Faktor Kognitif Problem Kejiwaan Tokoh Utama Sasana dalam Novel Pasung Jiwa
Aku tak bisa membantah ketika setelah lulus SMP dimasukkan ke SMA khusus laki-laki. Sebuah SMA yang dikelola yaysan Katolik. Mereka
berdua yang memilihkan untukku, tanpa pernah bertanya aku ingin sekolah di mana. Ayah dan Ibu berpikir itu yang terbaik untukku.
Madasari, 2013:30. Permasalahan yang dihadapi oleh Sasana belum selesai sampai di situ.
Kenyataan yang terjadi berbanding terbalik dengan apa yang diinginkan oleh orangtua Sasana. Sekolah yang dianggapnya baik ternyata tidak terlalu baik untuk
Sasana. Di sekolah itu Sasana dimusuhi oleh kakak kelasnya. Sampai pada suatu hari Sasana pulang dengan muka penuh memar. Ibu
Sasana menuduh Sasana berkelahi di sekolah. Tanpa tanya panjang lebar ayah Sasana datang langsung menampar wajah Sasana. Sasana tidak menyangka
ayahnya akan setega itu. Mereka mengulang hal yang sama ketika Sasana bermasalah dengan pelajaran seni rupa semasa SMP. Orangtua Sasana
menunjukkan sisi kerasnya, di mana Sasana membenci kekerasan. Sasana ingin merasakan bebas dari semua aturan yang menyalahkannya.“Begitu datang Ayah
langsung menampar wajahku. Aku terkejut. Ayahku yang selalu lembut dan sabar kenapa tiba-tiba bisa main tangan. Madasari, 2013:36”.
Kebebasan yang dirasakan Sasana ketika lulus SMA dia kuliah di Malang. Hidup jauh dari orangtua membuatnya bebas dari segala tuntutan. Sampai pada
akhirnya ia berhenti kuliah dan menjadi seorang biduan. Ketertarikan Sasana untuk menjadi seorang perempuan telah mengubah seluruh hidupnya. Awal
kepulangannya Sasana menjadi seorang yang depresi karena menjadi korban kekerasan seksual sodomi. Hingga pada suatu ketika dengan bantuan ibunya
Sasana kembali bangkit dan menjadi biduan terkenal. Kebahagiaan tidak
berlangsung lama, ketika dengan tiba-tiba datang rombongan ormas menarik paksa pakaian yang dikenakan Sasana.
Sasana merasa sangat malu akan perlakuan mereka. Sasana merasakan kehilangan harga diri yang kedua kalinya. Sasana tertekan dengan keadaan yang
terus menjadikannya sebagai seorang yang disalahkan. Sasana dilaporkan ke polisi dengan tuduhan penistaan agama dan melawan takdir Tuhan. Sasana
menyangkal bahwa semua yang ia lakukan tidak ada hubungannya dengan Tuhan. Dia hanya menyanyi dan menari tanpa menyebarkan kemaksiatan. Tidak ada yang
membela Sasana, hanya ibunya yang terus mendukung dan memberinya semangat. Sampai pada saat hakim membacakan vonis hukuman tiga tahun
penjara untuk Sasana. Sasana begitu tertekan dan marah. Pengadilan telah memvonisnya tidak adil, mereka mengatasnamakan agama untuk menjadikan
Sasana sebagai orang yang disalahkan.