DATA KEBUTAAN AKIBAT KELAINAN REFRAKSI

5.3. DATA KEBUTAAN AKIBAT KELAINAN REFRAKSI

Karakteristik peserta penelitian kebutaan akibat kelainan refraksi di kabupaten Tapanuli Selatan. Dari penduduk yang diperiksa, dengan sampel kebutaan 360 orang didapatkan penderita yang buta akibat kelainan refraksi sebanyak 31 orang. 5.3.1. Karakteristik peserta penelitian. 5.3.1.1. Usia. Tabel 5.6. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan usia. Umur [Tahun] Jumlah [N] Persentase [] 6 – 10 - - 11 – 15 - - 16 – 20 4 12,90 21 – 25 2 6,45 26 – 30 - - 31 – 35 2 6,45 36 – 40 2 6,45 41 – 45 1 3,22 46 – 50 4 12,90 51 – 55 - - 56 – 60 3 6,45 61 – 65 4 12,90 66 – 70 3 9,68 71 – 75 3 9,68 76 – 80 1 3,22 80 2 6,45 Total 31 100 Pada table diatas tampak 4 orang menderita kebutaan refraksi pada kisaran umur 16–20 tahun dengan persentase 12,90, pada usia 21-25 tahun dengan jumlah 2 orang, 6,45. Universitas Sumatera Utara Usia 31-35 tahun sebanyak 2 orang, 6,45. Usia 36-40 tahun sebanyak 2 orang, 6,45. Usia 41-45 tahun terdapat 1 orang, 3,22. Usia 46-50 tahun sebanyak 4 orang, 12,90. Usia 56-60 tahun sebanyak 2 orang, 6,45. Usia 61-65 tahun sebanyak 5 orang, 16,13. Usia 66-70 tahun sebanyak 3 orang, 9,68. Usia 71-75 tahun sebanyak 3 orang, 9,68. Usia 76-80 tahun sebanyak 1 orang, 3,22. Usia 80 tahun sebanyak 2 orang, 6,45. 5.3.1.2. Jenis Kelamin. Tabel 5.7. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan jenis kelamin. Jenis Kelamin Jumlah [N] Persentase [] Perempuan 25 80,65 Laki-laki 6 19,35 Total 31 100 Dari tabel diatas tampak bahwa sebaran jenis kelamin pada kebutaan refraksi sebanyak 25 orang perempuan dan 6 orang laki – laki. Universitas Sumatera Utara 5.3.1.3. Tingkat Pendidikan. Tabel 5.8. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan Tingkat Pendidikan. Tingkat Pendidikan Jumlah [N] Persentase [] Tidak Sekolah 4 12,90 SD [Sederajat] 9 29,03 SMP [Sederajat] 11 35,48 SMU [Sederajat] 6 19,35 Akademi PT 1 3,22 Total 31 100 Pada tabel diatas tampak penderita kebutaan akibat kelainan refraksi berpendidikan rendah, dengan 29,03 di SD [Sederajat] dan 35,48 di SMP [Sederajat], 19,35 di SMU [Sederajat], dan Akademi Perguruan Tinggi, 3,22 sedangkan 12,90 tidak Sekolah. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan untuk mendapatkan kesehatan yang layak, antara lain mendapatkan penglihatan yang sempurna. 5.3.1.4. Pekerjaan Tabel 5.9. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan pekerjaan. Pekerjaan Jumlah [N] Persentase [] Buruh Karyawan - - Petani 18 58,06 Pegawai 1 3,22 IRT 5 16,13 Pelajar Mahasiswa 3 9,68 Lainnya 4 12,90 Total 31 100 Universitas Sumatera Utara Pada tabel diatas tampak 18 orang petani 32,72 yang menderita kebutaan akibat refraksi, 19orang 34,54 ibu rumah tangga, 9 orang 16,36 pelajar, 7 orang 12,7 buruh, 1 orang 1,81 pegawai, dan 1 orang 1,81 lainnya. 5.3.1.5. Riwayat keluarga. Tabel 5.10. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan adanya riwayat keluarga yang memakai kacamata. Riwayat keluarga berkacamata Jumlah [N] Persentase [] Ya 11 35,48 Tidak 12 38,70 Tidak tau 8 25,80 Total 31 100 Pada table diatas tampak sampel dengan riwayat keluarga sedikit lebih besar daripada yang tidak ada riwayat keluarganya yang memakai kacamata. 5.3.1.6. Riwayat tempat berobat [wawancara]. Tabel 5.11. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan riwayat tempat berobat [wawancara]. Riwayat tempat berobat Jumlah [N] Persentase [] Puskesmas 7 22,58 RS Pemerintah 4 12,90 RS Swasta 1 3,22 Tradisional 10 32,26 Optikal 1 3,22 Tidak melakukan pengobatan 8 25,80 Total 31 100 Pada tabel tampak riwayat masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan menggunakan sarana kesehatan terbanyak secara Tradisional kemudian tidak melakukan pengobatan yakni Universitas Sumatera Utara 32,26 dan 25,80, di Puskesmas 22,58, di Rumah Sakit Pemerintah 12,90, di Rumah Sakit Swasta dan Optikal masing-masing 3,22. 5.3.1.7. Umur dan Jenis kelamin. Tabel 5.12. Sebaran kebutaan akibat kelainan refraksi menurut umur dan jenis kelamin. Laki-laki Perempuan Satu Mata Dua Mata Satu Mata Dua Mata Total Umur [Tahun] N [] N [] N [] N [] N [] 5 – 10 - - - - - - - - - - 11 – 15 - - - - - - - - - - 16 – 20 - - - - - - 4 12,90 4 12,90 21 – 25 - - - - - - 2 6,45 2 6,45 26 – 30 - - - - - - - - - - 31 – 35 - - 1 3,22 - - 1 3,22 2 6,45 36 – 40 - - 1 3,22 1 3,22 - - 2 6,45 41 – 45 - - - - - - 1 3,22 1 3,22 46 – 50 - - 1 3,22 - - 3 9,68 4 12,90 51 – 55 - - - - - - - - - - 56 – 60 - - - - 1 3,22 2 6,45 3 9,68 61 – 65 1 3,22 - - - - 3 9,68 4 12,90 66 – 70 - - 1 3,22 1 3,22 1 3,22 3 9,68 71 – 75 - - - - 1 3,22 2 6,45 3 9,68 76 – 80 1 3,22 - - - - - - 1 3,22 80 - - - - - - 2 6,45 2 6,45 Total 2 6,45 4 12,90 4 12,90 21 67,74 31 100 Pada tabel diatas tampak kebutaan refraksi pada kedua mata terbanyak didapat pada kisaran umur antara 16 hingga 20 tahun dan antara 46 hingga 50 tahun. Dengan distribusi jenis kelamin terbanyak yang didapat pada wanita dengan kisaran umur 16 hingga 20 tahun. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.13. Sebaran jenis kelainan refraksi yang menyebabkan kebutaan. Kebutaan Kelainan Refraksi Satu Mata Persentase [] Dua Mata Persentase [] Jumlah [N] Persentase [] Miopia 1 3,22 20 64,52 21 67,74 Hipermetropia 2 6,45 4 12,90 6 19,35 Astigmatisma - - - - - - Afakia 3 9,68 1 3,22 4 12,90 Pada table diatas tampak distribusi jenis kelainan refraksi yang menyebabkan kebutaan pada kedua mata, dimana penyebab yang terbanyak adalah miopia. 5.3.2. Hasil Pemeriksaan Mata Lanjutan Tabel 5.14. Sebaran kebutaan akibat kelainan refraksi berdasarkan penyebab dan hasil koreksi. Visus Sebelum Koreksi Hasil Koreksi [Dioptri] Visus Sesudah Koreksi OD OS OD OS OD OS Diagnosa 0,2560 0,560 S-11,00 S-11,00 260 260 Miopia 0,560 260 S-9,00 S-10,00 460 460 Miopia 160 260 S-10,00 S-10,00 460 460 Miopia 160 160 S-6,00 S-6,00 550 550 Miopia 160 260 S-9,00 S-8.50 460 460 Miopia 160 260 S-9,00 S-5.00 550F 550 Miopia 160 260 S-8,00 S-9,00 533F 533F Miopia 160 260 S-8,00 S-8,00 550 550 Miopia 160 260 S-5,00 S-5,50 550 550 Miopia 1,560 612 S-5,00 S-0,25 550 510 Miopia 260 160 S-8,00 S-8,00 550 550 Miopia 260 260 S-10,00 S-10,00 550 550 Miopia 260 260 S-8,00 S-8,50 460 460 Miopia Universitas Sumatera Utara 260 260 S-8,00 S-8,50 550 550F Miopia 260 260 S-8,00 S-7,50 460 550 Miopia 260 260 S-7,00 S-7,50 550 550 Miopia 260 260 S-6,00 S-6,00 550 550 Miopia 260 260 S-5,00 S-5,00 550 510 Miopia 260 260 S-4,00 S-4,00 550 510 Miopia 2,560 260 S-5,00 S-5,00 550 550 Miopia 2,560 260 S-4,00 S-4,00 533F 533 Miopia 160 260 S+5,00 S+5,50 550 550 Hipermetropia 260 260 S+11,00 S+10,00 533F 533F Hipermetropia 260 260 S+5,50 S+6,00 533 533 Hipermetropia 2,560 2,560 S+4,00 S+4,00 550 550 Hipermetropia 2,560 660 S+4,50 S+2,50 550 550 Hipermetropia 612 260 S+0,25 S+7,00 510 550 Hipermetropia 1,560 260 S+9,50 S+9,50 460 460 Afakia 1300 160F tak S+10.00 1300 550 Afakia 1 ~ 160 tak S-10,00 1 ~ 550 Afakia 260 1 ~ S+8.00 tak 550 1 ~ Afakia Dari table diatas tampak bahwa penyebab kebutaan refraksi yang terbanyak adalah miopia, dan hasil koreksi dengan lensa sferis negatif, yang besarnya bervariasi antara –4,00 D sampai – 11,00 D, dan keseluruhan responden tidak dapat dikoreksi penuh. Tabel 5.15. Estimasi Kebutaan Akibat Kelainan Refraksi di Kabupaten Tapanuli Selatan. KABUPATEN TAPANULI SELATAN ESTIMASI PADA CI 95 Batas bawah, Batas atas Prevalensi Kebutaan Refraksi 2529.332 x 100 = 0,08 0,05 ; 0,11 Prevalensi Kebutaan 15529.332 x 100 = 0,53 0,61 ; 0,44 Universitas Sumatera Utara

5.4. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN