Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Refraksi Di Kabupaten Tapanuli Selatan

(1)

PREVALENSI KEBUTAAN

AKIBAT KELAINAN REFRAKSI

DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh:

Lesus Eko Sakti

Departemen Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran


(2)

PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT KELAINAN REFRAKSI

DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

DOKTER SPESIALIS MATA

Diseminarkan dan dipertahankan pada hari Rabu 03 Maret 2010. Di hadapan Dewan Guru Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Telah Disetujui :

1. Dr. Delfi,SpM Kepala Departemen

2. Prof. Dr. H. Aslim D. Sihotang,SpM Ketua Program Studi

3. Dr. Nurchaliza H. Siregar,SpM Pembimbing

4. Dr. H. Abdul Gani,SpM Pembimbing

5. Dr. Masang Sitepu,SpM Pembimbing

6. Prof. Dr. H. Aslim D. Sihotang,SpM Pembimbing


(3)

Kuhadiahkan untuk yang terkasih

Ayahanda dan Ibunda

Bapak dan Ibu mertua

Istriku tercinta Nova Arianti

Dan anakku tersayang


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, serta memberikan bimbingan, petunjuk dan kekuatan lahir dan bathin sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pembimbing saya Prof.Dr. H. Aslim D. Sihotang,SpM, Dr. Nurchaliza H. Siregar,SpM, Dr. H. Abdul Gani,SpM, Dr. Masang Sitepu,SpM dan Drs. H. Abdul Djalil Amri Arma,M.Kes. yang telah banyak memberi masukan dan bantuan selama penulisan tesis ini.

Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang terhormat guru-guru saya : Dr. H Mohd. Dien Mahmud,SpM, Dr. H. Chairul Bahri AD,SpM, Dr. H. Azman Tanjung,SpM, Prof. Dr. H. Aslim D. Sihotang,SpM, Dr.Masang Sitepu,SpM, Dr.H.Bachtiar,SpM, Dr.Suratmin,SpM, Dr. H. Abdul Gani,SpM, Dr. Hj. Adelina Hasibuan,SpM, Dr. Hj. Nurhaida Djamil,SpM, Dr. H. Rizafatmi,SpM, Dr. H. Syaiful Bahri,SpM, Dr. Beby Parwis,SpM, Dr. Hj. Heriyanti Harahap,SpM, Dr. Hj. Aryani A. Amra,SpM, Dr. Delfi, SpM, Dr. H .Zaldi,SpM atas pengajaran, bimbingan, kritik maupun saran yang telah terima selama menempuh pendidikan keahlian ini.

Terima kasih kepada bapak Drs. H. Abdul Djalil Amri Amra,M.Kes dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU untuk bimbingan, masukan dan bantuannya dalam statistik. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada para senior saya Dr. H.Hasmui,SpM, Dr.


(5)

Meianto Ginting,SpM, Dr. Elly T. E. Silalahi,SpM, Dr. Sri Ninin Asnita,SpM, Dr. Lylys Surjani,SpM, Dr. Feriyani,SpM, Dr. Januar Sitorus,SpM, Dr. Hj. Novie Diana Sari,SpM, Dr. Masitha Dewi Sari,SpM, Dr. Raja C. Lubis,SpM, Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis,SpM, Dr. Ira K.Siregar,SpM, Dr. Nova Arianti,SpM, Dr.Andriyeni,SpM, Dr. Bobby R.E. Sitepu,SpM, Dr. T. Siti Harilza Z.,SpM, atas bimbingan yang telah diberikan kepada saya. Kepada rekan-rekan sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata dan para perawat SMF Mata RSUP. H.Adam Malik dan RSU Dr.Pirngadi Medan yang telah banyak membantu saya dalam menjalani program pendidikan ini.

Kepada Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Ketua TKP PPDS, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan keahlian ini.

Kepada Pimpinan RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU. Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan izin untuk menggunakan fasilitas yang ada selama saya menempuh pendidikan.

Ucapan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah memberi izin dan membantu saya dalam melakukan penelitian di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Dan yang terakhir, namun sangat besar artinya bagi saya adalah keluarga saya tercinta yang senantiasa mendukung, membantu, memperhatikan, mencintai dan menerima saya apa adanya. Untuk orangtua saya tercinta H. Soetjipto Tjokrosoemarto dan Hj. Siti Nur’aini Dalimunthe serta keluarga besar saya tercinta, terima kasih atas cinta, dukungan dan perhatiannya selama ini baik moril maupun materil. Terima kasih saya ucapkan kepada Keluarga Besar Dr. H. Azman Tanjung,SpM atas dukungan dan perhatiannya selama ini.


(6)

Kepada istri saya tercinta Dr. Nova Arianti,SpM dan anakku tersayang Nisrina Astrid Valesti adalah anugerah yang tak terhingga dari Allah SWT buat saya, terima kasih atas kehadiran kalian yang telah mendorong semangat untuk maju hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada semua pihak yang tidak tertulis disini, yang telah banyak membantu saya baik moril maupun materil selama menempuh pendidikan keahlian ini, tiada kata yang dapat saya ucapkan selain ucapan terima kasih setulus-tulusnya, semoga Allah SWT yang akan membalas kebaikan ini.

Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, namun saya berharap hasil karya ini dapat memberikan manfaat, sekecil apapun manfaatnya dapat memberi arti dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Medan, 03 Maret 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. RUMUSAN MASALAH ... 4

1.3. TUJUAN PENELITIAN ... 4

1.4. MANFAAT PENELITIAN ... 5

1.5. HIPOTESA ... 5

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 6

2.1. KERANGKA TEORI ... 6

2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN ...13

BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL, DEFINISI OPERASIONAL ... 15

3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL ... 15

3.2. DEFINISI OPERASIONAL ... 16

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 17

4.1. DESAIN PENELITIAN ... 17

4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN ... 17


(8)

4.4. BESAR SAMPEL ... 17

4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI ... 20

4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL ... 21

4.7. BAHAN DAN ALAT ... 21

4.8. CARA KERJA DAN ALUR PENELITIAN ... 22

4.9. LAMA PENELITIAN ... 23

4.10. ANALISA DATA ... 23

4.11. PERSONALIA PENELITIAN ... 23

4.12. PERTIMBANGAN ETIKA ... 23

4.13. BIAYA PENELITIAN ... 24

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1. DATA KEPENDUDUKAN ... 25

5.2. DATA UMUM SAMPEL ... 26

5.3. DATA KEBUTAAN AKIBAT KELAINAN SAMPEL ... 29

5.4. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 36

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1. KESIMPULAN ... 40

6.2. SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda – beda di setiap negara seperti kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan Sosial. Publikasi WHO pada tahun 1966 memberikan 65 defenisi kebutaan. Di bidang oftalmologi, kebutaan adalah orang yang oleh karena penglihatannya menyebabkan ia tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari.1,2

Pada tahun 1972 WHO mendefenisikan kebutaan adalah tajam penglihatan <3/60. Kemudian pada tahun 1979, WHO menambahkannya dengan ketidaksanggupan menghitung jari pada jarak 3 meter.1,2

Pada tahun 2008, revisi yang direkomendasikan WHO dan International Classification of Disease ( ICD ) membagi berkurangnya penglihatan menjadi 5 kategori dengan maksimum tajam penglihatan kurang dari 6/18 Snellen, kategori 1 dan 2 termasuk pada low vision sedangkan kategori 3, 4 dan 5 disebut blindness. Pasien dengan lapang pandangan 5 – 10 ditempatkan pada kategori 3 dan lapang pandangan kurang dari 5 ditempatkan pada kategori 4 ( lihat table 1.1 ).1


(10)

Tabel 1.1. Klasifikasi rekomendasi WHO-ICD 2007 terhadap gangguan penglihatan.1

Presenting Distance Visual Acuity

Category of Visual Impaiment Level of Visual Acuity ( Snellen )

Normal Vision 6 / 6 to 6 / 18

Low Vision

1. Less than 6 / 18 to 6 / 60 2. Less than 6 / 60 to 3 / 60

Blindness

1. Less than 3 / 60 (Finger Counting at 3 m) to 1 / 60 ( Finger Counting at 1 m ) or Visual field between 5 – 10.

2. Less than 1 / 60 ( Finger Counting at 1 m ) to light perception or visual field less than 5 3. No light perception

Undang – undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan indra penglihatan merupakan syarat penting untuk meningkatkan kwalitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kwalitas kehidupan masyarakat dalam rangka mewujudkan manusia yang cerdas, produktif, maju, mandiri dan sejahtera lahir batin.5

Di negara berkembang di seluruh dunia selain masalah sosial dan ekonomi, maka kebutaan masih merupakan masalah yang besar. Pada tahun 1990, WHO memperkirakan prevalensi kebutaan berkisar antara 0,3%-0,7%, dan angka ini diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya. Beberapa Penelitian epidemiologi melaporkan prevalensi


(11)

angka kebutaan bilateral di negara berkembang di Asia berkisar 0,4% dan kebutaan unilateral berkisar 2,6 %.6

Berdasarkan Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah katarak (0,78%), Glaukoma (0,20%), Kelainan Refraksi (0,14%), Gangguan Retina (0,13%), dan Kelainan Kornea (0,10%). Kebutaan karena katarak kejadiannya diperkirakan 0,1% (sekitar 210.000 orang) per tahun.7,8,9,10

Di Sumatera Utara, menurut penelitian yang dilakukan oleh Departemen Mata tahun 2004 didapat angka kebutaan sebagai berikut : kebutaan akibat Katarak ( Tanjung Balai 0,37%; Karo 0,41% ), Glaukoma ( Karo 0,094% ), Kelainan Refraksi ( Tanjung Balai 0,09%; Karo 0,12% ), Gangguan Retina ( Tanjung Balai 0,06%; Karo 0,11% ), dan Kelainan Kornea ( Tanjung Balai 0,11%; Karo 0,08% ). Angka-angka yang diteliti ini lebih rendah dari prevalensi kebutaan nasional akibat katarak, glaukoma, kelainan refraksi, gangguan retina dan kelainan kornea.11

Pemeriksaan tajam penglihatan pada seseorang terutama pada anak selama ini banyak menemui kendala, padahal di sisi lain, informasi tentang tajam penglihatan ini sangat penting dalam membantu penegakan diagnosis dan memegang peranan penting dalam analisis fungsi penglihatan.12

Dalam memeriksa tajam penglihatan pada anak selalu didapat kesulitan akibat kurangnya komunikasi antara pemeriksa dengan anak tersebut oleh karena anak-anak belum mampu melakukan kontak dengan baik. Untuk itu diperlukan ketrampilan pemeriksa sehingga pemeriksa mendapat hasil yang baik, walaupun kadang kala selain gangguan indera penglihatan terdapat gangguan indera lain pada anak tersebut.


(12)

Kelainan refraksi merupakan penyebab kebutaan yang belum mendapatkan banyak perhatian karena definisi kebutaan refraksi berdasarkan tajam penglihatan terbaik setelah terkoreksi, termasuk defenisi yang digunakan oleh International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems. Kebutaan akibat kelainan refraksi merupakan penyebab kebutaan terbesar kedua yang dapat diobati setelah katarak.

Seorang yang mengalami kebutaan, baik pada satu mata maupun pada kedua matanya memerlukan perhatian serius karena dapat menimbulkan dampak Sosio, Ekonomi dan Psikologi yang akhirnya menjadi beban individu, masyarakat dan negara.

Hal – hal tersebut diatas menjadi latar belakang bagi Peneliti untuk mengetahui prevalensi kebutaan terakhir (2009) akibat kelainan refraksi di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berapa angka kebutaan akibat kelainan refraksi untuk Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2009 dan faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi angka kebutaan kelainan refraksi tersebut.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Mendapatkan angka kebutaan akibat kelainan refraksi untuk Kabupaten Tapanuli Selatan dan faktor – faktor yang mempengaruhi kebutaan tersebut.

1.3.2. Tujuan Khusus


(13)

penderita kebutaan akibat kelainan refraksi di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

3. Untuk mengetahui gambaran kesehatan mata responden di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

4. Untuk mengetahui gambaran budaya di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. 5. Untuk mengetahui gambaran sarana dan prasarana kesehatan mata di Kabupaten

Tapanuli Selatan.

6. Untuk mengetahui gambaran kebutaan akibat kelainan refraksi di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Dengan Penelitian ini, akan didapat angka prevalensi kebutaan akibat kelainan refraksi di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4.2. Dapat dibuat kebijakan yang berkaitan dengan penatalaksanaan kebutaan akibat kelainan refraksi serta estimasi proyek kegiatan yang dapat menurunkan angka kebutaan tersebut.

1.5. HIPOTESA

Terdapat penurunan angka kebutaan refraksi di Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2009 dibandingkan dengan angka kebutaan refraksi secara nasional.


(14)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. KERANGKA TEORI

Kelainan refraksi disebut juga “refraksi anomali”, ada 4 macam kelainan refraksi yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

1. Miopia

2. Hipermetropia 3. Astigmatisma 4. Afakia

Ad 1. Miopia

Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan didepan retina. Untuk mengoreksinya dipakai lensa sferis minus.

Bentuk dari Miopia menurut penyebabnya 12,13,1,15,16,17,18,19:

1.1. Miopia aksial

Diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari normal, walaupun kornea dan kurvatura lensa normal dan lensa dalam posisi anatominya normal. Miopia dalam bentuk ini dijumpai pada proptosis sebagai hasil dari tidak normalnya besar segmen anterior, peripapillary myopic crescent dan exaggerated cincin skleral, dan stafiloma posterior.


(15)

1.2. Miopia kurvatura

Mata memiliki diameter antero-posterior normal, tetapi kelengkungan dari kornea lebih curam dari rata-rata, missal : pembawaan sejak lahir atau keratokonus, atau kelengkungan lensa bertambah seperti pada hiperglikemia sedang ataupun berat, yang menyebabkan lensa membesar.

1.3. Miopia karena peningkatan indeks refraksi

Peningkatan indeks refraksi daripada lensa berhubungan dengan permulaan dini atau moderate dari katarak nuklear sklerotik. Merupakan penyebab umum terjadinya Miopia pada usia tua. Perubahan kekerasan lensa meningkatkan indeks refraksi, dengan demikian membuat mata menjadi myopik.

1.4. Miopia karena pergerakan lensa ke anterior

Keadaan ini sering terlihat setelah operasi glaukoma dan akan meningkatkan miopia pada mata.

Ad 2. Hipermetropia

Hipermetropia (hyperopia) atau ‘Far – sightedness’ adalah suatu kelainan refraksi daripada mata dimana sinar – sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi dibiaskan dibelakang retina, oleh karena itu bayangan yang dihasilkan kabur. Untuk mengoreksinya dipakai lensa sferis plus.

Struktur Hipermetropia berdasarkan pada konfigurasi anatomi dari bola mata :

2.1. Hipermetropia Aksial

Bola mata lebih pendek dari normal pada diameter antero-posterior, meskipun media refraksi (misalnya lensa atau kornea) normal.


(16)

2.2. Hipermetropia kurvatura

Keadaan dimana kelengkungan lensa atau kornea lebih tipis dari normal dan power refraksinya turun. Sekitar setiap 1 mm penurunan dari radius kelengkungan tersebut menghasilkan Hipermetropia 6 D

2.3. Hipermetropia indeks refraksi

Terjadi penurunan indeks refraksi akibat penurunan dari densitas beberapa atau seluruh bagian dari system optik mata, juga penurunan power refraksi mata. Biasanya terjadi pada usia tua dan juga pada penderita diabetes terkontrol.

Ad 3. Astigmatisma

Astigmatisma adalah suatu kondisi dengan kurvatura yang berlainan sepanjang meridian yang berbeda-beda pada satu atau lebih permukaan refraktif mata ( kornea, permukaan anterior atau posterior dari lensa mata ), akibatnya pantulan cahaya dari suatu sumber atau titik cahaya tidak terfokus pada satu titik di retina.

Pada astigmatisma, karena adanya variasi dari lengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda-beda mencegah berkas sinar itu memfokuskan diri kesatu titik.

Jenis-jenis Astigmatisma

3.1. Astigmatisma Reguler

Secara teori, pada setiap titik pada permukaan yang lengkung, arah dari kelengkungan yang terbesar dan yang terkecil selalu terpisah 90 derajat tetapi arah ini bias beribah saat melewati satu titik ke titik yang lain. Bila meridian utama dari astigmatisma mempunyai orientasi yang konstan pada setiap titik yang melewati pupil dan apabila ukuran astigmatisma ini sama pada setiap titik. Kondisi refraktif ini


(17)

dikenal sebagai astigmatisma regular. Dan ini bisa dikoreksi dengan kacamata lensa silindris.

Berdasarkan axis dan sudut antara 2 meridian utama, astigmatisma reguler dibagi atas :

3.1.1. Horizonto-vertikal astigmatisma Dibagi dalam 2 bentuk :

3.1.1.1. Astigmatisma with the rule

Suatu astigmatisma dimana meridian vertical lebih curam dari horizontal, dikoreksi dengan lensa silindris positif dengan axis 9020 atau lensa silindris negatif dengan axis 18020.

3.1.1.2. Astigmatisma against the rule

Suatu astigmatisma dimana meridian horizontalnya lebih curam dari meridian vertical. Koreksinya dengan lensa silindris positif dengan axis 18020 atau lensa silindris negatif dengan axis 9020.

3.1.2. Astigmatisma oblique

Suatu bentuk regular astigmatisma dimana garis meridian utamanya tidak tegak lurus tapi miring dengan axis 45 dan 135.


(18)

TipeRefraktif Dari Astigmatisma Reguler

Bergantung pada posisi dari 2 garis fokus yang berhubungan ke retina, astigmatisma regular lebih lanjut dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe :

3.1.1. Simple astigmatisma

Berkas cahaya pada satu meridian terfokus tepat did retina, dan cahaya pada meridian yang lain terfokus pada titik didepan retina disebut simple myopic astigmatisma. Jika cahaya itu terfokus dibelakang retina disebut simple hypermetropic astigmatisma. Contoh : C – 2 x 90 atau C  2 x 90.

3.1.2. Compound astigmatisma

Pada jenis ini, berkas cahaya pada kedua meridian terfokus didepan retina disebut astigmatisma Miopia compound dan jika terfokus dibelakang retina disebut astigmatisma Hipermetropia compound.

Contoh : S  4, C  2 x 90 atau S  4, C  2 x 90 3.1.3. Mixed astigmatisma

Pada jenis ini berkas cahaya pada satu meridian terfokus pada titik di depan retina dan cahaya pada meridian yang lain terfokus di belakang retina.

Contoh : S  4, C  2 x 90 atau S  4, C  2 x 90

3.2. Astigmatisma Irregular

Suatu astigmatisma dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang dibias tidak teratur. Astigmatisma irregular ini bersifat / mempunyai perubahan-perubahan irregular dari tenaga refraksinya pada meridian-meridian yang berbeda. Terdapat multi meridian yang tidak dapat dianalisa secara geometris. Lensa silindris hanya sedikit


(19)

memperbaiki penglihatan dalam kasus-kasus ini, tapi dapat diterapi dengan lensa kontak rigid.

Ad 4. Afakia

Afakia secara literature berarti tidak adanya lensa dalam mata. Afakia akan mengakibatkan Hipermetropia tinggi.

Penyebab :

1. Kongenital.

Suatu keadaan yang jarang dimana lensa tidak ada sejak lahir. 2. Afakia paska operasi.

Terjadi setelah operasi ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction ), ECCE ( Extra Capsular Cataract Extraction ).

3. Post Traumatik.

Diikuti oleh trauma tumpul atau tembus, yang mengakibatkan subluksasi atau dislokasi dari lensa.

4. Posterior dislokasi dari lensa ke vitreus akan menyebabkan optikal Afakia. Optik Afakia dari mata : perubahan optik terjadi setelah keluarnya lensa.

1. Mata menjadi Hipermetropia tinggi

2. Total power mata berkurang dari  60 D menjadi  44D 3. Fokal poin anterior menjadi 23.2 mm didepan kornea

4. Posterior fokal poin sekitar 31 mm dibelakang kornea atau sekitar 7 mm

dibelakang mata normal ( panjang bola mata anterior-posterior sekitar 24 mm ) Terapi : untuk mengkoreksi Afakia terdiri dari kacamata, kontak lensa, intraokular lensa.


(20)

Kelainan refraksi telah dilaporkan sebagai penyebab gangguan penglihatan yang mencolok diberbagai belahan dunia. Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi juga telah dilaporkan terjadi diseluruh dunia, gangguan refraksi ini dapat diterapi, dimana sebagian besar dapat dikoreksi.

Berdasarkan analisis WHO, diperkirakan terdapat 45 juta orang mengalami kebutaan dan 135 juta orang dengan low vision atau terdapat kurang lebih 180 juta orang dengan gangguan penglihatan diseluruh dunia.

Salah satu penyebab kebutaan adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Hal; ini dapat diketahui dari laporan-laporan penelitian mengenai kelainan refraksi. Kelainan refraksi menjadi penyebab kebutaan ( ditandai dengan tajam penglihatan < 20/200 pada mata yang terbaik ) pada 0,3% populasi di Andra Pradesh India. Prevalensi kebutaan akibat kelainan refraksi pada usia 40 tahun atau lebih adalah 1,06% di Andra Pradesh India dan 0,11% di Victoria Australia.

Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi atau koreksinya tidak optimal telah dilaporkan dalam 10 tahun terakhir ini dari beberapa penelitian-penelitian survey, seperti Baltimore Eye Survey, The Blue Mountains Eye Study, The Victoria Visual Impairment Project, dan Andra Pradesh Eye Diseases Study.

Sebagian besar penelitian epidemiologi terhadap kelainan refraksi difokuskan pada Miopia, mungkin hal ini disebabkan karena Miopia merupakan penyebab tersering gangguan penglihatan pada kelainan refraksi.

Miopia juga dapat berhubungan dengan kelainan mata yang lain seperti retinal detachment dan myopic retinal degeneration, dimana hal ini dapat mengakibatkan


(21)

2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN.

Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu daerah yang berada dikawasan dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Selatan berada 00101- 10 501 Lintang Utara, 980501 – 1000101 Bujur Timur dan 0 – 1.915 m dari permukaan laut.

Kabupaten Tapanuli Selatan menempati area seluas 12.261,55 km2 yang terdiri dari 12 kecamatan dan 503 desa. Area Kabupaten Tapanuli Selatan di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah, di sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Madina, di sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Indonesia dan Kabupaten Madina, dan disebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Riau dan Kabupaten Labuhan Batu. Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, luas daerah terbesar adalah kecamatan Sipirok dengan luas 577,18 km2 atau 13,22 persen diikuti Kecamatan Sayurmatinggi dengan luas 519,60 km2 atau 11,90 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kecamatan Arse dengan luas 143,67 km2 atau 3,29 persen dari total luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Seperti umumnya daerah-daerah lain yang berada di kawasan Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan termasuk daerah beriklim tropis, sehingga seperti kebanyakan Kabuapaten lain di Sumatera Utara memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan hingga keadaan 30 Juni 2007

berjumlah 261.781 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 59,94 jiwa/km2.


(22)

pertumbuhan penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2005 adalah sebesar 1,83 %.22

Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah tiga Rumah Sakit Umum (RSU) milik Pemerintah. Sedangkan Puskesmas yang ada berjumlah 16 unit yang disertai Puskesmas Pembantu 57 unit dan Posyandu 547 unit yang tersebar di tiap Kecamatan.

Tenaga medis yang tersedia di Kabupaten Tapanuli Selatan baik negeri maupun swasta ada 43 Dokter Umum, 10 Dokter Gigi dan 2 Dokter Spesialis. Khusus pelayanan mata ada satu orang Dokter Spesialis Mata.

Tabel 2.2. Banyaknya sarana / pelayanan kesehatan menurut Kecamatan PUSKESMAS

KECAMATAN

PERAWATAN NON

PERAWATAN TOTAL

PUSKESMAS PEMBANTU PUSKESMAS KELILING BALAI PENGOBATAN SWASTA POLINDES POSYANDU Batang

Angkola 1 1 2 5 1 1 5 73

Sayurmatinggi 1 2 3 5 2 - 16 74

Angkola

Timur - 1 1 6 1 - 20 57

Angkola

Selatan - 1 1 5 1 - 18 26

Angkola

Barat - 1 1 9 1 2 11 40

Batang Toru 1 1 2 5 2 - 12 66

Marancar - 1 1 3 1 - 8 29

Sipirok - 1 1 12 1 2 14 49

Arse - 1 1 2 1 - 11 30

Saipar

D. Hole 1 1 2 4 2 1 39 73

Aek Bilah - 1 1 1 1 - 42 30

Muara

Batang Toru - - - - - - - -

Jumlah 4 12 16 57 14 6 196 547


(23)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan

mengarahkan asumsi mengenai elemen – elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang, tinjauan kepustakaan yang ada, maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut :

KERANGKA KONSEPSIONAL

SOSIO EKONOMI SUMBER DAYA

MANUSIA

BUDAYA PEMELIHARAAN

KESEHATAN MATA

KEBUTAAN AKIBAT KELAINAN

REFRAKSI

GEOGRAFI

SARANA & PRASARANA KESEHATAN


(24)

3.2. DEFINISI OPERASIONAL

- Kebutaan refraksi adalah penderita kelainan refraksi dengan visus terbaik pada kedua mata < 3/60 dan belum dikoreksi dengan kacamata.

- Sosio ekonomi adalah segala sesuatu mengenai kemampuan daya beli masyarakat dan pemerintah.

- Geografi adalah kondisi alam, apakah mudah / sulit dijangkau dari sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia, dimana hal tersebut akan mempengaruhi cakupan pelayanan kesehatan yang akan diberikan.

- Sumber Daya Manusia adalah tenaga ahli khususnya dokter Spesialis Mata dan Perawat Refraksionis Mata yang tersedia.

- Sarana dan Prasarana kesehatan mata adalah pengetahuan penderita terhadap penyakit mata yang dideritanya untuk mendapat pelayanan kesehatan.


(25)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah Penelitian survei dengan pendekatan Cluster atau

pengelompokkan yang bersifat deskriptif, artinya subjek yang diamati pada saat monitoring biologik dan pengukuran tingkat pengetahuan masyarakat dinilai dengan pengamatan pada saat bersamaan ( transversal ) atau dengan satu kali pengamatan / pengukuran.

4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan daerah dataran tinggi dengan penentuan sampel secara purposive.

4.3. POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tapanuli Selatan yang sesuai dengan kriteria penelitian, selanjutnya dilakukan pemeriksaan seluruh masyarakat desa dan dusun di wilayah kerja Puskesmas tersebut secara random sampling.

4.4. BESAR SAMPEL

Untuk mendapatkan data yang representatif yang mewakili satu Kabupaten Tapanuli Selatan, maka sampel diambil dari 6 kecamatan yang terpilih.


(26)

Besarnya sampel adalah jumlah penduduk dari 6 kecamatan yang terpilih yang dianggap mewakili satu Kabupaten yang ada di wilayah kerja, jumlah sampel yang akan diambil, dihitung dengan rumus Cluster Sampling dengan Proportional Allocation Methode yaitu :

N Z

2

σ

2

c

n =

N G

2

M

2

+ Z

2 σ

c

2

Dimana :

n = Jumlah sampel minimal yang akan diambil dalam penelitian ini.

N = Jumlah populasi.

Z = Nilai baku normal dari tebal Z yang besarnya tergantung

Pada nilai α = 0,05, nilai Zc = 1,96.

σ2

c = Varians populasi

= ∑ ( ai + P mi )2 = ∑ ai2 – 2P∑aiMi + P2 ∑mi2 n – 1 n – 1

P = Proporsi kebutaan refraksi = ∑ ai

∑ mi

G = Galat pendugaan, diasumsikan 3 %.

M = Rerata kejadian buta refraksi = ∑ mi


(27)

Dengan demikian, sampel jumlah untuk masing – masing Kecamatan yaitu :

σ2

c = Varians populasi

= ∑ ( ai + P mi )2 = ∑ ai2 – 2 P ∑ai Mi + P2 ∑ mi2 n – 1 n – 1

= 2894,282833

P = Proporsi kebutaan refraksi

= ∑ ai

∑ mi

= 0,1

M = ∑ mi

n = 291,8265

mi = jumlah kebutaan secara nasional = 1,5 %

ai = banyak kebutaan akibat kelainan refraksi = 0,14 %


(28)

Tabel 4.5. Dengan demikian sampel masing – masing untuk tiap kecamatan adalah

Kecamatan

*Jumlah penduduk

(Nh)

Jumlah kebutaan

(mi)

Banyak Kebutaan

(ai)

mi2 ai2 ai x mi G = 3 %

Angkola Barat 47.087 706 66 498.436 4.356 46.596 26 Sayurmatinggi 36.733 551 51 303.601 2.601 28.101 20 Batang Angkola 30.771 462 43 213.444 1.849 19.866 17

Sipirok 30.494 457 43 208.849 1.849 19.651 17 Batang Toru 25.918 389 36 151.321 1.296 14.004 14

Angkola Timur 23.548 353 33 124.609 1.089 11.649 13

Jumlah 19.4551 2.918 272 1.500.260 13.040 139.867 107

*Sumber : BPS Propinsi Sumatera Utara tahun 2008.

4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

4.5.1. Kriteria inklusi :

- Semua penderita kelainan refraksi dengan visus terbaik pada kedua mata < 3/60 dan belum dikoreksi dengan kacamata.

- Usia penderita ≥ 5 tahun

- Tekanan intra okuli normal [10-21 mm Hg]

- Tidak dijumpai adanya kelainan di segmen anterior dan posterior mata - Bersedia ikut dalam penelitian

4.5.2. Kriteria eksklusi :

- Penderita kelainan refraksi dengan visus terbaik pada kedua mata > 3/60 dan sudah dikoreksi dengan kaca mata.


(29)

- Tekanan intra okuli tinggi

- Dijumpai adanya kelainan pada segmen anterior dan posterior mata - Tidak bersedia ikut dalam penelitian

4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL

4.6.1. Variabel terikat adalah kebutaan akibat refraksi. 4.6.2. Variabel bebas adalah :

- Sosio ekonomi

- Budaya

- Geografi

- Sumber daya manusia

- Sarana dan prasarana kesehatan

4.7. BAHAN DAN ALAT

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Snellen Chart

2. Trial lens set

3. Direct ophthalmoscope

4. Senter

5. Lup

6. Alat tulis


(30)

4.8. CARA KERJA DAN ALUR PENELITIAN

Pengumpulan data menggunakan formulir kwesioner yang berisi data karakteristik dari sample, sarana dan prasarana di daerah Penelitian. Daerah Penelitian untuk satu Kabupaten diwakili oleh 6 Kecamatan dengan beberapa Desa terpilih setelah survey pendahuluan. Peneliti akan mengunjungi seluruh unit Pelayanan Kesehatan di wilayah Penelitian yang terdiri dari Puskesmas induk dan Puskesmas pembantu, dengan kerjasama lintas sektoral melalui Kecamatan, Lurah dan Kepala Lingkungan yang berada di wilayah Kabupaten tersebut. Kemudian Peneliti menentukan jadwal pemeriksaan yang sebelumnya berkoordinasi dengan Kepala Puskesmas yang bertugas di wilayah Penelitian, lalu Penderita kelainan refraksi di kumpulkan di Puskesmas pada waktu tertentu, kemudian Peneliti akan memeriksa langsung sampel. Jumlah sampel yang belum mencukupi dilakukan pemeriksaan langsung ke rumah – rumah pada lingkungan yang terpilih dengan di bantu oleh Kepala Lingkungan. Data yang telah terkumpul akan disimpan dan di komputerisasi dengan menggunakan software Microsoft Excel.

Skema Alur Penelitian

Registrasi Pemeriksaan Visus < 3/60

Skrining kriteria eksklusi

Pemeriksaan Pin Hole

> 3/60 Maju 2-3 meter < 3/60

Kelainan Refraksi

Dilanjutkan peneliti lain yang kebetulan


(31)

4.9 LAMA PENELITIAN

Lama penelitian diperkirakan 3 bulan seperti pada tabel di bawah ini

Bulan Mei ‘09 Juni ‘09 Juli ‘09 Februari ‘10 Minggu M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4

UP Pnl PL Prs

Keterangan : UP = Usulan Penelitian ; Pnl = Penelitian ; PL = Penyusunan Laporan ; Prs = Presentasi

4.10. ANALISA DATA

Analisa data dilakukan secara deskriptif dan di sajikan dalam bentuk tabulasi data.

4.11. PERSONALIA PENELITIAN

Peneliti : Lesus Eko Sakti

Pembantu Penelitian : PPDS Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU Medan.

4.12. PERTIMBANGAN ETIKA

1. Usulan Penelitian ini terlebih dahulu di setujui oleh Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU / RSUP H Adam Malik Medan. Penelitian ini kemudian di ajukan untuk disetujui oleh rapat Komite Etika PPKRM Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(32)

2. Inform konsen dan kerahasiaan.

Penelitian ini melibatkan langsung pasien kelainan refraksi yang ada di wilayah Penelitian, sehingga membutuhkan kerjasama lintas sektoral dalam bentuk tembusan surat izin untuk melakukan penelitian kepada instansi terkait seperti Dinas Kesehatan Kabupaten / Kotamadya, Puskesmas, Camat, Kepolisian, serta Aparat Desa setempat.

4.13. BIAYA PENELITIAN


(33)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. DATA KEPENDUDUKAN

Penelitian ini berbentuk survei yang dilakukan pada tanggal 29 Juni 2009 sampai dengan 31 Juli 2009 pada 6 kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan didapat penderita yang mengalami kebutaan sebanyak 360 orang, dari beberapa desa terpilih dari masing-masing kecamatan dengan jumlah populasi 29.332 orang.

Jumlah sampel buta yang didapat dari 6 kecamatan adalah sebagai berikut, yaitu : Kecamatan Angkola Barat : 22 orang, Kecamatan Sayurmatinggi : 103 orang, Kecamatan Batang Angkola : 99 orang, Kecamatan Sipirok : 43 orang, Kecamatan Batang Toru : 30 orang, Kecamatan Angkola Timur : 63 orang.

Hal ini sesuai dengan rumus pengambilan sampel, dimana jumlah sampel yang


(34)

5.2. DATA UMUM SAMPEL

5.2.1. Usia.

Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan usia.

Usia [Tahun] Laki - laki Perempuan Jumlah [N]

< 10 4 2 6

10 – 20 10 12 22

21 – 30 5 4 6

31 – 40 11 15 26

41 – 50 12 14 26

51 – 60 16 49 65

61 – 70 22 89 111

71 – 80 22 55 77

> 80 2 16 18

Total 104 256 360

Dari tabel 5.1 distribusi sampel berdasarkan usia diatas, didapatkan jumlah sampel terbanyak pada usia 61 – 70 tahun yaitu 111 orang. Selanjutnya usia 71 – 80 tahun sebanyak 77 orang dan seterusnya.


(35)

5.2.2. Jenis kelamin.

Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin Jumlah [N] Persentase [%]

Laki-laki 104 28,89

Perempuan 256 71,11

Total 360 100

Hasil tabel 5.2. didapatkan sampel berjenis kelamin laki – laki sebanyak 104 orang ( 28,89% ) dan perempuan sebanyak 256 orang ( 71,11% ).

5.2.3. Tingkat Pendidikan.

Tabel 5.3. Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan.

Tingkat Pendidikan Jumlah [N] Persentase [%]

Tidak Sekolah 63 17,50

SD [Sederajat] 226 62,78 SMP [Sederajat] 40 11,11

SMU [Sederajat] 30 8,33

Akademi / PT 1 0,28

Total 360 100

Hasil tabel 5.3. memperlihatkan bahwa sampel yang tidak sekolah sebanyak 63 orang, SD [Sederajat] 226 orang , SMP [Sederajat] 40 orang, SMU [Sederajat] 30 orang. Akademi / Perguruan Tinggi 1 orang. Sebagian besar tingkat pendidikan sampel adalah Sekolah Dasar atau yang sederajat.


(36)

5.2.4. Jenis pekerjaan.

Tabel 5.4. Distribusi sampel berdasarkan jenis pekerjaan.

Pekerjaan Jumlah [N] Persentase [%]

Petani 251 69,72

Pengemudi 3 0,83

Pegawai 5 1,39

Ibu Rumah Tangga 25 6,95

Dagang / wiraswasta 35 9,72

Lainnya 41 11,39

Total 360 100

Dari tabel 5.4. diatas tampak bahwa petani merupakan porsi terbesar yaitu sebanyak 251 orang atau 69,72%.

5.2.5. Suku Bangsa.

Tabel 5.5. Distribusi sampel berdasarkan suku bangsa.

Suku Bangsa Jumlah [N] Persentase [%]

Jawa 5 1,39

Mandailing 232 64,44

Melayu 1 0,28

Batak lainnya 117 32,50

Minang 5 1,39

Total 360 100

Berdasarkan tabel 5.5. diatas tampak bahwa suku Mandailing merupakan suku yang terbanyak yang mengalami kebutaan.


(37)

5.3. DATA KEBUTAAN AKIBAT KELAINAN REFRAKSI

Karakteristik peserta penelitian kebutaan akibat kelainan refraksi di kabupaten Tapanuli Selatan. Dari penduduk yang diperiksa, dengan sampel kebutaan 360 orang didapatkan penderita yang buta akibat kelainan refraksi sebanyak 31 orang.

5.3.1.Karakteristik peserta penelitian. 5.3.1.1. Usia.

Tabel 5.6. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan usia.

Umur [Tahun] Jumlah [N] Persentase [%]

6 – 10 - -

11 – 15 - -

16 – 20 4 12,90

21 – 25 2 6,45

26 – 30 - -

31 – 35 2 6,45

36 – 40 2 6,45

41 – 45 1 3,22

46 – 50 4 12,90

51 – 55 - -

56 – 60 3 6,45

61 – 65 4 12,90

66 – 70 3 9,68

71 – 75 3 9,68

76 – 80 1 3,22

>80 2 6,45 Total 31 100

Pada table diatas tampak 4 orang menderita kebutaan refraksi pada kisaran umur 16–20 tahun dengan persentase 12,90%, pada usia 21-25 tahun dengan jumlah 2 orang, 6,45%.


(38)

Usia 31-35 tahun sebanyak 2 orang, 6,45%. Usia 36-40 tahun sebanyak 2 orang, 6,45%. Usia 41-45 tahun terdapat 1 orang, 3,22%. Usia 46-50 tahun sebanyak 4 orang, 12,90%. Usia 56-60 tahun sebanyak 2 orang, 6,45%. Usia 61-65 tahun sebanyak 5 orang, 16,13%. Usia 66-70 tahun sebanyak 3 orang, 9,68%. Usia 71-75 tahun sebanyak 3 orang, 9,68%. Usia 76-80 tahun sebanyak 1 orang, 3,22%. Usia >80 tahun sebanyak 2 orang, 6,45%. 5.3.1.2. Jenis Kelamin.

Tabel 5.7. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin Jumlah [N] Persentase [%]

Perempuan 25 80,65

Laki-laki 6 19,35

Total 31 100

Dari tabel diatas tampak bahwa sebaran jenis kelamin pada kebutaan refraksi sebanyak 25 orang perempuan dan 6 orang laki – laki.


(39)

5.3.1.3. Tingkat Pendidikan.

Tabel 5.8. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Tingkat Pendidikan Jumlah [N] Persentase [%]

Tidak Sekolah 4 12,90 SD [Sederajat] 9 29,03 SMP [Sederajat] 11 35,48 SMU [Sederajat] 6 19,35

Akademi / PT 1 3,22

Total 31 100

Pada tabel diatas tampak penderita kebutaan akibat kelainan refraksi berpendidikan rendah, dengan 29,03% di SD [Sederajat] dan 35,48% di SMP [Sederajat], 19,35% di SMU [Sederajat], dan Akademi / Perguruan Tinggi, 3,22% sedangkan 12,90% tidak Sekolah. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan untuk mendapatkan kesehatan yang layak, antara lain mendapatkan penglihatan yang sempurna.

5.3.1.4. Pekerjaan

Tabel 5.9. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan pekerjaan.

Pekerjaan Jumlah [N] Persentase [%]

Buruh / Karyawan - -

Petani 18 58,06

Pegawai 1 3,22

IRT 5 16,13

Pelajar / Mahasiswa 3 9,68

Lainnya 4 12,90

Total 31 100


(40)

Pada tabel diatas tampak 18 orang petani (32,72%) yang menderita kebutaan akibat refraksi, 19orang (34,54) ibu rumah tangga, 9 orang (16,36%) pelajar, 7 orang (12,7%) buruh, 1 orang (1,81%) pegawai, dan 1 orang (1,81%) lainnya.

5.3.1.5. Riwayat keluarga.

Tabel 5.10. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan adanya riwayat keluarga yang memakai kacamata.

Riwayat keluarga berkacamata Jumlah [N] Persentase [%]

Ya 11 35,48

Tidak 12 38,70

Tidak tau 8 25,80

Total 31 100

Pada table diatas tampak sampel dengan riwayat keluarga sedikit lebih besar daripada yang tidak ada riwayat keluarganya yang memakai kacamata.

5.3.1.6. Riwayat tempat berobat [wawancara].

Tabel 5.11. Sebaran kebutaan refraksi berdasarkan riwayat tempat berobat [wawancara].

Riwayat tempat berobat Jumlah [N] Persentase [%]

Puskesmas 7 22,58

RS Pemerintah 4 12,90

RS Swasta 1 3,22

Tradisional 10 32,26

Optikal 1 3,22

Tidak melakukan pengobatan 8 25,80

Total 31 100

Pada tabel tampak riwayat masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan menggunakan sarana kesehatan terbanyak secara Tradisional kemudian tidak melakukan pengobatan yakni


(41)

32,26% dan 25,80%, di Puskesmas 22,58%, di Rumah Sakit Pemerintah 12,90%, di Rumah Sakit Swasta dan Optikal masing-masing 3,22%.

5.3.1.7. Umur dan Jenis kelamin.

Tabel 5.12. Sebaran kebutaan akibat kelainan refraksi menurut umur dan jenis kelamin.

Laki-laki Perempuan Satu Mata Dua Mata Satu Mata Dua Mata

Total Umur

[Tahun]

N [%] N [%] N [%] N [%] N [%] 5 – 10 - - - - - - - - - -

11 – 15 - - - - - - - - - -

16 – 20 - - - 4 12,90 4 12,90 21 – 25 - - - 2 6,45 2 6,45 26 – 30 - - - - 31 – 35 - - 1 3,22 - - 1 3,22 2 6,45 36 – 40 - - 1 3,22 1 3,22 - - 2 6,45 41 – 45 - - - 1 3,22 1 3,22 46 – 50 - - 1 3,22 - - 3 9,68 4 12,90 51 – 55 - - - - 56 – 60 - - - - 1 3,22 2 6,45 3 9,68 61 – 65 1 3,22 - - - - 3 9,68 4 12,90 66 – 70 - - 1 3,22 1 3,22 1 3,22 3 9,68 71 – 75 - - - - 1 3,22 2 6,45 3 9,68 76 – 80 1 3,22 - - - 1 3,22

>80 - - - 2 6,45 2 6,45 Total 2 6,45 4 12,90 4 12,90 21 67,74 31 100

Pada tabel diatas tampak kebutaan refraksi pada kedua mata terbanyak didapat pada kisaran umur antara 16 hingga 20 tahun dan antara 46 hingga 50 tahun. Dengan distribusi jenis kelamin terbanyak yang didapat pada wanita dengan kisaran umur 16 hingga 20 tahun.


(42)

Tabel 5.13. Sebaran jenis kelainan refraksi yang menyebabkan kebutaan.

Kebutaan Kelainan Refraksi

Satu Mata Persentase

[%] Dua Mata

Persentase

[%] Jumlah [N]

Persentase [%]

Miopia 1 3,22 20 64,52 21 67,74

Hipermetropia 2 6,45 4 12,90 6 19,35

Astigmatisma - - -

Afakia 3 9,68 1 3,22 4 12,90

Pada table diatas tampak distribusi jenis kelainan refraksi yang menyebabkan kebutaan pada kedua mata, dimana penyebab yang terbanyak adalah miopia.

5.3.2. Hasil Pemeriksaan Mata Lanjutan

Tabel 5.14. Sebaran kebutaan akibat kelainan refraksi berdasarkan penyebab dan hasil koreksi.

Visus Sebelum Koreksi Hasil Koreksi [Dioptri] Visus Sesudah Koreksi

OD OS OD OS OD OS

Diagnosa

0,25/60 0,5/60 S-11,00 S-11,00 2/60 2/60 Miopia 0,5/60 2/60 S-9,00 S-10,00 4/60 4/60 Miopia

1/60 2/60 S-10,00 S-10,00 4/60 4/60 Miopia 1/60 1/60 S-6,00 S-6,00 5/50 5/50 Miopia 1/60 2/60 S-9,00 S-8.50 4/60 4/60 Miopia 1/60 2/60 S-9,00 S-5.00 5/50F 5/50 Miopia 1/60 2/60 S-8,00 S-9,00 5/33F 5/33F Miopia 1/60 2/60 S-8,00 S-8,00 5/50 5/50 Miopia 1/60 2/60 S-5,00 S-5,50 5/50 5/50 Miopia 1,5/60 6/12 S-5,00 S-0,25 5/50 5/10 Miopia

2/60 1/60 S-8,00 S-8,00 5/50 5/50 Miopia 2/60 2/60 S-10,00 S-10,00 5/50 5/50 Miopia


(43)

2/60 2/60 S-8,00 S-8,50 5/50 5/50F Miopia 2/60 2/60 S-8,00 S-7,50 4/60 5/50 Miopia 2/60 2/60 S-7,00 S-7,50 5/50 5/50 Miopia 2/60 2/60 S-6,00 S-6,00 5/50 5/50 Miopia 2/60 2/60 S-5,00 S-5,00 5/50 5/10 Miopia 2/60 2/60 S-4,00 S-4,00 5/50 5/10 Miopia 2,5/60 2/60 S-5,00 S-5,00 5/50 5/50 Miopia 2,5/60 2/60 S-4,00 S-4,00 5/33F 5/33 Miopia

1/60 2/60 S+5,00 S+5,50 5/50 5/50 Hipermetropia 2/60 2/60 S+11,00 S+10,00 5/33F 5/33F Hipermetropia 2/60 2/60 S+5,50 S+6,00 5/33 5/33 Hipermetropia 2,5/60 2,5/60 S+4,00 S+4,00 5/50 5/50 Hipermetropia 2,5/60 6/60 S+4,50 S+2,50 5/50 5/50 Hipermetropia

6/12 2/60 S+0,25 S+7,00 5/10 5/50 Hipermetropia 1,5/60 2/60 S+9,50 S+9,50 4/60 4/60 Afakia

1/300 1/60F tak S+10.00 1/300 5/50 Afakia 1/~ 1/60 tak S-10,00 1/~ 5/50 Afakia 2/60 1/~ S+8.00 tak 5/50 1/~ Afakia

Dari table diatas tampak bahwa penyebab kebutaan refraksi yang terbanyak adalah miopia, dan hasil koreksi dengan lensa sferis negatif, yang besarnya bervariasi antara –4,00 D sampai –11,00 D, dan keseluruhan responden tidak dapat dikoreksi penuh.

Tabel 5.15. Estimasi Kebutaan Akibat Kelainan Refraksi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

KABUPATEN TAPANULI SELATAN ESTIMASI PADA CI 95% ( Batas bawah, Batas atas ) Prevalensi Kebutaan Refraksi

25/29.332 x 100% = 0,08% ( 0,05% ; 0,11 % ) Prevalensi Kebutaan


(44)

5.4. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Dari tabel 5.1. sampai tabel 5.5. tampak gambaran karakteristik penduduk sampel sampel dari wilayah penelitian.

Dari tabel 5.1. dan 5.2. terlihat distribusi umur dan jenis kelamin menunjukkan lebih banyak penduduk dalam usia 61 -70 tahun yaitu berkisar 30,83% dan jenis kelamin terbanyak perempuan yaitu berkisar 71,11 %. Distribusi umur ini sesuai dengan gambaran kependudukan di Indonesia umumnya. Seperti pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya seperti Burma dan India.

Dari tabel 5.3. terlihat bahwa tingkat pendidikan sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar (SD) sederajat. Rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan rendahnya sumber daya manusia dan dampaknya ini juga akan menyebabkan kurangnya pengetahuan penduduk tentang penyakit mata khususnya kelainan refraksi.

Dari tabel 5.4. terlihat bahwa sebagian besar penduduk mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu sebesar 69,72%, hal ini sangat sesuai dengan daerah Indonesia yang berdaerah agraris.

Dari tabel 5.5. terlihat bahwa suku terbanyak sebagai sampel dari 6 kecamatan adalah suku Mandailing, diikuti suku batak lainnya.

Dari table 5.6. tampak gambaran peserta penelitian yang mengalami kebutaan akibat kelainan refraksi berkisar 6-80 tahun lebih, dimana terbanyak pada kisaran umur 16 hingga 20 tahun dan antara umur 61 hingga 65 tahun.

Dari table 5.7., penyebaran kebutaan akibat kelainan refraksi menurut jenis kelamin terdapat 25 orang wanita dan 6 orang laki-laki. Menurut referensi prevalensi kebutaan


(45)

responden yang datang pada umumnya adalah wanita, jadi pada hasil penelitian ini prevalensi kebutaan refraksi pada wanita lebih tinggi hanyalah merupakan faktor kebetulan saja.

Dari tabel 5.8., sebagian besar penderita hanya menamatkan pendidikannya di tingkat SMP [Sederajat]. Rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan penderita kurang memahami penyakitnya, sehingga hal ini perlu menjadi perhatian dalam upaya penanggulangan kebutaan akibat kelainan refraksi.

Dari tabel 5.9., prevalensi kebutaan akibat refraksi tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.

Dari tabel 5.10., telah ditelusuri dari hasil anamnesa prevalensi kebutaan akibat refraksi lebih banyak yang tidak ada riwayat keluarga berkacamata, ini disebabkan oleh tingkat sosio-ekonomi yang rendah sehingga tidak mampu membeli kacamata dan juga karena tingkat pendidikan yang rendah sehingga kurang memahami penyakitnya.

Dari tabel 5.11, sebagian besar penderita berobat secara Tradisional, kemudian tidak mengobati penyakitnya dan juga ke Puskesmas, tetapi oleh karena keterbatasan tenaga medis yang mengerti tentang penyakit kelainan refraksi dan alat yang tidak mendukung, maka penderita kurang memahami penyakitnya.

Dari tabel 5.13., angka kebutaan refraksi mengenai kedua mata dan kedua mata lebih banyak daripada yang satu mata, hal ini sesuai dengan referensi bahwa kebutaan refraksi pada umumnya mengenai kedua mata.


(46)

Hubungan Geografi dengan kebutaan refraksi

Pada penelitian ini, geografi dari kabupaten Tapanuli Selatan dikategorikan daerah pegunungan dengan ketinggian 0-1.915 meter diatas permukaan laut. Walaupun demikian prasarana jalan dari desa ke pusat-pusat pelayanan kesehatan masih bisa dilalui kendaraan roda dua. Jadi faktor geografis sebenarnya tidak menjadi penghalang bagi penderita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mata.

Hubungan Sosio-Ekonomi dengan kebutaan refraksi

Dari hasil survey yang kami lakukan terhadap sampel ternyata masih banyak penduduk berpenghasilan rendah. Ini mungkin diakibatkan oleh pendidikan dan pekerjaan yang tersedia didaerah tersebut. Oleh sebab itu untuk keberhasilan program kebutaan perlu pemberian pelayanan pemeriksaan dan pengobatan mata gratis terhadap orang-orang yang tidak mampu, bila memungkinkan pemberian kacamata gratis bagi penderita kebutaan refraksi, karena beberapa penderita kebutaan refraksi disebabkan oleh ketidakmampuan memperoleh kacamata.

Hubungan Budaya Tentang Pemeliharaan Kesehatan Mata dengan kebutaan refraksi

Dari hasil survey yang kami lakukan terhadap sampel maka sebagian besar mengobati penyakit mata diri secara tradisional bahkan ada yang tidak mengobati penyakitnya, kemudian ke Puskesmas selanjutnya ke Rumah Sakit Swasta, ada yang mendapatkan kacamata dari optik tetapi penderita tidak memakai kacamata lebih lanjut oleh karena merasa tidak nyaman dan semakin pusing, sebagian merasa nyaman dipakai


(47)

tapi hanya waktu belajar saja, sementara sebagian penderita merasa malu memakai kacamata atau merasa harga kacamatanya mahal.

Hubungan Sumber Daya Manusia dengan kebutaan refraksi

Sumber daya manusia di kabupaten Tapanuli Selatan terutama petugas kesehatan belum memadai walaupun semua desa telah mempunyai bidan desa. Program puskesmas tentang kesehatan mata yang juga termasuk dalaam 18 program pokok kesehatan puskesmas belum terlaksana dengan baik. Khususnya mengenai tenaga Spesialis Mata yang masih belum ada sampai sekarang di Kabupaten Tapanuli Selatan. Oleh karena itu perlulah menjadi perhatian khususnya bagi pengambil keputusan untuk pengadaan tenaga Spesialis Mata yang sangat dibutuhkan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Hubungan Sarana dan Prasarana Kesehatan dengan kebutaan refraksi

Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kabupaten Tapanuli Selatan belum memadai dimana ada 1 (satu) RSU Pemerintah yang semestinya sudah dapat melakukan pemeriksaan kesehatan mata, namun sampai sekarang belum bisa melayani pelayanan secara optimal oleh karena belum tersedianya sarana untuk pelayanan kesehatan mata serta belum adanya tenaga dokter spesialis mata di Kabupaten Tapanuli Selatan.


(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

6.1.1. Prevalensi kebutaan akibat kelainan refraksi di kabupaten Tapanuli Selatan adalah 0,08%, lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi kebutaan Nasional akibat kelainan refraksi yaitu 0,14% dan prevalensi kebutaan akibat kelainan refraksi pada penelitian sebelumnya di Kabupaten Karo yaitu 0,12%.

6.1.2. Faktor geografi dari penelitian ini tidak menjadi hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

6.1.3. Faktor Sosial Ekonomi yang masih rendah mempunyai peranan terhadap masih tingginya kebutaan refraksi.

6.1.4. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat mengakibatkan kekurang pahaman

terhadap pemeliharaan kesehatan, khususnya kesehatan mata sehingga penyakit yang diderita tak terobati dengan baik.

6.1.5. Faktor Budaya dengan adanya perasaan rendah diri dalam berkaca mata sehingga menyebabkan penglihatan kabur bahkan akan dapat menyebabkan kebutaan.

6.1.6. Faktor Sumber Daya Manusia belum memadai dimana tenaga medis khususnya dokter spesialis mata tidak ada di Kabupaten Tapanuli Selatan.


(49)

6.2. SARAN

6.2.1. Upaya menurunkan angka kebutaan refraksi perlu adanya dilakukan penyuluhan kepada masyarakat secara rutin, terutama tentang kelainan refraksi dapat di koreksi dengan pemakaian kacamata yang merupakan cara penanggulangan kebutaan refraksi yang paling sederhana, serta dengan mudah dapat dideteksi di puskesmas oleh tenaga medis terlatih.

6.2.2. Perlunya menambah dan menempatkan tenaga – tenaga ahli, seperti dokter spesialis mata dan perawat mahir serta penyediaan sarana untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mata.

6.2.3. Mengadakan pemeriksaan dan penyuluhan mata secara rutin di Puskesmas dan sekolah untuk mendeteksi dini kelainan refraksi pada lanjut usia, dewasa dan anak usia sekolah.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Official WHO updates combined 1996-2007 available at

http://www.who.int/classifications/committees/Official%20WHO%20updates%20combined %201996-2007.pdf

2. http://www.Br J Ophthalmol.com//Causes of low vision and blindness in rural Indonesia, 2003;87:1075-1078

3. Nema H.V., Community Ophthalmology in Textbook of Ophthalmology, 4th edition, Chapter

30, New Delhi, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) LTD, 2002, page 398-403

4. Whitcher John P., Blindness in Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology, sixteenth edition, Chapter 23, Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2004, page 413-418.

5. Ramanjit Sihota, Radhika Tandon,The Cause and Prevention of Blindness in Parsons’ Diseases of the Eye, Twentieth Edition, Section 34, New Delhi, Reed Elsevier India Private Limited, 2007, page 523 – 536.

6. Depkes RI, Perdami, Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan ( PGPK ) Untuk Mencapai Vision 2020, 2003, hal 1 - 2

7. http://dev.fk.unair.ac.id, Setiap Menit Satu Anak di Dunia Akan Menjadi Buta, 2007

8. Pusat Komunikasi Publik, Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan,

puskom.publik@yahoo.co.id, 2007

9. http://www.edusehat.com - Indonesian Health Education, 10 persen anak sekolah di Indonesia kelainan refraksi, January 2008

10. RMEXPose.com; Tiap Menit, Ada Satu Orang Jadi Buta dalam 10 Persen Anak

11. Pratomo H, Silalahi E, Asnita SN, Libra A, Surjani L, Sitorus J, Ginting M, Sari MD, Siregar NH, Barus J, Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak, Glaukoma, Kelainan Refraksi, Gangguan Retina dan Kelainan Kornea di Kotamadya Tanjung Balai dan Kabupaten Karo, Tesis Dokter


(51)

Spesialis Mata, Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004.

12. Khurana A.K. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology, Fourth Edition, Chapter 20, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, page 443 – 457. 13. Dewanto I, Pardianto G, Saleh TT, Pemeriksaan Visus Pada Anak, Tinjauan Kepustakaan,

Bagian Ilmu Penyakit Mata RSU Dr. Soetomo / FK UNAIR, 2005, hal 1.

14. Handayani AT., Moestidjab, Gambaran Ketebalan Kornea Sentral Pada Penderita Miopia Pra-Lasik Di Klinik Mata Surabaya, Laporan Penelitian, Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UNAIR / RSU Dr. Soetomo Surabaya, Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 6, No. 2, Agustus 2008: Hal. 118-126

15. American Academy of Ophthalmology, Optics of the Human Eye in Clinical Optics, Section 3, Chapter 3, Basic and Clinical Science Course, 2005-2006, p. 105-123

16. American Academy of Ophthalmology, Clinical Refraction in Clinical Optics, Section 3, Chapter 4, Basic and Clinical Science Course, 2005-2006, p. 125-141

17. Whitmore W.G, Curtin B.J, The Optics of Miopia in Duane’s Clinical Ophthalmology, Vol. 1, Chapter 42, Lippincot Williams & Wilkins, 2004, p. 1-10

18. Ramanjit Sihota, Radhika Tandon, Refractive Errors of the Eye in Parson’s Diseases of the Eye, Twentieth Edition, Section II, New Delhi, Reed Elsevier India Private Limited, 2007, p. 71-83

19. Gallin P.F, Practical Pediatric Refraction in Pediatric Ophthalmology Clinical Guide,

Chapter 3, 2000, p. 23-29

20. Kanski J.J, Degenerative Miopia, Acquired Macular Disorders and Related Conditions in Clinical Ophthalmology A Systematic Approach, Sixth Edition, 2007, p. 654-655

21. Tiharyo I., Gunawan W., Suhardjo, Pertambahan Miopia Pada Anak Sekolah Dasar Daerah Perkotaan Dan Pedesaan Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Penelitian, Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran UGM / RS Dr. Sardjito Yogyakarta, Jurnal Oftalmologi Indonesia, Vol. 6, No. 2, Agustus 2008, hal. 104-112.


(52)

23. American Academy of Ophthalmology, Glaucoma, Section 10, Chapter 4, Basic and Clinical Science Course, 2008-2009, p. 85.

22. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2008.


(53)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian “Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Refraksi di Kabupaten Tapanuli Selatan”. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Tapanuli Selatan, ………..2009


(54)

SURVEI PREVALENSI KEBUTAAN REFRAKSI

DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2009

Nama Responden Nomor :

I. Pengenalan Tempat

a. Kabupaten : Tapanuli Selatan b. Kecamatan

c. Desa / Kelurahan

d. Daerah 1. Perkantoran 2. Pedesaan e. Letak Geografis 1. Pantai 3. Dataran Rendah

2. Pegunungan 4. Dataran Tinggi

II. Fasilitas Rumah Tangga

a. Penerangan dirumah tangga 1. Listrik 3. Lampu minyak 2. Petromaks 4. Lainnya

b.Air bersih untuk mandi 1. Air ledeng 3. Air hujan 5. Sumur bor 2. Sumur tertutup 4. Sungai 6. Lainnya c. Bahan bakar memasak 1. Listrik 3. Kayu

2. Minyak tanah 4. Lainnya

III. Keterangan Anggota Rumah Tangga

No. Nama Hubungan dengan Kepala Keluarga Umur Jenis kelamin

IV. Sosial dan Demografi

a. Nama Responden :

b. Umur : tahun

c. Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan

d. Suku 1. Mandailing 3. Jawa 5. Melayu 2. Batak lainnya 4. Minang 6. Lainnya e. Pendidikan 1. Tidak sekolah 3. SLTP 5. Akademi

2. SD 4. SLTA 6. Perguruan Tinggi

f. Pekerjaan 1. Petani 3.Dagang 5.Pegawai 7. Lainnya 2. IRT 4. Buruh 6. Pengemudi

g. Lama bekerja : tahun : bulan h.Lokasi tempat bekerja 1. Terbuka 2. Tertutup


(55)

Nama Responden Nomor :

V. Hasil Pemeriksaan Mata Kanan Kiri

A a. Tandai 1 jika tajam penglihatan <3/60 b. Tandai 2 jika tajam penglihatan 3/60 >

Jika dikoreksi Sferis

[umur responden > 5 tahun] Silindris Aksis

Kanan Kiri B Bila umur responden > 40 tahun

a. Tandai 1 jika tonometri < 21 mmHg b. Tandai 2 jika tonometri > 21 mmHg

Kanan Kiri

C Kelainan-kelainan

Jawab 2=ya, 1=tidak 1 Kelainan refraksi 2 Sikatriks kornea 3 Katarak 4 Glaukoma 5 Afakia 6 Uveitis 7 Kelainan retina 8 Atropi papil 9 Strabismus 10 Lainnya

VI. Kesimpulan Kanan Kiri

Visus <3/60 atau buta apa penyebab kebutaan? 1 Kelainan refraksi

2 Kelainan kornea 3 Kelainan lensa 4 Glaukoma 5 Kelainan retina 6 Peradangan 7 Trauma

8 Kelainan papil optik 9 Lainnya


(56)

Nama Responden Nomor :

VII. Pemeriksaan Refraksi & Tonometri

Kanan Kiri 01. Visus tanpa koreksi

Visus dengan koreksi lensa : Sferis Silindris Aksis

Visus dengan koreksi

 Bila visus dengan koreksi ≤ 3/60 beri stabilo jingga

 Bila visus dengan koreksi pinhole tetap < 6/6 dan kornea jernih, beri 1 tetes Midriatil; sampaikan ke responden bahwa penglihatan akan kabur sampai ± 4 jam mendatang

02. Bila umur 35-39 tahun :

Presbiopia Tidak -1 Ya -2

03. Hasil Tonometri: Kurang dari 21 mmHg -1 ≥ 21 mmHg -2 Tak diukur -3

VIII. Anamnesa Kesehatan Mata Kelainan Refraksi

01. Apakah orangtua saudara sehari-harinya ada yang berkacamata ? Ya -2 Tidak -1 Tidak tahu -0

Bila ya siapa ? Bapak dan Ibu -2 Salah satu -1 02. Apakah saudara berkacamata ? Ya -2 Tidak -1

Bila Ya, sudah berapa tahun saudara berkacamata ?

03. Apakah saudara sering makan sayuran ? Ya -2 Tidak -1 Warna sayuran dan buah yang biasa dikonsumsi :

a. Sayuran warna hijau Ya-2 Tidak -1 b. Pepaya / Mangga Ya -2 Tidak -1 04. a. Mana yang lebih sering dimakan ? Daging (sapi, ayam, ikan dll) b. Dalam bentuk apa ? Segar -1 Diawetkan -2

05. Dapat membaca dan menulis ? Ya -2 Tidak -1 06. Bagaimana sikap badan biasanya saat membaca / menulis ?

Duduk -1 Berbaring/tiduran -2 Lainnya -3 07. Jenis penerangan yang biasanya digunakan pada waktu membaca & menulis ?

Sinar matahari -1 Lampu TL/Neon -3 Lampu teplok/senter/lilin -5 Listrik dengan lampu pijar -2 Lampu gas/petromaks -4 Lainnya -6 08. Apakah biasa membaca / menulis dikendaraan bergerak ? Ya -2 Tidak -2 09. Apakah saudara suka / sering menonton tv ? Ya -2 Tidak -1

Berapa jam rata-rata lama menonton tv secara terus menerus ? Berapa jarak tv dengan saudara ?

- < kali lebar diagonal tv -1 - ≥ 5 kali lebar diagonal tv -2

10. Menurut saudara, apakah anak-anak bisa mengalami gangguan penglihatan ? Ya -2 Tidak -1

11. Bila Ya, apa gejala yang saudara ketahui dan biasanya dilakukan oleh anak ?

Membaca terlalu dekat -1 Menonton tv terlalu dekat -2 Lainnya -3 12. Apakah gangguan penglihatan pada anak-anak dapat diatasi ?

Ya -2 Tidak -1 Bila ya, bagaimana cara mengatasinya ?

Pakai kacamata -1 Diberi obat -2 Dilakukan operasi -3 Tidak tahu -4 Lainnya -5

13. Bila saudara mempunyai keluhan pada mata, kemana biasanya berobat untuk mengatasi keluhan mata . Tulis Kode ya -2 Tidak -1

Tempat Berobat Petugas pemberi pelayanan Puskesmas

RS Pemerintah

Dokter Spesialis Mata Dokter Umum


(57)

14. Bila Saudara mengobati sendiri keluhan tersebut, sebutkan obat apa ?

Obat tetes/salep mata -1 Obat cuci mata (boorwater) -2 Ramuan tumbuhan -3 Lainnya -4 15. Apakah Saudara saat ini mempunyai keluhan pada mata ? Ya -2 Tidak -1

16. Keluhan mata apakah yang saudara rasakan ? (Jawaban bisa lebih dari satu )

Nyeri pada mata -1 Merah -2 Juling -4 Menonjol -8 Gangguan penglihatan -16 Lainnya -32 Keterangan : Bila pilihan hanya satu, tuliskan kode; bila pilihan lebih dari satu, jumlahkan kode

17. Bila ada gangguan penglihatan, bagaimana mula terjadinya gangguan tersebut ? Mendadak -1 Perlahan-lahan -2 Tidak Tahu -3

18. Bila memandang cahaya, apakah saudara ada melihat (pilih salah satu)

Pelangi -1 Tirai air hujan -2 Silau -3 Tidak Tahu -4 Tak ada -5 19. Bagaimana keadaan mata sebelum penglihatan saudara seperti ini

Merah -1 Sakit -2 Merah dengan kotoran -3 Tidak tahu -4 Lainnya -16 Keterangan : Bila pilihan hanya satu, tuliskan kode; bila pilihan lebih dari satu, jumlahkan kode

20. Bagaimana keadaan kesehatan tubuh sebelum penglihatan saudara seperti ini ? Sakit kepala & mata merah -1 Sakit darah tinggi [Hipertensi] -6 Keracunan minuman/makanan -2 Sakit campak -7

Sakit panas -3 Trauma -8 Sakit mata -4 Lainnya -9 Sakit gula [Diabetes Mellitus] -5

21. Sudah berapa lama saudara menderita kelainan/gangguan penglihatan seperti ini ? 22. Jika saudara memerlukan kacamata apakah sulit mendapatkannya di daerah saudara ? Ya -2 Tidak -1

23. Jika sudah berkaca mata, apa alasan untuk tidak memakainya

Berat -1 Mahal -2 Tidak enak dipakai -3 Bertambah pusing jika dipakai -4 Malu -5 Lainnya -6

IX. Pemeriksaan Mata Kelainan Refraksi

1. Hasil Kanan / Kiri Kanan / Kiri

Ya -2 Tidak -1

1. Kelainan refraksi (tanpa Presbiopia) 2. Konjungtivitis

3. Pterigiun & Pinquekula 4. Katarak

5. Sikatriks Kornea 6. Defisiensi Vitamin A 7. Trakhoma

8. Blefaritis

9. Hordeolum & Khalazion 10. Glaukoma

11. Afakia 12. Uveitis

13. Skleritis / Episkleritis 14. Ablasio Retina

15. Retinopati Diabetik / Hipertensi 16. Ptisis bulbi

17. Atrofi papil/ Neuritis optika 18. Strabismus/ Juling

19. Endoftalmitis 20. Lainnya 24. Bila visus dengan koreksi ≤ 0,05 atau buta, apa penyebab kebutaan ?

Miopia -1 Hipemetropia -2 Afakia -3 Astigmatisma -4 Lainnya -5


(1)

23. American Academy of Ophthalmology, Glaucoma, Section 10, Chapter 4, Basic and Clinical Science Course, 2008-2009, p. 85.

22. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2008.


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

:

Umur

:

Pekerjaan

:

Alamat

:

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian

“Prevalensi Kebutaan

Akibat Kelainan Refraksi di Kabupaten Tapanuli Selatan”

. Dengan kesadaran serta

kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Tapanuli Selatan, ………..2009


(3)

SURVEI PREVALENSI KEBUTAAN REFRAKSI

DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2009

Nama Responden

Nomor :

I. Pengenalan Tempat

a. Kabupaten : Tapanuli Selatan b. Kecamatan

c. Desa / Kelurahan

d. Daerah 1. Perkantoran 2. Pedesaan e. Letak Geografis 1. Pantai 3. Dataran Rendah

2. Pegunungan 4. Dataran Tinggi

II. Fasilitas Rumah Tangga

a. Penerangan dirumah tangga 1. Listrik 3. Lampu minyak 2. Petromaks 4. Lainnya

b.Air bersih untuk mandi 1. Air ledeng 3. Air hujan 5. Sumur bor 2. Sumur tertutup 4. Sungai 6. Lainnya c. Bahan bakar memasak 1. Listrik 3. Kayu

2. Minyak tanah 4. Lainnya

III. Keterangan Anggota Rumah Tangga

No. Nama Hubungan dengan Kepala Keluarga Umur Jenis kelamin

IV. Sosial dan Demografi

a. Nama Responden :

b. Umur : tahun

c. Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan

d. Suku 1. Mandailing 3. Jawa 5. Melayu 2. Batak lainnya 4. Minang 6. Lainnya e. Pendidikan 1. Tidak sekolah 3. SLTP 5. Akademi

2. SD 4. SLTA 6. Perguruan Tinggi

f. Pekerjaan 1. Petani 3.Dagang 5.Pegawai 7. Lainnya 2. IRT 4. Buruh 6. Pengemudi

g. Lama bekerja : tahun : bulan h.Lokasi tempat bekerja 1. Terbuka 2. Tertutup


(4)

Nama Responden

Nomor :

V. Hasil Pemeriksaan Mata Kanan Kiri

A a. Tandai 1 jika tajam penglihatan <3/60 b. Tandai 2 jika tajam penglihatan 3/60 >

Jika dikoreksi Sferis [umur responden > 5 tahun] Silindris

Aksis

Kanan Kiri B Bila umur responden > 40 tahun

a. Tandai 1 jika tonometri < 21 mmHg b. Tandai 2 jika tonometri > 21 mmHg

Kanan Kiri

C Kelainan-kelainan

Jawab 2=ya, 1=tidak 1 Kelainan refraksi 2 Sikatriks kornea 3 Katarak 4 Glaukoma 5 Afakia 6 Uveitis 7 Kelainan retina 8 Atropi papil 9 Strabismus 10 Lainnya

VI. Kesimpulan Kanan Kiri

Visus <3/60 atau buta apa penyebab kebutaan? 1 Kelainan refraksi

2 Kelainan kornea 3 Kelainan lensa 4 Glaukoma 5 Kelainan retina 6 Peradangan 7 Trauma

8 Kelainan papil optik 9 Lainnya


(5)

Nama Responden

Nomor :

VII. Pemeriksaan Refraksi & Tonometri

Kanan Kiri 01. Visus tanpa koreksi

Visus dengan koreksi lensa : Sferis Silindris Aksis

Visus dengan koreksi

 Bila visus dengan koreksi ≤ 3/60 beri stabilo jingga

 Bila visus dengan koreksi pinhole tetap < 6/6 dan kornea jernih, beri 1 tetes Midriatil; sampaikan ke responden bahwa penglihatan akan kabur sampai ± 4 jam mendatang

02. Bila umur 35-39 tahun :

Presbiopia Tidak -1 Ya -2

03. Hasil Tonometri: Kurang dari 21 mmHg -1 ≥ 21 mmHg -2 Tak diukur -3

VIII. Anamnesa Kesehatan Mata Kelainan Refraksi

01. Apakah orangtua saudara sehari-harinya ada yang berkacamata ? Ya -2 Tidak -1 Tidak tahu -0

Bila ya siapa ? Bapak dan Ibu -2 Salah satu -1 02. Apakah saudara berkacamata ? Ya -2 Tidak -1

Bila Ya, sudah berapa tahun saudara berkacamata ?

03. Apakah saudara sering makan sayuran ? Ya -2 Tidak -1 Warna sayuran dan buah yang biasa dikonsumsi :

a. Sayuran warna hijau Ya-2 Tidak -1 b. Pepaya / Mangga Ya -2 Tidak -1 04. a. Mana yang lebih sering dimakan ? Daging (sapi, ayam, ikan dll) b. Dalam bentuk apa ? Segar -1 Diawetkan -2

05. Dapat membaca dan menulis ? Ya -2 Tidak -1 06. Bagaimana sikap badan biasanya saat membaca / menulis ?

Duduk -1 Berbaring/tiduran -2 Lainnya -3 07. Jenis penerangan yang biasanya digunakan pada waktu membaca & menulis ?

Sinar matahari -1 Lampu TL/Neon -3 Lampu teplok/senter/lilin -5 Listrik dengan lampu pijar -2 Lampu gas/petromaks -4 Lainnya -6 08. Apakah biasa membaca / menulis dikendaraan bergerak ? Ya -2 Tidak -2 09. Apakah saudara suka / sering menonton tv ? Ya -2 Tidak -1

Berapa jam rata-rata lama menonton tv secara terus menerus ? Berapa jarak tv dengan saudara ?

- < kali lebar diagonal tv -1 - ≥ 5 kali lebar diagonal tv -2

10. Menurut saudara, apakah anak-anak bisa mengalami gangguan penglihatan ? Ya -2 Tidak -1

11. Bila Ya, apa gejala yang saudara ketahui dan biasanya dilakukan oleh anak ?

Membaca terlalu dekat -1 Menonton tv terlalu dekat -2 Lainnya -3 12. Apakah gangguan penglihatan pada anak-anak dapat diatasi ?

Ya -2 Tidak -1 Bila ya, bagaimana cara mengatasinya ?

Pakai kacamata -1 Diberi obat -2 Dilakukan operasi -3 Tidak tahu -4 Lainnya -5

13. Bila saudara mempunyai keluhan pada mata, kemana biasanya berobat untuk mengatasi keluhan mata . Tulis Kode ya -2 Tidak -1

Tempat Berobat Petugas pemberi pelayanan Puskesmas

RS Pemerintah

RS / Klinik / BP Swasta Praktek Swasta

Tradisional Mengobati sendiri

Tidak melakukan pengobatan

Dokter Spesialis Mata Dokter Umum Paramedis Dukun / Sinshe Lainnya


(6)

14. Bila Saudara mengobati sendiri keluhan tersebut, sebutkan obat apa ?

Obat tetes/salep mata -1 Obat cuci mata (boorwater) -2 Ramuan tumbuhan -3 Lainnya -4 15. Apakah Saudara saat ini mempunyai keluhan pada mata ? Ya -2 Tidak -1

16. Keluhan mata apakah yang saudara rasakan ? (Jawaban bisa lebih dari satu )

Nyeri pada mata -1 Merah -2 Juling -4 Menonjol -8 Gangguan penglihatan -16 Lainnya -32 Keterangan : Bila pilihan hanya satu, tuliskan kode; bila pilihan lebih dari satu, jumlahkan kode

17. Bila ada gangguan penglihatan, bagaimana mula terjadinya gangguan tersebut ? Mendadak -1 Perlahan-lahan -2 Tidak Tahu -3

18. Bila memandang cahaya, apakah saudara ada melihat (pilih salah satu)

Pelangi -1 Tirai air hujan -2 Silau -3 Tidak Tahu -4 Tak ada -5 19. Bagaimana keadaan mata sebelum penglihatan saudara seperti ini

Merah -1 Sakit -2 Merah dengan kotoran -3 Tidak tahu -4 Lainnya -16 Keterangan : Bila pilihan hanya satu, tuliskan kode; bila pilihan lebih dari satu, jumlahkan kode

20. Bagaimana keadaan kesehatan tubuh sebelum penglihatan saudara seperti ini ? Sakit kepala & mata merah -1 Sakit darah tinggi [Hipertensi] -6 Keracunan minuman/makanan -2 Sakit campak -7

Sakit panas -3 Trauma -8 Sakit mata -4 Lainnya -9 Sakit gula [Diabetes Mellitus] -5

21. Sudah berapa lama saudara menderita kelainan/gangguan penglihatan seperti ini ? 22. Jika saudara memerlukan kacamata apakah sulit mendapatkannya di daerah saudara ? Ya -2 Tidak -1

23. Jika sudah berkaca mata, apa alasan untuk tidak memakainya

Berat -1 Mahal -2 Tidak enak dipakai -3 Bertambah pusing jika dipakai -4 Malu -5 Lainnya -6

IX. Pemeriksaan Mata Kelainan Refraksi

1. Hasil Kanan / Kiri Kanan / Kiri Ya -2 Tidak -1

1. Kelainan refraksi (tanpa Presbiopia) 2. Konjungtivitis

3. Pterigiun & Pinquekula 4. Katarak

5. Sikatriks Kornea 6. Defisiensi Vitamin A 7. Trakhoma

8. Blefaritis

9. Hordeolum & Khalazion 10. Glaukoma

11. Afakia 12. Uveitis

13. Skleritis / Episkleritis 14. Ablasio Retina

15. Retinopati Diabetik / Hipertensi 16. Ptisis bulbi

17. Atrofi papil/ Neuritis optika 18. Strabismus/ Juling

19. Endoftalmitis 20. Lainnya 24. Bila visus dengan koreksi ≤ 0,05 atau buta, apa penyebab kebutaan ?

Miopia -1 Hipemetropia -2 Afakia -3 Astigmatisma -4 Lainnya -5