Analisis Statistik Data Kecepatan Angin Zonal pada Lapisan 850 mb

Gambar 14 Power Spectral Density PSD RMM1 dan RMM2 periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010. Gambar 15 Wavelet RMM1 periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010. Gambar 16 Wavelet RMM2 periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010. Plot data angin di ketiga wilayah penelitian menunjukkan bahwa kecepatan angin berkisar 5 ms. Kecepatan angin ini tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah sehingga dapat mendukung terjadinya pembentukan awan dan pergerakan awan dari barat ke timur sebagai ciri terjadinya MJO. Hal tersebut juga sesuai dengan karakteristik pergerakan SCC yang bergerak ke timur dengan kecepatan rata-rata sekitar 5 ms Zhang, 2005.

4.2 Analisis Statistik Data Kecepatan Angin Zonal pada Lapisan 850 mb

dengan Data RMM1 dan RMM2 Analisis statistik ini dilakukan untuk membuktikan apakah data kecepatan angin zonal pada lapisan 850 mb dapat digunakan untuk memprediksi kejadian MJO di Indonesia, khususnya kawasan Pontianak, Manado, dan Biak. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa sebelum data kecepatan angin ini digunakan untuk prediksi MJO maka akan dibandingkan terlebih dahulu dengan data indeks MJO yang telah dikenal luas, yaitu RMM1 dan RMM2. Dengan teknik wavelet, diketahui terdapat puncak-puncak varians kecepatan angin zonal maupun RMM1 dan RMM2 yang dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 17 Rata-rata time series kecepatan angin zonal, RMM1 dan RMM2 periode 1 Januari 2007–31 Desember 2010. Secara sepintas terlihat bahwa kecepatan angin zonal memiliki pola yang sama dengan data RMM1 dan RMM2 meskipun amplitudonya berbeda. Analisis statistik menunjukkan bahwa data kecepatan angin zonal lapisan 850 mb dengan data RMM1 dan RMM2 memiliki hubungan yang signifikan pada selang kepercayaan 95 . Gambar 17 menunjukkan terjadinya puncak-puncak kecepatan angin zonal maupun data RMM1 dan RMM2 khususnya 45 harian 45 harian pada sekitar bulan Juni 2007, Desember 2007, Juni 2008, April 2009, November 2009, dan Oktober 2010. Sehingga analisis statistik dari variabel angin dengan RMM1 dan RMM2 difokuskan pada saat keduanya menguat. Pada bulan-bulan tersebut terlihat pula bahwa angin yang mendominasi adalah angin baratan. Tabel 4 menunjukkan persamaan menggunakan analisis regresi linear sederhana antara kecepatan angin zonal dengan RMM1 dan RMM2, dimana; Y = kecepatan angin zonal, X 1 = RMM1, X 2 = RMM2. Tabel 4 Regresi linear antara kecepatan angin zonal di Pontianak dengan RMM1 dan RMM2 Bulan R 2 Persamaan Jun- 07 0.32 Y= 0.226 + 1.258 X1 + 0.054 X2 Des- 07 0.86 Y= 4.481 + 2.705 X1 + 1.765 X2 Jun- 08 0.47 Y= 1.515 + 1.204 X1 + 1.387 X2 Apr- 09 0.27 Y= 0.668 + 0.591 X1 + 0.567 X2 Nov- 09 0.87 Y= 3.291 + 1.984 X1 + 2.852 X2 Okt- 10 0.33 Y= 1.547 + 1.413 X1 + 1.829 X2 0.52 Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara data angin zonal dengan data RMM1 dan RMM2 dengan nilai rata-rata R 2 sebesar 0.52. Nilai R 2 tinggi pada bulan Desember dan November. Pada masing-masing bulan di atas, fase MJO dimulai di belahan bumi bagian barat Afrika lalu bergerak ke timur melalui Samudera Hindia, Indonesia, dan Samudera Fasifik Bagian Barat. MJO aktif pada saat melewati Indonesia tidak sama setiap bulan, namun umumnya pada pertengahan hingga akhir bulan sekitar 8-10 hari. Pada saat melewati Indonesia inilah yang menyebabkan curah hujan yang tinggi. Bulan Oktober-Desember memiliki curah hujan yang tinggi. Hal tersebut karena angin yang mendominasi adalah angin baratan yang membawa banyak uap air dari Samudera Hindia yang memungkinkan terjadinya banyak hujan di kawasan Pontianak. Pola curah hujan di Pontianak dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Pontianak Tahun 2007-2010. Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan tahun 2007-2010 di Pontianak memiliki pola curah hujan equatorial, dengan puncak curah hujan terjadi pada bulan Oktober dan April. Meskipun begitu, curah hujan pada bulan Oktober, November, dan Desember nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan curah hujan pada bulan April. Tabel 5 Regresi linear antara kecepatan angin zonal di Manado dengan RMM1 dan RMM2 Bulan R 2 Persamaan Jun- 07 0.07 Y= -1.193 + 0.380 X1 - 0.346 X2 Des- 07 0.10 Y= 1.584 + 0.110 X1 - 0.489 X2 Jun- 08 0.06 Y= - 0.940 + 0.411 X1 - 0.300 X2 Apr- 09 0.82 Y= 1.358 + 1.602 X1 + 1.687 X2 Nov- 09 0.86 Y= 3.015 + 1.248 X1 + 2.750 X2 Okt- 10 0.54 Y= - 1.483 + 0.225 X1 + 3.553 X2 0.41 Tabel 5 menunjukkan bahwa di Manado rata-rata R 2 sebesar 0.41. Nilai R 2 tertinggi terjadi pada bulan November. Pada bulan tersebut curah hujan di Manado mengalami puncak. Pada saat MJO menguat pada bulan Juni, posisi matahari berada di utara, namun pemanasan intensif belum terjadi di wilayah utara ekuator. Akibatnya curah hujan yang terjadi tidak terlalu tinggi. Sedangkan pada bulan Desember posisi matahari berada di selatan ekuator sehingga pengaruh pemanasan tidak intensif untuk kawasan di utara ekuator seperti Manado. Hal 100 200 300 400 500 J F M A M J J A S O N D Curah Hujan mm Bulan tersebut mengakibatkan pengaruh MJO di Manado pada bulan Desember melemah. Gambar 19 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Manado Tahun 2007-2010. Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan di Manado tahun 2007-2010 cenderung berpola curah hujan monsunal, dengan puncak curah hujan terjadi pada bulan November. Puncak curah hujan terjadi pada bulan November-Januari. Sementara itu curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus– Oktober. Di kawasan Manado ini sepertinya faktor monsun lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh MJO dan karena pengaruh faktor lokal. Hubungan curah hujan Manado dengan ITCZ juga tidak konsisten, karena secara teori pengaruh ITCZ untuk kawasan di utara ekuator akan dirasakan pada bulan Agustus, namun pada kenyataannya pada bulan Agustus curah hujan di wilayah ini justru paling rendah. Hal tersebut menguatkan pendapat bahwa kawasan Manado lebih dipengaruhi oleh faktor lokal. Tabel 6 Regresi linear antara kecepatan angin zonal di Biak dengan RMM1 dan RMM2 Bulan R 2 Persamaan Jun- 07 0.63 Y= -2.682 - 0.503 X 1 + 4.391 X 2 Des- 07 0.76 Y= 2.368 + 0.886 X 1 + 3.384 X 2 Jun- 08 0.52 Y= - 0.976+ 0.883 X 1 + 5.469 X 2 Apr- 09 0.66 Y= 1.702 - 0.264 X 1 + 2.070 X 2 Nov- 09 0.74 Y= 3.20 -0.198 X 1 + 3.700 X 2 Okt- 10 0.77 Y= - 5.199 -0.363 X 1 + 4.356 X 2 0.68 Hasil regresi di Biak menunjukkan bahwa di setiap bulan R 2 cenderung tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa MJO berpengaruh pada kondisi iklim di Biak. Gambar 20 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Biak Tahun 2007-2010. Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan tahun 2007-2010, Biak memiliki pola curah hujan yang tidak begitu jelas. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Junaeni 2006 yang menyebutkan bahwa pola curah hujan di Biak sulit ditentukan karena tidak jelas apakah mengikuti pola equatorial atau lokal. Namun, Sunarsih 2007 menyebutkan bahwa curah hujan di Biak memiliki pola equatorial. Pada periode ini, curah hujan paling tinggi pada bulan Juni-Agustus serta bulan Oktober-Desember juga terlihat curah hujan cukup tinggi. Gambar 21 Distribusi Curah Hujan Rata-rata Bulanan Pontianak, Manado, dan Biak Tahun 2007-2010. Berdasarkan distribusi curah hujan bulanan periode Januari 2007-Desmber 2010 yang ditunjukkan pada Gambar 21 terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara curah hujan Pontianak, Manado dan Biak. Curah hujan rata-rata maksimum dimiliki oleh Pontianak sebesar 320 mm. Curah hujan rata- rata Manado sebesar 203 mm sedangkan Biak sebesar 222 mm. Dari distribusi curah hujan ini terlihat bahwa semakin ke timur curah 50 100 150 200 250 300 350 J F M A M J J A S O N D Curah Hujan mm Bulan -50 50 150 250 350 J F M A M J J A S O N D Curah Hujan mm Bulan 100 200 300 400 500 J F M A M J J A S O N D Curah Hujan mm Bulan Pontianak Manado Biak hujan semakin kecil, yang berarti kekuatan MJO semakin berkurang, kecuali untuk Biak yang curah hujannya lebih tinggi dari Manado. Dengan menggunakan analisis statistik diperoleh adanya keterkaitan antara data kecepatan angin zonal dengan data indeks MJO global khususnya pada saat keduanya menguat yaitu sekitar bulan Januari 2007, Desember 2007, Juni 2008, April 2009, November 2009, dan Oktober 2010. Nilai R 2 rata-rata melebihi 0.5 sehingga menunjukkan bahwa data kecepatan angin zonal signifikan dan valid untuk analisis lebih lanjut, yaitu untuk analisis MJO di kawasan Indonesia. Kecuali unutk daerah Manado, rata-rata R 2 kurang dari 0.5 kemungkinan disebabkan faktor lokal. Hasil analisis regresi menunjukkan kecenderungan bahwa pada saat bulan-bulan basah yaitu Oktober, November, dan Desember nilai R 2 lebih tinggi daripada pada saat bulan-bulan kering seperti April dan Juni. Hal tersebut berarti bahwa prediksi indeks MJO menunjukkan hasil yang baik pada saat musim basah karena MJO berkaitan dengan perjalanan ITCZ saat bergerak ke utara dan selatan.

4.3 Model Berbasis ARIMA

Dokumen yang terkait

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap propagasi Madden Julian Oscillation (MJO)

3 27 31

Prediction Model Development Madden Julian Oscillation (MJO) based on the results of data analysis Real Time Multivariate MJO (RMM1 and RMM2).

1 8 123

Pengembangan Model Indeks Monsun (Monsoon) Indonesia (IMI) Berbasis Hasil Analisis Data WPR (Wind Profile Radar)

2 7 84

Respon Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a terhadap Madden-Julian Oscillation (MJO) di Laut Indonesia

2 12 35

PENGEMBANGAN MODEL PREDIKSI MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) BERBASIS HASILANALISIS DATA WIND PROFILER RADAR (WPR)

0 4 11

IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) UNTUK PREDIKSI PELUANG BANJIR TAHUNAN DI SUB DAS SOLO HULU Identifikasi Madden Julian Oscillation (MJO) Untuk Prediksi Peluang Banjir Tahunan Di Sub Das Solo Hulu Bagian Tengah (2007 – 2012).

0 1 15

PENDAHULUAN Identifikasi Madden Julian Oscillation (MJO) Untuk Prediksi Peluang Banjir Tahunan Di Sub Das Solo Hulu Bagian Tengah (2007 – 2012).

0 2 19

DAFTAR PUSTAKA Identifikasi Madden Julian Oscillation (MJO) Untuk Prediksi Peluang Banjir Tahunan Di Sub Das Solo Hulu Bagian Tengah (2007 – 2012).

0 2 4

IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) UNTUK PREDIKSI PELUANG BANJIR TAHUNAN DI SUB DAS SOLO HULU Identifikasi Madden Julian Oscillation (MJO) Untuk Prediksi Peluang Banjir Tahunan Di Sub Das Solo Hulu Bagian Tengah (2007 – 2012).

0 1 13

Karakteristik Madden-Julian Oscillation (MJO) Ketika El-Nino Southern Oscillation (ENSO) | Muhammad | Wahana Fisika 9376 19201 1 PB

1 2 24