6. Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 pasal 26 tentang hak untuk mendapatkan
pendidikaan. 7.
Konvensi Hak Anak 1989 8.
Konvensi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua 1990 9.
Resolusi PBB nomor 4849 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan penyandang cacat.
10. Pernyataan Salamanca 1994 tentang Pendidikan inklusi, Komitmen Dakar
2000 mengenai Pendidikan untuk Semua, Deklarasi Bandung 2004 dan Rekomendasi Bukittinggi 2005 komitmen Pendidikan Inklusi.
2.1.1.3 Mekanisme Sekolah Inklusi
Sesuai dengan peraturan peundangan yang ada, pendidikan inklusi hanya berlaku bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang kemampuan intelektualnya
tidak berada di bawah rata-rata. Menurut Suparno dkk 2007: 2-23 sekolah penyelenggara pendidikan
inklusi harus memenuhi beberapa persyaratan yang sudah ditentukan, antara lain: keberadaan siswa berkebutuhan khusus, komitmen terhadap pendidikan inklusi,
manajemen sekolah , sarana prasarana dan ketenagaan. Dalam penerimaan siswa dalam sekolah inklusi perlu diadakannya
identifikasi oleh guru, terutama guru kelas. Suparno 2007: 6-2 mengemukakan bahwa umumnya guru memiliki catatan atau rekaman tentang perkembangan
masing-masing siswa, bagaimana kondisinya dan kebutuhan pendidikan yang diperlukan, terlebih untuk anak berkebutuhan khusus. Apabila hal itu belum
dimiliki, maka untuk mengenali anak-anak berkebutuhan khusus dapat dimulai dengan menggunakan identifiikasi.
Identifikasi adalah usaha untuk mengenali atau menemukan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Suparno 2007: 6-3
mengungkapkan ada beberapa ruang lingkup dalam identifikasi yaitu mencakup kondisi fisik, kemampuan intelektual, kemampuan komunikasi dan social
emosional. Dalam identifikasi beberapa teknik yang kdigunakan oleh guru, Suparno
2007 menguraikan teknik yang digunakan antara lain: observasi, wawancara,tes, dan tes psikologi. Setelah identifikasi, dilakukan asasmen, yang bertujuan untuk:
1 menyaring kemampuan anak; 2 pengklasifikasian, penempatan, dan penentuan program; 3 penentuan arah dan tujuan pendidikan; 4 pengembangan program
pendidikan individual; dan 5 penentuan strategi.
2.1.1.4 Karakteristik Kegiatan Pembelajaran Sekolah Inklusi
Smith 2006: 399 menyatakan bahwa banyak teknik dan konsep yang telah diterapkan oleh para pendidik, termasuk metodologi-metodologi yang akan
mempermudah proes pembelajaran oleh siswa berkesulitan belajar di sekolah umum. Jika konsep-konsep ini digunakan dengan baik, maka akan terwujudkelas
inklusi dengan sifat karakteristik sebagai berikut. 1.
Pengajaran proses berbagi yang aktif dan kreatif. 2.
Siswa ditempatkan dalam kelompok dengan tujuan untuk keragaman kegiatan dank arena mereka memiliki kebutuhan
yang sama bagi aktivitas lainnya.
3. Daripada siswa meninggalkan kelas untuk pelayanan
pembelajaran khusus, lebih baik dukungan sumber daya dibawa ke kelas bagi siswa berkebutuhan khusus.
4. Siswa ditempatkan pada tingkatan yang sesuai dengan usianya
dan disediakan pengajaran menurut kebutuhannya. 5.
Kurikulum untuk setiap siswa dengan atau tanpa hambatan adalah individual.
6. Personil pendidikan khusus dan sumber daya khusus
dimanfaatkan untuk membantu setiap siswa yang memiliki kebutuhan agar dapat dipenuhi oleh layanan pendidikan ini.
7. Semua kemajuan siswa dinilai menurut tujuan dan standar
individual.
Dalam kegiatan pembelajaran, tentunya tidak lepas dari kurikulum. Kurikulum tersebut digunakan oleh guru sebagai acuan dasar pembuatan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran RPP dan kemdian sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran. Menurut Hidayat 2009: 4 :
Persoalan kurikulum di Sekolah inklusi merupakan tantangan terbesar bagi guru-guru dan sekolah-sekolah dalam
mempertahankan keikutsertaan dan memaksimalkan partisipasi semua anak. Penyesuaian kurikulum bukanlah tentang penurunan
standar persyaratan ataupun membuat latihan menjadi lebih mudah bagi murid-murid yang mempunyai keterbatasan atau
berkebutuhan khusus. Tetapi adaptasi kurikulum ini untuk memenuhi keanekaragaman, membutuhkan perencanaan dan
persiapan yang matang oleh guru-guru dan bekerjasama dengan murid-murid, orang tua, rekan-rekan guru, dan staf.
Kurikulum yang digunakan pada pendidikan inklusi yang ideal adalah kurikulum yang sama seperti yang diterapkan bagi siswa reguler dan dimodifikasi
sesuai dengan kemampuan dan kekhususan ABK berdasarkan PPI ABK. Hal ini sesuai dengan kebijakan, yaitu PerMenDikNas RI No. 19 tahun 2007 dan
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, yang menyatakan bahwa dalam
pendidikan inklusi perlu ada penyesuaian kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi peserta didik.
Hidayat 2009: 6 proses layanan pembelajarannya bukan didasarkan pada bentuk layanan sama rata, sama rasa dan disampaikan secara klasikal, tetapi
diarahkan pada pembelajaran yang lebih demokratis dan proporsional sesuai dengan harapan dan target belajar dari masing-masing kelompok anak tersebut,
dan proses belajar anak-anak tersebut tidak dipisahkan berdasarkan kelompok atau dipisahkan dari komunitasnya, melainkan mereka belajar bersama-sama
dengan teman sebayanya di dalam kelas reguler.
2.1.1.5 Model Pembelajaran Sekolah Inklusi