KEBIJAKAN DINAS PENDIDIKAN KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG POLICY OF EDUCATION OFFICE OF BANDAR LAMPUNG CITY TO IMPROVE TEACHERS PROFESSIONALISM IN JUNIOR HIGH SCHOOL IN BANDA

(1)

ABSTRACT

POLICY OF EDUCATION OFFICE OF BANDAR LAMPUNG CITY TO IMPROVE TEACHERS PROFESSIONALISM IN JUNIOR HIGH SCHOOL

IN BANDAR LAMPUNG CITY

By

Tuti Suryaningsih

This research aimed to know the policy of Education Office of Bandar Lampung City to Improve Teacher Professionalism in Junior High School in Bandar Lampung City.

The research used qualitative approach. Data collecting technique were interview, observation, and documentation.

The result research showed that; 1). The policy of Education Office of Bandar Lampung City to improve teachers professionalism in junior high school was improving teachers qualification and competence, 2) Education Office of Bandar Lampung City gave scholarships to improve junior high school teachers qualification in Bandar Lampung City so that teachers could meet the certification requirements to have S-1 degree certificate, 3) improving education qualification would increasing teachers comptence so that they could prepare themselves to join Professional Teacher Training (PLPG) and pass the certification examination to gain teacher-profession certificate, 4) Education Office of Bandar Lampung City guided Subject-Teacher Association (MGMP) of Junior High School to improve Bandar Lampung Junior High School Teachers competence, 5) Junior High School Teachers in Bandar Lampung owned teacher-profession certificate in 2013 was as many as 98,72% . Researcher suggested to Education Office of Bandar Lampung City to mapping Junior High School theachers competence in Bandar Lampung and arranging working program in the following year so that teachers owned teacher-profession really had professional competence as teacher.


(2)

ABSTRAK

KEBIJAKAN DINAS PENDIDIKAN KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU

PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Tuti Suryaningsih

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dalam peningkatan profesionalisme guru Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandar Lampung.

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dalam peningkatan profesionalisme guru sekolah Menengah Pertama adalah dengan meningkatkan kualifikasi dan kompetensi guru, 2) Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung melakukan pemberian bantuan beasiswa untuk peningkatan kualifikasi pendidikan guru SMP di Kota Bandar Lampung guru sehingga guru dapat memenuhi syarat kualifikasi untuk sertifikasi yaitu mempunyai ijazah Strata 1, 3) Peningkatan kualifikasi pendidikan akan meningkatkan kompetensi guru, sehingga dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesional Guru (PLPG) dan lulus ujian sertifikasi serta memperoleh sertifikat profesi pendidik (sertifikasi), 4) Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung melakukan bagi guru SMP serta melakukan pembinaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk meningkatkan kompetensi guru SMP di Kota Bandar Lampung, 5) Guru Sekolah Menengah Pertama Kota Bandar Lampung yang telah bersertikat profesi pada Tahun 2013


(3)

v

adalah sebesar 98,72% dan yang belum bersertifikat profesi adalah 1,28%. Disarankan agar Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung untuk melakukan kegiatan pemetaan kompetensi bagi guru-guru SMP di Kota Bandar Lampung untuk menyusun program kerja di tahun berikutnya. Sehingga Guru yang sudah sertifikasi benar-benar mempunyai kompetensi sebagai guru yang profesional. Kata kunci: Kebijakan, Profesionalisme


(4)

ABSTRACT

POLICY OF EDUCATION OFFICE OF BANDAR LAMPUNG CITY TO IMPROVE TEACHERS PROFESSIONALISM IN JUNIOR HIGH SCHOOL

IN BANDAR LAMPUNG CITY By

Tuti Suryaningsih

This research aimed to know the policy of Education Office of Bandar Lampung City to Improve Teacher Professionalism in Junior High School in Bandar Lampung City.

The research used qualitative approach. Data collecting technique were interview, observation, and documentation.

The result research showed that; 1). The policy of Education Office of Bandar Lampung City to improve teachers professionalism in junior high school was improving teachers qualification and competence, 2) Education Office of Bandar Lampung City gave scholarships to improve junior high school teachers qualification in Bandar Lampung City so that teachers could meet the certification requirements to have S-1 degree certificate, 3) improving education qualification would increasing teachers comptence so that they could prepare themselves to join Professional Teacher Training (PLPG) and pass the certification examination to gain teacher-profession certificate, 4) Education Office of Bandar Lampung City guided Subject-Teacher Association (MGMP) of Junior High School to improve Bandar Lampung Junior High School Teachers competence, 5) Junior High School Teachers in Bandar Lampung owned teacher-profession certificate in 2013 was as many as 98,72% . Researcher suggested to Education Office of Bandar Lampung City to mapping Junior High School theachers competence in Bandar Lampung and arranging working program in the following year so that teachers owned teacher-profession really had professional competence as teacher. Key words: Policy, Professionalism.


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

xi

PERSEMBAHAN

Tesis ini kupersembahkan kepada :

Kedua Orangtuaku, Bapak Tupanto dan Ibu Rukiyah

Bapak dan Ibu Mertuaku, Bapak Sarni dan Ismini

Suamiku Widarto, S.Pd.,

Putraku F. Rahman Abdillah dan M. Athar Abdillah,

terima kasih untuk segenap cinta, perhatian,

dan kasih sayang yang tulus.


(11)

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dayasakti, Tulang Bawang Barat pada tanggal 23 Januari 1975. Merupakan anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Tupanto dan Ibu Rukiyah. Menikah pada 23 Maret 2011 dengan Widarto, S.Pd., dan telah dikarunia dua orang putra, Firstito Rahman Abdillah dan Muhammad Athar Abdillah.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 1 Dayasakti, Tulang Bawang Barat pada tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Dayamurni, tulang Bawang Barat pada tahun 1989, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Way Abung, Tulang Bawang Barat pada tahun 1992, dan menyelesaikan S1 Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 1998. Pada tahun 2010 penulis di terima di Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Pada Bulan Desember 2002 penulis di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Balai Penataran Guru (BPG) Lampung yang sekarang telah berubah menjadi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung.


(12)

xii SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Magister Ilmu Pemerintahan Pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Tesis dengan judul “Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dalam Peningkatan Profesionalisme Pada Guru Sekolah Menengah Pertama Di Kota Bandar Lampung” ini adalah salah satu syarat untuk menempuh gelar Magister Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Selama menyelesaikan tesis ini penulis banyak mendapat dukungan, bantuan dan bimbingan dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;


(13)

xiii

4. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, dan selaku pembahas dan penguji, terima kasih atas saran untuk tesis ini; 5. Bapak Dr. Pitojo Boediono, M.S. selaku pembimbing utama, terima kasih

atas kesediaannya memberi bimbingan, saran, bantuan serta kemudahan dalam proses penyelesaian tesis ini;

6. Ibu Endri Fatimaningsih, M.Si., selaku pembimbing pembantu yang kemudian karena beliau melanjutkan study S3 maka digantikan oleh Bapak Drs. Yana Ekana, P.S., M.Si. terima kasih atas kesediaannya memberi bimbingan, saran, bantuan serta kemudahan dalam proses penyelesaian tesis ini;

7. Bapak. Drs. Yana Ekana, P.S., M.SI. selaku pembimbing pembantu dan Sekretaris Jurusan Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, terima kasih atas bantuan dan saran dalam penyelesaian administrasi akademik terima kasih atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran, bantuan dan kemudahan dalam proses penyelesaian tesis ini;

8. Bapak Dr. Suwondo, M.A. selaku pembimbing akademik, terima kasih atas saran dan kemudahan yang diberikan dalam proses menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

9. Semua dosen Magister Ilmu Pemerintahan yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh pendidikan;


(14)

xiv

10. Bapak Drs. Sukarma Wijaya selaku Kepala DinasPendidikan Kota Bandar Lampung yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.

11. Bapak Sony, AMd., Selaku Kasi Perencanaan Kota Bandar Lampung, yang telah membantu penulis dalam memberi data dan informasi yang berguna bagi penyelesaian tesisini.

12. Bapak Drs. Manurung, M.Pd. selaku Koordinator Pengawas SMP yang telah membantu penulis dalam memberi data dan informasi yang berguna bagi penyelesaian tesis ini.

13. Bapkolah dan Ibu Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Menengah Kota Bandar Lampung selaku responden penelitian yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang berguna bagi peneylesaian tesis ini. 14. Kedua Orangtuaku, Mertuaku dan Suamiku tercinta, kedua putraku

tersayang, dan keluarga besarku yang senantiasa memberikan cinta, kasih sayang, dan semangat dalam hidupku;

15. Ibu Dra Hj. Djuariati, M.Pd. selaku Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung, terima kasih atas kesempatan dan kemudahan serta dukungannya yang diberikan dalam menempuh studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung:

16. Staf Administrasi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian administrasi;


(15)

xv

17. Teman-teman Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

18. Teman-teman staf Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan konstribusi bagi perkembanagn Ilmu Manajemen Pemerintahan.

Bandar Lampung, 6 September 2014


(16)

xv DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Rumusan Masalah... 7

I.3 Tujuan Penelitian ... 7

I.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 9

2.1 Kebijakan Publik ... 9

2.1.1. Konsep Implementasi Kebijakan…..………. 11

2.1.2. Model-Model Implementasi Kebijakan………. 13

2.2 Tugas dan Fungsi Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung…... 14

2.2.1 Visi Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung ... 15

2.2.2 Misi Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung ... 15

2.3 Standar Mutu…...………... 16

2.3.1 Konsep Manajemen Mutu...………... 24

2.3.2 Tujuan Penjaminan Mutu…... 25

2.3.3 Konsep Mutu (Kualitas) Pendidikan ... 26

2.4 Profesionalisme Guru ... 30

2.5 Pendidikan Dasar ……...………. 36

2.6 Kerangka Pikir………. 38

BAB III METODE PENELITIAN……….... 40

3.1Tipe Penelitian... 41

3.2Fokus Penelitian……... 41

3.3Tempat dan Waktu Penelitian……… 42

3.4Sumber Data………... 42

3.5Teknik Pengumpulan Data... ………. 45

3.5.1Wawancara... 45

3.5.2 Observasi... 46

3.5.2 Studi Dokumentasi.…………... 47

3.6 Analisis Data………... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 53

4.1 Gambaran Umum Pendidikan di Kota Bandar Lampung... 53

4.2 Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung... 54

4.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendidikan..………. 55

4.2.2 Struktur Organisasi Dinas Pendidikan…... 61

4.2.3 Sumber Daya Manusia/Aparatur... 61

4.2.4 Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan... 62

4.3 Pembahasan 63 4.3.1 Kualifikasi Guru SMP di Kota Bandar Lampung…... 66


(17)

xvi

4.3.3 Sertifikasi Guru SMP di Kota Bandar Lampung... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 98

5.1 Kesimpulan... 98

5.2 Saran... 98

5.2.1 Saran Teoritis... 105

5.2.2 Saran Praktis... 106 DAFTAR PUSTAKA


(18)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir Penelitian... 39 4.1. Alur sertifikasi guru dalam jabatan... 91


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.5.1 Pengkodean………..……….

51 4.1.1 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Kota Bandar Lampung

Tahun 2005-2009……….. 59

4.1.2 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Kota Bandar Lampung Tahun 2005–2009……….………..

60 4.1.3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Kota Bandar Lampung

Tahun 2005–2009………

60 4.2.1 Sumber daya Manusia pada Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung

Berdasarkan Golongan………..

68 4.2.2 Sumber daya Manusia pada Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung

BerdasarkanJabatan……….

68 4.3.1 Program Peningkatan Kualifikasi dan Profesionalisme Pendidik

dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung

Tahun2012………

72

4.3.2 Program Peningkatan Mutu Pendidikan di Kota Bandar Lampung tahun 2012...

73 4.3.3 Sasaran, Kebijakan dan Program Kerja Dinas Pendidikan Kota

Bandar Lampung untuk Pendidikan Dasar, Tahun 2012... 74 4.4.1 Sebaran Guru Menurut Jenjang dan Status Kepegawaian...…… 76 4.4.3 Sebaran Guru Kota Bandar Lampung Menurut Kelompok Jenjang

dan Kelompok Usia………..

78

4.5.1 Jumlah Guru SMP Yang telah Bersertifikat Profesi di Kota Bandar Lampung dari tahun 2007–2012...


(20)

I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting karena pendidikan merupakan pondasi pembangunan suatu bangsa. Jika pendidikan tidak berjalan dengan semestinya maka pembangunan tidak akan terlaksana, atau bahkan dapat mengakibatkan krisis multidimensi yang berkepanjangan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan media pembangunan yang memiliki posisi strategis dalam mengintegrasikan dan mengatur sub-sub sistem dalam masyarakat. Pendidikan juga merupakan sarana transformasi ilmu pengetahuan, yang meliputi sosialisasi ilmu pengetahuan, pengembangan ilmu pengetahuan, sosialisasi norma dan nilai dalam masyarakat, baik budaya, agama, maupun ideologi. Sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan negara-negara maju adalah tersedianya sumberdaya manusia yang terdidik dalam jumlah, jenis dan tingkat yang memadai. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan produk pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu negara Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas pembangunan nasional mereka (Syamsudin, 2009:1).

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa


(21)

2

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 tahun 2003).

Komitmen Indonesia dalam bidang pendidikan paling tidak menunjukan adanya suatu keinginan yang kuat untuk menjadikan pendidikan sebagai faktor penting dalam pembangunan. Sehingga upaya-upaya untuk selalu memperbaiki, mengembangkan dan membangun dunia pendidikan harus difahami dalam konteks sumbangannya bagi pembangunan bangsa, karena pada akhirnya pendidikan akan menentukan kualitas sumber daya manusia. Karena kualitas hasil pendidikan sangat penting dalam menunjang kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan (Suharsaputra, 2010: 244).

Sudah menjadi rahasia umum bahwa mutu pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih rendah. Cukup banyak bukti yang dapat digunakan untuk mendukung kesimpulan tersebut. Rata-rata hasil ujian akhir nasional, ujian akhir sekolah untuk semua mata pelajaran berkisar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) saja. Berbagai hasil survei yang dilakukan oleh lembaga internasional juga menempatkan prestasi siswa Indonesia pada posisi bawah (Permadi & Arifin, 83:2013).

Menurut World Bank (1998) dalam Permadi & Arifin (84:2013) hasil membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah di Asia Timur. Siswa Indonesia hanya mampu memahami 30 % (tiga puluh persen) dari materi


(22)

3

bacaan dan mengalami kesulitan menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran, sehingga berada pada peringkat paling bawah. Dalam studi ini, kemampuan siswa kelas IV (empat) SD hanya mampu mengerjakan 34% (tiga puluhempat persen) soal, sedangkan siswa SLTP hanya mampu mengerjakan 52% (lima puluh dua persen) soal.

Berdasarkan soal yang diberikan The Third International Mathematics and Science Study (1999), bahwa di antara 38 negara peserta, prestasi SLTP siswa kelas 2, Indonesia berada pada urutan ke-32 (tiga puluh dua) untuk IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan urutan ke -34 (tiga puluh empat) untuk Matematika. Faktor utama rendahnya mutu pendidikan adalah kondisi guru yang masih

mismatch,artinya hal ini terjadi karena penempatan guru tidak merata dan guru tidak layak mengajar dalam penempatannya.

Secara umum, hasil dari survei TIMMS (Trends in International Mathematics and science study di bawah paying International Association for Evaluation of Education( IEA) menempatkan Indonesia pada posisi ke-34 (tiga puluh empat) untuk bidang Matematika dan posisi ke-36 (tiga puluh enam) untuk bidang sains dari 45 (empat puluh lima) negara yang disurvei (Achyar, 4:2007, dalam Permadi dan Arifin, 84:2013).

Berdasarkan hasil dari survey The Political and Economic Risk Consultacy

(PERC) yang berbasis di Hongkong menyimpulkan bahwa mutu sistem pendidikan di Indonesia berada di urutan ke-12 di Asia, setelah Vietnam; dengan urutan pertama Korea Selatan dan kedua Singapura, dan Malaysia di


(23)

4

posisi ke tujuh. Posisi tersebut didasarkan pada mutu tenaga kerja yang diukur berdasarkan hasil pendidikan.

Berdasarkan uraian tersebut muncul pertanyaan mengapa kualitas pendidikan di Indonesia rendah? Pertanyaan ini sebenarnya telah menjadi pertanyaan yang umum dan klasik di tengah masyarakat, jawabanya pun telah diketahui yakni yang paling utama adalah karena kualitas guru yang rendah. Pertanyaan selanjutnya, mengapa mutu guru di Indonesia rendah ? Menurut Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Kependidikan Fasli Jalal pada tahun 2007 guru yang tidak layak mengajar sekitar 912.505 guru, yang terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru SMP, 75.684 guru SMA dan 63.961 guru SMK.(Webs, edisi 2:2007 dalam Permadi dan Arifin, 85:2013).

Padahal guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan, sehingga setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian yang besar kepada guru baik dalam peningkatan jumlah maupun mutunya. Dalam pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan, guru sebagai pendidik profesional mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Dalam konteks reformasi pendidikan, guru adalah unsur utama dalam proses pendidikan.

Tugas guru sangat kompleks, selain bertugas menstransfer pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik, guru juga mempunyai tugas mendidik membantu perkembangan semua potensi peserta didik agar mereka menjadi matang dan dewasa sehingga mampu berkiprah di masa yang akan datang.


(24)

5

Guru adalah unsur terdepan dalam keseluruhan proses pendidikan. Oleh karena itu sangatlah wajar jika saat ini pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap berbagai aspek kehidupan guru (Sujarwo dan Bujang Rahman, 2008:1).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 14 ayat (1) huruf f menetapkan bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan satu dari enam belas urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota, pada Lampiran A menegaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya di bidang Kebijakan dan Standar, Pembiayaan, Kurikulum, Sarana dan Prasarana, Guru, dan Pengendalian Penilaian Hasil Belajar, Evaluasi, Akreditasi, dan Penjaminan Mutu.

Dalam rangka mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional diperlukan guru yang lebih profesional, independen, nondiskriminatif, dan berwawasan kebangsaan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Sementara itu, pemerintah juga telah mengupayakan berbagai cara dalam peningkatan kualitas guru, antara lain melalui pelatihan, seminar, dan lokakarya bahkan melalui peningkatan jenjang pendidikan formal yang diperlukan sebagai persyaratan minimal kualifikasi dengan cara pemberian beasiswa untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga upaya peningkatan kualitas guru perlu


(25)

6

terus dibenahi dan ditingkatkan secara maksimal dan berkesinambungan sesuai dengan kewenangannya.

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-4), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Undang-Undang Guru dan Dosen menyatakan bahwa sertifikasi sebagai bagian dari peningkatan mutu guru dan peningkatan kesejahteraannya. Oleh karena itu lewat sertifikasi diharapkan guru dapat menjadi pendidik yang profesional yaitu yang berpendidikan minimal S-1/D-4 dan berkompetensi sebagai agen pembelajaran yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat pendidik. Dengan adanya peningkatan kompetensi dan kualifikasi akademik guru maka akan menunjang dalam sertifikasi guru, sehingga dapat dikatakan sebagai guru yang profesional yang diharapkan akan memberikan pengaruh bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa perlu untuk meneliti tentang Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dalam Peningkatan


(26)

7

Profesionalisme Guru Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandar Lampung.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka diperoleh rumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung Dalam Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandar Lampung”.

I.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti dan menganalisis tentang kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung Dalam Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandar Lampung”.

I.4. Manfaat Penelitian

1. 4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam memberikan kontribusi pemikiran tentang kebijakan bagi studi Ilmu

Pemerintahan di bidang manajemen pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan peranan pemerintah daerah di bidang pendidikan. 1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi praktisi pemerintahan khususnya Dinas Pendidikan Kota


(27)

8

Bandar Lampung, dalam pengambilan kebijakan untuk peningkatan profesionalisme guru sekolah menengah pertama di Kota Bandar Lampung.


(28)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

Secara umum, istilah kebijakan (policy term) digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang berbeda-beda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan, namun secara umum istilah kebijakan (policy) dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor misalnya pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah (Charles O.Jones dalam Winarno: 2007).

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh pemegang otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi Negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintahan Kebijakan publik itu merupakan keputusan yang diambil untuk bertindak dalam rangka memberikan pelayanan kepada publik sesuai norma-norma yang ada pada publik (Suryana, 2009:11).

Banyak sekali definisi dari kebijakan publik yang dikemukakan oleh beberapa ahli dari sudut pandang masing-masing. Menurut Easton (Waluyo, 2007:41) kebijakan publik didefinisikan sebagai pengalokasian niali-nilai secara paksa


(29)

10

kepada seluruh anggota masyarakat 9the authoritative allocation of values for the whole society). Berdasarkan definisi ini , Easton menegaskan bahwa hanya pemerintahlah yang secara sah dapat berbuat sesuatu kepada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tersebut, diwujudkan dalam pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

Thomas R. Dye (Subarsono, 2005:2) menyebutkan kebijakan publik adalah pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Definisi kebijakan publik dari Thomas R. Dye tersebut mengandung makna bahwa : a. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah bukan organisasi

swasta.

b. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Woll (Tangkilisan, 2003:2) memberikan definisi :

“ kebijakan publik merupakan sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan

bermasyarakat”

Dengan demikian menurut Anderson (Waluyo, 2007:42) terdapat implikasi-implikasi dari adanya pengertian kebijakan Negara, yaitu :

a. Bahwa kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi kepada tujuan. Bahwa kebijakan publik itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-pejabat pemerintahan. Bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah.

b. Bahwa kebijakan publik itu bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai sesuatu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

c. Bahwa kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang penting didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan-peraturan perundang-undangan yang yang bersifat memaksa.


(30)

11

2.1.1 Konsep Implementasi kebijakan

Webster (Wahab:1997:64) merumuskan bahwa to implement

(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out;

(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to

(menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Jadi implementasi kebijakan dapat diartikan sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang , peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden).

Sedangkan menurut Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2008: 146), implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Dalam setiap tahapan proses kebijakan publik termasuk tahapan implementasi kebijakan perlu diadakan analisa. Analisa disini tidak identik dengan evaluasi, karena dari tahapan penyusunan agenda hingga policy Evaluation sudah harus dilakukan analisa (Dunn, 1999:24-25).


(31)

12

Kebijakan publik pada dasarnya merupakan suatu proses yang kompleks yang berangkat dari tahap pendefinisian masalah hingga evaluasi dampak kebijakan. Oleh karena itu implementasi kebijakan hanya merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu kebijakan di dalam memecahkan persoalan-persoalan publik.

Menurut Grindle (Subarsono: 2005:93) Implementasi kebijakan dipengaruhi ada dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu :

a. Variabel isi kebijakan, mencakup kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan, siapa pelaksana program dan sumberdaya yang dikerahkan.

b. Variabel lingkungan kebijakan, mencakup seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implentasi kebijakan, karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa, tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Selanjutnya Jones (Suryana,2010:30) mengemukakan:

“ implementasi adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya, dengan kata lain implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program dengan pilar-pilar organisasi,

interprestasi dan pelaksanaan”.

Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu dapat mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat banyak. Sementara itu suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, dapat mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan oleh para pelaksana kebijakan.


(32)

13

2.1.2 Model - Model Implementasi Kebijakan

Ada dua pendekatanguna memahami implementasi kebijakan, yakni pendekatan topdown dan bottom up. Menurut Lester dan Stewart (2000:108) istilah itu dinamakan the command and control approach (pendekatan control dan komando yang mirip dengantop down approach) danthe market approach

(pendekatan pasar, yang mirip dengan bottom up approach). Masing-masing pendekatan mengajukan kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya.

Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari actor tingkat pusat, dan keputusanya pundiambil dari tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik tolakdari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-administraturatau birokrat-birokrat pada level d bawahnya. Jadi inti pendekatan top down adalah sejauh mana tindakan para pelaksana (administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur dan tujuan yang telah digariskan di tingkat pusat.

Dalam penelitian ini model pendekatan implementasi kebijakan yang digunakan adalah pendekatan top down yang dikemukakan oleh Merilee S. Grindle (Agustino, 2008:2004), yang dikenal dengan Implementation as Political and Administrative Procecess. Menurut Grindle ada dua variable yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan


(33)

14

implementasisuatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Adapun pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal, yaitu :

1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sseuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu :

a. Impak atau efeknnya pada masyarakat secara individu dan kelompok;

b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi.

Berdasarkan uraian di atas, maka kebijakan dinas pendidikan dalam penelitian ini adalah berupa tindakan atau perilaku yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dalam Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandar Lampung.

2.1 Tugas dan Fungsi Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung

Sesuai dengan peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 05 Tahun 2008, Dinas Pendidikan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang pendidikan, berdasarkan asas otonomi dan tugas perbantuan. Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Pendidikan mempunyai fungsi sebagai :


(34)

15

a) Perumusan teknis di bidang pendidikan

b) Penyelenggara urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya

c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya

d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2.2.1 Visi Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung

Visi pendidikan di kota Bandar Lampung adalah terwujudnya pendidikan berkualitas dan terjangkau dengan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menguasai IPTEK dan daya saing.

Visi tersebut merupakan upaya untuk mendorong pendidikan yang berkualitas, unggul dan terjangkau di Kota Bandar Lampung. Sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berlandaskan pada iman dan takwa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengantarkan masyarakat untuk siap bersaing dalam menghadapi pasar bebas (Renstra Dinas Pendidikan tahun 2010-2015).

2.2.2 Misi Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung

Misi dari Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung adalah :

a) Mewujudkan perluasan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan.

Misi ini dimasudkan untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dalam rangka meningkatkan daya tampung siswa pada setiap jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Dengan tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai maka warga masyarakat usia sekolah akan mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan.

Selain pembangunan fisik dalam mendukung pemerataan pendidikan, ada juga bantuan beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan dana bantuan operasional bagi sekolah sehingga pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Misi ini mensinergikan dan memadukan seluruh potensi


(35)

16

yang dimiliki oleh pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat, Propinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat termasuk orangtua siswa dalam mendukung perluasan daya tampung pendidikan. Potensi tersebut adalah kebijakan, program kerja, penyediaan lahan, sarana dan prasarana pendidikan serta alokasi anggaran pendidikan.

b) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, unggul dan berstandar nasional/ internasional. Misi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di kota Bandar Lampung. Kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh tingkat penguasaaan ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat.

c. Meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan yang memiliki keterampilan, unggul dan berdaya saing. Misi ini ditujukan untuk membentuk sumber daya manusia yang memiliki keahlian/ keterampilan sebagai modal dasar dalam memasuki persaingan pasar bebas di era globalisasi ketenagakerjaan. Artinya sekolah dan satuan penyelenggara pendidikan lainnya harus mampu mencetak peserta didik menjadi sumber daya manusia yang siap pakai sesuai kebutuhan pasar kerja.

Dengan pendidikan keterampilan yang menerapkan sistem kurikulum berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi maka diharapkanoutputlulusan pendidikan kejuruan akan memiliki keunggulan dan daya saing yang

tinggi di pasar global. Untuk mencapai tujuan tersebut maka sekolah perlu dilengkapi dengan fasilitas keterampilan teknologi tinggi serta penyediaan tenaga kependidikan yang berkompetensi dan profesional.

d. Mengembangkan jumlah lembaga pendidikan non formal dan informal. Dengan adanya pengembangan pendidikan non formal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan non formal berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

2.3 Standar Mutu

Standar sangat penting dalam menjaga tingkat kualitas, keamanan, keterpercayaan, efisiensi, dan ketidakberubahan, sebagaimana bisa tersedianya keuntungan secara ekonomi. Dalam situs ISO dijelaskan bahwa jika tidak ada standar, kita akan segera menerima peringatan bahaya. Standar telah memberi


(36)

17

kontribusi terhadap sebagian besar aspek hidup kita meskipun sangat sering bahwa kontribusi itu tak dapat terlihat langsung. Arti pentingnya standar akan terasa saat kita membeli barang atau jasa. Jika barang atau yang dibeli tidak menggunakan standar, kita akan merasa terganggu akan kekhawatiran rendahnya kualitas, tidak kuat, tidak bisa klop dengan peralatan yang sudah kita miliki, tak dapat dipercaya, atau berbahaya. Saat produk barang atau jasa memenuhi harapan, kita cenderung mengambilnya tanpa berfikir panjang.

ISO (International Organization for Standardization) adalah pengembang standar terbesar dunia. Meskipun kegiatan prinsip ISO adalah pengembangan standar teknis, standar ISO juga mempunyai landasan ekonomi dan sosial yang penting. Standar ISO menciptakan perbedaan positif, bukan hanya bagi para insinyur dan pemilik pabrik yang menjadikan standard ISO sebagai solusi dasar produksi dan distribusi, tetapi juga bagi masyarakat secara umum. International Standard yang mengembangkan ISO sangat bermanfaat bagi segala jenis industri dan organisasi, bagi pemerintah dan berbagai instansi yang mengendalikan aturan, pelaku perdagangan, para pakar penilai kesesuaian, pemasok dan pelanggan barang dan jasa baik sektor pemerintah maupun swasta, dan khususnya bagi masyarakat yang berperan sebagai konsumen dan pengguna akhir.

ISO standard memberi kontribusi untuk menjadikan pengembangan, pabrik, dan pasokan produk dan jasa lebih efisien aman, dan bersih. Perdagangan antar negara lebih mudah dan adil. Pemerintah terbantu dengan adanya


(37)

perundang-18

undangan tentang lingkungan, keamanan, dan kesehatan. Membantu transfer teknologi ke negara berkembang, juga melayani perlindungan konsumen produk dan jasa sebagaimana membantu hidup menjadi sederhana dan mudah. Saat semua hal berjalan dengan baik dan aman, misalnya sistem, mesin, peralatan, ini karena adanya kesesuaian dengan standar. Organisasi yang bertanggung jawab atas standar di seluruh dunia adalah ISO.

Standarisasi yang luas dapat dikatakan ada jika sebagaian besar produk barang dan jasa dari bisnis ataupun industri telah sesuai dengan standar internasional. Hal ini dicapai melalui persetujuan konsensus antara delegasi nasional yang mewakili semua stakholder ekonomi (pemasok, konsumen, pemerintah, dan kelompok kepentingan lainnya). Mereka menyetujui spesifikasi dan kriteria yang harus diterapkan secara konsisten pada jenis material dalam pasokan industri, dalam testing dan analisis, dan dalam istilah dan provisi pelayanan. Standar ISO memberi keuntungan bagi bisnis, konsumen, pemerintah, pedagang, negara berkembang, pelanggan, bagi semua orang. Sistem manajemen mutu ISO 9001: 2012 merupakan sistem manajemen dengan pendekatan kepada kepuasan pelanggan. Pelanggan pada sistem manajemen mutu adalah pelanggan internal , pelanggan eksternal, pihak yang berkepentingan (interested parties) (Susanto, 2004:3).

Untuk dapat menerapkan pemenuhan kepuasan pelanggan ada delapan prinsip dasar manajemen mutu(Susilo 2003:24-6) yaitu :

a) Customer Focus (Perhatian pada pelanggan) b) Leadership(Kepemimpinan)


(38)

19

c) Involvement of people (Pelibatan orang). d) Process approach. (Pendekatan Proses)

e) System approach to management (Pendekatan sistem pada manajemen) f) Continual improvement( Perbaikan berkelanjutan)

g) Factual approach to decision making( Pengambilan keputusan berdasar Fakta)

h) Mutually beneficial supplier relationships (Hubungan pemasok yang saling menguntungkan.)

Delapan dasar prinsip manajemen mutu tersebut diatas merupakan dasar penerapan sistem manajemen mutu dalam kelompok ISO 9000. Alasan penerapan sistem manajemen mutu adalah untuk membantu organisasi dalam meningkatkan kepuasan pada pelanggannya atas layanan produk dari organisasi. Pelanggan menghendaki produk sesuai dengan karakteristik yang dapat memuaskan kebutuhan dan harapan mereka. Kebutuhan dan harapan dinyatakan dalam spesifikasi produk yang secara terpadu dinamakan persyaratan pelanggan.

Persyaratan pelanggan dapat ditentukan melalui kontrak oleh pelanggan atau dapat ditetapkan oleh organisasi sendiri. Dalam kedua hal tersebut apabila dapat dipenuhi oleh organisasi maka pelanggan menetapkan keberterimaan produk. Karena kemajuan teknologi dan kebutuhan serta harapan pelanggan yang senantiasa meningkat dan berubah serta tekanan persaingan yang ketat, maka untuk dapat selalu memuaskan pelanggannya, organisasi didorong untuk selalu memperbaiki proses produknya secara terencana dan terukur. Pendekatan SMM mengajak organisasi untuk menganalisis persyaratan pelanggan, menetapkan proses yang mampu memberi sumbangan bagi produk


(39)

20

yang dapat diterima oleh pelanggan dan supaya konsisten maka tetap menjaga maka proses-proses tersebut harus terkendali.

Menurut W. Edward Deming dalam Gaspersz (2005:9-11) untuk membangun sistem kualitas modern atau total quality managementdiperlukan transformasi manajemen menuju kondisi perbaikan terus-menerus dengan prinsip sebagai berikut:

a) Ciptakan tujuan yang mantap ke arah perbaikan barang maupun produk dan jasa dengan tujuan lebih kompetitif dan tetap dalam bisnis serta memberikan lapangan kerja;

b) Adopsikan cara berfikir (filosofi) baru untuk perubahan lebih baik;

c) Hentikan ketergantungan pada inspeksi massal untuk memperoleh kualitas dengan cara membangun kualitas ke dalam produk sejak awal;

d) Akhiri praktek bisnis dengan hanya bergantung pada harga, bergerak menuju pemasok tunggal untuk setiap barang dengan membina hubungan jangka panjang yang berdasarkan kesetiaan dan kepercayaan;

e) Tingkatkan perbaikan terus-menerus pada sistem produksi dan pelayanan serta meningkatkan kualitas dan produktivitas untuk mengu-rangi biaya; f) Lembagakan pelatihan kerja;

g) Lembagakan kepemimpinan untuk membantu karyawan, mesin, dan instrumentasi ke arah hasil kerja yanglebih baik;

h) Hilangkan ketakutan, sehingga setiap orang dapat bekerja secara efektif i) Hilangkan hambatan-hambatan di antara departemen.Bagian riset,

desain, penjualan, dan produksi harus bekerja sebagai satu tim untuk mengantisipasi masalah-masalah dalam produksi dan penggu-naan barang/jasa;

j) Hilangkan slogan-slogan, desakan-desakan, dan target-target kepada karyawan untuk mencapai kerusakan nol (zero defect) dan tingkat produktivitas baru yang lebih tinggi;

k) Hilangkan kuota produksi kerja dan hilangkan manajemen serba sasaran (management by objective), substitusikan dengan kepemimpinan; l) Hilangkan penghalang yang merampok para karyawan dari hal

kebanggaan kerja mereka. Pengawas diarahkan untuk mengawasai kualitas produk;

m) Lembagakan program pendidikan dan pengembangan diri secara serius; n) Gerakkan setiap orang untuk mencapai transformasi yang lebih baik


(40)

21

Lebih jauh, Gaspersz (2005:11) mengemukakan beberapa langkah untuk mencapai efektivitas sistem kualitas modern atautotal quality management: a) Mendefinisikan dan merinci sasaran dan kebijaksanaan kualitas; b) Berorientasi kepada kepuasan pelanggan;

c) Mengerahkan semua aktivitas untuk mencapai sasaran dan kebijaksanaan kualitas yang telah ditetapkan;

d) Mengitegrasikan aktivitas-aktivitas itu dalam organisasi;

e) Memberikan penjelasan dan tugas-tugas kepada karyawan untuk mengutamakan kualitas;

f) Mengendalikan aktivitas pengendalian kualitas pada pemasaran; g) Mengidentifikasi kualitas peralatan secara cermat;

h) Mengidentifikasi dan mengefektifkan aliran informasi kualitas, memprosesnya, dan mengendalikannya;

i) Melakukan pelatihan (training) serta memotivasi karyawan untuk terus bekerja dengan orientasi meningkatkan kualitas;

j) Melakukan pengendalian terhadap ongkos kualitas dan pengukuran lainnya serta menetapkan standar kualitas yang diinginkan;

k) Mengefektifkan tindakan koreksi yang bersifat positif;

l) Melanjutkan sistem pengendalian,mencakup langkah selanjutnya dan menerima informasi umpan balik,melakukan analisis hasil, serta membandingkan dengan standar kualitas yang telah ditetapkan;

m) Memeriksa aktivitas dari sistem kualitas modern secara periodik.

Seri ISO 9001:2000 menyediakan pedoman untuk mengembangkan dan mengimplementasikan sistem total quality management untuk diterapkan dan berinteraksi dengan semua kegiatan yang berkaitan dengan mutu suatu produk dan jasa yang mencakup semua tahap dari identifikasi awal hingga akhirnya mencapai kepuasan bagi yang berkepentingan. Tjiptono dalam Total Quality Management (2000: 34-47) menjelaskan bahwa produk yang dikehendaki pelanggan adalah produk yang berkualitas. Dimensi kualitas meliputi kinerja, keistimewaan, kehandalan, kesesuaian, daya tahan, seviceability, estetika, dan

percieved quality. Kualitas ini bersumber dari (a) Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen puncak, (b) Sistem informasi


(41)

22

yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun detail, (c) desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk sebelum dilepas ke pasar, (d) kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang terpelihara baik, pekerja yang terlatih baik, dan penemuan penyimpangan yang tepat, dan (e) manajemen vendor yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama.

Total Quality Manajemen (TQM) merupakan perpaduan dari fungsi-fungsi dan proses terkait ke dalam siklus hidup produk pada tahap yang berbeda-beda, seperti desain, perencanaan, produksi, distribusi, dan pelayanan. Ukuran keberhasilan TQM adalah kepuasan pelanggan dan cara mencapainya terutama melalui desain sistem dan peningkatan terus-menerus terfokus pada mutu dan cara mengorganisasi dan mengerahkan seluruh organisasi, setiap departemen, setiap aktivitas, dan setiap individu di setiap tingkatan untuk mencapai kualitas (Suardi, 2004:10).

Sebuah organisasi yang menerapkan TQM harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: kepedulian, nilai, integritas, pelatihan dan kontrol sebagai fondasi; menerapkan standar-standar kerja organisasi, mempunyai manajemen strategis, melakukan persaingan sehat, perbaikan berlanjut, ada tim kerja dan budaya mutu. Semua unsur tersebut diarahkan untuk mencapai kepuasan pelanggan melalui mutu produk barang atau jasa yang dihasilkan. Persyaratan ini dijabarkan menjadi :

a) menyusun lingkungan TQM dengan membuat kerangka pernyataan visi/misi organisasi dan menentukan prinsip-prinsip seperti fokus pada pelanggan, komitmen mutu, keterlibatan dan disiplin pegawai


(42)

23

b) menyusun hubungan pemasok/konsumen/manajemen

c) menetapkan sistem manajemen untuk semua proses di seluruh siklus hidup produk, termasuk riset pasar, keterlibatan produk, pembelian, manufaktur, pengujian dan inspeksi, pemakaian dan transportasi, pelayanan pelanggan, dsb

d) menyusun sistem evaluasi seperti internal audit dan jaminan mutu e) memperbaiki sistem manajemen secara terus-menerus,

f) meninjau dan mengubah siklus perbaikan secara kontinyu

Menurut Agung Budi Susanto (2003:1) alasan penerapan sistem manajemen mutu adalah untuk membantu organisasi dalam meningkatkan pelayanan kepada pelanggannya dari penggunaan produk yang dihasilkan oleh organisasi. Pelanggan menghendaki produk sesuai dengan karakteristik yang dapat memuaskan kebutuhan dan harapan mereka. Kebutuhan dan harapan dinyatakan dalam spesifikasi produk yang secara terpadu dinamakan persyaratan pelanggan

Persyaratan pelanggan dapat ditentukan melalui kontrak oleh pelanggan atau dapat ditetapkan oleh organisasi sendiri. Dalam kedua hal tersebut apabila dapat dipenuhi oleh organisasi maka pelanggan menetapkan keberterimaan (kesesuaian) produk. Karena kemajuan teknologi dan kebutuhan serta harapan pelanggan yang senantiasa meningkat dan berubah serta tekanan persaingan yang ketat, maka untuk dapat selalu memuaskan pelanggannya, organisasi didorong untuk selalu memperbaiki proses produknya secara terencana dan terukur.

Pendekatan Sistem Manajemen Mutu mengajak organisasi untuk menganalisis persyaratan pelanggan, menetapkan proses yang mampu memberi sumbangan


(43)

24

bagi produk yang dapat diterima oleh pelanggan dan supaya konsisten maka proses-proses tersebut harus terkendali.

2.3.1 Konsep Manajemen Mutu

Secara sederhana manajemen mutu dapat diartikan sebagai aktivitas manajemen untuk mengelola mutu. Menurut Gasperz (Suharsaputra, 2010:233) manajemen kualitas dapat dikatakan sebagai aktifitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, tujuan, tanggungjawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat manajemen kualitas, seperti perencanaan kualitas, pengendalian kualitas, penjaminan kualitas dan peningkatan kualitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa manajemen kualitas berkaitan dengan seluruh kegiatan manajemen dalam rangka mengelola kualitas. Dalam perkembanganya dewasa ini manajemen kualitas telah banyak diterapkan dalam seluruh aspek dari suatu organisasi, sehingga pengelolaan kualitas bersifat total dan terpadu (Total Quality Management). Menurut Santoso (Suharsaputra, 2010: 234) Total Quality Management (TQM) merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.

Untuk memudahkan pengertian Total Quality Management (TQM) Fandi Ciptono (Suharsaputra, 2010: 234) mengemukakan ada dua aspek yang ada dalam pengertian TQM. Aspek pertama menguraikan apa Total Quality Management dan aspek kedua membahas bagaimana mencapainya. Total


(44)

25

Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Total Quality Approach hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM berikut ini :

1) Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal 2) Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas

3) Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.

4) Memiliki komitmen jangka panjang 5) Membutuhkan kerjasama tim

6) Memperbaiki proses secara berkesinambungan 7) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan 8) Memberikan kebebasan yang terkendali 9) Memiliki kesatuan tujuan

10) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

2.3.2 Tujuan Penjaminan Mutu

Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat baik bagi pihak internal maupun eksternal organisasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Yorke (Suharsaputra, 2010: 238), tujuan penjaminan (assurance) terhadap kualitas tersebut antara lain :

1) Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus menerus dan berkesinambungan melalui praktik yang terbaik dan mau mengadakan inovasi.

2) Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat dan dapat dipercaya.

3) Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten dan bila mungkin membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing.


(45)

26

Selain itu, tujuan diadakannya penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan. Mekanisme penjaminan kualitas yang digunakan juga harus dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran (Suharsaputra, 2010:238).

2.3.3 Konsep Mutu (Kualitas) Pendidikan

Suatu hal yang sangat penting akhir-akhir ini dalam pengelolaan pendidikan, khususnya pada tingkat satuan pendidikan adalah pelaksanaan manajemen yang berkualitas. Kualitas telah menjadi isu kritis dalam persaingan modern dewasa ini. Berbicara mengenai kualitas adalah bersifat umum. Tetapi Total Quality Management (TQM) atau manajemen secara terpadu dalam pengelolaan pendidikan adalah merupakan hal yang bersifat khusus. Total Quality Management(TQM) selama ini dikenal pada dunia usaha dan industry atau bisnis. Menurut Sallis (Sagala, 1993;33) TQM sngat fleksibel untuk diadaptasi atau diterapkan pada berbagai institusi besar atau kecil termasuk dalam dunia pendidikan. Penerapan TQM pada institusi pendidikan memang memerlukan perubahan budaya, yaitu dari budaya bisnis semata-mata menjadi budaya manajemen sumber daya manusia (SDM) untuk menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas.


(46)

27

Menurut Vincent Gasperzs (Permadi & Arifin, 2013:31) Manajemen kualitas (Quality Management) atau Manajemen Kualitas Terpadu (Total Quality Managemen) adalah suatu cara untuk meningkatkan performansi secara terus menerus (continaus performance improvement) pada proses setiap area fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.

ISO 8402 Quality Vocabulary (Vincet Gaspersz, 2005 dalam Permadi & Arifin, 20013:31) memberikan definisi mutu pendidikan sebagai salah satu pilar pengembangan sumber daya manusia yang mempunyai makna yang signifikan untuk pembangunan nasional secara keseluruhan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan menghasilkan masa depan bangsa yang berkualitas pula.

Dalam tataran abstrak kualitas telah didefinisikan oleh dua pakar bidang kualitas yaitu Joseph Juran dan Edward Deming (Suharsaputra, 2010:226). Menurut Juran, kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitnes for use), yang berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna. Lebih jauh Juran mengemukakan lima dimensi kualitas, yaitu :

1) Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk.

2) Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain dengan penyampaian produk aktual.

3) Ketersediaan (availability), mencakup aspek kedapatdipercayaan serta ketahanan dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk digunakan.

4) Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen.

5) Guna praktis (field use), kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan penggunaanya oleh konsumen.


(47)

28

Sedangkan menurut Deming (Suharsaputra, 2010:227), meskipun kualitas mencakup kesesuaian atribut produk dengan tuntutan konsumen, namun kualitas harus lebih dari itu. Ada empat belas point penting yang dapat membawa/membantu manajer mencapai perbaikan dalam kualitas, yaitu : 1) Menciptakan kepastian tujuan perbaikan produk dan jasa.

2) Mengadopsi filosofi baru di mana cacat tidak bisa diterima 3) Berhenti tergantung pada inspeksimissal

4) Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga saja

5) Tetap dan kontinyu memperbaiki sistem produksi dan jasa 6) Melembagakan metode pelatihan kerja modern

7) Melembagakan kepemimpinan

8) Menghilangkan rintangan antar departemen 9) Hilangkan ketakutan

10) Hilangkan/kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja 11) Hilangkan manajemen berdasarkan sasaran

12) Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja per jam 13) Melembagakan program pendidikan dan pelatihan yang cermat 14) Menciptakan struktur dalam manajemen puncak yang dapat melaksanakan transformasi seperti dalam poin-poin di atas.

Untuk memahami kualitas pendidikan dari sudut pandang ekonomi diperlukan beberapa pertimbangan tentang bagaimana kualitas diukur. Sebagaimana dikatakan oleh Solmon (Suharsaputra, 2010:230), ada beberapa sudut pandang dalam mengukur kualitas pendidikan, yaitu :

1) Pandangan yang menggunakan pengukuran pada hasil pendidikan (sekolah atau college)

2) Pandangan yang melihat pada proses pendidikan

3) Pendekatan teori ekonomi yang menekankan pada akibat positif pada siswa atau pada penerima manfaat pendidikan lainnya yang diberikan oleh institusi dan atau program pendidikan.

Sudut pandang tersebut di atas, masing-masing mempunyai kelemahannya sendiri-sendiri. Namun demikian pengukuran di atas tetap diperlukan dalam melihat masalah kualitas pendidikan karena diakui bahwa masalah kualitas pendidikan bukanlah hal yang mudah. Banyak aspek yang berkaitan dengan kualitas pendidikan, dan suatu pandangan yang komperehensi mengenai


(48)

29

kualitas pendidikan merupakan hal yang penting dalam memetakan kondisi pendidikan secara utuh, meskipun dalam tataran praktis titik tekan dalam melihat kualitas bisa berbeda-beda sesuai dengan maksud dan tujuan suatu kajian atau tinjauan.

Kualitas pendidikan bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil dari suatu proses pendidikan. Jika suatu proses pendidikan berjalan baik, efektif dan efisien, maka terbuka peluang yang besar untuk memperoleh hasil pendidikan yang berkualitas. Dalam konteks pendidikan sebagai suatu sistem, variabel kualitas pendidikan dapat dipandang sebagai variabel bebas yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kepemimpinan, iklim organisasi, kualifikasi guru, anggaran, kecukupan fasilitas belajar dan lain sebagainya.

Edward Salis (2006:30-31) menyatakan bahwa :

“Ada banyak sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung

yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orangtua, bisnis dan komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi tenologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajaran anak didik, kurikulum yang memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut”.

Pernyataan di atas menunjukan banyaknya sumber mutu dalam bidang pendidikan. Senada dengan pendapat tersebut Nanang Fatah (2000:90) mengemukakan bahwa upaya peningkatan mutu dan perluasan pendidikan membutuhkan sekurang-kurangnya tiga faktor utama,yaitu : (a) kecukupan sumber-sumber pendidikan dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan


(49)

30

sarana belajar; (b) mutu proses belajar mengajar yang mendorong siswa belajar efektif; dan (c) mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap keterampilan, dan nilai-nilai. Jadi kecukupan sumber, mutu proses belajar mengajar dan mutu keluaran akan dapat terpenuhi jika dukungan biaya yang dibutuhkan dan tenaga profesional kependidikan dapat disediakan oleh sekolah.

2.4 Profesionalisme Guru

Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Menurut Pidarta (1999) bahwa profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Senada dengan Webstar (dalam Kunandar, 2007:45) Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan, yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru


(50)

31

dan Dosen). Pekerjaan profesional berbeda dengan pekerja non profesional karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khususnya dipersiapkan untuk itu. Profesi menunjukan lapangan yang khusus dan mensyaratkan studi dan penguasaan pengetahuan khusus yang mendalam seperti bidang hukum, militer, keperawatan, kependidikan, dan sebagainya.

Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat memperoleh pekerjaan yang lain (Nana Sudjana,1988 dalam Usman, 2005).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan yang intensif. Profesi biasanya berkaitan dengan mata pencaharian seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian, profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran dan pelatihan, yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan.

Profesi guru memiliki tugas melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Tuntutan profesi ini memberikan layanan yang yang optimal dalam bidang


(51)

32

pendidikan kepada masyarakat. Sehingga guru yang dikatakan profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.

Pengertian kompetensi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS Purwadarminta) kompetensi berarti kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yaitu kemampuan atau kecakapan. Broke and Stone (dalam Permadi dan Arifin, 2013:87) menjelaskan kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku profesional yang sangat berarti. Sedangkan menurut Usman (dalam Kunandar, 2005:51) kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sedangkan pengertian kompetensi guru adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif.


(52)

33

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rokhani, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dari perguruan tinggi terakreditasi yang dibuktikan dengan ijazah dan/ atau sertifikasi keahlian yang relevan dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 2. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap,

stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kopetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Berdasarkan pengertian di atas, kompetensi guru mengandung makna bahwa kompetensi dapat digunakan dalam dua konteks, yakni pertama: sebagai


(53)

34

indikator kemampuan yang menunjukan kepada perbuatan yang diamati. Kedua, sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan perbuatan serta tahap-tahap pelaksanaanya secara utuh (Joni dalam Kunandar, 2005:52).

Posisi guru sebagai salah satu profesi memang harus diakui dalam kehidupan masyarakat. Guru harus diakui sebagai profesi yang sejajar dengan profesi-profesi lainnya, seperti dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer, arsitek dan masih banyak yang lainnya. Menurut Permadi dan Arifin (2013:23) guru sebagai profesi hendaknya memenuhi kelima ciri atau karakteristik yang melekat pada dirinya, yaitu sebagai berikut :

1. Memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat, dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.

2. Menuntut keterampilan tertentuyang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu. 4. Memilki kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota

beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut. 5. Sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yeng diberikan kepada

masyarakat, anggota profesi secara perorangan,atau kelompok, berhak memperoleh imbalan finansial atau materi.

Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu juga ditunjukan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya (Surya, 2005 dalam Kundarto, 2007:48). Lebih lanjut Surya berpendapat bahwa profesionalisme guru mempunyai makna penting yaitu : 1. Profesionalisme memberikan jaminan perlindungan kepada kesejahteraan


(54)

35

masyarakat umum,

2. Profesionalisme guru merupakan suatu cara untuk memperbaiki profesi pendidikan yang selama ini dianggap rendah oleh sebagian masyarakat, 3. Profesionalisme memberikan kemungkinan perbaikan dan pengembangan

diri yang memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin dan memaksimalkan kompetensinya.

Guru yang profesional harus mampu menjaga keseimbangan antara hak dan kewajibannyas seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Guru dan Dosen pada 14 dan pasal 20 memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut :

1. Hak-hak guru sebagai suatu profesi :

a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial

b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.

c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugasdan hak atas kekayaan intelektual

d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan.

e. Memiliki kebebasandalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaaan,dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan,kode etik guru,dan peraturan perundang-undangan.

f. Memperoleh rasa amandan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.

g. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.

h. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.

i. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkankualifikasi akademik dan kompetensi.

j. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.


(55)

36

a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan

kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

c. Bertindak objektif, dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.

d. Menjunjung tinggi peraturan perundag-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika.

e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

2.5 Pendidikan Dasar

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasinal (UU SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003, pengertian pendidikan dasar adalah pendidikan yang diselenggarakan pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang lama masa belajarnya sembilan tahun. Undang-undang ini hanya mengenal tiga jenjang pendidikan dalam sistem pendidikan nasional, yaitu pendidikan dasar (SD/MI-SMP/MTS), pendidikan menengah (SMA/MA) dan pendidikan tinggi (PT).

Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa :

”Tiap-tiap warganegara berhak memperoleh pendidikan”. Selanjutnya

dalam Pasal 31 Ayat (2) dinyatakan bahwa ”tiap-tiap warga negara wajib memperoleh pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya”.

Dalam Peraturan Pemerintah No 47 tahun 2008 pasal 1 ayat 1- 6 dijelaskan sebagai berikut:

(1) Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah,


(56)

37

(2) Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah(MTs), atau bentuk lain yang sederajat

(3) Sekolah Dasar yang selanjutnya disebut SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar

(4) Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar,di dalam pembinaan Menteri Agama

(5) Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disebut SMP adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasarsebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat

(6) Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat, di dalam pembinaan Menteri Agama.

Pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun yang terdiri atas program pendidikan enam tahun di Sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Pertama. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar merupakan pendidikan wajib belajar yang memberikan para siswa dengan pengetahuan dan keterampilan. Tujuan dari pendidikan dasar adalah mengajarkan kecakapan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan penunjang utama pengajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya (Rivai dan Murni, 2009:80).


(57)

38

2.6 Kerangka Pikir Penelitian

Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung merupakan salah satu satuan kerja yang mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang pendidikan, berdasarkan asas otonomi dan tugas perbantuan. Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Pendidikan mempunyai fungsi sebagai Perumusan teknis di bidang pendidikan dan penyelenggara, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pendidikan.

Untuk meningkatkan jumlah dan mutu pengelolaan pendidik dan satuan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama maka Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung melakukan Kebijakan peningkatan profesionalisme guru pada Tahun 2013. Program kerja yang dilakukan untuk menunjang kebijakan tersebut adalah dengan melakukan peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru SMP sehingga bisa menjadi guru yang profesional yang ditunjukan dengan cara memperoleh sertifikat profesi guru.

Dalam penelitian ini model pendekatan implementasi kebijakan yang digunakan adalah pendekatan top down yang dikemukakan oleh Merilee S. Grindle (Agustino, 2008:2004), yang dikenal dengan Implementation as Political and Administrative Procecess. Model implementasi kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dalam peningkatan profesionalisme Guru Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandar Lampung dapat dituangkan pada skema aliran berikut :


(58)

39

INPUT

PROSES

OUTPUT OUTPUT

Gambar 2.1. Kerangka Pikir penelitian

Evaluasi Kebutuhan dan kemampuan SDM Guru SMP di kota Bandar Lampung

Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dalam peningkatan kualitas Guru SMP Kota Bandar Lampung : - Kualifikasi

- Kompetensi

Peningkatan Profesionalisme Guru SMP di Kota Bandar Lampung :


(59)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teori fenomenologi. Fenomenologi pada dasarnya berpandangan bahwa apa yang tampak di permukaan, termasuk pola perilaku perilaku sehari-hari hanyalah suatu gejala atau fenomena dari apa yang tersembunyi di “kepala” sang pelaku. Perilaku

apa pun yang tampak di tingkat permukaan baru bisa dipahamiatau dijelaskan manakala bias mengungkap atau membongkar apa yang tersembunyi dalam dunia kesabaran atau dunia pengetahuan si manusia pelaku (Burhan Bungin, 2008). Menurut Moleong (2004:9) dalam pandangan fenomenologis peneliti berusaha untuk memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu.

Ciri-ciri penelitian kualitatif adalah : (1) mempunyai latar belakang alami , (2) peneliti merupakan instrument utama dalam usaha pengumpulan data, (3) analisis data secara induktif, (4) bersifat deskriptif, (5) lebih mementingkan proses daripada hasil, (6) ada batas yang ditentukan oleh fokus, (7) menggunakan teori dasar, (8) ada kriteria khusus untuk keabsahan data, (9) desain bersifat sementara dan (10) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati (Moleong,2004:4-8).

Dalam penelitian ini diperlukan pengamatan secara mendalam dan menyeluruh dan data yang diungkap bukan berupa angka-angka tetapi berupa kata-kata dan


(1)

52

Trianggulasi data dilakukan dengan cara membandingkan kebenaran data atau informasi yang dikumpulkan dari informan yang berbeda. Trianggulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi yang diperoleh dengan wawancara yang mendalam dan dokumentasi. Misalnya hasil wawancara dengan dokumen lain yang relevan.

Pengecekan keajegan data diperoleh melalui trianggulasi sumber. Objek dan isu yang sama ditanyakan kepada 8 sumber yaitu : Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, Koordinator pengawas, Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Menengah Pertama Kota Bandar Lampung.

Pengecekan konfirmabilitas atau kecocokan data melalui trianggulasi metode, yaitu melalui wawancara dengan informan, dan pengkajian dokumen.

Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan. Menurut Milles dan Huberman (Idrus, 2007:30) menarik kesimpulan adalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan menggunakan lintasan pikiran selama melakukan analisa dan menulis. Pada tahap ini, data yang telah diproses dengan langkah-langkah seperti di atas, kemudian peneliti mengambil kesimpulan. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara melihat kembali pada hasil reduksi data dan penyajian data, sehingga kesimpulan yang diambil penulis tidak menyimpang dari masalah penelitian.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan dalam bab sebelumnya maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah :

Kebijakan yang diambil oleh Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung untuk meningkatkan profesionalisme guru Sekolah Menengah Pertama Kota Bandar Lampung adalah dengan melakukan peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru. Untuk peningkatan kualifikasi pendidikan guru SMP di Kota Bandar Lampung guru Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung melakukan pemberian bantuan beasiswa sehingga guru dapat mempunyai ijazah S1 (Strata 1). Dengan mempunyai kualifikasi S1 maka guru SMP tersebut dapat memenuhi syarat kualifikasi untuk sertifikasi, dan juga meningkatkan kompetensinya.

Untuk meningkatkan kompetensi guru Sekolah Menengah Pertama Kota Bandar Lampung maka Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung memberikan dana untuk pembinaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan IHT (In House Training ) oleh sekolah. Dengan adanya peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru maka guru dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesional Guru (PLPG) dan lulus ujian sertifikasi serta memperoleh sertifikat profesi pendidik (sertifikasi), sehingga menjadi guru yang profesional.


(3)

99

5.2 Saran

Dalam meningkatkan profesinalisme guru Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandar Lampung, maka Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung perlu melanjutkan program peningkatan kualifikasi pendidikan dan kompetensi guru SMP di Kota Bandar Lampun. Selain itu perlu dilakukan kegiatan pemetaan kompetensi bagi guru-guru SMP di Kota Bandar Lampung untuk menyusun program kerja di tahun berikutnya. Sehingga Guru yang sudah sertifikasi benar-benar mempunyai kompetensi sebagai guru yang profesional.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirdjo, Prajudi, 2003. Teori Administrasi. STIALAN, Jakarta.

Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. CV. Alfabeta. Bandung Aritonang R., Lerbin R., 2005. Kepuasan Pelanggan. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Bungin, Burhan. 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Pertama, Kencana Perdana Media Group. Jakarta

Dunn, William N., 1999, Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dwiyanto, Agus, 1995. Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik. Fisipol UGM. Yogyakarta.

Fattah, Nanang, 1996, Landasan Manajemen Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Idrus, Muhammad, 2007. Metode Penelitian Ilmu- Ilmu Sosial. Yogyakarta, UII Press Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana. 2000. Total Quality Management. Andi.

Yogyakarta.

Keban, Yaremis T,1995. Indikator Kinerja PEMDA: Pendekatan Manajemen dan Kebijakan. Makalah. Yogyakarta.

Miles, BM., & Huberman, A.M., 1992. Analisis Kualitatif, Penerjemah Rohadi, R.T., PT Salemba Empat, Jakarta.

Moleong, Lexy J, 2000. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung.

Ndraha, Taliziduhu, 1989. Konsep Administrasi dan Administrasi, Bina Aksara, Jakarta.

Pasolong, Harbani, 2011, Teori Administrasi Publik, Alfabeta, Bandung.

Permadi, Dadi, & Arifin (2013) Panduan Menjadi Guru Profesional Reformasi Motivasi dan Sikap Guru Dalam Mengajar. Nuansa Aulia, Bandung.


(5)

Prawirosentono, Suryadi, 1990. Manajemen Sumberdaya Manusia: Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat menuju Organisasi Kompetitif Dalam Perdagangan Bebas Dunia, BPFE, Yogyakarta.

Rivai, Veithzal dan Sylviana Murni, 2009, Education Management, Rajawali Pers, Jakarta.

Sallis, Edward, 2006, Total Quality Management In Education Manajemen Mutu Pendidikan, IRCiSoD, Jogjakarta.

Simamora, Henry, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta.

Suardi, Rudi. 2004. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000: Penerapannya untuk Mencapai TQM. Penerbit PPM. Jakarta.

Subarsono, Ag. 2005, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. CV Alfabeta, Bandung.

Suharsaputra, Uhar, 2010, Administrasi Pendidikan, Refika Aditama, Bandung.

Tangkilisan, H.N.S., 2003. Kebijakan Publik yang Membumi, Lukman Offset, Jakarta

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, 2011. Metodelogi Penelitian Sosial Edisi Kedua. Jakarta, Bumi Aksara.

Waluyo, 2007, Manajemen Publik Konsep Aplikasi dan Implementasi dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Mandar Maju,Bandung.

Widodo, Joko, 2006, Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Bayumedai Publishing. Jakarta.

Winarno, Budi, 2007. Kebijakan Publik Teoridan Proses. Media Presindo. Yogyakarta.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistim Pendidikan Nasional. Salinan Bidang Dikbud KBRI Tokyo.


(6)

Buku dan Karya Tulis

Andi Mulya., 2010. Pengaruh Efektifitas Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Terhadap Mutu Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Bandar Lampung. Tesis-S2. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu

Pemerintahan Universitas Lampung.

Anita Sari., 2012. Profil Kinerja Widya Iswara LPMP Provinsi Lampung. Tesis S-2. Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Anonim., 2009. Pengukuran dan Pemetaan Kemampuan Guru dalam

MengelolaPembelajaranUntuk Guru mata pelajaran Kimia Pada Jenjang Pendidikan SMA di Kota Metro. Depdiknas,LPMP Lampung.

Anonim., 2012. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru Materi Pendidikan dan Pelatihan Guru. BPSDMP, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemerintah Kota Bandar Lampung, 2010. Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung Tahun 2010-2015. Pemerintah Kota Bandar Lampung. Pemerintah Kota Bandar Lampung, 2010. Rencana Kerja Dinas Pendidikan Kota

Bandar Lampung Tahun 2014. Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) Profil Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kota Bandar lampung Tahun 2014. LPMP Provinsi Lampung.

Sujarwo dan Bujang Rahman, 2008. Pengembangan Profesionalitas Guru (Modul) n Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Sertifikasi Guru Dalam Jabatan. FKIP Universitas Lampung. Lampung

Suryana, Siti Erna Latifi, 2009. Implementasi Kebijakan Tentang Pengujian

Kendaraan Bermotor di Kabupaten Aceh Tamiang. Tesis. Program magister Studi Pembangunan , Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara . Syamsudin, 2009. Pengaruh Biaya Pendidikan Terhadap Mutu Hasil Belajar Melalui

Proses Belajar Mengajar Pada Sekolah Menengah Pertama Di Kabupaten Asahan. Tesis. Universitas Sumatera Utara.


Dokumen yang terkait

PERAN DINAS PENDIDIKAN KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU

0 8 13

PERAN DINAS SOSIAL KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI MASALAH PROSTITUSI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

9 85 59

PERFORMANCE MANAGEMENT SERVICES MARKETS IN ERITREANS RETRIBUTION MARKET PLACES IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG KINERJA DINAS PENGELOLAAN PASAR DALAM PEMUNGUTAN RETRIBUSI PASAR DI KOTA BANDAR LAMPUNG

1 11 86

COMPETENCE EVALUATION OF TEACHERS IN LEARNING MANAGEMENT AT JUNIOR HIGH SCHOOL IN BANDAR LAMPUNG EVALUASI KOMPETENSI GURU DALAM PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PADA SMP DI BANDAR LAMPUNG

0 21 118

MANAGEMENT OF WASTE DISPOSAL IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG (Study at the Office of Waste and Landscaping in Municipal City of Bandar Lampung)

1 11 102

THE ORDERLY ADMINISTRATION OF STANDARDIZATION OF TOPOGRAPHICAL NAMES IN BANDAR LAMPUNG STUDIES IN BANDAR LAMPUNG GOVERNMENT OFFICE SUBSECTIONS OF THE VILLAGE GOVERNMENT TERTIB ADMINISTRASI PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG STUDI PADA KANTOR P

0 5 76

MANAJEMEN SEKOLAH STUDI KASUS PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI I7 BANDAR LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG

4 26 119

A SYSTEMIC ANALYSIS OF HIGH SCHOOL TEACHERS’ ARGUMENTATIVE WRITING :A Case Study in Bandar Lampung.

0 0 26

The Portrait Of Teachers’ Competency In Teaching Science Through Inquiry Approach At Elementary School In Bandar Lampung | Karya Tulis Ilmiah

0 0 29

RASIONALITAS KEBIJAKAN PEMEKARAN KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG RATIONALITY DISTRICT POLICY PROLIFERATION AND VILLAGES IN TOWN BANDAR LAMPUNG

0 0 12