2.4 Real Time Multivariate MJO seri 1 dan 2 RMM1 dan RMM2
Real Time Multivariate MJO seri 1 dan 2
RMM1 dan RMM2 merupakan suatu indeks musiman untuk memonitor pergerakan MJO.
Hal ini didasarkan pada sepasang fungsi ortogonal EOFs dari gabungan rata-rata
angin zonal 850-hPa, 200-hPa, dan data observasi satelit Outgoing Longwave
Radiation
OLR. Proyeksi data dilakukan dengan menghilangkan komponen siklus
tahunan dan variabilitas komponen interannual Wheller dan Hendon, 2004.
RMM1 dan RMM2 dapat digunakan dalam berbagai kepentingan misalnya untuk
menentukan onset monsun dan peluang terjadinya curah hujan ekstrim.
Peramalan MJO dapat menggunakan indeks RMM1 dan RMM2. MJO dikatakan
dalam fase aktif jika:
Gambar 6 Diagram phase MJO global hasil penurunan RMM1 dan RMM2
Sumber: Wheller dan Hendon, 2004.
Lokasi keberadaan dapat dilihat dalam diagram dua dimensi fase pergerakan MJO
yaitu dengan RMM1 dan RMM2. Terdapat 8 fase pergerakan MJO yaitu fase-8,1 di belahan
bumi bagian barat dan Afrika, fase-2,3 di Samudra Hindia, fase-4,5 di Benua Maritim
Indonesia, fase-6,7 di kawasan Pasifik barat. Data harian RMM1 dan RMM2 yang tersedia
adalah dari tanggal 1 Juni 1974 berkelanjutan hingga saat ini.
2.4 Prakiraan dengan
Time Series
ARIMA Autoregressive Integrated
Moving Average merupakan salah satu
model peramalan yang berbasis time series yang dikembangkan oleh Box dan Jenkins
1976. Metode ARIMA
memiliki keunggulan dibanding metode lainnya, yaitu
metode Box-Jenkins disusun secara logis dan secara statistik akurat, metode ini
memasukkan banyak informasi dari data historis, dan metode ini menghasilkan
kenaikan akurasi peramalan dan pada waktu yang sama menjaga jumlah parameter
seminimal mungkin Jarret, 1991
Metode ini menggunakan pendekatan iteratif yang mengindikasikan kemungkinan
model yang bermanfaat. Model terpilih, kemudian dicek kembali dengan data historis
apakah telah mendiskripsikan data tersebut dengan tepat. Model terbaik akan diperoleh
apabila residual antara model peramalan dan data historis memiliki nilai yang kecil,
distribusinya random, dan independen. Analisis deret waktu seperti pedekatan Box-
Jenkins, mendasarkan analisis pada data deret waktu yang stasioner.
Penelitian sebelumnya yaitu Evana 2009 menggunakan metode ARIMA untuk
memprediksi nilai RMM1 dan RMM2 menunjukkan bahwa model ARIMA dapat
mengenali pola RMM1 dan RMM2 dengan baik.
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret
hingga Agustus 2011 di Bagian Pemodelan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional LAPAN Bandung dan Laboratorium Klimatologi Departemen
Geofisika dan Meteorologi IPB.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan software
MATLAB versi 2008a, Minitab versi 15, SPSS versi 16.0, Microsoft excel dan
Microsoft word 2007. Sedangkan data yang
digunakan adalah sebagai berikut: a.
Data Wind Profiler Radar WPR daerah Pontianak, Manado, dan Biak berupa
data kecepatan angin zonal harian periode 1 Januari 2007 – 31 Desember
2010 yang diperoleh dari website http:www.rish.kyoto-u.ac.jpradar-
groupblrpontianakdata
b. Data harian Real Time Multivariate MJO
RMM1 dan RMM2 periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2010 yang
diperoleh dari website http:cawcr.gov.austaffmwheelermapr
oomRMMRMM1RMM2.74toRealtime. txt.
c. Data curah hujan bulanan Pontianak
0,00°LS; 109,37°BT, Manado 1,55°LU; 124,93°BT, dan Biak
1,18°LS; 136,10°BT periode Januari 2007–Desember 2010 berbasis observasi
satelit TRMM Tropical Rainfall Measuring Mission
jenis 3B43.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas tiga tahap analisis yaitu:
3.3.1 Analisis Spektral
Analisis spektral yang digunakan yaitu teknik Fast Fourier Transform FFT dan
transformasi wavelet. Analisis spektral pada penelitian ini digunakan untuk melihat periode
osilasi dominan dari setiap gelombang yang tersembunyi dari sebuah data time series.
3.3.2 Metode Korelasi dan Regresi Linear
Metode korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
yaitu kecepatan angin zonal dengan RMM1 dan RMM2. Tahap ini dilakukan untuk
melihat hubungan secara statistik antara dua variabel tersebut. Jika terdapat korelasi yang
nyata dan signifikan maka data kecepatan angin zonal dapat digunakan untuk analisis
selanjutnya, yaitu mengidentifikasi kejadian MJO di Indonesia.
3.3.3 Pemodelaan Berbasis ARIMA 3.3.3.1 Stasioneritas
Kestasioneran data merupakan kondisi yang diperlukan dalam analisis regresi deret
waktu karena dapat memperkecil kekeliruan model. Jika data tidak stasioner maka harus
dilakukan transformasi stasioneritas melalui proses diferensi. Ketidakstasioneran data
diklasifikasikan atas tiga bentuk, yaitu:
1. Tidak stasioner dalam rata-rata hitung,
jika trend tidak datar tidak sejajar sumbu waktu, dan data tersebar
2. Tidak stasioner dalam varians, jika trend
datar atau hampir datar tapi data tersebar membangun pola menyebar atau
menyempit yang meliput secara seimbang trendnya pola terompet.
3. Tidak stasioner dalam rata-rata hitung
dan varians, jika trend tidak datar dan data membangun pola terompet.
Untuk menelaah ketidakstasioneran data secara visual, tahap pertama dapat dilihat pada
plot data atas waktu. Jika belum mendapatkan kejelasan, maka tahap berikutnya dapat
dilakukan dengan melihat gambar plot ACF. Pada gambar ACF, jika datanya tidak
stasioner maka gambarnya akan membangun pola:
a. Menurun, jika data tidak stasioner dalam
rata-rata hitung tren naik atau turun b.
Alternating, jika data tidak stasioner dalam varians
c. Gelombang, jika data tidak stasioner
dalam rata-rata hitung dan varians Mulyana, 2004.
3.3.3.2 Fungsi Autokorelasi ACF dan Fungsi Autokorelasi Parsial PACF
Koefisien autokorelasi menunjukkan keeratan hubungan nilai peubah yang sama
dalam periode waktu yang berbeda Makridakis, 1999. Fungsi autokorelasi
contoh r untuk lag atau beda waktu k yaitu:
∑ Z
Z Z Z
∑ Z
– Z , k
, , , …
Seperti halnya autokorelasi yang merupakan fungsi atas lagnya, yang
hubungannya dinamakan fungsi autokorelasi ACF, autokorelasi parsial juga merupakan
fungsi atas lagnya, dan hubungannya dinamakan Fungsi Autokorelasi Parsial
partial autocorrelation function, PACF. Koefisien autokorelasi parsial mengukur
keeratan hubungan antara Z
t
dan Z
t-k
dengan menghilangkan pengaruh dari Z
t-1
, Z
t-2
,..., Z
t- k+1
. Gambar dari ACF dan PACF dinamakan korelogram correlogram dan dapat
digunakan untuk menelaah signifikansi autokorelasi dan kestasioneran data. Fungsi
autokorelasi parsial pada lag ke-k dinotasikan oleh:
Ø
kk
= Corr Z
1
, Z
t-k
| Z
t-1
, Z
t-2
,..., Z
t-k+1 kk
φ
adalah koefisien korelasi dalam distribusi bivariat
,
t t k
Z Z
−
yang tergantung pada
1 2
1
, ,...,
t t
t k
Z Z
Z
− −
− +
. Dengan kata lain, menentukan korelasi antara dua peubah
dan
t t k
Z Z
−
dengan mengontrol peubah lainnya
1 2
1
, ,...,
t t
t k
Z Z
Z
− −
− +
. Secara umum bentuk fungsi autokorelasi adalah
1 1
2 2
... ,
1,2,...,
j k
j k
j kk
j k
j k
ρ φ ρ φ ρ
φ ρ
= =
−
= +
+ + =
atau dapat ditulis
1 1
1 1
1 2
2 2
1 2
1 ...
1 ...
... 1
k k
k k
k k
kk k
ρ ρ
φ ρ
ρ ρ
φ ρ
ρ ρ
φ ρ
− −
− −
⎛ ⎞ ⎛
⎞ ⎛ ⎞
⎜ ⎟ ⎜
⎟ ⎜ ⎟
⎜ ⎟ ⎜
⎟ ⎜ ⎟
= ⎜
⎟ ⎜ ⎟ ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜ ⎟ ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜ ⎟ ⎜
⎟ ⎝
⎠ ⎝ ⎠ ⎝
⎠ M
M M
M M
Fungsi autokorelasi digunakan untuk menentukan apakah secara statistik nilainya
berbeda signifikan dari nol apa tidak. Untuk itu perlu dihitung simpangan bakunya dengan
rumus sebagai berikut:
√ Nilai ordo dari proses autoregressive dan
moving average dapat diduga secara visual
dari plot ACF dan PACF dari data. Plot tersebut menampilkan distribusi koefisien
autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsial Cryer, 1986.
¾ Model Autoregressive AR Proses Autoregresif seperti namanya,
adalah regresi pada dirinya sendiri. Proses autoregresif
{ }
t
Z
orde p disingkat AR p memenuhi persamaan,
1 1
2 2
...
t t
t p
t p t
Z Z
Z Z
a
φ φ
φ
− −
−
= +
+ + +
2.5 Dimana,
Z
t
= deret waktu stasioner Ø
1
, ..., Ø
p
= koefisien atau parameter dari model autoregressive
Z
t-1
, ..., Z
t-p
= Nilai masa lalu yang berhubungan
a
t
= residual pada waktu t
Model Autoregressive Orde Pertama AR 1
Model AR 1 memenuhi,
1 t
t t
Z Z
a φ
−
= +
2.6 Cryer, 1986.
¾ Model Moving Average MA Pada model moving average, nilai
t
Z
bergantung error orde q sebelumnya. Moving average
orde q atau disingkat MA q memenuhi persamaan,
1 1
2 2
...
t t
t t
q t q
Z a
a a
a
θ θ
θ
− −
−
= − −
− −
2.7 Dimana,
Z
t
= deret waktu stasioner θ
1
, ..., θ
p
= koefisien atau parameter dari model moving average
a
t-q
= residual lampau yang digunakan oleh model
Model Moving Average Orde Pertama MA1
Model MA 1 memenuhi,
1 1
t t
t
Z a
a θ
−
= −
2.8 Cryer, 1986.
¾ 2.5.6 Model Autoregressive- Moving Average ARMA
Jika diasumsikan deret waktu merupakan campuran dari autoregresif dan moving
average maka modelnya menjadi,
1 1
2 2
1 1
2 2
... ...
t t
t p t p
t t
t q t q
Z Z
Z Z
a a
a a
φ φ
φ θ
θ θ
− −
− −
− −
= +
+ + + −
− − −
2.9 Cryer, 1986.
Dimana Z
t
dan a
t
sama seperti sebelumnya, Z
t
adalah konstanta, Ø dan θ adalah koefisien
model.
{ }
t
Z
dikatakan proses campuran autoregressive moving average
orde p dan q, disingkat ARMA p,q.
¾ Model Autoregressive-Integrated-
Moving Average ARIMA
Model ARIMA didapatkan apabila data yang dianalisis merupakan data yang tidak
stasioner sehingga perlu dilakukan proses differensi pembedaan.
Tinjau model AR1:
1 t
t t
Z Z
a φ
−
= +
2.10 Terlihat dari persamaan 2.10 bahwa
t
a
tidak berkolerasi dengan
1 2
, ,...
t t
Z Z
− −
. Agar solusinya stasioner memenuhi persamaan
2.10 haruslah
1
φ
− 1
. Jika
φ
=1
, maka persamaan 2.10 menjadi
1 t
t t
Z Z
a
−
= +
2.11 atau
t t
Z a
∇ =
2.12 dimana
1 t
t t
Z Z
Z
−
∇ = −
adalah pembedaan pertama dari
Z
. Proses stasioner dapat diperoleh dari hasil
pembedaan data yang tidak stasioner. Variabel acak
{ }
t
Z
dikatakan model integrasi autoregresif-moving average jika dibedakan
sebanyak d kali dan merupakan proses ARMA yang stasioner. Disingkat ARIMA p,d,q.
Secara umum persamaan untuk model ARIMA p,1,q,
1 1
2 2
1 1
2 2
... ...
t t
t p t p
t t
t q t q
W W
W W
a a
a a
φ φ
φ θ
θ θ
− −
− −
− −
= +
+ + + −
− − −
2.13 dimana
1 t
t t
W Z
Z
−
= −
, sehingga
1 1
1 2
2 2
3
...
t t
t t
t t
Z Z Z
Z Z
Z
φ φ
− −
− −
−
− =
− +
− +
1 1
1 2
2
...
p t p
t p t
t t
q t q
Z Z
a a
a a
φ θ
θ θ
− − −
− −
−
+ −
+ − −
− −
Sehingga model ARIMA 1,1,1 memenuhi persamaan:
2.14 Cryer, 1986.
Nilai ordo dari proses autoregressive dan moving average
diduga secara visual dari plot PACF dan ACF dari data. Plot tersebut
menampilkan distribusi koefisien autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsial.
Tahapan utama yang diperlukan dalam metode Box-Jenkins adalah:
Gambar 7 Skema pendekatan Box-Jenkins. • Tahap 1: Identifikasi Model
Tahap identifikasi model meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Membuat plot data time plot yang
bermanfaat untuk melihat secara kasat mata apakah data stasioner atau tidak.
b. Memeriksa plot dari fungsi autokorelasi
ACF dan fungsi autokorelasi parsial PACF untuk melihat model dari data.
Apabila ACF signifikan pada lag lead time
q dan PACF menurun secara eksponensial, maka data dapat dimodelkan
dengan model moving average derajat q MA q dan jika ACF turun secara eksponensial
dan PACF signifikan pada lag p, maka data dapat dimodelkan dengan model autoregresif
derajat p AR p. Apabila kedua hal tersebut tidak diperoleh, ada kemungkinan model
merupakan proses gabungan AR dan MA atau ARMA p,q. Jadi untuk menentukan orde
dari proses AR adalah dengan melihat PACF. Sementara proses MA untuk menentukan orde
dari model ini digunakan ACF. Namun baik ACF maupun PACF dari masing-masing
model harus tetap diperhatikan karena bisa saja model yang diperoleh adalah model
ARMA. Oleh karena itu untuk mengidentifikasi model deret waktu lebih baik
digunakan kedua-duanya yaitu ACF dan PACF.
Tabel 3 Identifikasi p dan q melalui nila
ACF dan PACF
ACF PACF Model Tentatif
Cut – off pada lag
ke- q Tails off
MAq Tails off
Cut off
pada lag ke- p
ARp Cut off
pada lag ke- q
Cut off pada lag
ke- p MAq atau ARp,
pilih model terbaik Tails off
Tails off ARMAp, q
Cek pada berbagai kombinasi p dan q.
Misal ARMA1, 1, ARMA1, 2, dsb.
Kemudian pilih model terbaik.
Tails off slowly
Model tidak
stasioner.Perlu proses pembedaan
differencing terlebih dahulu
hingga data menjadi stasioner.
Sumber: Mulyono 2000
• Tahap 2: Pendugaan Parameter Model
Untuk membantu memilih model tentative sementara, menggunakan hasil analisis
autokorelasi dan autokorelasi parsial dengan panjang lag tertentu. Cara yang dapat
dilakukan pada tahap ini yaitu: 1.
Dengan cara mencoba-coba trial and error
yaitu menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut
atau sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan
ditaksir yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa nilai galat sum of
squared residuals
. 2.
Perbaikan secara iteratif yaitu memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan
program komputer memperhatikan penaksiran tersebut secara iteratif.
Makridakis, 1999
• Tahap 3: Pengujian atau Validasi Model
Setelah model ARIMA sementara ditentukan, tahap berikutnya adalah
melakukan pemeriksaan diagnostik untuk
Ya Tidak
Tahap 1: Identifikasi
Tahap 2: Penaksiran
dan Pengujian
Tahap 3: Penerapan
Rumuskan kelompok model-model yang umum
Pemeriksaan diagnostik Penaksir parameter pada
model sementara Penetapan model untuk
sementara
Gunakan model untuk peramalan
menguji kelayakan model sehingga model sementara tersebut cukup memadai. Salah satu
caranya adalah dengan menganalisis galat residual. Galat merupakan selisih antara data
observasi dengan data hasil keluaran model.
• Tahap 4: Prakiraan
Langkah ini merupakan langkah terakhir dimana kita bisa membuat prakiraan
forecasting dari model yang telah kita buat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN