMW) dapat menyebabkan kerusakan DNA dan ketidakstabilan kromosom (Lerchl & Wilhelm, 2010).

Menurut Agarwal et al. (2009), penelitian yang ditujukan kepada 23 pilot yang menyimpan handphone pada kantong celana dalam mode bicara selama satu jam setiap harinya menunjukan peningkatan reactive oxygen species (ROS) dan penurunan yang signifikan terhadap motilitas dan viabilitas sperma serta penurunan total antioxidant capacity (TAC) akibat dari radio frequency electromagnetic waves (RF˗ EMW) yang dipancarkan oleh handphone tersebut.

Kesari et al. (2011), menyatakan bahwa terjadi penurunan jumlah sperma diikuti dengan pembentukan radikal bebas sehingga meningkatkan apoptosis jaringan testis akibat paparan handphone yang berpengaruh terhadap pola fertilitas pada percobaannya dengan menggunakan sample tikus putih galur Wistar dengan frekuensi 900 MHz dalam dua jam/hari selama 35 hari. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa tikus yang dipapari gelombang elektromagnetik 900–1900 MHz yang dipancarkan handphone 2G dalam


(19)

waktu 48 menit/hari selama satu bulan menunjukan penurunan dari diameter tubulus seminiferus (Mugunthan et al., 2014).

Percobaan yang dilakukan oleh Khayyat (2011) terhadap testis tikus jantan yang dipapar oleh gelombang elektromagnetik selama 12 hari menghasilkan gambaran berupa hipoplasia dari sel Leydig, jarak intertubular yang melebar, dan bentuk tubulus seminiferus yang menjadi ireguler dan mengalami atrofi. Penelitian ini juga sejalan dengan Almasiova et al. (2013), dengan memberikan paparan gelombang elektromagnetik dengan durasi tiga jam dalam waktu tiga minggu pada tikus putih dan menghasilkan gambaran degenerasi pada tubulus seminiferus dengan bentuk yang ireguler serta memiliki banyak ruang kosong akibat sel yang mengalami peluruhan.

Salah satu cara untuk mencegah dampak negatif dari stres oksidatif yang ditimbulkan oleh pancaran gelombang elektromagnetik handphone adalah dengan senyawa antioksidan (Ganes, 2010). Beberapa senyawa antioksidan yang diproduksi oleh tubuh antara lain adalah golongan enzim yaitu glutathione peroxidase dan superoxide dismutase, golongan protein yaitu ferritin dan ceruloplasmin, serta senyawa mikromolekul seperti glutathione, vitamin C dan vitamin E (Takashima et al., 2012).

Senyawa antioksidan yang diproduksi tubuh ini belum cukup untuk menangkal radikal bebas yang ada. Untuk itu diperlukan sumber antioksidan dari luar, misalnya dari tanaman obat. Berbagai tanaman obat tradisional memiliki kandungan senyawa xanthone yang berperan sebagai antioksidan sehingga berkhasiat untuk pengobatan berbagai penyakit. Penggunaan


(20)

tanaman obat tradisional saat ini semakin diminati oleh masyarakat karena dinilai lebih ekonomis, efektif, dan efek sampingnya sangat kecil. Salah satu tanaman obat tersebut adalah manggis (Garcinia mangostana L.) (Shibata et al., 2011; Adewole & Ojewole, 2009; Wicaksono et al., 2009).

Beberapa penelitian mengenai tanaman manggis telah dilakukan. Saraswaty et al. (2013) melakukan percobaan dengan membandingkan kandungan antioksidan yang terdapat dari ekstrak etanol kulit manggis, daun sirsak dan daun sirih merah yang membuktikan bahwa ekstrak kulit manggis menduduki peringkat kedua yang memiliki kandungan antioksidan tertinggi setelah daun sirih merah dengan selisih yang sangat sedikit. Tidak hanya sebagai antioksidan saja kulit buah manggis juga mengandung senyawa yang memiliki aktivitas farmakologis sebagai antiinflamasi, antihistamin, antibakteri, antijamur, antikanker, antihipertensi, antistroke dan antiviral (Nugroho, 2009; Chaverri et al., 2008; Al–Massarani et al., 2013).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Chomnawang et al. (2007) ekstrak etanol kulit buah manggis mempunyai aktivitas antioksidan yang signifikan yang diukur dengan penghambatan pembentukan radikal bebas. Ekstrak etanol kulit manggis mampu menghambat 50% pembentukan radikal dan juga mereduksi produksi ROS dengan menghambat radikal superoxide (O2–) dan dapat menangkap radikal hidroksil (OH–).


(21)

Menurut Permatasari et al. (2013), tikus jantan yang diinduksi asap rokok selama 30 hari bersamaan dengan pemberian ekstrak etanol kulit manggis selama 21 hari dapat menurunkan kadar malondialdehyde (MDA) pada organ testis dan peningkatan jumlah spermatozoa. Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan Afrizal et al. (2013), bahwa pemberian ekstrak etanol kulit buah manggis mampu meningkatkan ekspresi cAMP Responsive Element Modulator (CREM) serta menurunkan abnormalitas spermatozoa dan dapat menghambat penurunan testosteron total (Scorvita, 2014).

Hayati et al. (2014) melakukan penelitian terhadap 24 mencit jantan yang diberi ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 25, 50 mg/kgBB yang diinduksi 2–methoxyethanol (2–ME) selama 35 hari didapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan jumlah sel spermatogenik, peningkatan kualitas sperma yang dinilai dari motilitas, morfologi serta viabilitas dan juga dapat menghambat kerusakan tubulus seminiferus.

Kandungan antioksidan yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit manggis tersebut diatas dapat menangkal radikal bebas dan menghambat kerusakan jaringan histologi testis akibat paparan gelombang elektromagnetik. Penelitian ini dilakukan dalam waktu tiga jam paparan gelombang elektromagnetik handphone yang dibarengi dengan pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) selama 28 hari pada hewan coba yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley. Tikus dianggap sebagai prototipe ideal untuk penelitian histopatologi karena struktur anatominya tidak jauh berbeda dengan manusia.


(22)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dalam memperbaiki gambaran histopatologi testis terhadap jumlah sel spermatozoa tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone ?

2. Apakah terdapat pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dalam memperbaiki gambaran histopatologi testis terhadap jumlah sel spermatogenik tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone ?

1.3Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dalam memperbaiki gambaran histopatologi testis tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone.

1.3.2 Tujuan Khsusus

1. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap jumlah sel spermatozoa testis tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone.


(23)

2. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap jumlah sel spermatogenik testis tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1

Bagi Peneliti

Meningkatkan wawasan, keterampilan, dan pengalaman dalam bidang penelitian bagi peneliti sendiri.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahayanya gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh handphone terhadap testis, dan manfaat ekstrak etanol kulit manggis sebagai antioksidan.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Memberikan referensi dalam melakukan penelitian mengenai bahaya gelombang elektromagnetik terhadap testis dan manfaat ekstrak etanol kulit manggis sebagai antioksidan.

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi institusi pendidikan, guna menambah dan memperkaya pengetahuan mengenai bahaya gelombang elektromagnetik terhadap testis dan manfaat ekstrak etanol kulit manggis sebagai antioksidan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Handphone

Pada tanggal 7 Maret 1876 Alexander Graham Bell secara resmi dianugerahi paten pertama atas penemuannya yaitu telepon elektronik. Sejak penemuan itu, telepon banyak memiliki perkembangan teknologi. Telepon touchtone, telepon wireless, mobile phone, dan yang terbaru smartphone memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat (Hamada et al., 2011). Saat ini teknologi handphone merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari–hari, dan penggunaannya akan terus bertambah (Makker et al., 2009).

Handphone merupakan perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap, namun dapat dibawa kemana–mana (portable, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (Huda, 2008). Selain sebagai alat komunikasi handphone juga mempunyai kegunaan mengirim pesan singkat (sms), pengingat waktu (alarm), kalender, kalkulator, radio, multimedia player yang dapat memproses file audio, video dan gambar (Battung et al., 2013).


(25)

Terdapat dua sistem yang digunakan pada ponsel, yaitu global system for mobile telecommunication (GSM)dengan frekuensi 800 MHz, 900 MHz, dan 1800 MHz dan code divission multiple acces (CDMA) dengan frekuensi 450 MHz, 800 MHz, dan 1900 MHz. Berdasarkan rentangan frekuensi tersebut gelombang elektromagnetik Handphone berada pada spektrum gelombang radio (Mahardika, 2009).

2.2Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah kombinasi medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus yang berosilasi dan merambat lewat ruang dan membawa energi dari satu tempat ke tempat yang lain (Yarman, 2010). Gelombang elektromagnetik berbeda dengan gelombang mekanik, mereka tidak membutuhkan media untuk merambat. Gelombang elektromagnetik bahkan dapat merambat di ruang hampa seperti di ruang angkasa (Irfan et al., 2011).

Gelombang elektromagnetik memiliki sifat–sifat sebagai berikut:

1. Perubahan medan listrik dan medan magnetik terjadi pada saat yang bersamaan, sehingga kedua medan memiliki harga maksimum dan minimum pada saat yang sama dan tempat yang sama.

2. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang transversal yang arah medan listrik dan medan magnetik saling tegak lurus terhadap arah rambat gelombang.


(26)

3. Gelombang elektromagnetik mengalami peristiwa pemantulan (refleksi), mengalami pembiasan (refraksi), mengalami perpaduan (interferensi), mengalami lenturan (difraksi), dan mengalami pengkutuban (polarisasi). 4. Cepat rambat gelombang elektromagnetik hanya bergantung pada

sifatsifat listrik dan magnetik medium yang ditempuhnya (Setiawan, 2011).

Gambar 1. Gelombang Elektromagnetik (Sumber: Supriyanto, 2007).

2.3Gelombang Radiasi Elektromagnetik Handphone

Gelombang radiasi sering dianggap menakutkan bagi masyarakat, sesuatu yang membahayakan, mengganggu kesehatan, dan bahkan keselamatan. Padahal di sekitar kita ternyata banyak sekali radiasi. Terdapat dua jenis radiasi yang kita kenal, yaitu radiasi pengion (ionizing radiation) dan radiasi non–pengion (non–ionizing radiation). Radiasi pengion (ionizing radiation) merupakan radiasi yang memiliki cukup energi untuk mengionisasi sebuah atom. Partikel alfa, partikel beta, sinar gamma, radiasi X–ray, dan neutron termasuk contoh radiasi ion (Rahmatullah, 2009).


(27)

Sedangkan radiasi non–pengion (non–ionizing radiation) diartikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media yang bersangkutan. antara lain meliputi sinar ultraviolet, cahaya tampak, inframerah, gelombang mikro, gelombang radio termasuk handphone (Anies, 2007; International Agency for Research on Cancer, 2002).

Gambar 2. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Sumber: Anies, 2007).

Handphone merupakan alat komunikasi dua arah dengan menggunakan gelombang radio yang juga dikenal dengan radio frequency (RF), Ketika kita akan menerima atau melakukan panggilan, suara akan ditulis dalam sebuah kode tertentu ke dalam gelombang radio dan selanjutnya diteruskan melalui antena handphone menuju ke base station terdekat dimana anda melakukan panggilan. Gelombang radio inilah yang menimbulkan radiasi (Swamardika, 2009).


(28)

Satuan ukuran yang menyatakan banyaknya gelombang elektromagnetik yang diserap tubuh yaitu specific absorption rate (SAR). Satuan yang digunakan adalah units of watts perkilogram (W/kg) atau miliwatt percentimeter kuadrat (mW/cm2) (Swamardika 2009). Batas SAR yang ditetapkan oleh Federal Communications Commision (FCC) maksimal sebesar 1,6 W/kg (Federal Communications Commission, 2013; Agarwal & Durairajanayagam, 2015).

Menurut The National Radiological Protection Board (NPRB) UK, Inggris yang dikutip dari Swamardika (2009), Efek yang ditimbulkan oleh paparan radiasi gelombang elektromagnetik dari handphone dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Efek fisiologis

Efek fisiologis merupakan efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik tersebut yang mengakibatkan gangguan pada organ tubuh manusia berupa kanker otak dan pendengaran, tumor, perubahan pada jaringan mata, termasuk retina dan lensa mata, gangguan pada reproduksi, hilang ingatan dan kepala pusing.

2. Efek psikologis

Merupakan efek kejiwaan yang ditimbulkan oleh radiasi tersebut misalnya timbulnya stres dan ketidaknyamanan karena penyinaran radiasi berulang–ulang.


(29)

2.4Testis

2.4.1 Anatomi Testis

Sistem reproduksi pria terdiri dari dua bagian yaitu luar dan dalam, dimana testis merupakan organ reproduksi bagian dalam. Testis merupakan kelenjar kelamin jantan pada hewan dan manusia. Testis berjumlah dua buah yang memiliki struktur berbentuk oval, agak gepeng dengan panjang sekitar 4 cm dan diameter sekitar 2,5 cm dengan berat berkisar 10–15 gram. Bersama epididimis, testis berada di dalam skrotum yang merupakan sabuah kantung ekstra abdomen tepat di bawah penis (Heffner & Schust, 2006).

Permukaan masing–masing testis tertutup oleh lamina viseralis tunika vaginalis, kecuali pada tempat perlekatan epididimis dan funiculus spermaticus. Tunika vaginalis ialah sebuah kantong peritoneal yang membungkus testis dan berasal dari processus vaginalis embrional. Lamina parietalis tunika vaginalis melekat pada testis dan epididimis. Terdapat rongga yang memisahkan antara lamina parietalis dan lamina viseralis yaitu rongga vaginalis yang berisikan sedikit cairan dan memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam skrotum (Moore & Agur, 2012).

Di dalam tunika vaginalis terdapat tunika albuginea yang membagi testis ke dalam septa–septa. Tiap bagiannya disebut sebagai lobulus. Di setiap 200–300 lobulus, terdapat tubulus seminiferus yang merupakan tempat sel sperma diproduksi dan sel Leydig. Proses


(30)

pembentukan sperma di dalam tubulus seminiferus disebut dengan proses spermatogenesis (Tortora & Derrickson, 2011). Tubulus seminiferus mengandung pembuluh darah, limfe, dan saraf. Tubulus seminiferus menghasilkan sel kelamin pria, yaitu spermatozoa, sedangkan sel Leydig mensekresikan androgen testis (Mescher, 2012).

Testis diperdarahi oleh arteri testicularis yang berasal dari pars abdominalis aorta, tepat pada bagian kaudal arteri renalis. Venavena meninggalkan testis dan berhubungan dengan pleksus pampiniformis yang melepaskan vena testicularis dalam canalis inguinalis. Limfe dari testis disalurkan ke nodi lymphoidei lumbales dan nodi lymphoidei pre–aortici. Saraf autonom testis berasal dari pleksus testicularis sekeliling arteri testicularis. Saraf ini mengandung serabut parasimpatis dari nervus vagus dan saraf simpatis dari segmen medulla spinalis thorakal tujuh (Moore & Agur, 2012).


(31)

2.4.2 Fisiologi Testis

Pada mudigah, testis berkembang dari gonadal bridge yang terletak di bagian belakang rongga abdomen. Pada saat bulan–bulan terakhir kehidupan janin, testis mulai turun secara perlahan–lahan, menelusuri rongga abdomen melalui kanalis inguinalis ke dalam skrotum (Sherwood, 2012). Testis berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin, karena memproduksi testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig yang berpengaruh pada sifat–sifat jantan dan berperan dalam spermatogenesis. Dan juga sebagai kelenjar eksokrin karena menghasilkan spermatozoa (Heffner & Schust, 2006).

Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea, bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang mengandung beberapa tubulus disebut tubulus seminiferus. Bagian tunika memasuki testis dan bagian arteri testicular yang masuk disebut sebagai hilus (Guyton & Hall, 2008). Di dalam testis terdapat dua komponen penting yaitu komponen spermatogenesis dan komponen interlobular. Komponen spermatogenesis terdiri dari sel germinal dan sel Sertoli pada tubulus seminiferus. Komponen interlobular terdiri dari sel interstesial Leydig dan jaringan peritubular serta sistem vaskular dan limfatik (Sherwood, 2012; Guyton & Hall, 2008).


(32)

Sekitar 80%, testis terdiri dari tubulus seminiferus yang berkelakkelok, yang di dalamnya berlangsung spermatogenesis. Tubulus yang berkelak–kelok dalam lobulus semua duktusnya kemudian meninggalkan testis dan masuk ke dalam epididimis (Sherwood, 2012). Tubulus seminiferus merupakan tempat terjadinya spermatogenesis. Tubulus seminiferus di kelilingi oleh membran basal. Di dekat membran basal ini terdapat sel progenitor untuk produksi spermatozoa. Epitel yang mengandung spermatozoa yang sedang berkembang disepanjang tubulus disebut epitel seminiferus atau epitel germinal (Heffner & Schust, 2006).

Pada potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan. Di antara spermatosit terdapat sel Sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel Sertoli memfagosit sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu sel Sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus atau sel Leydig yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus–tubulus seminiferus (Heffner & Schust, 2006).


(33)

2.4.3 Histologi Testis

Setiap testis dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang tebal yaitu tunika albuginea, di dalamnya terdapat lapisan vaskular jaringan ikat longgar yaitu tunika vaskulosa. Jaringan ikat meluas ke dalam dari tunika vaskulosa menuju testis untuk membentuk jaringan ikat interstisial atau textus connectivus intertubularis. Jaringan ikat interstisial mengelilingi, mengikat, dan menyokong tubulus seminiferus. Dari mediastinum testis terbentuk septum fibrosa tipis ke tunika albuginea (Eroschenko, 2007). Septum ini membagi testis menjadi banyak kompartemen yaitu lobulus. Setiap lobulus mengandung satu sampai empat tubulus seminiferus yang disekitarnya terdapat banyak pembuluh darah, jaringan ikat longgar, dan kelompok sel interstisial atau sel Leydig yang merupakan sel endokrin yang menghasilkan testosteron (Mescher, 2012).

Tubulus seminiferus, merupakan bagian testis yang berisi sel berlapis kompleks. Setiap testis memiliki 250–1000 tubulus seminiferus yang berdiameter berkisar antara 150–250 μm dan panjang 30–70 cm. panjang gabungan seluruh tubulus pada satu testis mencapai sekitar 250 cm. Tubulus seminiferus ini merupakan suatu gelung berkelok yang dihubungkan oleh suatu segmen pendek dan sempit, yaitu tubulus rektus. Tubulus rektus menghubungkan tubulus seminiferus dengan saluran–saluran anastomosis yang dibatasi oleh epitel labirin, rete testis. Rete testis yang terdapat dalam jaringan penyambung mediastinum dihubungkan dengan bagian caput epididimis oleh


(34)

1020 ductus efferen, yang nantinya didistal menyatu pada duktus epididimis (Mescher, 2012; Eroschenko, 2007).

Setiap tubulus seminiferus dilapisi oleh suatu epitel berlapis khusus dan kompleks yang disebut epitel germinal atau epitel seminiferus. Membran basal epitel ini dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa, dengan suatu lapisan terdalam yang mengandung sel–sel myeloid gepeng dan menyerupai otot polos yang memungkinkan kontraksi lemah tubulus. Sel–sel interstitial berada pada jaringan ikat diantara tubulus seminiferus (Mescher, 2012).

Gambar 4. Histologi Testis (Sumber: Mescher, 2012).

Epitel tubulus seminiferus terdiri atas dua jenis sel yaitu, sel penyokong atau sustentakular yang biasa dikenal dengan nama sel Sertoli, dan sel–sel proliferative dari garis keturunan spermatogenik. Sel–sel turunan spermatogenik membentuk empat sampai delapan lapisan konsentris sel dan fungsinya adalah menghasilkan sel sperma. Bagian produksi sperma yang mencakup pembelahan sel melalui mitosis dan meiosis disebut spermatogenesis. Diferensiasi akhir sel benih pria haploid disebut spermiogenesis (Mescher, 2012).


(35)

2.5 Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Handphone Terhadap Testis Salah satu dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari paparan radiasi gelombang elektromagnetik handphone adalah gangguan dari sistem reproduksi yang termasuk diantaranya organ testis. Didasarkan terhadap kebiasaan masyarakat pengguna handphone yang sering menyimpannya dalam kantong celana yang berarti secara tidak disadari akan lebih mendekatkanya pada testis (Maria et al., 2014).

Handphone akan mengeluarkan gelombang radio frequency electromagnetic waves (RF–EMW) yang dapat berpotensi menimbulkan kerusakan thermal dan non–thermal yang akan berdampak kepada jaringan biologis testis. Namun kerusakan thermal dari radiasi handphone kurang memungkinkan menimbulkan efek yang merugikan, karena efek thermal baru akan terjadi pada nilai SAR 4.0 W/kg bahkan dapat lebih besar. Sedangkan efek nonthermal mencakup semua interaksi gelombang elektromagnetik handphone memiliki dampak yang lebih berbahaya karena kemampuannya untuk menembus tubuh manusia tanpa harus memerlukan media penghantaran (Kesari et al., 2013; Agarwal & Durairajanayagam, 2015).


(36)

Paparan RF–EMW pada testis akan menyebabkan peningkatan reactive oxygen species (ROS) yang dimana berperan sebagai mekanisme dasar dalam penurunan fungsi fisiologi dan kerusakan jaringan (Hamada et al., 2011). Peningkatan produksi ROS, seperti malondialdehyde (MDA) akan selalu diikuti dengan penurunan kadar antioksidan di dalam tubuh seperti superoksida dismutase (SOD) dan glutathione peroksidase (GSH–Px) dan dengan demikian juga tentu akan mengurangi dari jumlah total antioxidant capacity (TAC) (Kesari et al., 2010). Akibat dari ketidakseimbangan antara ROS–TAC inilah yang akan menimbulkan terjadinya stres oksidatif (OS) (Agarwal & Durairajanayagam, 2015).

Beberapa penelitian menyebutkan peningkatan dari ROS dan OS dalam jumlah besar dapat menyebabkan respon patologis diantaranya menurunnya kualitas sperma yang dinilai dari beberapa parameter yaitu, berkurangnya jumlah sperma, penurunan motilitas, penurunan viabilitas dan perubahan morfologi sperma tersebut (Desai et al., 2009). Penelitian lain juga menyatakan bahwa terdapat perubahan dari histologi testis yaitu terjadi degenerasi pada tubulus seminiferus serta memiliki jarak intertubular yang melebar akibat dari sel–sel germinal banyak yang mengalami peluruhan (Almasiova et al., 2013).


(37)

Gambar 6. Penampang Silang Dari Jaringan Testis Menunjukkan Berbagai Efek Dari RF–EMW Handphone Pada Komponen Seluler Dari Testis (Sumber:

Hamada et al., 2011). 2.6 Manggis

2.6.1 Taksonomi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Parietales Suku : Guttifera Marga : Garcinia

Jenis : Garcinia mangostana L. (Sumber: Pasaribu & Sitorus, 2012).

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmar. Manggis merupakan tumbuhan fungsional karena sebagian besar dari tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan


(38)

sebagai obat (Al–Massarani et al., 2013). Akan tetapi, banyak yang tidak mengetahui jika kulit buah manggis memiliki khasiat. Kulit buah manggis yang selama ini dibuang sebagai limbah setelah habis menyantap daging buah, ternyata memiliki segudang manfaat penting bagi kesehatan. Di dalam kulit buah manggis kaya akan antioksidan seperti xanthone dan antosianin (Weecharangsan et al., 2006; Moongkarndi et al., 2004; Nugroho, 2009).

2.6.2 Kandungan Kulit Manggis

Buah manggis memiliki beberapa kandungan yang baik bagi tubuh kita seperti serat dan karbohidrat, serta mengandung banyak sekali vitamin A, B2, B6 dan vitamin C dan mengandung berbagai mineral seperti zat besi, kalsium, dan kalium. Kandungan yang terdapat pada daging buah manggis antara lain gula sukrosa, dekstrosa dan levulosa (Yunitasari, 2012).

Sedangkan kulit manggisnya mengandung air 62,05%, lemak 0,63%, protein 0,71% dan karbohidrat 35,61%. Beberapa penelitian banyak menyebutkan bahwa kulit manggis sangat kaya akan kandungan antioksidan di dalamnya, antara lain xanthone, antosianin, tannin, saponin, flavonoid, alkaloid, glikosida dan asam fenolat (Ardiani, 2012; Yunitasari, 2012).


(39)

Gambar 7. Buah Manggis (Sumber: Shibata et al. 2011).

2.6.3 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Molekul ini sangat reaktif dan akan menyerang molekul stabil yang ada di dekatnya sehingga menjadi radikal bebas (Kothari et al., 2010). Dengan demikian maka radikal bebas akan memicu terjadinya reaksi berantai. Terdapat dua bentuk umum dari radikal bebas yaitu reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS). Termasuk ROS di antaranya ion superoxide (O2–), hydrogen peroxide (H2O2), hydroxyl radical (OH), dan peroxyl radical (OOH). Sementara RNS sering dianggap sebagai subklas dari ROS, di antaranya nitic oxide (NO), nitrous oxide (N2O), peroxynitrite (NO3), nitroxyl anion (HNO) dan peroxynitrous acid (HNO3) (Marciniak et al., 2009; Kothari et al., 2010).

Reactive oxygen species atau ROS dapat terbentuk sebagai produk samping selama reaksi oksidasi fosforilasi dalam rantai transpor elektron pada mitokondria. Oksidasi fosforilasi bertujuan untuk


(40)

membentuk energi dalam bentuk ATP. Pembentukan ATP tersebut membutuhkan O2, tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air, sekitar 4%–5% berubah menjadi radikal bebas (Ngurah, 2007; Figueiredo et al., 2008; Marciniak et al., 2009).

2.6.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitasnya bisa dihambat (Winarsi, 2007). Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan enzimatis dan non–enzimatis. Antioksidan enzimatis disebut juga antioksidan primer atau antioksidan endogen, diantaranya glutathione peroxidase (GPx), katalase, dan superoxide dismutase (SOD). Sedangkan, antioksidan non–enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau antioksidan eksogen, digolongkan sebagai yang larut dalam lemak seperti tokoferol, karotenoid, flavoniod, quinon, dan bilirubin, sementara yang larut dalam air seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam dan protein pengikat heme (Prangdimurti, 2007). Di samping itu, dikenal juga antioksidan sintetik seperti butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG), tert–butil hidroksi quinon (TBHQ) (Winarsi, 2007; Prangdimurti, 2007).


(41)

2.6.5 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis

Beberapa peneliti telah banyak melakukan percobaanya terhadap aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Metode yang paling sering digunakan adalah 2,2–difenil–1–pikrilhidrazin (DPPH). Metode DPPH pada prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan. Derajat penurunan warna ungu merah DPPH menjadi DPPH dalam bentuk tereduksi yang berwarna kuning mengindikasikan kemampuan peredaman senyawa tersebut sebagai antiradikal bebas (Kosem et al., 2007).

Weecharangsan et al. (2006), mempelajari sifat antioksidan dan neuroprotektif dari empat jenis ekstrak kulit buah manggis (ekstrak air, etanol 50%, etanol 95%, dan ethyl acetate). Kapasitas antioksidan tersebut diuji dengan metode DPPH dengan konsentrasi 1; 10; 50 dan 100 μg/ml pada masing–masing ekstrak. Kapasitas antioksidan ekstrak tersebut kemudian diuji pada sel neuroblastoma (NG108–15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2), kedua ekstrak tersebut (ekstrak air dan etanol 50%) menunjukan kemampuan sebagai neuroprotektif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Chomnawang et al. (2007) dengan menggunakan metode DPPH juga menunjukan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis mempunyai kemampuan sebagai antioksidan. Ekstrak tersebut dapat menurunkan produksi ROS secara signifikan pada sel polymorphonuclear leucocyte (PML) pada anion superoxide.


(42)

Pada penelitian Haruenkit et al. (2007), menunjukkan aktivitas antioksidan manggis dengan metode DPPH dan 3ethylbenzothiazoline–6–sulphonic acid (ABTS) assays. Pada penelitian tersebut, tikus Wistar betina yang diberi makan standar dan tambahan 1% kolesterol serta 5% ekstrak manggis, menunjukkan mampu menghambat peningkatan lipid plasma dan peningkatan aktivitas antioksidan. Kosem et al. (2007) juga meneliti aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah manggis dengan menggunakan metode DPPH. Ekstrak tersebut juga mempunyai kemampuannya meredam ion radikal seperti, hydroxyl radical, superoxide, nitric oxide, juga menghambat terjadinya peroksidasi lipid.

Pothitirat et al. (2010) mengekstrak kulit buah manggis dengan etanol 95% dengan cara maserasi, perkolasi, ultrasonik, dan magnetic stirrer, serta etanol 50%, 70%, dan 95% dengan menggunakan soxhlet. Aktivitas antioksidan ekstrak tersebut yang diuji dengan menggunakan metode DPPH dan diketahui bahwa ekstrak etanol 95% dengan cara maserasi dan soxhlet mempunyai aktivitas antioksidan yang baik, namun demikian ekstrak 50% etanol dengan menggunakan 37 soxhlet menunjukan aktivitas antioksidan yang terbaik.

Sementara Moongkarndi et al. (2004) menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis secara signifikan mampu mengurangi produksi ROS pada human breast cancer (SKBR3), yang diukur dengan menggunakan metode 2,7–dichlorofluorescein diacetate


(43)

(DCFHDA). Metode yang sama juga digunakan oleh Kosem et al. (2007) pada human umbilical vein endothelial cell (ECV304).

Kondo et al. (2009) melakukan penelitian tentang pemberian suplemen mangosteen plus yang kaya xanthone. Kemudian mengamatinya dalam darah setelah 1, 2, 4, dan 6 jam pemberian. Ada peningkatan kadar a–mangostin yang signifikan dalam plasma. Kadar maksimum sebesar 3,12 μg/ml terdeteksi setelah satu jam pemberian, kemudian menurun sepertiganya empat jam setelah pemberian dan level ini bertahan sampai enam jam setelah pemberian. Pengamatan juga dilakukan terhadap kapasitas antioksidan plasma dan menunjukan bahwa pemberian suplemen tersebut meningkatkan kapasitas antioksidan plasma lebih dari 16% setelah satu jam pemberian dan mencapai 18 % setelah dua jam dan level ini bertahan sampai akhir pengamatan (6 jam).

2.7 Tikus Putih (Rattus norvegicus) 2.7.1 Taksonomi

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentai Subordo : Odontoceti Familia : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus (Sumber: Natawidjaya & Suparman, 2004).


(44)

2.7.2 Jenis

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan pengerat dan sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian, dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimia, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah dan ekskresi menyerupai manusia. Galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian, antara lain: Sprague dawley, Wistar, Long evans dan Holdzman.

Tikus putih juga memiliki berbagai sifat menguntungkan, seperti: 1) Cepat berkembang biak

2) Mudah dipelihara dalam jumlah banyak

3) Lebih tenang, dan ukurannya lebih besar daripada mencit.

Tikus putih juga memiliki ciri–ciri albino, kepala kecil dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, temperamennya buruk, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap perlakuan (Isroi, 2010).

2.7.3 Biologi Tikus Putih

Di Indonesia hewan percobaan ini sering dinamakan tikus besar dibandingkan dengan tikus liar. Tikus laboratorium lebih cepat menjadi dewasa dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan dengan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35–40


(45)

gram, dan berat dewasa rata–rata 200–250 gram (Fakultas Kedokteran Hewan UGM, 2005).

Tabel 1. Data Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Sumber: Isroi, 2010).

DATA BIOLOGI KETERANGAN

Lama hidup 2,5–3,5 tahun

Berat badan

Newborn 5–6 gr

Pubertas 150–200 gr

Dewasa jantan 300–800 gr

Dewasa betina 200–400 gr

Reproduksi

Kematangan seksual 65–110 hari

Siklus estrus 4–5 hari

Gestasis 20–22 hari

Penyapihan 21 hari

Fisiologi

Suhu tubuh 35,9–37,5

Denyut jantung 250–600 kali/menit

Laju nafas 64–144 kali/menit

Tekanan darah diastole 60–90 mmHg

Tekanan darah sistol 75–120 mmHg

Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan sebagai hewan percobaan karena tikus juga dapat menderita suatu penyakit dan sering dipakai dalam studi nutrisi, tingkah laku, kerja obat, dan toksikologi (Isroi, 2010).

2.8 Kerangka Penelitian 2.8.1 Kerangka Teori

Paparan gelombang elektromagnetik handphone terhadap testis akan memicu peningkatkan ROS dan penurunan jumlah TAC. Ketidakseimbangan antara ROS dan TAC ini akan menimbulkan stres oksidatif yang nantinya akan menyebabkan penurunan kualiitas sperma dan kerusakan tubulus seminiferus. Untuk menanggulangi radikal bebas tersebut dibutuhkan senyawa antioksidan. Ekstrak etanol


(46)

kulit manggis memiliki senyawa antioksidan yaitu xanthone. Xanthone akan menghambat pembentukan ROS sehingga akan mengurangi kerusakan yang akan terjadi pada jaringan testis.

Keterangan :

= Variabel yang di teliti = Peningkatan

= Penurunan = Menghambat

Gambar 8. Kerangka Teori. Paparan Gelombang

Elektromagnetik Handphone

Xanthone

Reactive Oxygen Species (ROS) &

Total Antioxidant Capacity (TAC)

Pemberian Ekstrak Etanol Kulit

Manggis

Gambaran Histopatologi Testis Jumlah Sel Spermatogenik

Jumlah Sel Spermatozoa

Kualitas Sperma Stres Oksidatif Ketidakseimbangan antara

ROS & TAC

Antioksidan Testis


(47)

2.8.2 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 9. Kerangka Konsep.

2.9 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1.Terdapat pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana

L.) dalam memperbaiki gambaran histopatologi testis terhadap jumlah sel spermatozoa testis tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone.

2.Terdapat pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dalam memperbaiki gambaran histopatologi testis terhadap jumlah sel spermatogenik testis tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone.

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.)

dan Paparan Gelombang Elektromagnetik Handphone

Gambaran Histopatologi Testis Terhadap Jumlah Sel Spermatozoa dan Sel Spermatogenik Tikus Putih Galur


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni dengan desain penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pendekatan Post Test Only Control Group Design.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Perlakuan hewan coba dilakukan di Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dari SeptemberOktober 2015.

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley berumur 2–3 bulan atau 10–12 minggu dengan berat sekitar 200–300 gram yang diperoleh dari Palembang Tikus Centre (PTC).

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian dipilih secara acak berjumlah 20 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok, sesuai dengan rumus Frederer.


(49)

Rumus Frederer:

t (n–1) ≥ 15

Keterangan:

t = merupakan jumlah kelompok perlakuan dan n = jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi:

5 (n–1) ≥ 15 5n –5 ≥ 15

5n ≥ 20 n ≥ 4

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 4 ekor dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih dari populasi yang ada. Untuk mengantisipasi terjadinya tikus yang mati maka dilakukan dengan koreksi:

N = n / (1–f) Keterangan:

N = Besar sampel koreksi n = Besar sampel awal


(50)

Sehingga,

N = n / (1–f) N = 4 / (1–10%)

N = 4 / (1–0,1) N = 4 / 0,9

N = 4,44 (dibulatkan menjadi 5)

Jadi sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus yang dibagi kedalam 5 kelompok.

3.4Kelompok Perlakuan 1. Kelompok 1

(K1)

: Kelompok tikus yang tidak dipaparkan oleh gelombang elektromagnetik handphone dan tidak diberikan ekstrak kulit manggis (Kelompok Kontrol 1).

2. Kelompok 2 (K2)

: Kelompok tikus yang dipaparkan oleh gelombang elektromagnetik handphone selama tiga jam dalam 28 hari dan diberikan NacL 0,9 % (Kelompok Kontrol 2). 3. Kelompok 3

(P1)

: Kelompok tikus yang dipaparkan gelombang elektromagnetik handphone selama tiga jam dalam 28 hari dan diikuti dengan pemberian ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 50 mg/kgBB (Kelompok Perlakuan 1).


(51)

4. Kelompok 4 (P2)

: Kelompok tikus yang dipaparkan gelombang elektromagnetik handphone selama tiga jam dalam 28 hari dan diikuti dengan pemberian ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 100 mg/kgBB (Kelompok Perlakuan 2).

5. Kelompok 5 (P3)

: Kelompok tikus yang dipaparkan gelombang elektromagnetik handphone selama tiga jam dalam 28 hari dan diikuti dengan pemberian ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 200 mg/kgBB (Kelompok Perlakuan 3).

3.5Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1 Kriteria Inklusi

1. Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley. 2. Sehat (tidak nampak sakit, rambut tidak rontok dan tidak nampak

kusam, aktivitas aktif). 3. Berat badan 200–300 gram. 3.5.2 Kriteria Eksklusi

1. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal). 2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa

adaptasi.


(52)

3.6Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Kandang tikus terbuat dari plastik berukuran 40x20x20 cm3 dengan tutup kawat.

2. Kandang tikus modifikasi untuk melakukan paparan gelombang elektromagnetik handphone.

3. Handphone.

4. Tempat makan dan minum hewan. 5. Stopwatch.

6. Timbangan untuk menimbang ekstrak manggis.

7. Timbangan digital untuk menimbang berat badan tikus. 8. Sonde lambung untuk pemberian ekstrak pada tikus. 9. Alat bedah minor.

10.Spuit 1cc.

11.Handschoen, kapas, alkohol dan formalin. 12.Mikroskop.

3.6.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley. 2. Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.).

3. Larutan etanol, eter, dan NaCl 0,9%. 4. Pakan hewan berupa pelet.


(53)

3.7Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional 3.7.1 Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel bebas (Independent), variabel terikat (Dependent) dan variabel perantara. Adapun variabel pada penelitian ini adalah:

A. Variabel Bebas (Independent)

Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam variabel bebas adalah ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan paparan gelombang elektromagnetik handphone.

B. Variabel Terikat (Dependent)

Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam variabel terikat adalah gambaran histopatologi testis terhadap jumlah sel spermatozoa dan sel spermatogenik tikus putih galur Sprague dawley.

C. Variabel Perantara

Pada penelitian ini, variabel perantara dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Variabel yang dapat dikendalikan

Yang termasuk dalam variabel perantara yang dapat dikendalikan adalah jenis tikus, umur tikus, makanan tikus, minuman tikus, dosis ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.).

2. Variabel yang tidak dapat dikendalikan

Yang termasuk dalam variabel perantara yang tidak dapat dikendalikan adalah absorbsi ekstrak kulit buah manggis


(54)

(Garcinia mangostana L.) dan respon individu terhadap gelombang elektromagnetik handphone.

3.7.2 Definisi Operasional

Adapun definisi operasional yang disajikan dalam Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Ekstrak

kulit buah manggis

Pemberian ekstrak etanol yang dibuat dari kulit manggis dengan metode maserasi. Dosis yang digunakan adalah 50, 100 dan 200 mg/kgBB selama 28 hari. Waktu pemberian adalah 30 menit

sebelum paparan terhadap

handphone dilakukan. Ekstrak dilarutkan dalam NaCl 0,9% dan diberikan secara peroral dengan sonde. Perhitun– gan manual Larutan dengan dosis, volume dan konsentrasi tertentu. Numerik

2 Gelombang

elektroma– gnetik handphone

Gelombang elektromagnetik yang berasal dari handphone dengan cara dihidupkan dan diaktifkan jaringan komunikasi dan dilakukan panggilan telepon selama tiga jam. Paparan dilakukan selama 28 hari.

Stopwatch K=Kontrol K2, P1, P2, P3= 3 jam.

Numerik

3 Histopatol– ogi testis

Gambaran histopatologi testis yang diamati adalah jumlah sel spermatogenik (spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder dan spermatid) dan sel spermatozoa. Perhitungan sel

spermatogenik dan sel

spermatozoa dengan mengamati 1 tubulus seminiferus tiap lapang pandang hingga mencapai 5

lapang pandang dengan

perbesaran 400x.

Mikroskop cahaya

Jumlah sel spermato–

zoa dan

jumlah sel spermato– genik

dalam 5

lapang pandang kemudian masing– masing sel dirata–rata kan untuk tiap kelompok. (Susianti, 2012)


(55)

3.8Prosedur Penelitian 3.8.1 Ethical Clearance

Penelitian ini dimulai dengan pengajuan proposal Ethical Clearence ke Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk mendapatkan izin etik penelitian menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galur Sprague dawley.

3.8.2 Pengadaan Hewan Coba

Pada penelitian hewan coba yaitu, tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galur Sprague dawley sebanyak 25 ekor yang diperoleh dari Palembang Tikus Centre (PTC) Jakabaring Palembang.

3.8.3 Adaptasi Tikus

Sebelum memulai perlakuan, tikus terlebih dahulu diadaptasi selama tujuh hari dan diukur berat badannya. Selama masa adaptasi dan masa perlakuan, tikus diberi makan pelet ayam serta minuman air ad libitum.

3.8.4 Pembagian Kelompok

Seluruh hewan coba dibagi secara random kedalam lima kelompok percobaan. Kelompok percobaan pertama tidak dipaparkan oleh gelombang elektromagnetik dari handphone dan tidak diberikan ekstrak manggis, kelompok ini adalah kelompok kontrol 1 (K1). Kelompok kontrol 2 (K2) dipaparkan dengan gelombang elektromagnetik handphone selama tiga jam setiap harinya dan diberikan NacL 0,9%. Kelompok perlakuan 1, 2 dan 3 (P1, P2 dan P3) dipaparkan dengan gelombang elektromagnetik handphone dan diberikan ekstrak etanol


(56)

kulit manggis dengan dosis berturut–turut 50, 100 dan 200 mg/KgBB dalam 28 hari.

3.8.5 Prosedur Pembuatan Ekstrak Kulit Manggis 1. Determinasi buah manggis.

Sebelum pembuatan ekstrak, terlebih dahulu dilakukan determinasi tanaman manggis oleh Laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan nomor surat 4738/IPH.3./KS/IX/2015 (terlampir).

2. Pembuatan ekstrak etanol kulit manggis.

Pembuatan ekstrak etanol kulit manggis dilaksanakan di Laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor Jawa Barat.

3. Pemberian ekstrak etanol kulit manggis dilakukan selama 28 hari dan 30 menit sebelum dilakukan paparan gelombang elektromagnetik handphone (Dyahnugra & Widjanarko, 2015).

3.8.6 Prosedur Pemaparan Hewan Coba Terhadap Handphone

Paparan gelombang elektromagnetik menggunakan handphone dilakukan dengan cara meletakkan handphone dalam keadaan menyala di tiap kandang tikus yang telah dimodifikasi khusus untuk paparan. Kandang modifikasi merupakan kandang yang digunakan selama paparan gelombang elektromagnetik handphone yang berbentuk tabung dengan tinggi 30 cm dan diameter 30 cm, dan pada bagian tengah kandang tersebut dibuat sebuah lubang untuk tempat meletakkan


(57)

handphone yang digunakan sebagai sumber gelombang elektromagnetik. Sebelum paparan, hewan coba dipindahkan dari kandang pemeliharaan ke kandang modifikasi sesuai dengan kelompoknya. Handphone tersebut lalu diaktifkan dan dibiarkan dalam keadaan talk mode selama tiga jam/hari pada kelompok K2, P1, P2, P3 (Almasiova, 2013). Paparan tersebut dilakukan setiap hari pada malam hari, 30 menit setelah hewan diberikan ekstrak kulit manggis. Pemaparan dilakukan mulai dari pukul 18.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB selama 28 hari. Pada kelompok K1 tidak diberi paparan gelombang elektromagnetik handphone maupun ekstrak kulit manggis.

Gambar 10. Sketsa Kandang Tikus Modifikasi Untuk Paparan (Sumber: Victorya,2015)


(58)

3.8.7 Prosedur Operasional Pembuatan Slide

Pembuatan preparat histopatologi menggunakan metode yang sudah ditetapkan Bagian Patologi Anatomi Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Mahesya, 2014).

a) Fixation

1) Spesimen berupa potongan organ testis yang telah dipotong secara representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin 10% selama 3 jam.

2) Dicuci dengan air mengalir sebanyak 3−5 kali. b) Trimming

1) Organ dikecilkan hingga ukuran ±3 mm.

2) Potongan organ testis tersebut lalu dimasukkan ke dalam tissue cassette.

c) Dehidrasi

1) Mengeringkan air dengan meletakkan tissue cassette pada kertas tisu.

2) Dehidrasi dengan:

i. Alkohol 70% selama 0,5 jam. ii. Alkohol 96% selama 0,5 jam. iii. Alkohol 96% selama 0,5 jam. iv. Alkohol 96% selama 0,5 jam. v. Alkohol absolut selama 1 jam. vi. Alkohol absolut selama 1 jam. vii. Alkohol absolut selama 1 jam. viii. Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam.


(59)

d) Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xylol I dan II, masing−masing selama 1 jam.

e) Impregnasi

Impregnasi dilakukan dengan menggunakan parafin selama 1 jam dalam oven suhu 65oC.

f) Embedding

1. Sisa parafin yang ada pada pan dibersihkan dengan memanaskan beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas.

2. Parafin cair disiapkan dengan memasukkan parafin ke dalam cangkir logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu diatas 58oC.

3. Parafin cair dituangkan ke dalam pan.

4. Dipindahkan satu persatu dari tissue cassette ke dasar pan dengan mengatur jarak yang satu dengan yang lainnya.

5. Pan dimasukkan ke dalam air.

6. Parafin yang berisi potongan testis dilepaskan dari pan dengan dimasukkan ke dalam suhu 4−6o

C beberapa saat.

7. Parafin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan skalpel/pisau hangat.

8. Lalu diletakkan pada balok kayu, diratakan pinggirnya, dan dibuat ujungnya sedikit meruncing.


(60)

g) Cutting

1. Pemotongan dilakukan pada ruangan dingin.

2. Sebelum memotong, blok didinginkan terlebih dahulu di lemari es.

3. Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4−5 mikron. Pemotongan dilakukan menggunakan rotary microtome dengan disposable knife.

4. Dipilih lembaran potongan yang paling baik, diapungkan pada air, dan dihilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunakan kuas runcing.

5. Lembaran jaringan dipindahkan ke dalam water bath suhu 60oC selama beberapa detik sampai mengembang sempurna.

6. Dengan gerakan menyendok, lembaran jaringan tersebut diambil dengan slide bersih dan ditempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah.

7. Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (suhu 37oC) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

h) Staining atau pewarnaan dengan Harris Hematoksilin−Eosin

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih slide yang terbaik, selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia dibawah ini dengan waktu sebagai berikut:


(61)

1) Dilakukan deparafinisasi dalam: a. Larutan xylol I selama 5 menit b. Larutan xylol II selama 5 menit, c. Ethanol absolut selama 1 jam. 2) Hidrasi dalam:

a. Alkohol 96% selama 2 menit b. Alkohol 70% selama 2 menit, c. Air selama 10 menit.

3) Pulasan inti dibuat dengan menggunakan: a. Harris Hematoksilin selama 15 menit b. Dibilas dengan air mengalir,

c. Diwarnai dengan eosin selama maksimal 1 menit. 4) Selanjutnya, didehidrasi dengan menggunakan:

a. Alkohol 70% selama 2 menit b. Alkohol 96% selama 2 menit, c. Alkohol absolut selama 2 menit. 5) Penjernihan dengan:

a. Xylol I selama 2 menit, b. Xylol II selama 2 menit.

i) Mounting dengan entelan dan tutup dengan deck glass

Setelah pewarnaan selesai, slide ditempatkan di atas kertas tisu pada tempat datar, ditetesi dengan bahan mounting, yaitu entelan, dan ditutup dengan deck glass, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.


(62)

j) Slide dibaca dengan mikroskop

Slide diperiksa di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Preparat histopatologi dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dikonsultasikan dengan ahli Patologi Anatomi. Pengamatan mikroskopis dilakukan oleh pakar.

3.9Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel–tabel, kemudian proses pengolahan data menggunakan program komputer yang terdiri beberapa langkah:

1. Koding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis. 2. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.

3. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer.

4. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.


(1)

Ardiani R. 2012. Karakterisasi simplisia dan skrining fitokimia serta uji antimutagenik ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) pada mencit jantan menggunakan metode mikronukleus [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Armidha RN, Aulanni’am, Wuragil DK. 2013. Potensi ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap ekspresi protamine dan motilitas spermatozoa tikus (Rattus norvegicus) yang terpapar asap rokok. Jurnal Medical Veteriner. 4(3):1–10.

Arsana IN, Adiputra N. Pangkahila J A, Putra MIB. 2013. Garcinia mangostana L. rind extract and physical training reduce oxidative stress in wistar rats during maximal physical activity. Indonesian Journal of Biomedical Sciences. 7(2):63–68.

Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Battung RO, Rumampuk JF, Supit W. 2013. Hubungan radiasi gelombang

elektromagnetik telepon seluler terhadap fungsi pendengaran mahasiswa angkatan 2009 fakultas kedokteran universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal eBiomedik (eBM). 1(2):1047–1052.

Chaverri JP, Rodriguez NC, Ibarra MO, Rojas JMP. 2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chemical Toxicology. 46(10):3227–3239.

Chomnawang MT, Surassmo S, Nukoolkarn US, Gritsanapan W. 2007. Effect of Garcinia mangostana on inflammation caused by Propionibacterium acnes. Fitoterapia. 78:401–408.

Dahlan MS. 2010. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Desai NR, Kesari KK, Agarwal A. 2009. Pathophysiology of cell phone radiation: oxidative stress and carcinogenesis with focus on male reproductive system. Reproductive biology and endocrinology. 7(1):114–123.

Dyahnugra AA, Widjanarko SB. 2015. Pemberian ekstrak bubuk simplisia kulit manggis (Garcinia mangostana L.) menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar jantan kondisi hiperglikemik. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(1):113–123.

Eroschenko, Victor P. 2007. Atlas histologi difiore dengan korelasi fungsional, edisi ke11. Jakarta: EGC.

Fakultas Kedokteran Hewan UGM. 2005. Tikus laboratorium. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.


(2)

Federal Communications Commission. 2013. Human exposure to radiofrequency electromagnetic fields. Rules and Regulation. 78(107):1–21.

Figueiredo PA, Mota MP, Appell HJ, Duarte JA. 2008. The role of mitochondria in aging of skeletal muscle. Biogerontology. 9(2):67–84.

Ganes D. 2010. Pengaruh pemberian ekstrak kulit buah delima merah (Punica granatum L.) terhadap jumlah sel spermatid dan diameter tubulus seminiferus tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel [skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi ke11. Jakarta:

EGC.

Hamada AJ, Singh A, Agarwal A. 2011. Cell phones and their impact on male fertility: fact or fiction. The Open Reproductive Science Journal. 5(1):125–137.

Haruenkit R, Poovarodom S, Leontowicz H, Leontowicz M, Sajawcz M. et al. 2007. Comparative study of health properties and nutritional value of durian, mangosteen, and snake fruit: experiments in vitro and in vivo. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 55(14):5842–5849.

Hayati A, Karolina NA, Subani ND, Yudiwati R. 2014. The potential of garcinia mangostana pericarp extract on spermatogenesis and sperm quality of mice (Musmusculus) after 2–methoxyethanol exposure. Journal of Applied Environmental and Biological Sciences. 4(4):47–51.

Heffner LJ, Schust DJ. 2006. At a glance sistem reproduksi II. Jakarta: Erlangga. Huda Y. 2008. Modul telepon seluler. Padang: Universitas Negeri Padang.

International Agency for Research on Cancer, 2002. IARC monographs on the evaluation of carcinogenic risks to humans non–ionizing. Lyon: World Health Organization.

Irfan MH, Setijadi E, Wirawan. 2011. Pengukuran medan elektromagnetik bebas pada area urban dan rural. Jurnal Teknik Elektro. 1(1):1–6.

Isroi. 2010. Biologi rat (Rattus norvegicus). [diakses pada tanggal 3 Agustus 2015]. Tersedia dari: http://isroi.wordpress.com.

Jujun P, Pootakham K, Pongpaibul Y, Duangrat C, Tharavichitkul P. 2008. Acute and repeated dose 28day oral toxicity study of Garcinia mangostana Linn. rind extract. CMU. J. Nat. Sci. 7(2):199–208.


(3)

Kesari KK, Kumar S, Behari J. 2011. Effects of radiofrequency electromagnetic wave exposure from cellular phones on the reproductive pattern in male wistar rats. Appl Biochem Biotechnol. 164(4):546–559.

Kesari KK, Kumar S, Behari J. 2010. Mobile phone usage and male infertility in wistar rats. Indian Journal of Experimental Biology. 47:987–992.

Kesari KK, Kumar S, Nirmala J, Siddiqui MH, Bahari J. 2013. Biophysical evaluation of radiofrequency electromagnetic field effects on male reproductive pattern. Cell Biochem Biophys. 65(2):85–96.

Khayyat LI. 2011. The histopathological effects of an electromagnetic field on the kidney and testis of mice. EurAsian Journal of Biosciences. 109(5):103–109. Kondo M, Zhang L, Hongping J, Kou Y, Boxin O. 2009. Bioavailability and

antioxidant effects of a xanthonerich mangosteen (Garcinia mangostana) product in humans. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 57(19):8788–8792.

Kosem N, Han Y, Moongkarndi P. 2007. Antioxidant and cytoprotective activities of methanolic extract from Garcinia mangostana hulls. ScienceAsia. 33:283–292.

Kothari S, Thompson A, Agarwal A, Plessis SS. 2010. Free radicals: Their beneficial and detrimental effects on sperm function. Indian Journal of Experimental Biology. 48(5):425–435.

Lerchl A, Wilhelm AFX. 2010. Critical comments on DNA breakage by mobilephone electromagnetic fields. Mutation ResearchGenetic Toxicology and Environmental Mutagenesis. 697(1):60–65.

Mahardika IP. 2009. Efek radiasi gelombang elektromagnetik ponsel terhadap kesehatan manusia. [diakses pada tanggal 25 Maret 2015]. Tersedia di: http://mahardikaholifiles.wordpress.com/2009/12/efek–radiasi–gelombang– elektromagnetik–pada–ponsel.

Mahesya AP. 2014. Pengaruh pemberian minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan buah mengkudu (Morinda citrofilia) terhadap gambaran hepatosit tikus wistar jantan [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Mailankot, M., A.P. Kunnath, B. Koduru, R. Valsalan, H. Jayalekshmi. 2009. Radio frequency electromagnetic radiation (RFEMR) from GSM (0.9/1.8 ghz) mobile phones induces oxidative stress and reduces sperm motility in rats. CLINICS. 64(6):561–565.

Makker K, Verghese A, Desai NR, Mouradi R, Agarwal A. 2009. Cell phones: modern man’s nemesis. Reproductive biomedicine online. 18(1):148–157.


(4)

Marciniak A, Brzeszczynska J, Gwozdzinski K, Jegier A. 2009. Antioxidant capacity and physical exercise. Biology of Sport. 26(3):197–213.

Maria V, Mohamad K, Boediono A. 2014. Pemaparan gelombang elektromagnetik telepon genggam pada mencit (Mus musculus albinus) periode awal kebuntingan. Acta Vet Indones. 2(1):36–41.

Mescher AL. 2012. Histologi dasar junquiera, edisi ke–12. Jakarta: EGC.

Moongkarndi P, Kosem N, Kaslungka S, Luonratana O, Pungpan N. et al. 2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosis by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. Journal of Ethnopharmacology. 90:161–166.

Moore KL, Agur AMR. 2012. Anatomi klinis dasar. Jakarta: EGC.

Mugunthan N, Anbalagan J, Meenachi S. 2014. Effects of long term exposure to a 2G cell phone radiation (900–1900 MHz) on mouse testis. International Journal of Science and Research. 3(9):523–529.

Natawidjaya P, Suparman. 2004. Mengenal beberapa binatang di alam sekitarnya. Jakarta: Pustaka Dian.

Ngurah IB. 2007. Peranan antioksidan pada olahraga. Medicina. 38(1):3–6.

Nugroho AE. 2009. Manggis (Garcinia Mangostana L.): dari kulit buah yang terbuang hingga menjadi kandidat Suatu Obat. Majalah Obat Tradisional. 12(42):1–9.

Pasaribu F, Sitorus P. 2012. Uji ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap penurunan kadar glukosa darah. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology. 1(1):1–8.

Permatasari FR, Marhendra APW, Aulanni'am. 2013. Studi terapi ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap penurunan kadar malondialdehyde (MDA) pada organ testis dan jumlah spermatozoa tikus (Rattus norvegicus) hasil induksi paparan asap rokok. Jurnal Medical Veteriner. 3(4):1–10.

Pothitirat W, Chomnawang MT, Grtsanapan W. 2010. Free radical and anti–acne activities of mangosteen fruit rind extracts prepared by different extraction methods. Pharmaceutical Biology. 48(2):182–186.

Prangdimurti E. 2007. Metode evaluasi antioksidan secara in vitro dan in vivo [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.


(5)

Rahmatullah H. 2009. Pengaruh gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah terhadap kadar trigliserida tikus putih (Rattus norvegicus) [skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. J Indon MSed Assoc. 63(3):112–116.

Saraswaty V, Risidian C, Budiwati TA, Tjandrawati M. 2013. Aktivitas antioksidan dari kombinasi ekstrak etanol kulit manggis , daun sirsak , dan daun sirih merah. Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Nasional. 1(1):196–200.

Scorvita L. 2014. Pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana) peroral menghambat penurunan testosteron total pada tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang dipapar asap rokok [skripsi]. Denpasar: Universitas Udayana.

Setiawan D. 2011. Perambatan cahaya pada pandu gelombang makro berbentuk trapesium [skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sherwood L. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem, edisi ke6. Jakarta: EGC. Shibata MA, Linuma M, Morimoto J, Kurose H, Akamatsu K. et al. 2011. αmangostin extracted from the pericarp of the mangosteen (Garcinia mangostana Linn) reduces tumor growth and lymph node metastasis in an immunocompetent xenograft model of metastatic mammary cancer carrying a p53 mutation. BMC medicine. 9(1):69–86.

Supriyanto. 2007. Perambatan gelombang elektromagnetik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Susianti, Pebriansyah R, Kurniawati E. 2012. Pengaruh pemberian ekstrak etanol jahe putih (Zingiber officinale Roscoe) terhadap gambaran histopatologi testis mencit (Mus musculus L.) jantan galur ddy yang diinduksi etanol. Jurnal kedokteran dan kesehatan. 2(2):5–11.

Sutyarso. 2010. Hubungan antara lama menggunakan ponsel dengan jumlah dan kualitas spermatozoa pada laki–laki fertil. Maj Kedokt Indon. 60(3):119–125.

Swamardika IBA. 2009. Pengaruh radiasi gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan manusia. Teknologi Elektro. 8(1):106–109.

Takashima M, Norie M, Shichiri M, Hagihara Y, Yoshida Y. et al. 2012. Assessment of antioxidant capacity for scavenging free radicals in vitro: a rational basis and practical application. Free Radic Biol Med. 52(7):1242–1252.


(6)

Tarigan TRP, Gani UA, Rajagukguk M. 2013. Studi tingkat radiasi medan elektromagnetik yang ditimbulkan oleh telepon seluler. Jurnal Teknik Elektro Universitas Tanjungpura. 1(1):1–8.

Tortora GJ, Derrickson BH. 2011. Principles of anatomy and physiology maintanance and continuity of the human body, edisi ke13. USA: John Wiley and Sons.

Victorya RM. Pengaruh gelombang elektromagnetik handphone terhadap jumlah dan motilitas spermatozoa tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Spargue dawley [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Vignera SL, Condorelli RA, Vicari E, Dagata R, Calogero AE. 2012. Effects of the exposure to mobile phones on male reproduction: a review of the literature. Journal of Andrology. 33(3):350–356.

Weecharangsan W, Opanasopit P, Sukma M, Ngawhirumpat T, Sotanaphun U. et al. 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extracts from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Medical Principles and Practice. 15(6):281–287.

Wicaksono BD, Handoko YA, Arung ET, Kusuma IW, Yulia D. et al. 2009. Antiproliferative effect of the methanol extract of piper crocatum ruiz & pav leaves on human breast (T47D) cells in–vitro. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 8(4):345–352.

Winarsi H. 2007. Antioksidan alami dan radikal bebas. Yogyakarta: Kanisius. Yarman BS. 2010. Design of ultra wideband power transfer networks. Istanbul: A

John Wiley and Sons, Ltd.

Yunitasari L. 2012. Gempur 41 penyakit dengan buah manggis. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Zarena AS, Sankar KU. 2009. A study of antioxidant properties from Garcinia mangostana L. Pericarp extract. Acta Sci. Pol., Technol. Aliment. 8(1):23–34.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

3 44 72

PENGARUH EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP JUMLAH DAN MOTILITAS SPERMATOZOA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE PERIODE KRONIK

1 21 66

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE PERIODE KRONIK

1 9 74

Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Histopatologi Pankreas Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley yang diberi Paparan Gelombang Elektromagnetik Handphone

0 0 7

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP TESTIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE

0 0 7