KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 2010

(1)

commit to user

KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN

TAHUN 2006 - 2010

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Persyaratan

Mencapai Gelar Sarjana Seni Jurusan Kriya Seni/Desain Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

AGDITYA DWIGANTARA C0905001

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

PERSETUJUAN

KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 - 2010

Disusun Oleh : Agditya Dwigantara

C. 0905001

Telah disetujui untuk dihadapkan pada sidang Skripsi oleh : Pembimbing

Drs. Sarwono, M. Sn. NIP. 19590909 198603 1 002

Mengetahui

Ketua Jurusan Kriya Seni/Tekstil

Dra. Theresia Widiastuti, M.Sn NIP. 19590923 198601 2 001


(3)

commit to user

PENGESAHAN

KAJIAN ESTETIKA KONSEP PENCIPTAAN TAPESTRI KARYA BIRANUL ANAS ZAMAN

Disusun Oleh : Agditya Dwigantara

C. 0905001

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal………..

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Theresia Widiastuti, M.Sn ……….. NIP. 19590923 198601 2 001

Sekretaris Sujadi R. Hidayat, S.Sn. M.Sn ……… NIP. 197611052005011001

Penguji I Drs. F. Ari Dartono, M. Sn ………

NIP. 19581120 198703 1 002

Penguji II Drs. Sarwono, M. Sn ………

NIP. 19590909 198603 1 002

Mengetahui Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A NIP. 19530314 198506 1 001


(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Agditya Dwigantara NIM : C.0905001

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi berjudul KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 - 2010 adalah benar-benar karya sendiri, bukan plagiat, dan tugas akhir ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang penulis ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan ilmiah yang lazim. Hal-hal tersebut dalam karya ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Surakarta, 7 Januari 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Tugas akhir ini dipersembahkan penulis kepada :

Bapak dan Ibuku tercinta Orangtua terbaik, Rizky kakaku, Sahabat-sahabatku Keluarga keduaku, Almamaterku, Dan untuk Seseorang yang selalu membuatku semangat.


(6)

commit to user

MOTTO

Hidup menjadi lebih hidup hanya ketika senang dan melankolik (kesedihan) berdampingan (Eric G. Wilson)


(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat, hiadayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 - 2010, untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana seni dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir dan penyusunan laporan ini tidak dapat terwujud apabila tanpa partisipasi dari berbagai pihak yang senantiasa dengan senang hati memberikan dukungan, bimbingan serta bantuan. Maka dalam kesempatan ini pula, penulis akan menghaturkan banyak terima kasih kepada :

Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dra. Theresia Widiastuti, M.Sn, selaku ketua Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Drs. Sarwono, M. Sn, selaku Pembimbing yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan dorongan, semangat dan doanya sampai terselesaikannya Tugas akhir ini.

Dewan penguji Tugas Akhir Dra. Theresia Widiastuti, M.Sn, Sujadi R. Hidayat, S.S. M.Sn., Drs. F. Ari Dartono, M. Sn, Drs. Sarwono, M. Sn.

Para Narasumber yang telah membantu dalam proses penelitian, Prof. Dr. Biranul Anas Zaman, Jim Abiyasa Supangkat Silaen dan Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD.


(8)

commit to user

Bapak, Ibu, kakakku tercinta serta segenap keluarga yang dengan tulus ikhlas terus memberikan bantuan dan dukungannya.

Semua pihak yang telah membantu, dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sampai terselesaikannya Skripsi ini.

Dalam penulisan laporan tugas akhir ini penulis sadari masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak manapun juga. Penulis juga berharap semoga hasil tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak khususnya Jurusan Kriya Seni/Tekstil dan masyarakat pada umumnya.

Surakarta, 3 Februari 2011


(9)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... . xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... .. xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... .... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Sistematika Penulisan ... .... 7

BAB II KAJIAN TEORI

………...

8

A. Tekstil ... ... 8

B. Tapestri ... 10


(10)

commit to user

2. Teknik dan Proses ... 17

C. Konsep Penciptaan ... 23

D. Kerangka Pikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ...…... 35

A.Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 32

B. Bentuk Penelitian ... 32

C. Sumber Data ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Validitas Data ... 41

F. Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV KAJIAN ESTETIS TAPESTRI KARYA BIRANUL ANAS ... 40

A.Gambaran Umum Seni Serat Tapestri Karya Biranul Anas …... 44

1. Latar Belakang Munculnya Karya Biranul Anas Zaman ……….. . 44

2. Proses Penciptaan Karya Seni Serat Tapestri Biranul Anas …….. 47

B. Visulisasi Karya-Karya Seni Serat Tapestri Biranul Anas Zaman …. 54 1. PERAHU CERBON………... 53

2. TAMAN SURYA (II)………. 56

3. SERPIH WARIS SUMBA……….. 58

4. EUIS……… 60

5. MEI MEI………. 62

6. MADAME ……….. 64

7. BURNING FOREST ON GOLDEN SOIL ... 66


(11)

commit to user

9. GLARES OF DEFIANCE ... 70

10. THINKERS OF THE ALTERNATIVE ... 72 C. Konsep Penciptaan Tapestri karya Biranul Anas Melalui Pendekatan Estetika 74

BAB V KESIMPULAN ………. 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN ... 89


(12)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bayeux Tapestry ……….. 11

Gambar 2 Karya Frank Stella yang dibuat dalam bentuk tapestri ... 12

Gambar 3 Karya Sir Eduardo Paolozzi yang dibuat dalam bentuk tapestri …… 12

Gambar 4 Tapestri karya Tiarma Sirait …..………... 14

Gambar 5 Karya Zaini Raiz dengan judul Borobudur ………….………...…….. 15

Gambar 6 Pile Rugs ...……….. 19

Gambar 7 Struktur tenun pipih (flat woven) ………. 19

Gambar 8 Teknik dalam tenun tapestri ...………. 20

Gambar 9 Kerangka Berpikir ...………... 28

Gambar 10 Skema analisis model interaktif ……… 42

Gambar 11 Karya-Karya Biranul Anas Periode 1975-1984 ……… 48

Gambar 12 Karya-Karya Biranul Anas Periode 1985-1990 ………... 49

Gambar 13 Karya-Karya Biranul Anas Periode 1990-2000 ……… 50

Gambar 14 Karya Biranul Anas Periode 2000-2007……... 51

Gambar 15 Karya-Karya Biranul Anas Periode 2008-2010 ……… 52

Gambar 16 PERAHU CERBON……….……... 54

Gambar 17 TAMAN SURYA (II) ...……….. 56

Gambar 18 SERPIH WARIS SUMBA……….. 58

Gambar 19 EUIS ……..……… 60

Gambar 20 MEI-MEI ..……… 62


(13)

commit to user

Gambar 22 BURNING FOREST ON THE GOLDEN SOIL ……….……… 66

Gambar 23 BROKEN PARADISE ………...… 68

Gambar 24 GLARES OF DEFIANCE ……….……… 70


(14)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Hasil

1. Hasil wawancara dengan Biranul Anas Zaman 2. Hasil wawancara dengan Nanang Rizali 3. Hasil wawancara dengan Jim Supangkat

Foto

4. Foto Biranul Anas sewaktu di kantor

5. Foto penulis saat bertemu Jim Supangkat di Semarang 6. Foto proses pengerjaan tapestri karya Biranul Anas Zaman 7. Foto sketsa awal

8. Foto saat Biranul Anas memberikan pengarahan pada pengrajin karyanya 9. Foto tampak dekat karya THINKERS OF THE ALTERNATIVE

10.Foto tanda tangan Biranul Anas pada karya MADAME

11.Foto saat proses pelatihan yang diadakan di kediaman Biranul Anas 12.Foto karya Biranul Anas yang berjudul MASTER OF CONFLICT 13.Foto karya Biranul Anas yang berada di kediaman Biranul Anas 14.Foto Biranul Anas sewaktu di kediamannya


(15)

commit to user

ABSTRAK

Agditya Dwigantara. C0905001. 2011. KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRANUL ANAS ZAMAN TAHUN 2006 - 2010. Skripsi: Jurusan Kriya Seni Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Seni serat atau disebut juga dengan istilah fiber art, merupakan upaya artistik melalui jalan serat atau benang yang menghasilkan konfigurasi bentuk dan warna. Seni serat sebagai ragam seni merupakan manifestasi kebebasan kreatif yang melatari sesuatu cipta seni. Perkembangan seni serat khususnya tapestri di Indonesia tergolong pesat. Saat pasang surutnya perkembangan seni serat di Indonesia terjadi. Masih terdapat beberapa seniman serat yang setia mengeluti seni serat. Salah satu seniman yang tetap setia pada dunia seni serat adalah Biranul Anas Zaman. Beragam jenis tema yang pernah Biranul Anas angkat dalam karya-karyanya merupakan merupakan daya tarik tersendiri bagi penulis untuk mengangkat konsep penciptaan seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman dalam penelitian ini.

Permasalahan yang dibahas dalam Skripsi adalah: Bagaimana latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas Zaman?, Apa jenis-jenis karya tapestri Biranul Anas Zaman?, Bagaiman konsep penciptaan tapestri karya Biranul Anas Zaman melalui pendekatan estetika? Bentuk penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskripsi analisis dengan menggunakan pendekatan estetika dalam mengkaji seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman. Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa informan dari nara sumber, arsip, dokumentasi berbagai seni serat tapestri. Dalam proses penelitian, dikumpulkan data untuk menjamin validitas data dengan menggunakan teknik trianggulasi data.

Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwalatar belakng munculnya karya-karya Biranul Anas adalah aspek teknik. Berawal dari aspek teknik yang membuat Biranul Anas dapat membuat karya yang sedemikian rupa. Jenis-jenis karya Biranul Anas pada tahun 2006 hingga 2010 dilihat melalui aspek tematik ditemukan lima macam tema pokok, yaitu tema pencitraan alam, tema kebudayaan, tema perempuan, tema lingkungan hidup, serta tema politik. Konsep penciptaan karya Biranul Anas zaman adalah pengalaman pribadi. Pengalaman yangdi dapat Biranul Anas baik langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi konsep penciptaan karya Biranul Anas.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seni serat atau disebut juga dengan istilah fiber art, merupakan upaya artistik melalui jalan serat atau benang yang menghasilkan konfigurasi bentuk dan warna. Seni serat sebagai ragam seni merupakan manifestasi kebebasan kreatif yang melatari sesuatu cipta seni. Hal inilah yang secara umum mempunyai kekuatan tersendiri sebagai gubahan yang artistik.

Dasar seni serat merupakan tenunan atau anyaman sebagai media daya tarik yang dikembangkan hingga pada tingkatan eksplorasi ungkapan seni rupa. Istilah seni serat berasal dari kata fiber art, yang sesungguhnya merupakan karya seni dengan media yang bermateri serat atau benang, diantaranya menghasilkan bentuk ungkap kain (tekstil) dan tapestri (permadani). Dalam beradaptasi dengan keberadaan ruang, bentuk seni serat tidak lagi bergantung dan bersandar pada dinding. Namun berupaya mengisi ruangan dengan berbagai kemungkinan yang diperoleh dari kekuatan unsur serat ke dalam bidang tiga dimensi.

Bentuk-bentuk perwujudan dari gubahan kreatif tekstil selain fungsional berupa karya desain dan kriya juga dapat menjadi media ungkapan dan rekaan berupa eksplorasi estetik non fungsional. Dengan demikian seni serat tidak sekedar hiasan dinding semata, tetapi telah menjadi media bagi kebebasan ekspresi yang terungkap dalam konteks eksplorasi seni.


(17)

commit to user

Dalam hal pengungkapan gagasan dan sentuhan kreatif estetik banyak kemungkinan yang dapat dilakukan melalui seni serat. Disamping membentuk gagasan dwimatra atau trimatra, juga dapat menyusun bentuk-bentuk dalam ruangan seperti karya seni rupa instalasi. Beragam karya seni serat telah mambuka realitas pengembangan tekstil memalui ungkapan seni, kriya, dan desain. Dengan demikian tekstil sebagai benda yang bersifat lembut dan luwes dengan instuisi rasa, ungkapan, warna dan unsur psikologis yang akhirnya menghadirkan keindahan.

Tapestri memiliki beberapa sifat serta ciri yang membedakannya dengan karya seni lainnya, khususnya yang bukan merupakan seni serat. Dari segi sifat bahannya, tapestri yang terbuat dari serat tekstil lebih cenderung bersifat lembut dan luwes dengan intuisi rasa, ungkapan, warna dan unsur psikologis sehingga memunculkan keindahan.

Sifat serta ciri lain dari tapestri adalah dari segi visualisasi atau penampilannya, tapestri memiliki keunikan tersendiri. Efek pembiasan dan pantulan cahaya dari permukaan yang tidak berpori pada lukisan, tetapi pada benang, sehingga lebih banyak cahaya diserap dan cahaya tersebut memantul ke dalam serat-serat benang. Dengan demikian, warna tersebut disemarakkan, dan sebagai akibatnya tapestri dapat menjadi media yang sangat kaya. Tingkat kekerasan, jenis benang yang digunakan dan kerapatan kebengkokan (warp) per inci akan masing-masing menentukan hakikat terstruktur tersebut dan dengan mengubah tekstur tersebut dapat membuat model dengan cahaya.

Tapestri bukanlah media yang di seluruh bagian atasnya berkerja secara sekaligus. Sebaliknya, pengerjaannya menempuh rute linier langkah demi langkah.


(18)

Dalam pengerjaan tapestri seperempat pertama dari tapestri tersebut sangat penting karena hal ini menentukan tentang warna, corak, dan tekstur bagi bagian lainnya dari komposisi tersebut.

Dalam pengerjaannya suatu karya tapestri diperlukan perencanaan yang matang untuk dapat memunculkan karakter serta bentuk yang sesuai dengan rancangan awal yang masih berada dalam bentuk skets atau dalam bentuk lukisan (media kertas). Dalam perancangannya di perlukan perencanaan mengenai ketebalan benang, kerapatan benang, jenis bahan serat (benang), warna benang, teknik imbuhan, dan sebagainya. Hal ini pula yang membedakan tapestri dengan seni lainnya, yang umumnya bersifat kebetulan dan spontan.

Perkembangan tapestri kontemporer di Indonesia sendiri mulai muncul pada pertengahan tahun 1970an. Dipelopori oleh Yusuf Affandi yang mulai mempopulerkan seni serat (tapestri kontemporer). Setelah itu mulailah bermunculan beberapa seniman serat baru, seperti Biranul Anas Zaman, Lengganu dan Hasanudin. Yang kemudian dilajutkan oleh munculnya generasi berikutnya seperti Jon Martono, Kahfiat Kahdar dan Tiarma Sirait.

Perkembangan seni serat khususnya tapestri di Indonesia tergolong pesat. Namun dalam segi eksistensinya masih perlu di simak lagi. Karena pada perkembangannya banyak seniman serat yang beralih profesi atau beralih media dari serat menjadi seni lukis. hal ini dikarenakan masih kurang dikenalnya jenis seni serat (fiber art) oleh masyarakat Indonesia. Namun saat pasang surutnya perkembangan seni serat di Indonesia terjadi, terdapat beberapa seniman serat yang setia mengeluti


(19)

commit to user

seni serat. Salah satu seniman yang tetap setia mengeluti dunia seni serat adalah Biranul Anas Zaman.

Biranul Anas Zaman telah menghasilkan berbagai macam karya seni serat mulai dari yang berbentuk tiga dimensi, tapestri, seni instalasi serta jenis-jenis lainnya yang terbuat dari serat (tekstil). Dari beragam jenis karya yang telah dibuat sebagian besar karya Binranul Anas berbentuk tapestri.

Kekayaan dan keberagaman yang ada pada karya-karya Biranul Anas tidak hanya dari segi bentuk namun juga dari segi tema. Beragam jenis tema yang pernah Biranul Anas angkat dalam karya-karyanya merupakan merupakan daya tarik tersendiri bagi penulis untuk mengangkat konsep penciptaan seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman dalam penelitian ini.

Mengingat sedikitnya penelitian mengenai seni serat tapestri, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai seni serat tapestri untuk dapat memperkenalkan seni serat tapestri secara khusus dan secara umum. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang terfokus mengenai konsep penciptaan seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman dengan menggunakan pendekatan estetika.


(20)

B. Perumusan Masalah

Pada proses penulisan ini muncul berbagai permasalahan yang muncul. Permasalahan yang muncul tersebut kemudian menjadi pokok permasalahan yang diteliti, yang kemudian akan dicari jawabannya melalui proses penelitian yang dilakukan berdasrkan data empirik. Dan berikut merupakan rumusan masalah dalam penulisan ini:

1. Bagaimana latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas Zaman? 2. Apa jenis-jenis karya tapestri Biranul Anas Zaman?

3. Bagaiman konsep penciptaan tapestri karya Biranul Anas Zaman melalui pendekatan estetika?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas Zaman. 2. Mengetahui jenis-jenis karya Biranul Anas Zaman.

3. Mengetahui konsep penciptaan tapestri Biranul Anaz Zaman melalui pendekatan estetika.


(21)

commit to user

D. Manfaat Penelitian 1. Lembaga

a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu di kampus Universitas Sebelas Maret, khususnya jurusan Kriya Seni / Tekstil.

b. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret, khususnya bagi mahasiswa jurusan Kriya Seni / Tekstil.

2. Pihak Dan Masyarakat Lain Yang Terkait

a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini menambah pengetahuan bagi masyarakat umum mengenai tapestri.

b. Diharapkan dengan adanya tulisan ini membuat masyarakat menjadi tertarik dan mengenal tapestri.

3. Penulis

a. Mampu memberikan pengetahuan pada penulis terhadap pokok bahasan yang diangkat.

b. Mampu memberikan pengalaman dan pengetahuan yang lebih dalam bidang pertekstilan khusunya mengenai tapestri.


(22)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disusun dalam format karya ilmiah, yang diklasifikasikan menjadi beberapa bab menurut pola pikir dan hasil kajian dari penelitian, yaitu:

Bab I sebagai pendahuluan, secara garis besar berisi (1) Latar belakang masalah yang menjadi pikiran awal pijakan awal untuk memasuki wilayah penelitian, (2) Rumusan masalah yang mejadi pokok permasalahan selama penelitian, (3) Tujuan penelitian sebagai target keberhasilan penelitian, (4) Manfaat penelitian, dan (5) Sisitematika penulisan sebagai penjelasan yang memuat uraian ringkas tentang pendahuluan, kajian teori, metode penelitian, hasil analisis dan pembahasan, simpulan dan saran.

Bab II sebagai kajian teori berisi tinjauan pustaka mengenai (1) Tekstil, (2) Tapestri, (3) Konsep penciptaan, (4) Kerangka Berpikir.

Bab III merupakan penjelasan mengenai metode penelitian yang melpui (1) Lokasi dan waktu penelitian, (2) Bentuk penelitian, (3) Sumber data, (4) Teknik pengumpulan data, (5) Validitas data, dan (6) Teknis analisis data.

Bab IV menguraikan temuan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan rumusan masalah, meliputi (1) Gambaran umum seni serat Tapestri Karya Biranul Anas, (2) Jenis-Jenis Karya Tapestri Biranul Anas Zaman, (3) Konsep Penciptaan

Tapestri karya Biranul Anas Melalui Pendekatan Estetika

Bab V merupakan bab terakhir sebagai penutup yang berisi kesimpulan hasil temuan penelitian dan merupakan jawaban dari rumusan masalah, serta saran, berisi pemantapan hasil penelitian yang dicapai.


(23)

commit to user

II

KAJIAN TEORI

A. Tekstil

Tekstil berasal dari kata latin textilis. Dalam bahasa prancis texere berarti menenun, benda yang berasal dari serat atau benang yang karena dianyam (ditenun) atau dirajut, direnda, dilapis, dikempa menjadi pakaian atau keperluan lainnya”(Nanang Rizali, 2006: 36).

Serat tekstil adalah “A unity of matter that is characterized by having a length at least 100 times its desimeter of width and whit exception of non crystalline glass fiber, which has a defintie preferred orientation of its crystal unit cells with respect to a spesific axis”( Totora, Merkel, 2005: 214). Yang berarti, Kesatuan bahan yang memiliki ciri panjang setidaknya 100 kali dari lebarnya dan dengan pengecualian tidak terbuat dari serat kaca, yang mana jelas mengarah pada kesatuan bagian serat dengan teratur ke poros yang spesifik.

Desain tekstil adalah “salah satu upaya manusia untuk meningkatkan produk tekstil,

agar memiliki nilai estetis dan ekonomis yang lebih tinggi”(Nanang Rizali, 2006:

36). Untuk dapat meningkatkan nilai suatu produk tekstil perlu dilakukannya peningkatan di beberapa aspek. Dalam desain tekstil terdapat aspek-aspek yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses mendesain suatu produk tekstil. Aspek-aspek tersebut adalah ornamen, patern, serta dekorasi.


(24)

“ornament adalah bentuk – bentuk yang mengandung makna simbolik. Baik yang bersifat sakral ataupun tidak. Bentuk ragam hias berasal atau dihasilkan dari gambaran tentang manusia, binatang, tumbuhan atau objek – objek yang biasa dikenal dalam kehidupan manusia” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: XVI).

Ragam hias digunakan untuk kepentingan membuat dekorasi. Dekorasi sendiri dapat diartikan sebagai hiasan. Namun pengetian hiasan yang ada bukanlah makna hiasan sebagai perlengkapan yang sifatnya hanya mempercantik serta menjadi bagian yang terpisah dari isi. Namun hiasan disini adalah sebuah satu kesatuan isi dari proses kesatuan isi dari proses dekorasi. Maka muncullah pola hias (patern) yang memiliki arti hias yang memiliki struktur bentuk tertentu (pola) sehingga bias digunkan secara berulang-ulang. Aplikasi pola hias menghasilkan efek gambaran yang berbeda dari bentuk (pola) dasaranya. Pola hias juga digunakan untuk kepentingan membuat dekorasi. Ketiga hal ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses mendesain suatu produk tekstil (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: XVI)

Menurut Nanang Rizali, Secara garis besar desain tekstil dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu:

1. “Desain struktur merupakan upaya penciptaan desain yang memanfaatkan struktur atau susunan tenunan. Hal ini dapat dicapai melalui struktur jalinan seperti kerapatan dan kerenggangan, serta perbedaan bahan, ukuran, tekstur dan warna benang. Terciptanya desain tekstil dilakukan bersamaan dengan menenun” (Nanang Rizali, 2006: 34).

2. “Desain permukaan adalah penciptaan desain dengan cara memberi hiasan berupa motif dan warna di atas permukaan kain setelah ditenun. Penampilan rupa dan warnanya menjadi peran utama yang berkaitan dengan daya tarik estetik” (Nanang Rizali, 2006: 34)


(25)

commit to user

Perancangan pada metode desain struktur dilakukan dengan mengolah susunan benang atau faktor kontruksi tenun, sehingga akan mendapatkan bentuk, sifat, pola dan warna seperti yang diinginkan. Pada desain struktur masalah teknis dan perhitungan-perhitungan sangat diutamakan. Oleh karena itu hal-hal seperti, jenis dan susunan anyaman atau tenunan, jnis benang lusi dan benang pakan serta susunan warnanya yang berbeda, dan jenis tetal dan tegangan benang lusi dan pakan yang berbeda, perlu di perhatikan secara lebih khusus. Dalam desain struktur terdapat teknik-teknik yang masuk kedalam golongan teknik desain struktur seperti, teknik tenun ikat (lusi, pakan, serta pakan-lusi) dan teknik tapestri. Pada penulisan ini akan membahas lebih dalam mengenai teknik tapestri.

B. Tapestri 1. Perkembangan Tapestri

Tapestri berasal dari kata Prancis tapis, yang berarti permadani. Pada awalnya tapesteri adalah karpet yang berfungsi sebagai penutup lantai, dan pada saat itu kata lain dari karpet adalah tapis. Menurut sejarahnya, tapestri telah ada sejak jaman mesir kuno dan kemudian menyebar keseluruh penjuru dunia. Namun pada perkembangannya tapestri mengalami perkembangan pesat di Eropa. Tapestri tertua yang ada diperkirakan dibuat pada abad ke sebelas buatan Cologne, Prancis. Pada tahun 1370an, lahirlah sebuah karya yang paling terkenal pada abad ke empat belas yang dibuat di Paris berjudul Angers Apocalypse, karya Nicolas Batille. Pada masa-masa ini tema yang ada umumnya di dominasi oleh tema-tema keagamaan (Gillow, Sentence, 2001:76).


(26)

Pada abad kelima belas Arras muncul sebagai pusat pembuatan tapestri. Tapestri buatan Arras terkenal karena memilki mutu yang tinggi dan mewah. Pada masa ini tapestri mulai berkembang, salah satunya dari segi bahan dan seratnya. Karena dalam sebuah penelitian ditemukan lebih dari seribu macam serat dan benang di dalam enam karya tapestri yang dibuat pada abad kelima belas.

Gambar II. 1 Bayeux Tapestry

Perkembangan tapestri mengalami puncak kejayaan pada abad ke enam belas. Pada masa ini tapestri berkembang menjadi industri besar, dengan Brussels menjadi pusat industri tapestri. Pada masa ini telah mengenal system control dan regulasi standart barang yang ingin dipasarkan. Pada abad ke delapan belas industri tapestri menurun Karena tema agama yang erat kaitannya dengan tapestri mulai ditinggalkan dan tak diminati oleh masyarakat Eropa (Irwin, 1978 : 133-134).

Menurunnya perkembangan industri tapestri pada abad delapan belas membuat perubahan yang cukup signfikan pada perkembangan tapestri, khususnya pada segi tema. Pada abad delapan belas karya-karya yang dibuat lebih beragam, baik itu dari


(27)

commit to user

segi ide, tema, ataupun tekniknya. Perkembangan tapestri pada saat ini dapat dikatakan kembali berkembang. perkembangan yang terjadi salah satunya terlihat dari munculnya usaha merubah lukisan ataupun sketsa dari para pelukis terkenal dunia (seperti Helen Frankenthaler, David Hockney, Sir Eduardo Paolozzi, frank Stella) menjadi bentuk tapestri. Usaha merubah lukisan atau sketsa menjadi tapestri tersebut dilakukan oleh Edinburg Tapestry Company.

Gambar II. 2 Gambar II. 3

Karya Frank Stella yang Karya Sir Eduardo Paolozzi yang

dibuat dalam bentuk tapestri dibuat dalam bentuk tapestri

Di Indonesia keberadaan tapestri telah muncul sejak zaman Neolithikum yang lebih menojolkan unsur fungsional. Pada masa Neolithikum pembuatan sehelai kain dilakukan melalui alat tenun gendong yang menghasilkan tekstil untuk pakaian, layar perahu, maupun hiasan dinding. Namun dalam perkembangannya untuk pemenuhan


(28)

kebutuhan kain jenis pakaian menunjukkan jumlah yang besar, sehingga diperlukan upaya produksi yang lebih cepat melalui alat tenun bukan mesin (ATBM). Dalam mempertahankan keniscayaan unsur seni yang lebih mementingakn faktor artistik, seni serat dalam hal ini tapestri dikembangkan melalui teknik tenun tangan (hand weaving).

Perkembangan seni serat di Indonesia kembali berkembang saat ini. Dengan mulai bermunculannya seniman serat yang mengadakan pameran seni serat di berbagai kota besar di Indonesia seperti Bandung, Jakarta serta Yogjakarta. Beragam bentuk serta tema yang diangkat oleh para seniman serat. Namun jika dilihat secara seksama sebagian besar karya yang dihasilkan oleh seniman serat Indonesia berbentuk tapestri (permadani).

Tapestri yang berbentuk permadani atau lembaran kain yang mempunyai dasar struktur anyaman yang berbentuk konstruksi horizontal dan vertikal, merupakan tradisi asli Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Sehingga dapat dikatakan bahwa karya-karya para seniman serat tersebut tetap memiliki nilai tradisi yang tinggi, walaupun bersifat kontemporer.

Seni serat kontmporer di Indonesia tidak berkembang dari seni tekstil tradisional Indonesia. Perkembangan tapestri kontemporer di Indonesia sendiri mulai muncul pada pertengahan tahun 1970an. Yusuf Affendi adalah pelukis Indonesia yang merintis perkembangan seni serat kontemporer Indonesia sekembalinya dari Amerika Serikat mempelajari seni serat kontemporr di Rochester Institute of technology.


(29)

commit to user

Kemunculan seni serat kontemporer di Indonesia tidak bias dilepaskan dari perkembangan seni serat kontemporer di Amerika Serikat, khususnya setelah Museum of modern Art (MoMA) memamerkan karya-karya serat pada 1969. Setelah itu mulailah bermunculan beberapa seniman serat baru, seperti Biranul Anas Zaman, Lengganu dan Hasanudin. Yang kemudian dilajutkan oleh munculnya generasi berikutnya seperti Jon Martono, Kahfiat Kahdar dan Tiarma Sirait.

Gambar II. 4

Tapestri karya Tiarma Sirait

Perkembangan seni serat kontemporer Indonesia mengalami perkembangan dari segi konsep penciptaan, tema, dan sumber ide. Pada perkembangannya, karya-karya yang dihasilkan oleh para seniman serat menujukana perkembangan dan keberagaman terutama dari segi konsep penciptaan, tema, dan sumber ide. Karya yang dihasilkan memiliki nilai tadisi Indonesia, terutama tradisi tekstil Indonesia.


(30)

Gambar II. 5

Karya Zaini Raiz dengan judul Borobudur

Perkembangan seni serat khususnya tapestri di Indonesia saat ini tergolong pesat. Namun dalam segi eksistensinya masih perlu di simak lagi ke depannya. Karena pada perkembangannya banyak seniman serat yang beralih profesi atau beralih media dari serat menjadi seni lukis. hal ini dikarenakan masih kurang dikenalnya jenis seni serat (fiber art) oleh masyarakat Indonesia. Namun saat pasang surutnya perkembangan seni serat di Indonesia terjadi, terdapat beberapa seniman serat yang masih setia mengeluti seni serat. Salah satu seniman yang tetap setia mengeluti dunia seni serat adalah Biranul Anas Zaman.

Selama kurang lebih 30 tahun lamanya berkarya dalam bidang tekstil khususnya seni serat tapestri. Biranul Anas telah banyak menggali serta menggankat berbagai kebudayaan tradisional Indonesia. Seperti kebudayaan dari Sumatra Utara (Batak) ataupun Nusa Tenggara. Karena perhatian Biranul Anas menggangkat kebudayaan tradisional Indonesia membuatnya dipercaya sebagai duta Indonesia dalam berbagai acara yang berhubungan dengan dunia pertekstilan dalam kancah internasional.


(31)

commit to user

Biranul Anas memulai tertarik pada seni serat saat saat Biranul Anas sedang magang sekaligus belajar mengenai desain tekstil untuk fashion di Jepang. Dalam perjalannya ke berbagai tempat di jepang, Biranul Anas mengunjungi berbagai pameran yang diadakan, salah satunya adalah pameran seni serat. Sepulangnya ke Indonesia, Biranul Anas mulai mencoba berkarya dengan mengunakan media serat dalam waktu luangnya di luar jam kerjanya (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: 106-108).

Pada tahun 1984 untuk pertama kalinya Biranul Anas memamerkan karya-karya seni seratnya di galeri Decenta, Bandung. Bersama seniman serat lainnya seperti Lengganu dan Hasanudin. Dalam pameran ini membentuk kepercayaan diri bagi Biranul Anas untuk terus konsisten menekuni seni serat (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: 123).

Dalam kurun waktu 30 tahun, Biranul Anas Zaman telah menghasilkan berbagai macam karya seni serat mulai dari yang berbentuk tiga dimensi, tapestri, seni instalasi serta jenis-jenis lainnya yang terbuat dari serat (tekstil). Dari beragam jenis karya yang telah dibuat sebagian besar karya Biranul Anas berbentuk tapestri.

Karya-karya Biranul Anas mengangkat tema-tema yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia seperti tema-tema mengenai perempuan, lingkungan hidup (alam), social, politik serta agama (religi) yang dengan memasukan unsur kebudayaan Indonesia. Namun tak jarang karya-karyanya tak menyentuh masalah kebudayaan Indonesia. “seni serat bagi Biranul Anas adalah media ungkap. Dalam proses berkaryanya, sifat serat, teknik dan konstruksi tenunan adalah komponen-komponen bahasa ungkapan. Namun karya serat tidak berhenti pada keterampilan


(32)

menyulam dan menenun, melainkan lebih jauh menampilkan ekspresi individual yang merupakan upaya mencari makna-makna” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:3). Dari ketekunan dan konsistensi Biranul Anas dalam berkarya pada seni serat menginspirasi seniman-seniman yang lebih muda untuk berkarya dan mengeluti seni serat.

2. Teknik dan Proses

“Tapestry is a farm, heavy, stiff, jacquard –weave fabric made by hand in

wich the filling yans sets. Tapestry is also the term used for fabric made by hand in wich the filling yarns are discontinus. In handmade tapestries the filling yarn is used

only in those areas weherethat colour is desired”(Kadolph, Langford, 1993: 408).

Yang berarti Tapestri adalah susunan, tebal, kuat, jacquard – kain tenun yang dibuat dengan tangan yang mana disunsun dengan memasukannya pada jalinan benang. Tapestri biasanya untuk kain yang dibuat dengan tangan yang mana berisi benang yang terputus-putus. Pada pembuatannya tapestri benang yang dimasukkan pada tenunan hanya digunakan untuk satu bagian warna saja.

Definisi-definisi tersebut membentuk satu benang merah yang dapat di ambil sebagai suatu kesimpulan, bahwa tapestri merupakan sebuah kain yang dibuat dengan tangan manusia (handmade) dengan menggunakan teknik tenun tangan (hand weaving). “Sebagaimana jalinan sehelai kain (tekstil), seni serat mempuyai dasar struktur anyaman yang berbentuk konstruksi horizontal dan vertikal. Dari keberadaan ini diperoleh kemungkinan pembentukan dan penempatan jalinan serat


(33)

commit to user

Struktur dasar dalam anyaman tapestri adalah struktur tenun yang terdiri dari benang pakan (warp) dan benang lusi (weft). Proses kreatif pembuat bentuk atau bidang melalui jalinan lusi (weft). Proses pembuatan tapestri yang sepenuhnya menggunakan tenaga tangan manusia memberikan kesan yang lebih dinamis dan lentur dibandingkan dengan menggunakan alat (ATBM ataupun tenun mesin). “Adanya kelenturan pencapaian bentuk tersebut nyebabkan obyek yang digarap memperlihatkan kesamaan visual seperti dalam penggarapan sni lukis dan sni patung. Bahkan dapat pula mencapai perwujudan secara rinci bentuk seperti pada

efek dekoratif dan nuansa warna” (Nanang Rizali, 2006:93).

Menurut McCloud dan Gallinger, tapestri masuk kedalam jenis karpet atau permadani. Dalam permadani terbagi dalam dua jenis, yaitu:

a). Pile Rugs (permadani yang memiliki bulu serta permukaan yang bergelombang, seperti permadani jenis velvet, clipped dan bountone).

b). Flat-surfaced (Permadani yang terbentuk dari benang pakan dan benang lusi, membentuk permukaan yang rata. Bentuk ini biasa disebut juga dengan istilah struktur tenun pipih (flat woven). Yang masuk dalam permadani jenis ini adalah tenun ikat pakan, tenun ikat lusi, tenun ikat gringsing dan tapestri) (McCloud, Gallinger, 1957: 9).

Berdasarkan visualisasinya, permadani dibagi ke dalam dua jenis.yaitu, free from (bentuk bebas) dan stylized form (bentuk gaya). Dalam pengembangannya, free form membentuk desain sedangkan stylized form membentuk pola. Teknik free form ini umumnya digunakan untuk membentuk bidang-bidang yang berbentuk abstrak dan realistik. Teknik free form ini umunya ditemukan dalam desain tapestri, pile,


(34)

boutone, soumak, laid-in. sedangkan stylized form yang membenuk pola memiliki bermacam-macam jenis permadani di dalamnya, seperti permadani Persia, embroidered flossa, permadani fluff dan permadani chenille. Stylized form umumnya digunakan dalam membentuk bentuk-bentuk geometris ataupun bentuk deformasi. Karakter dari stylized form ini adalah bentuk-bentuk yang cenderung bersifat kaku atau patah-patah.

Sumber : http://www.nejad.com/consumer/anatomy_of_a_rug.htm Gambar II. 6

Pile Rugs

Sumber : http://www.nejad.com/consumer/anatomy_of_a_rug.htm Gambar II. 7


(35)

commit to user

“The tapestry weave is a flat weave with no pile loops either cut or uncut and

the design is formed by the interlocking at desired intervals by different-colored weft.

… Tapestries was woven by laying the colors in though the warp with the fingers, and

the weaver often sits at an upright loom” (McCloud, Gallinger, 1957: 55).

Teknik tapestri memilki perbedaan dengan teknik lainnya, selain dari cara pembuatannya yang menggunakan handwoven, serta dalam struktur jalinan benangnya setiap warna yang muncul dalam tenunan menggunakan benang yang berbeda pula. Perpindahan atau pertemuan antara dua warna benang yang ada, kemudian memunculkan teknik-teknik yang baru. Tapestri terdiri dari beberapa jenis, setiap jenisnya dinamakan berdasarkan teknik pertemuan benang pakan saat pergantaian warna dan bentuk. Berikut adalah gambar beserta uraiannya:

a). Slit Tapestri b). Diagonal Tapestri c). DovetailedTapestri

d). Dovetailed Tapestri e). Interlocked Tapestri f). Interlocked Tapestri Sumber : McCloud, Gallinger, 1957: 59

Gambar II. 8


(36)

a. Slit Tapestry

Merupakan teknik yang paling banyak dikenal. Teknik ini menghasilkan kesan yang lembut danam setiap perubahan yang terjadi.

b. Diagonal Tapestry

Teknik ini digunakan dalam membentuk bidang miring. Memiliki kemiripan dengan teknik slit tapestry dalam beberapa tingkatan, namun dalam ukuran yang pendek.

c. Dovetailed Tapestry

Perpindahan antara benang terjadi dalam benang pakan yang sama dan memutari benang pakan yang sama. Teknik ini digunakan dalam membentuk bidang vertikal atau tegak lurus. Taupun membentuk bidang dengan kemiringan sampai dengan 45°.

d. Interlocked Tapestry

Dalam teknik ini benang lusi (weft) saling terkait antara satu warna dengan warna yang lain dalam titik setiap baliknya. Teknik ini dapat menghasilkan bentuk yang dinamis. (McCloud, Gallinger, 1957: 59).

Pada proses kerjanya sebagai media ekspresi seni, teknik yang digunakan dalam proses pembuatnnya juga menjadi beragam dan tidak hanya diisi oleh teknik tenun tapi juga teknik lainnya. Namun dalam pengerjaannya, dalam proses pengerjaannya tapestri memiliki proses yang berbeda dengan teknik lainnya.


(37)

commit to user

“tidak seperti lukisan, tapestri bukanlah media yang seluruh bagian atasnya anda

berkerja sekaligus. Sebaliknya, anda berkerja sambil menempuh rute linier langkah demi langkah-seperti menaiki gunung”(Dormer, 2008:154). Selain itu sebelum masuk dalam proses pembuatan tapestri, terlebih dulu harus direncanakan langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan. Hal ini bertujan agar hasil akhir dari tapestri tersebut sesuai dengan apa yang telah di rencanakan sebelumnya baik itu dari segi bentuk, warna, ataupun tekniknya. “ … sang penenun pakar, ketika menciptakan

ulang dalam tenunan area yang ditimpa tersebut, … Sang penenun mengubah setiap

kebetulan sang pelukis menjadi pertimbangan yang mendalam”(Dormer‟ 2008:154).

Perencanaan yang dilakukan dilakukan karena dalam tapestri terdapat berbagai elemen yang mempengaruhi bentuk visualisasi darri karya tapestri itu sendiri. Selain dari segi warna dan bentuk yang beragam dalam setiap karya tapestri, teknik pun juga menjadi elemen yang penting dalam tapestri.

Dalam karya tapestri selain terdapat teknik dasar yang berupa teknik tenun tangan (handwoven) juga terdapat teknik imbuhan lainnya seperti teknik ikat, rajutan, sulam, patchwork.” Aplikasi dan mengolahnya menjadi bahasa ungkapan untuk membangun

gambaran yang nyaris realistik” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:2). Hal ini


(38)

C. Konsep Penciptaan

Dilihat dari katanya, seni memiliki persamaan atau hubungan yang dekat dengan kata-kata seperti dengan kehalusan serta kelembutan, khususnya dari kedekatan maknanya.

Art itu lebih dekat dengan kualitas halus dan lembut yang berlawanan dengan kasar. Dengan pengertian modern maupun pra-modern, sebuah karya (ciptaan) yang kita sebut „seni‟ itu berkaitan dengan spiritualitas. … spiritualitas berhbungan dengan keseluruhan yang lebih luas, lebih dalam dan lebih kaya yang meletakkan situasi terbatas kita saat ini dalam perspektif baru. Dengan demikian, spiritualitas berhubungan dengan sesuatu yang transeden. Sesuatu yang transeden adalah yang melampaui, menembus, mengatasi semua apa yang telah kita alami dan ketahui dalam hidup ini (Jakob Sumardjo, 2006:12).

Proses penciptaan dalam suatu kesenian berawal dari suatu pemikiran atau proses berpikir dari sang seniman. Dari suatu pemikiran ini kemudian lahirlah karya-karya yang indah dan bernilai tinggi. Namun pada kenyataannya pemikiran setiap orang berbeda, dari perbedaan pemikiran ini membuat karya yang dihasilkan setiap orang berbeda-beda. Perbedaan tersebut memunculkan penilaian dari karya-karya tersebut yang dinilai dari perbandingan karya yang ada. Cara berpikir manusia jika dibuat dari pendekatan psikologi kognitif maka ditemukan bahwa:

Kesadaran baru akan ada semacam fungsi pengendalian dan pelaksana dalam benak kita. Psikologi kognitif mengakui bahwa informasi secara aktif ditata dan dibagun ulang dalam ingatan dan bukan dicatat dan

diingat … teori kognitif memberikan penekanan yang besar pada cara

kita menaata dan menyimpan informasi yang diterima … perhatian dalam persepsi dan pemikiranlah yang dipandang mengarahkan pikiran kita, dan karenanya krusial bagi pemecahan masalah. Tema ini akan diungkit lagi dengan cara yang tidak begitu teoritis dan lebih praktis saat kita meninjau metode-metode untuk merangsang kreativitas dan memperbaiki keahlian memecahakan masalah (Lawson, 2007: 144-146)


(39)

commit to user

Permasalahan selalu muncul dalam setiap saat serta permasalahan yang dihadapi tiap-tiap orang itu sendiri berbeda-beda. Sehingga dalam penangganan atau penyelesaian masalah yang dilakukan setiap orang pun berbeda sesuai dengan pemkiran dari tiap-tiap orang. “seorang pemikir dapat mengendalikan arah pemikirannya berkelana tanpa tujuan. Normalnya orang tidak sepenuhnya terlibat dalam satu jenis pikiran, namun lebih memvariasikan tingkat kendali atas arahan

pikirannya … seorang seniman dapat mengikuti arahan pikirannya secara alamiah,

atau mengendalikan dan mengubah arahan pikiran menurut apa yang dianggapnya

sesuai” (Lawson, 2007:151).

Konsep seni sendiri lahir dari pemikiran-pemikiran seni, “konsep seni mengandung arti konsep dasar yang membangun persepsi seni (kesamaan pandangan tentang seni pada suatu masyarakat)” (jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:XV). Konsep seni sendiri jika dilihat dari sudut pandang budaya Indonesia dalam hal ini kebudayaan jawa.maka terdapat kata kagunan yang dalam kamus sastra jawa sebagai “(1) kepandaian (2) pekerjaan yang berguna dan berfaedah, (3) pengugkapan akal-budi melalui rasa keindahan (gambar, ukian, puisi dan lagu) kepamdaian pada definisi ini (dekat dengan penegtian muse) bias dijelaskan melalui pengertian mousike techne yang dicatat sebagai aktivitas berpikiran secara

rassional” (Jakob Sumardjo, 2006: 10).

Dari kedua ideologi tersebut tedapat satu benang merah yang saling berhubungan. Baik dalam istilah kagunan dan istilah art, berasal dari kata mousike techne dalam bahasa yunani yang ditransfer melalui istilah artes librles dalam bahasa


(40)

latin filsafat tentang keindahan. Namun ketika kedua ideologi ini terbentuk terjadi perkembangan yang berbeda.

Ideologi seni Indonesia tidak mengubah persepsi terhadap estetika tentang hubungan pengalaman merasakan keindahan dengan ungkapan seni. Membuat ideologi seni Indonesia dekat estetika dan pembahasan seni yang diturunkan mempersoalkan kepekaan, inilah yang menjadi sumber keahlian dalam memunculkan manifestasi seni. Sementara ini pembentukan ideologi seni barat memperlihatkan arah perkembangan yang berbeda.

Ideologi barat lebih cenderung meninggalkan estetika “ karena persepsi hakikat pada kebendaan seni (art) ideology seni rupa (fine art)” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006: 38). Hal ini sejalan dengan muatan utama dari seni tradisi Indonesia. “eksistensi seni tradisi Indonesia, khususnya jawa, mengandung tiga muatan penting, yaitu: (1) mitologi;(2) ritual; (3) symbol. Ketiga muatan itu saling bergayut, mencerminkan kandungan spirit, ruh, dan jiwa budaya bangsa, menyiratkan pencapaian kualitas estetik seni tradisi Indonesia, sesuai babak

sejarahnya” (Gustami, 2004:1).

Proses menyatunya pemikiran estetik kultural dapat saja terjadi karena adanya pertemuan dari dua hal yang berbeda namun dari perbedaan ini dapat menyelesaikan permasalahan serta menghasilkan suatu hal yang bernilai tinggi. Dalam hal ini adalah pertemuan antara fine art (yang erat kaitannya dengan kebebasan berekspresi) dengan kriya (yang erat kaitannya dengan tradisi, tradisi yang umumnya bersifat baku serta penuh dengan aturan).


(41)

commit to user

Wawasan kriya punya keyakinan khas soal aspek keterampilan kerja,seperti yang pernah dikatakan seniman dan pengraji seni rupa internasional, kelahiran Pakistan, Iftikar Dadi, ungkapnya: “keterampilan kerja bukan hanya persoalan proses, sebagaimana suatu keterampilan menubah suatu keterampilan dan praktek yang bersifat non-matrial. Yang melaluinya suatu bentuk pelayanan tertentu

dipersembahkan” (Jim Supangkat, Rizki A. Zaelani, 2006:52).

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat membuat seni mengalami perubahan, khususnya peran serta kedudukannya dalam sosial kemasyarakatan. “…, akhirnya seni menemukan bentuk pengabdiannya yang baru, yaitu sebagai media ekspresi pribadi, sebagai media ungkap tersalurnya gagasan kretif dengan gaya dan penampilan yang berkpribadian. Spirit, ruh dan jiwa budaya

yang berkepribadian ini landasan kelahiran seni baru” (Gustami, 2004: 13).

Perubahan yang terjadi dalam peran serta kedudukan seni dalam sosial kemasyarakatan, tidak serta merta merubah proses penciptaan seni. Dalam koteks metodologis, terdapat tiga tahapan penciptaan seni, yaitu:

Pertama, tahapa eksplorasi, meliputi aktifitas penjelajahan menggali sumber ide dengan langkah identifikasi dan prumusan masalah, penelusuran, pengalian, pengumpulan data dan referensi. … kedua, tahap perancangan yang dirumuskan diteruskan visualisasi gagasan dalam bentuk sketsa alternatif, kemudian ditetapkan pilihan sketsa terbaik sebagai acuan reka bentuk atau dengan gambar teknik yang berguna bagi perwujudannya. Ketiga, tahapan perwujudan, bermula dari pembuatan model prototype sampai ditemukan kesempurnaan karya yang dikehendaki (Gustami, 2004:29).

Dengan cara itu, hasil akhir karya seni yang diinginkan dapat diditeksi sejak awal, meliputi kualitas material, teknik konstruksi, bentuk dan unsur estetik, berikut fungsi fisik dan kultur sosial. Jika dikaitkan dengan konsep penciptaan suatu karya


(42)

tapestri. Maka dalam hal pengungkapan gagasan dan sentuhan kreatif estetik banyak kemungkinan yang dapat dilakukan melalui seni serat (tapestri). “beragam karya seni serat telah membuka realitas pengembangan tekstil melalui ungkapan seni, kriya dan desain. Dengan demikian tekstil sebagai benda yang bersifat lembut dan luwes dengan intuisi rasa, ungkapan, warna dan unsur psikologi yang akhirnya

menghadirkan keindahan” (Nanang Rizali, 2006: 96).

Pada seni serat terkandung makna simbolik sbagai ekspresi seniman, kriyawan atau desainer tekstil yang lebih „bebas‟. “Dalam perwujudannya unsur -unsur rupa seperti bentuk, garis, tekstur bahkan ragam hias (motif) dan warna merupakan unsur yang penting. Di samping pemilihan bahan serat benang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penggarapan teknik. Seni serat (fiber art) merupakan karya seni yang cenderung berkembang dan memberi peluang

pemahaman baru yang khas” (Nanang Rizali, 2006: 98).

Dalam perwujudan unsur rupa yang ada seperti bentuk, garis, tekstur bahkan ragam hias (motif) dan warna meruakan suatu satu kesatuan yang utuh. Sehingga dalam mengkaji suatu karya seni tidak dapat dipisah-pisahkan antara unsur yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Langer bahwa, “prinsip penciptaan nilai estetik yang bertolak dari jenis yang khas itu, dapat ditebak dalam berbagai jenis simbolisasi sebagai hasil abstraksi gagasankreatif. … Simbol

estetik bukanlah suatu system simbol, melaikan satu kesatuan” (Agus Sachari, 2002:

19). Dalam penelitian ini akan menggunakan kajian estetika dalam mengkaji konsep penciptaan seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman.


(43)

commit to user

D. Kerangka Pikir

Gambar II. 9 Kerangka Berpikir


(44)

Dalam penulisan ini kerangka perpikir berfungsi sebagai gambaran atau sketsa tentang arah penelitan yang akan dilakukan sehingga penelitian yang dilakukan dapat sesuai harapan. Yang menjadi latar belakang masalah adalah Konsep Penciptaan Seni Serat Tapestri Karya Biranul Anas Zaman dengan menggunakan pendekatan estetika sebagai „pisau bedah‟ dalam membuka permasalahan yang ada, sehingga menghasilkan analisa dan kesimpulan yang akurat.

Setelah menentukan latar belakang masalah, kemudian dibentuklah perumusan masalah. Dalam perumusan masalah terdiri dari dua jenis yaitu konsep penciptaan dan visualisasi karya. Setelah melalui proses perumusan masalah maka proses penelitian masuk dalam tahap pembedahan masalah yang di kaji dengan menggunakan pendekatan estetika. Proses pembedahan masalah dengan menggunakan pendekatan estetika terdapat visualisasi serta konsep penciptaan yang menujang proses pembedahan masalah.

Setelah melalui proses metodologi penelitian maka terpilihlah beberapa sample yang akan di kaji, berupa karya-karya tapestri Biranul Anas Zaman yang telah dipilih berdasarkan teknik pencuplikan yang ada. Karya-karya yang dipilih telah mewakili seluruh karya yang telah diciptakan oleh Biranul Anas Zaman selama kurun waktu lima tahun terakhir. Pemilihan dilakukan berdasarkan tema-tema yang diangkat dalam karya-karya Biranul Anas zaman.

Sample karya-karya yang telah ada kemudian masuk kedalam proses penelitian dengan menggunakan pendekatan estetika. Dalam proses ini terdiri dari dua macam data, yaitu: berdasarkan pendapat Narasumber dan berdasarkan penilaian Penulis. Guna menunjang hasil akhir dan validitas data yang diteliti maka


(45)

commit to user

diperlukanlah pendapat dari Orang yang kompeten serta mengetahui permasalahan yang diangkat sebagai Narasumber. Proses pengambilan data berupa pendapat Narasumber melalui proses wawancara.

Setelah mendapat data berupa penilaian dari Penulis serta pendapat Narasumber, maka data-data yang telah ada kemudian di analisis oleh penulis. Dari proses analisis data ini kemudian membentuk suatu kesimpulan. Kesimpulan yang ada kemudian digunakan untuk menjawab permasarahan yang ada. Dalam penjelasan diatas, banyak menyinggung mengenai estetika. Dalam penulisan di bawah ini akan membahas lebih dalam mengenai estetika. Hal ini diharapkan dapat menjelaskan penedakatan estetika yang akan digunkana dalam penelitian ini dalam membedah permasalahan yang ada.

Berdasarkan pengertiannya, estetika berasal dari kata aesthetis (yunani) yang berarti pencerapan atau cerapan indra. Pencerapan atau persepsi tidak hanya melibatkan indra, tetapi juga proses psikofisik seperti asosiasi, pemahaman, khayal,

kehendak dan emosi” (Nanang Rizali, 2006: 16). Pada awalnya estetika adalah

bidang filsafat yang berurusan dengan pemahaman tentang keindahan alam dan seni. Dalam perkembangannya hingga kini estetika diartikan sebagai „inti seni‟ yang meliputi pemikiran dan penyusunan unsur-unsur seni (rupa), serta cara pengungkapannya.


(46)

Estetika bukan hanya sekedar penjelmaan keindahan saja, melainkan harkatnya ditingkatkan menjadi estetika yang etis, yang bertanggung jawab. Lebihlanjut dari itu, estetika tetap bertindak sebagai moralitas manusia untuk menyibak dunia dan mentransformnya ke dalam karya-karya kreatif. Estetika bukan lagi sekedar objek, melainkan justru objek itu sendiri, subjek yang menghidup, subyek yang mengada. … . Disamping merangkul dirinya sendiri menjadi subyek yang menyublim ke arah penyadaran manusia menuju renungan kreatif yang mendalam (Nanang Rizali, 2006: 20).

Benda mempunyai fungsi sebagai benda, sesuai dengan konsepnya yang direncanakan, ia sebuah realitas. Di samping itu, ia juga merupakan perwujudan realitas lain, yakni realitas benda sebagai pembawa dari tanda-tanda atau simbol-simbol sebuah image” (Nanang Rizali, 2006: 18). Sejalan dengan meluasnya perkembangan dari kajian estetik, diikuti dengan munculnya model-model kajian estetik di dalamnya. Salah satu model kajian estetik adalah model kajian bahasa rupa (semantik). “Semantik dikenal sebagai ilmu tentang simbol-simbol linguistik yang bertitik tolak dari makna, serta apa yang menjadi rujukan makna tersebut. Istilah ini pertama kali digunakan untuk mengupas arti teknis pada filologi yang mengkaji

perubahan makna dalam perkataan” (Agus Sachari, 2005: 125).

Teori semantik diadopsi juga untuk mengkaji dan menganalisis desain karya seni rupa. Wujud visual sebuah karya mengekspresikan makna tidak hanya melalui deskripsi atau argumentasi, tetapi juga melalui bahasa rupa. Setiap objek maupun teks pada hakikatnya merupakan simbol, dan simbol-simbol penuh dengan makna yang „tersembunyi‟.


(47)

commit to user

Aktivitas manusia untuk membangun sesuatu dan membangun sesuatu merupakan usaha untuk membentuk makna. … . Salah satu tugas utama pemaknaan adalah berjuang melawan ‟distansi kultural‟, di mana penafsiran harus mengambil jarak supaya dapat membuat interpertasi yang subjektif. … walaupun penafsiran memilki jarak terhadap fenomena budaya tertentu, penafsiran tersebut sebenarnya tidak berkerja dengan „tangan kosong‟. Penafsiran tersebut „telah

membawa sesuatu‟ yang oleh Heidegger disebut vorhable (apa yang ia

miliki), Vorsicht (apa yang ia lihat) dan Vorgriff (apa yang digagas kemudian) (Agus Sachari, 2005: 126).

Dalam kajian makna, proses simbolisasi suatu objek estetik menjadi penting karena makna secara tajam dapat diamati pada proses penyimbolan satu fenomena atau juga penyimbolan gagasan estetik. Hal ini sejalan dengan pendapat Langer, bahwa: “simbol estetik bukanlah suatu sistem simbol, melainkan kesatuan simbol… Simbol-simbol itu mempunyai maknanya masing-masing, tanpa perlu menjadi unsur-unsur tunggal dari keutuhan makna karya estetik itu, karena makna tersebut tidak bersifat struktural” (Agus Sachari, 2002:19). Lanjut lagi menurut Langer,bahwa:

Realitas yang diangkat k dalam simbol seni hakikatnya bukan realitas objektif, melainkan realitas subjektif, sehingga bentuk atau forma simbolis yang dihasilkan mempunyai ciri amat khas. Forma simbolis yang terbentuk adalah forma yang hidup. Pengalaman subjektif bias menjadi isu suatu forma simbolis. Jika pengalaman ini adalah suatu perasaan yang kuat, maka pembentukan forma ini akan menunjukkan eksprsivitas yang sedemekian kuat mengakar, sehingga forma itu seolah-olah hidup. Forma akan menjadi forma nilai-nilai estetik suatu objek atau artifak (Agus Sachari, 2002:19-20).

Jika dikaitkan dengan seni serat tapestri maka, pada hakekatnya dalam setiap karya (tapestri) terkandung makna simbolik sebagai ekspresi seniman tekstil. Dalam perwujudannya unsur-unsur rupa seperti bentuk, garis, tekstur bahkan ragam hias (motif) dan warna. Dari segi fungsi, tapestri umumnya digunakan untuk


(48)

barang-barang yang sifatnya sebagai benda dekoratif dan sebagian dari pakaian, karpet, serbet serta permadani dengan bentuk yang besar. Namun pada umumnya tapestri digunakan sebagai panjang dinding (Gillow, Sentence, 2001:76).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa usaha mengubah lukisan menjadi tapestri bukan tanpa dasar, karena tapestri memiliki beberapa perbedaan. Dari perbedaan tersebut dapat dikatakan menjadi kalebihan tapestri dibandingkan dengan lukisan. Berikut merupakan penjelasannya:

Efek pembiasaan dan pemantulan cahaya juga berbeda. Cahaya yang dipantulkan dari permukaan yang tidak berpori pada lukisan, tetapi dngan benang, sehingga lebih banyak cahaya diserap dan cahaya tersebut memantul di dalam. Dengan demikian warna tresebut disemarkan, dan sebagai akibatnya tapestri dapat menjadi media yang sangat kaya. Tingkat kekerasan, jenis benang yang digunakan dan kerapatan kebengkokan (warp) per inci akan masing-masing menentukan hakikat tekstur dan dengan mengubah tekstur tersebut anda dapat, secara harafiah, membuat model dengan cahaya (Domer, 2008: 153-154).

“Berbagai kemungkinan teknis merupakan bagian dari eksplorasi estetis

dengan penekanan pada ungkapan bentuk warna permukaan (tekstur). Sebagaimana jalinan sehelai kain (tekstil) seni serat mempunyaidasara struktur anyaman yang dibentuk konstruksi horizontal dan vertikal. Dari keberadaan ini diperoleh kemungkinan pembentukan dan penempatan jalinan serat atau benang” (Nanang Rizali, 2006: 93).

Adanya kelenturan pencapaian bentuk tersebut menyebabkan obyek yang digarap memperlihatkan kesamaan visual seperti dalam pengarapan seni lukis dan seni patung. Bahkan dapat pula mencapai perwujudan secara rinci bentuk seperti pada efek dekoratif dan nuansa warna. dalam proses menentukan serta mengolongkan


(49)

commit to user

beberapa simbol yang muncul akan lebih mudah apabila dari beragam simbol yang ada pada suatu karya seni di kelompokan kedalam beberapa bagian. Namun dalam bagian satu dengan bagian yang lainnya memiliki satu keterkaitan atau satu kesatuan (unity).

“Unity adalah merupakan visinya mengenai bentuk dari karyanya.

Kegagalan dalam mencapai kesatuan akan mengakibatkan sebuah desain menjadi tidak menjadi tidak memiliki nilai/kaidah estetika. karena pada dasarnya secara visual , desain tumbuh dari proses perkembangan menyatunya unsur-unsur atau unit-unit yang berbeda-beda” (Nanang Rizali, 2006: 43). Untuk mencapai suatu kesatuan (unity) organisasi yang baik, sebuah karya seni memiliki kriteria dan prinsip yang perlu mendapat perhatian. Menurut Nanang Rizali, prinsip-prinsip tersebut adalah:

a. Irama

Pada bidang seni rupa irama terbentuk karena pengulangan (repetition) dan gerakan (movement). Pengulangan mungkin diwujudkan melalui warna dan nada bidang atau bentuk, garis dan tekstur.

b. Keseimbangan

Dalam seni rupa, keseimbangan (balance) adalah suatu kondisi atau kesan optimis tentang kesan berat, tekanan, tegangan dan kestabilan. Dalam penciptaan karya seni dapat diasosiasikan wujud-wujud elemen dasar seperti seperti garis, bidang tekstur, dan warna. Faktor atau variable pendukung keseimbangan adalah posisi atau penempatan, ukuran, proporsi, kualitas dan arah dari unsur-unsur yang ada.


(50)

c. Pusat Perhatian

Setiap bagian tertentu dari suatu karya seni hendaknya memilki perhatian atau tingkatan dominan yang layak atau pantas (Nanang Rizali, 2006: 43 - 47).

Terciptanya sebuah pola, prinsipnya terbentuk karena pengorganisasian unsur-unsur seni. Untuk mencapai suatu kesatuan yang menyeluruh harus dengan memperhatikan berbagai kriteria. Unsur-unsur terpenting dalam suatu seni rupa adalah garis ruang (space), bentuk (shape form), warna (color) dan tekstur (texture). Dalam penulisan ini akan mengkaji karya seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman melalui kajian estetika sebagai pisau bedah guna mengkaji unsur-unsur seni rupa didalam setiap karya seni yang dikaji.


(51)

commit to user

III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi aslinya di mana subjek peneliti berada. Peneliti menjelajahi kancahnya dan menghabiskan waktunya untuk mengumpulkan data sampai secara langsung dan mengarahkan kajiannya pada interpretasi objek menurut apa adanya. Lokasi tempat pengambilan data berada di studio serta di lokasi lainnya tempat narasumber berada yang bertempat di kota Bandung, Semarang dan Surakarta. Penelitian dilakukan pada kurun waktu antara bulan Agustus 2010 hingga Oktober 2010 dengan fokus kajian estetika konsep penciptaan tapestri karya Biranul Anas Zaman serta latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas.

B. Bentuk Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, maka bentuk penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskripsi analisis dengan menggunakan pendekatan estetika dalam mengkaji seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman.


(52)

C. Sumber Data

Sumber data yang dmanfaatkan dalam penelitan ini berupa:

1. Informan atau narasumber yang akan diminati keterangan meliputi seniman serat tapestri yang karya-karyanya akan diteliti serta dikaji, juga narasumber lain yang memahami seputar topik bahasan penelitian ini, antara lain:

a. Nama : Biranul Anas Zaman

Pekerjaan/Jabatan : Seniman serat tapestri, Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung Topik wawancara : Perkembangan seni serat tapestri di Indonesia,

latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas, konsep penciptaan karya Biranul Anas melalui penedekatan estetika.

b. Nama : Nanang Rizali

Pekerjaan/Jabatan : Guru besar Kriya Seni/Tekstil Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Topik wawancara : Penilaian Nanang Rizali Mengenai karya-karya seni serat tapestri Biranul Anas melalui sudut pandang estetika


(53)

commit to user

c. Nama : Jim Supangkat Pekerjaan/Jabatan : Kurator

Topik wawancara : Penilaian Jim Supangkat Mengenai karya-karya seni serat tapestri Biranul Anas melalui sudut pandang estetika.

2. Arsip dan dokumen serta catatan yang diperoleh dari berbagai pihak yang dapat menunjang penelitian ini, seperti dokumentasi berupa foto seni serat tapestri karya-karya Biranul Anas dan data tertulis mengenai seni serat tapestri.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa informan dari nara sumber, arsip, dokumentasi berbagai seni serat tapestri. Sumber data tersebut menuntut cara tertentu guna mendapat data, maka strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini dikelompokan ke dalam dua cara, yaitu interaktif dan non-interaktif.

Metode interaktif meliputi wawancara mendalam dan observasi, sedangkan metode non-interaktif meliputi observasi tak berperan, dan mencatat dokumen atau arsip. Adapun teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara

Salah satu sumber informasi yang sangat penting dan perlu didekati dengan wawancara. Wawancara mendalam dimaksudkan dapat dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat, guna mendapatkan data yang dirinci juga mendalam


(54)

serta dapat dilakukan berkali-kali sesuai dengan keperluan peneliti berkaitan dengan kejelasan masalah yang sedang digali (Sutopo, 2002;58-59). Wawancara dilakukan dengan informan atau narasumber dengan topik wawancara karya-karya seni serat tapestri Biranul Anas Zaman dengan mengunakan pendekatan estetika. Dalam proses wawancara dalam penelitian ini yang menjadi narasumber adalah Biranul Anas Zaman, Nanang Rizali dan Jim Supangkat.

2. Observasi

Observasi langsung dapat dilakukan dengan cara mengambil tak berperan. Dalam observasi penelitian ini, peneliti hanya sebagai pengamat tanpa terlihat berperan apapun, sehingga peneliti melakukan observasi tak berperan, yaitu prilaku yang bergayutan dan kondisi lingkungan yang tersedia di lokasi penelitian dapat diamati secara formal maupun tidak formal (Sutopo, 2002:64-65). Observasi dilakukan di studio Biranul Anas yang berada di Bandung, Jawa Barat.

3. Studi Pustaka

Data-data dokumen dan arsip merupakan data yang penting, artinya dalam penelitian kualitatif terutama sasaran penelitiannya pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi dimasa lampau dan sangat berkaitan dengan kondisi peristiwa masa kini yang berhubungan dengan konsep peciptaan seni serat tapestri karya Biranul Anas. Demikian halnya dengan benda fisik yang berupa sumber data penting dalam penelitian ini (Sutopo, 2002:68-70).

Studi pustaka dilakukan dengan mengkaji data tertulis berupa buku, jurnal ataupun berbagai jenis data yang berbentuk cetak yang berkaitan dengan seni rupa atau kriya tekstil pada umunya serta tapestri pada khususnya. Studi pustaka dilakukan


(55)

commit to user

dengan mengkaji data tertulis yang terdapat di perpustakaan-perpustakaan yang berada di beberapa perguruan tinggi, seperti di Universitas Sebelas Maret (UNS), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT).

4. Teknik Pencuplikan

Cuplikan berkaitan dengan pembatasan jumlah dan jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian. Teknik cuplikan yang digunakan bersifat selektif dengan menggunakan dasar pertimbangan konsep teoritis, keingin tahuan pribadi, karakteristik empirik dan lain-lain, yaitu teknik purposes sampling yang dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal, dengan populasi yang akan di angkat adalah karya tapestri yang telah dibuat oleh Biranul Anas pada kurun waktu lima tahun terakhir (2005 hingga tahun 2010).

Pilihan sample diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Sutopo, 2002:36). Karena banyaknya populasi yang ada, maka diambil sample dari maing-masing jenis karya berdasarkan tema yang diangkat dalam karya yang ada.hal ini bertujuan agar penelitian yang dilakukan dapat mecakup seluruh bagian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Informan atau nara sumber, dokumentasi berupa foto-foto seni serat tapestri karya Biranul Anas Zaman.


(56)

E. Validitas Data

Dalam proses penelitian, dikumpulkan data untuk menjamin validitas data

dengan menggunakan teknik trianggulasi data. “Teknik triaggulasi data

memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis, tekanannya pada perbedaan sumberdata, bukan pada teknik pengumpulan data atau yang lain” (Sutopo, 2006: 93). Peneliti bisa memperoleh dari narasumber (manusia) yang berbeda-beda dengan teknik wawancara yang mendalam, sehingga informasi dari narasumber yang satu bias dibandingkan dengan informasi dari narasumber yang lainnya. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu bias lebih teruji kebenarannya bila mana dibandingkan dengan sejenis data yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik sumber sejenis atau sumber yang berbeda jenisnya.

Pada penelitian ini mengkaji seni serat Karya Biranul Anas Zaman dengan menggunakan kajian estetika. menggunakan narasumber yang berbeda-beda. Pemilihan narasumber berdasarkan pengetahuan narasumber berdasarkan pemasalahan yang diangkat. Dari proses pemilihan narasumber di dapat tiga narasumber yang berbeda. Dari ke empat narasumber tersebut peneliti bias membandingkan data sejenis yang diperoleh dari para narasumber yang mungkin memiliki pengalaman dan persepsi dengan persepekif yang berbeda-beda.


(57)

commit to user

F. Teknik Analisis Data

Di dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama, yaitu: (1) reduksi data, (2) sajian data dan (3) penarikan kesimpulan atau verifikasi. Ketiga komponen tersebut diterapkan secara interaksi, baik antar komponennya maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus, yang disebut dengan model analisis interaktif. Untuk lebih memperjelas proses penelitian yang dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, maka model analisis interaktif dapat diggambarkan sebagai berikut:

Sumber: Sutopo, 2000:96

Gambar III.2

Skema analisis model interaktif

Dengan memperhatikan ganbaran tersebut, maka prosesnya dapat dilihat secara jelas bahwa paa waktu pengumpulan data, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data. Artinya, data yang berupa catatan lapangan yang terdiri dari


(58)

bagian deskripsi dan refleksinya adalah data yang telah digalidan dicatat. Dari dua bagian data tersebut peneliti menyusun rumusan pengertian secara singkat, berupa berupa pokok-pokok temuan yang penting dalam arti inti pemahaman segala peristiwa yang dikaji yang tersebut reduksi data. Kemudian dilakukan penyusunan sajian data yang berupa cerita sistematis dan logis degan suntingan penelitian supaya makna peristiwanya menjadi lebih jelas dipahami, dengan dilngkapi perabot sajian yang diperlukan(matriks, gambar, dan sebagainya) yang angat mendukung kekuatan sajian data. Dari sajian data tersebut dilakukan penarikan simpulan (sementara) dilanjutkan dengan verifikasinya.

Aktivitas analisis interaktif dilakukan setelah pengumpulan data. Analisis ini sebagai suatu proses siklus, sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk kembali ke Bandung jika dirasa perlu. Dalam proses ini peneliti bergerak di antara komponen analisis, termasuk pengumpulan data selama proses analisis data berlangsung. Analisis di anatara ketiga komponen tersebu bersifat interaktif, dan jika data hasil interaksilalu kemali lagi ke komponen berikutnya, berlanjut hingga siklus bergulir pada tahap verifikasi. Penarikan kesimpulan dilakukan setelah siklus interaksi dipandang memungkinkan sebagai kegiatan dalam analisis data (Sutopo, 2000:95-96).


(59)

commit to user

BAB IV

KAJIAN ESTETIS TAPESTRI KARYA BIRANUL ANAS

A. Gambaran Umum Seni Serat Tapestri Karya Biranul Anas 1. Latar Belakang Munculnya Karya Biranul Anas Zaman

Biranul Anas telah berkarya dalam dunia seni serat tapestri kurang lebih 35 tahun. Ketertarikan Biranul Anas bermula saat menggunjungi pameran seni mahasiswa di Kyoto Art University, yang di dalamnya memamerkan beragam jenis karya seni termasuk di dalamnya karya seni serat (fiber art). Pada tahun 1975 sepulangnya dari Jepang berbekal pengetahuan yang seadanya mengenai seni serat tapestri, Biranul Anas mulai mencoba berkarya.

Biranul Anas bergabung dengan kelompok seniman Decenta Bandung pada tahun 1982. kala itu kelompok Decenta Bandung tengah digerakkan olah AD Prious, TS Sutanto, dan Sunaryo, serta melibatkan sejarawan dan kritikus seni rupa, Sanento Yuliman. Pergaulan yang lebih dekat dengan para seniman dan pemerhati seni memantapkan keputusan Biranul Anas untuk semakin berkonsentrasi pada seni serat pada seni serat (fiber art). „Periode Decenta‟ ini juga yang menggiring perhatian BiranulAnas pada kekuatan akspresi tekstil tardisi Indonesia, yang kemudian mengilhaminya melakukan penelitian lapangan keberbagai daerah di Indonesia. Penelitian semacam ini membentuk perhatian dan cara pandang baru terhadap tekstil tradisi Indonesia.


(60)

Biranul Anas memamerkan karya-karya seratnya di Galeri Dacenta, Bandung, untuk pertama kalinya pada tahun 1982. Pameran ini diadakan bersama seniman serat lainnya seperti, Yusuf Affendi, Lengganu, dan Hasanudin. Pameran ini membentuk kepercayaan baginya untuk terus konsisten menekuni ekspresi seni serat. soal yang tidak mudah dijalankannya di tengah masyarakat yang lebih akrab pada ekspresi seni lukis dan seni patung.

Biranul Anas berpameran di Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, Jakarta pada tahun 1986 dan memperoleh kajian kritik yang positif, khususnya untuk karya-karya instalasi anyaman pita dan kain stretch. Biranul Anas mulai menjalin hubungan secara lebih intens dengan The Victorian Tapestry Workshop Melbourne, Australia untuk mendiskusikan berbagai permasalahan seni serat. pada tahun ini, Biranul Anas juga mulai melatih dan membentuk tim pekerja (artisan) untuk membantu menyelesaikan karya-karyanya.

Tahun 1990 Biranul Anas meninggalkan kelompok Decenta Bandung untuk menekuni karir artistik secara mandiri dan berpameran di Galeri Hidayat, Bandung bersama Yusuf Affendi, Ratna Panggabean dan Lengganu. Pada tahun ini, tim pekerjanya yang sebelumnya terdiri dari kaum lelaki diganti dengan perempuan yang berasal dari komunitas perkampungan di sekeliling kediamannya. Biranul Anas mengajarkan mereka teknik-teknik seni serat hingga mencapai taraf keterampilan yang tinggi.

Tahun 1992 Biranul Anas di undang sebagai peserta pameran “Jakarta Art &

Design Expo” (JADEX) di Jakarta Design Center, Jakarta. Pameran JADEX yang


(1)

commit to user

Penyampaian pesan secara implisit umumnya terdapat karya-karya Biranul

Anas yang bertemakan kebudayaan, lingkungan, pencitraan alam serta

perempuan(feminism). Hal ini seperti yang dikatana oleh Jim Supangkat,”represntasi

itu tidak ditujukan Biranul Anas secara eksplisit sebagai pengetahuan simbol-simbol yang bermakna formal, melaikan tanda-tanda metaforik yang lebih aktif mengundang reaksi sensai emosi kita”. Lanjut menurut Jim Supangkat bahwa,“dalam hal ini kita

bisa paham, bahwa pola hias dan ragam juga merupakan agen ekspresi manusia secara fundamental. Melalui wawasan pengetahuan yang bersifat personal. Biranul Anas mencoba secara aktif mempromosikan potensi pola dan ragam hias dalam cara pembacaan makna yang bersifat puitik serta personal. Cara pembacaan semacam ini melampaui cara memahami makna simbol berdasarkan penguraian konteks pembacaan budaya secara spesifik”.

Penyampaian yang kedua adalah pencapaian pesan secara eksplisit yang umumnya ditemui pada karya-karya Biranul Anas yang bertemakan tema sosial

politik. Jim Supangkat menambahakan bahwa, “tidak terbayangkan bagaimana

membuat sket wajah pada karya-karya seperti ini. Kemudian diangkat oleh Anas kemudian telihat memabjukan. Selain dari teknis juga dari tema-temanya yang diangkat, dimana ia mengangkat orang-orang populer. Namun bagi saya, hal yang dilakukan Anas ini pada bagian tematik ini masih awal. Jadi menurut saya nilai ungkapan Anas di dalam karya-karya ini masih gagap”.

Jim Supangkat memberikan pandangan akhir pada karya seni serat Biranul Anas bahwa, “karya-karya serat Biranul Anas mengajukan pokok penting bagi


(2)

Secara khas karya-karya itu justru „kritis‟ menggugah pandangan soal batas definisi

dan pengertian „ekspresi seni‟ yang sudah jadi pengetahuan umum. Ekspresi karya serat Biranul Anas mengajak kita keluar dari kungkungan sikap bipolar yang hanya percaya pada satu jawaban ekspresi seni serat Biranul Anas justru menunjukkan persilangan semacam ini secara produktif menghasilkan lebih dari sekedar satu ikatan simpul, melainkan beberapa ikatan simpul dari berbagai kemungkinan

persilangan yang sebelumnya tak bisa diramalkan secara logis dan konseptual”.

Penulis menganalisis beberapa pendapat diatas bahwa, Seni serat merupakan upaya artistik melalui jalinan serat atau benang yang menghasilkan konfigurasi bentuk dan warna.seni tapestri sebagai ragam seni merupakan manifestasi kebebasan kreatif yang melatari sesuatu cipta seni. Isitlah seni serat (fiber art) digunakan untuk menunjukkan penekanan pada peran material atau serat tekstil secara konseptual. Dalam seni serat dapat beragam material yang terdapat pada satu karya.

Karya-karya seni serat Biranul Anas terkenal akan kekayaan dan kebragaman material yang ada. Beragam material yang ada divisualisasikan dengan beragam warna, bentuk, garis ruang, tekstur serta irama. Untuk dapat mengolah warna, bentuk, garis ruang, tekstur serta irama diperlukan keahlian dalam mengolah komposisi karya serta keahlian dalam segi teknik. Sehingga elemen-elemen yang terdapat pada karya membentuk satu kesatuan (unity).

Aspek teknik merupakan aspek yang sangat penting dalam dunia seni serat. karena dalam memasukan material-material yang ada diperlukan berbagai macam


(3)

commit to user

teknik. Selain itu dalam usaha menciptakan suatu warna, tekstur, garis ruang, serta bentuk tertentu diperlukan penguasaan teknik yang mendalam. Dalam karya seni serat Biranul Anas terdapat beragam teknik yang telah diangkat dalam karya-karyanya, berawal dari teknik macrame, hand weaving, kolase, sulam hingga air brush.

Karya-karya Biranul Anas pada tahun 2006 hingga 2010 mulai menitik beratkan pengalian secara lebih mendalam pada aspek tematik. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir Biranul Anas telah mengangkat beragam jenis tema, seperti tema pencitraan alam, lingkungan, kebudayaan, perempuan hingga tema sosial politik. Pada karya Biranul Anas terdapat hubungan yang saling terkait antara teknik

pencapaian pesan dengan tema-tema yang diangkat.

Bahasa ungkap terbagi atas dua bagian yaitu, teknik penyampaian pesan secara eksplisit yang memiliki arti teknik penyampaian pesan secara langsung, kedua adalah teknik penyampaian pesan secara implisit yang memilki arti teknik penyampaian pesan seacara tidak langsung melaikan menggunakan simbol-simbol tertentu yang memiliki sifat ataupun kesan yang sama.

Penyampaian pesan secara eksplisit di dominasi oleh karya-karya yang bertemakan sosial-politik, sedangkan teknik penyampaian pesan secara implisit didominasi oleh karya-karya yang bertemakan lingkungan, perempuan, pencitraan alam serta tema kebudayaan. Kemampuan Biranul Anas dalam menggangkat beragam tema dan memunculkan beragam bentuk mulai dari yang berbentuk abstrak, stilasi hingga realis dikarenakan penguasaan Biranul Anas akan bergam teknik yang ada.


(4)

Secara garis besar karya-karya serat Biranul Anas mengajukan pokok penting

bagi persepsi kita dalam rangka memahami pengertian „ekspresi seni secara lebih

baik. Secara khas karya-karya itu justru „kritis‟ menggugah pandangan soal batas

definisi dan pengertian „ekspresi seni‟ yang sudah jadi pengetahuan umum.

Ekspresi karya serat Biranul Anas mengajak kita keluar dari kungkungan sikap bipolar yang hanya percaya pada satu jawaban ekspresi seni serat Biranul Anas justru menunjukkan persilangan semacam ini secara produktif menghasilkan lebih dari sekedar satu ikatan simpul, melainkan beberapa ikatan simpul dari berbagai kemungkinan persilangan yang sebelumnya tak bisa diramalkan secara logis dan konseptual


(5)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN

Biranul Anas pertama kali berkarya pada tahun 1975, ketertarikan Biranul Anas bermula saat Biranul Anas sedang berkunjung kebeberapa pameran seni di Jepang. Berawal dari pameran pertamanya pada tahun 1982 di Gedung Decenta Bandung membuat keyakinan Biranul Anas untuk lebih serius berkarya dalam dunia seni serat semakin bulat. Biranul Anas kemudian terus menggali dan mempelajari beberapa teknik yang ada. Keahlian Biranul Anas pada bidang teknik didapatnya dari buku-buku dari luar negeri serta dari proses korespondensinya beberapa seniman atau kelompok seni serat di luar negeri seperti The Victorian tapestry Workshop Melbourne, Australia. Informasi yang iya dapat melalui buku serta melihat secara langsung kemudian dipraktekkan dan dipelajari oleh Biranul Anas sendiri (autodidact).

Tahun 2006 hingga tahun 2010, Biranul Anas mulai menitik beratkan pada aspek tematiknya. Perkembangan terjadi karena Biranul Anas telah menguasai aspek teknik sebelumnya, sehingga dalam penggerjaannya lebih menitik beratkan pada aspek tematiknya. Perkembangan pada segi tematik terlihat dari beragamnya tema yang diungkap pada karya-karya Biranul Anas pada kurun waktu 2006 hingga 2010, dapat disimpulakan bahwa latar belakang munculnya karya-karya Biranul Anas baik secara langsung ataupun tidak terpengaruh oleh pengalaman serta pemikiran dari Biranul Anas pribadi baik itu dari aspek teknik ataupun aspek tematiknya. Pada kurun waktu lima tahun terakhir terdapat lima tema besar yang diangkat oleh Biranul Anas


(6)

pada karya-karyanya, yaitu: Tema politik, Tema perempuan (feminim), Tema kebudayaan, Tema lingkungan hidup, Tema pencitraan alam.

Beragam bentuk, garis, warna, irama dan tekstur yang terdapat pada setiap karya tapestri Biranul Anas. Garis, bentuk, warna, irama dan tekstur pada setiap tema memiliki perbedaan. Garis, bentuk, warna, irama dan tekstur pada setiap tema menunjukkan perbedaan, perbedaan yang ada pada tema memiliki keterkaitan dengan bahasa ungkap yang terdapat pada karya. Bahasa ungkap yang terdapat pada setiap karya Biranul Anas terbagi atas dua bagian, yaitu: Eksplisit (teknik penyampaian pesan secara langsung, teknik penyampaian ini terdapat pada kerya-karya Biranul Anas yang bertemakan sosial-politik) Serta Implisit (teknik penyampaian pesan seacara tidak langsung, teknik penyampaian ini terdapat pada karya-karya Biranul Anas yang bertemakan lingkungan, perempuan, pencitraan alam dan kebudayaan).

Kemampuan menuangkan beragam teknik penyampaian pesan serta kemampuan mengolah beragam bentuk, warna, garis, irama dan tekstur pada karya-karya Biranul Anas dikarenakan kemampuan Biranul Anas dalam hal penguasaan teknik yang ada sehingga mampu menggangkat beragam bentuk, garis, warna, irama dan tekstur yang kemudian diangkat dengan beragam bahasa ungkap. Kemampuan Biranul Anas dalam hal penguasaan teknik di dapat Biranul Anas dari pengalamannya berkarya dalam dunia seni serat selama tiga puluh lima tahun.