Puri 2004: 26 menyatakan bahwa pendidikan inklusi memberikan kesempatan bagi perencana, perancang dan pembuatan kebijakan, administrator
dan pelaksana untuk bekerja dan mengembangkan konsep secara universal. Dalam artian, pendidikan harus ideal tidak hanya mengajarkan keterampilan kejuruan
namun juga membina intelektual dan psikologi yang menunjukkan kepercayaan diri , sikap positif dan gairah untuk hidup.
Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang membuka layanan pendidikan untuk anak-
anak yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam sekolah inklusi ini, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus belajar di kelas umum bersama dengan siswa lain
akan tetapi anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus tersebut diberi pendekatan dan pelajaran khusus sesuai dengan kebutuhannya.
2.1.1.1 Latar Belakang Sekolah Inklusi
Dunn dalam Smith 2006: 42 menyatakan bahwa „tekanan untuk meneruskan dan memperluas program kelas khusus yang kita tahu, menjadi hal
yang tidak diinginkan bagi kebanyakan anak-anak yang dipandang akan memerlukannya.‟ Kemudian Dunn menegaskan kembali „pemindahan anak dari
kelas reguler ke kelas khusus mungkin memberikan pengaruh yang signifikan pada perasaan rendah diri dan problem penerimaan diri.‟
Elias, Maurice dalam Barokah: 71 menyatakan bahwa: Pelayanan pendidikan yang selama ini diberlakukan seakan
membentuk kotak-kotak pelayanan pendidikan, yang secara psikologis sangat merugikan peserta didik dalam bersosialisasi
yang mestinya dalam peletakan dasar dalam pembelajaran ini
harus diberikan dengan suguhan-suguhan menyeluruh tentang kehidupan nyata, bahwa di sekeliling kehidupannya ada kehidupan
yang berbeda dari dirinya, namun kenyataan yang sering ditemukan dalam dunia pendidikian hanyalah keterbatasan-
keterbatasan yang tidak mampu memberikan sumbangan yang bermakna bagi perkembangan peserta didik khususnya dalam
menuju kedewasaannya, karena dalam masa pembelajaran, peserta didikremaja sekolah adalah masa untuk belajar menjadi orang
dewasa, bukan menjadi remaja yang sukses.
Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus ABK terselenggara di Sekolah Luar Biasa SLB, namun program tersebut mengalami kendala.
Istiningsih 2005: 12-13 menyatakan bahwa pendidikan bagi anak yang berkelainan diselenggarakan di Sekolah Luar Biasa SLB. Lokasi SLB pada
umumnya berada di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian anak-anak berkelainan, karena faktor ekonomi terpaksa tidak disekolahkan oleh orang tuanya
karena lokasi SLB jauh dari rumahnya, sedangkan SD terdekat tidak bersedia menerima karena tidak mampu melayaninya.
2.1.1.2 Dasar Sekolah Inklusi
Suparno dkk 2007 mengemukakan bahwaPelaksanaan pendidikan inklusi di Indonesia didasarkan pada beberapa landasan , filosofis dan yuridis-
empiris. Secara filosofis filosofis, implementasi inklusi mengacu
pada beberapa hal, diantaranya: a pendidikan adalah hak mendasar bagi setiap anak, termasuk anak berkebutuhan khusus;
b anak adalah pribadi yang unik yang memiliki karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda; c
penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah; d setiap anak
berhak mendapat pendidikan yang layak; e setiap anak berhak mendapat akses pendidikan yang ada di lingkungan sekitarnya.
Dasar sekolah inklusi secara yuridis-empirisnya tercantum dalam: 1.
UUSPN No 20 tahun 2003, pasal 5 ayat 1 dan 2 Ayat 1: “Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu” Ayat 2: “Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”
2. UUSPN No 20 tahun 2003 pasal 6 ayat 15, yang berbunyi
“Pendidikan khusus merupakan penyelengaraan pendidikan untuk peserta didik yang berklainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa
yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.”
3. UUD 1945 pasal 31 ayat 1, 2 dan 3
Ayat 1: “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan” Ayat 2: “Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah
dan pemerintah wajib membiyainya ” 4.
Permen No 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Berbunyi: “Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah
yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai lulusan kompetensi minimal pada
jenjang dan jenis pendidi kan tertentu”
5. Permen No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan SKL.
6. Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 pasal 26 tentang hak untuk mendapatkan
pendidikaan. 7.
Konvensi Hak Anak 1989 8.
Konvensi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua 1990 9.
Resolusi PBB nomor 4849 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan penyandang cacat.
10. Pernyataan Salamanca 1994 tentang Pendidikan inklusi, Komitmen Dakar
2000 mengenai Pendidikan untuk Semua, Deklarasi Bandung 2004 dan Rekomendasi Bukittinggi 2005 komitmen Pendidikan Inklusi.
2.1.1.3 Mekanisme Sekolah Inklusi