57
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan beberapa bagian yang terkait dengan hasil penelitian yang telah diperoleh. Bagian pertama menguraikan pembahasan hasil penelitian,
yaitu membandingkan dengan konsep, teori, dan berbagai penelitian sebelumnya, yang terkait dengan hasil penelitian ini untuk memperkuat pembahasan dan
interpretasi hasil penelitian. Bagian kedua adalah menjabarkan berbagai keterbatasan selama proses penelitian dengan membandingkan pengalaman
selama proses penelitian yang telah dilakukan dengan proses yang seharusnya dilakukan sesuai dengan aturan. Bagian ketiga menguraikan tentang implikasi
penelitian sesuai hasil penelitian yang telah dilakukan bagi ilmu keperawatan baik dalam pelayanan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan
keperawatan.
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Penelitian ini menghasilkan empat tema. Beberapa diantaranya memiliki sub tema dengan beberapa kategori makna tertentu. Tema tersebut
teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Berikut penjelasan secara rinci
untuk masing-masing tema yang dihasilkan dari penelitian ini : Tema 1. Dampak banjir yang dialami oleh masyarakat
Akibat hujan yang terus-menerus yang disebabkan oleh tingginya permukaan volume sungai dapat mengakibatkan bencana banjir. Setiap
bencana termasuk banjir, tentu saja menimbulkan beragam dampak, pada
penelitian ini dampak yang dirasakan masyarakat akibat terjadinya banjir diantaranya : 1 Rusaknya bangunan dan perabotan rumah; 2 Rusaknya
tempat ibadah; 3 Terbentuknya kesadaran masyarakat; 4 Menjadi terbiasa; 5 Masyarakat mampu memprediksi datangnya banjir dengan sendiri; 6
Perasaan yang dirasakan
Rusaknya bangunan dan perabotan rumah Dampak banjir yang dialami masyarakat salah satunya mengakibatkan
kerusakan. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa terjadi kerusakan bangunan dan perabotan rumah, dimana tempat tinggal masyarakat mengalami
kerusakan hingga berakibat jebol akibat terjangan arus air yang deras dan barang
– barang terendam seperti televisi dan kulkas. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nurhaimi dan Rahayu 2014 melaporkan dampak banjir yang mereka rasakan adalah rusaknya bangunan rumah. Hal
ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jurenzy 2011 yang menyatakan sebanyak 76,67 persen responden memilih akibat dari banjir
adalah hanyutnya berbagai barang dan harta. Kerugian yang dialami oleh reponden rata-rata adalah hanyut dan rusaknya barang-barang berharga
seperti barang-barang elektronik dan peralatan rumah tangga. Kodoatie dan Syarief 2006 memberikan beberapa contoh dampak
atau kerugian banjir antara lain hilangnya nyawa atau terluka, hilangnya harta benda, kerusakan permukiman, kerusakan wilayah perdagangan, kerusakan
wilayah industri, kerusakan areal pertanian, kerusakan system drainase dan
irigasi, kerusakan jalan dan rel kereta api, kerusakan jalan raya, jembatan, dan bandara, kerusakan system telekomunikasi.
Rusaknya tempat ibadah Dampak banjir tidak hanya merusak bangunan, tetapi juga berdampak
secara fisik mengenai sarana dan prasarana umum seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, sarana ibadah dan pelayanan publik. Pada penelitian
ini, didapatkan hasil bahwa ketika banjir besar datang, air banjir bisa mengenai sekitar aula masjid hingga ketinggian 1 meter. Dalam hal ini, untuk
mengembalikan fungsi pelayanan public maka diperlukan rehabilitasi. Menurut BNPB 2013 rehabilitasi bertujuan mengembalikan dan
memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rahabilitasi bangunan
ibadah, bangunan sekolah, infrsatruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan.
Menjadi terbiasa Pada penelitian ini dua dari enam informan mengungkapkan kejadian
banjir membuat mereka menjadi terbiasa dalam melakukan tindakan kesiapsiagaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sagala 2014 yang
melaporkan riwayat bencana banjir yang telah lama terjadi di Kecamatan Baleendah menjadikan masyarakat telah terbiasa melakukan berbagai
tindakan untuk mengurangi risiko yang mereka alami.Hal serupa juga ditemukan pada penelitian yang Awaliyah dkk 2014 yang menunjukkan
bahwa pengetahuan masyarakat dalam mitigasi bencana setelah banjir kategori tinggi karena sebagian besar masyarakat sudah menganggap bahwa
bencana banjir sudah menjadi kebiasaan rutin yang terjadi saat musim hujan, kebiasaan ini sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama sehingga mereka
menganggap bencana banjir sudah menjadi bencana langganan mereka. . Clust, Human Simpson 2007 berpendapat bahwa individu akan
beradaptasi dan belajar selama terlibat dalam situasi bencana sehingga ancaman bencana akan direspon secara serius dan lebih efektif di masa
depan.
Masyarakat mampu memprediksi datangnya banjir dengan sendiri Dampak kejadian banjir membuat masyarakat dapat memprediksi
datangnya banjir
sehingga masyarakat
bisa melakukan
tindakan kesiapsiagaan lebih dini untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jurenzy 2011 di Kelurahan Katulampa yang melaporkan bahwa apabila sudah ada tanda-tanda akan
terjadinya banjir yaitu status ketinggian sungai sudah mencapai siaga 4 hampir seluruh responden menyatakan mereka akan memindahkan barang-
barang berharga mereka ke tempat yang lebih aman. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Dodon 2013 yang mengungkapkan bahwa
sebagian besar masyarakat menjadikan intensitas lamanya hujan turun sebagai sumber informasi yang didasarkan dengan pengalaman mereka
dalam menghadapi bencana banjir.
Masyarakat memerlukan sistem peringatan dini meliputi tanda peringatan dan distriusi informasi jika akan terjadi bencana. Sistem
peringatan dini yang baik dapat mengurangi kerusakan yang dialami oleh masyarakat Gissing dalam Sagala, 2014. Sistem yang baik ialah sistem
dimana masyarakat juga mengerti informasi yang akan diberikan oleh tanda peringatan dini tersebut atau tahu apa yang harus dilakukan jika suatu saat
tanda peringatan dini bencana berbunyimenyala Sutton dan Tierney, 2006.
Perasaan yang dirasakan Respon masyarakat dalam menghadapi bencana banjir sangat
beragam, sesuai dengan pengalaman banjir yang dirasakan oleh masing- masing individu. Secara psikologis salah satu respon yang diungkapkan
masyarakat dapat digambarkan melalui perasaan, perasaan yang muncul pada masyarakat dapat memberikan gambaran nyata mengenai perasaan yang
dirasakan saat terjadi banjir. Menurut Yulaelawati Usman 2008 pengalaman yang dirasakan individu saat terjadi bencana dapat membuat
seseorang menajadi trauma terhadap bencana, respon yang ditunjukkan membuat seseorang menterjemahkan melalui ungkapan respon dan ekspresi,
diantaranya marah, sedih, kehilangan, menyesal hingga depresi. Kejadian banjir seharusnya menjadikan masyarakat waspada terhadap
dampak yang ditimbulkan Rohman Suroso, 2012. Dampak yang dialami masyarakat, khususnya dampak sosial dan dampak ekonomi secara langsung
mempengaruhi sikap masyarakat terhadap bencana yang ada. Masyarakat
menjadikan dampak ekonomi dan sosial sebagai pertimbangan mereka yang paling utama dalam menghadapi bencana banjir Sagala, 2014. Berdasarkan
dari hasil penelitian ini, menurut peneliti berbagai dampak banjir telah dialami oleh masyarakat ketika terjadi banjir, untuk itu dibutuhkan tindakan
pencegahan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan.
Tema 2. Sumber pengetahuan program penanggulangan banjir
Pengetahuan sebagai fakta atau kondisi dari mengetahui sesuatu dengan derajat pemahaman tertentu melalui pengalaman, asosiasi, atau
hubungan Mohanty et al, dalam Pangesti, 2012. Pengetahuan terhadap bencana merupakan alasan utama seseorang untuk melakukan kegiatan
perlindungan atau upaya kesiapsiagaan yang ada Sutton dan Tierney, 2006. Pada penelitian ini, sumber pengetahuan yang diperoleh masyarakat
mengenai kesiapsiagaan bencana banjir diperoleh dari pengalaman melewati kejadian banjir, media massa televisi dan koran, wawasan dari Tim SAR,
penyuluhan dari RT atau kelurahan dan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dompet dhuafa.
Pengalaman melewati kejadian banjir Pengalaman merupakan salah satu cara untuk memperoleh kebenaran
dari suatu pengetahuan Pangesti, 2012. Pada penelitian ini lima dari enam informan mengungkapkan hal yang mereka ketahui saat terjadi
bencana banjir yang pertama kali dilakukan sesuai dengan pengalaman
mereka adalah evakuasi. Dodon 2013 yang melakukan penelitian di Kelurahan Baleendah didapatkan bahwa kesiapsiagaan yang mereka
lakukan didapatkan berdasarkan pengalaman pribadi mereka dalam menghadapi bencana banjir yang berulang kali melanda wilayah mereka.
Namun hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Takao, et al 2004 yang menyatakan bahwa pengalaman kebanjiran tidak memiliki
keterkaitan dalam meningkatkan upaya kesiapsiagaan bencana. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rohman dan Suroso 2012
mengatakan bahwa pengalaman rumah tangga mengenai kejadian banjir sebelumnya
tidak menentukan
tindakan kesiapsiagaan
dalam mengantisipasi bencana. Masyarakat memiliki pemahaman sendiri
terhadap banjir yang sudah mereka alami selama bertahun-tahun, dengan pengalaman kejadian banjir ini membuat masyarakat melakukan tindakan
kesiapsiagaan berdasarkan pengetahuan masyarakat terhadap banjir yang telah mereka alami.
Media massa televisi dan koran Setiap individu akan berbeda cara menginterpretasikan pengetahuan
mengenai upaya kesiapsiagaan masyarakat PROMISE, 2009. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa dua dari enam informan mengatakan
pengetahuan mengenai upaya kesiapsiagaan banjir diperoleh dari media massa seperti koran dan televisi. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dodon 2013 yang melaporkan bahwa sumber informasi bencana yang diperoleh masyarakat berasal dari ajakan
tetangga, instruksi tokoh masyarakat, berita tv dan radio, dan selebarankoran. Yuwanto dkk 2014 mengungkapkan media memiliki
peran penting dalam bencana alam, melalui media informasi mengenai bencana alam dapat tersebar ke berbagai penjuru dunia. Informasi mengenai
jenis bencana, informasi mengenai kapan terjadinya bencana, informasi mengenai lokasi bencana, dampak, dan kebutuhan korban bencana alam
dapat terekam dan tersampaikan melalui pemberitaan. Salah satu pusat media informasi bencana alam di Indonesia yaitu
media center. Mediacenter ini selain sebagai pusat informasi bencana alam terbaru juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat yang
memberikan informasi tentang tata cara dan teknis penanganan bencana alam,sekaligus sebagai media sosialisasi wilayah rawan bencana alam
Indonesia media center, 2014. Masyarakat dapat mengakses informasi mengenai kesiapsiagaan bencana banjir mealui media cetak dan elektornik
seperti buku, koran, majalah, internet, radio dan televisi.
Wawasan dari Tim SAR Pemerintah dalam hal ini erat kaitannya dalam memberikan
informasi mengenai kesiapsiagaan bencana banjir bagi masyarakat. Seorang informan mengungkapkan bahwa dirinya memperoleh pengetahuan
mengenai kesiapsiagaan banjir didapatkan dari tim SAR dan pihak posko banjir dengan memberikan wawasan dalam melakukan pertolongan pertama.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dodon 2013 yang melaporkan sumber informasi bencana datang dari instruksi kepala dusun
dan perangkat RTRW serta petugas Kelurahan. Mereka menyatakan mendapatkan materi kesiapsiagaan yang diadakan mulai dari Balai Besar
Wilayah Sungai Citarum BBWS Citarum, TNI dan Tim Sar Kabupaten Bandung. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2006 tentang pencarian
dan pertolongan, pelaksanaan SAR yang meliputi usaha dan kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau
menghadapi bahaya dalam musibah pelayaran, danatau penerbangan, atau bencana atau musibah lainnya dikoordinasikan oleh Basarnas yang berada
di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Penyuluhan dari RT atau Kelurahan Disisi lain salah satu informan juga mengungkapkan memperoleh
pengetahuan mengenai kesiapsiagaan bencana banjir yang diperoleh melalui penyuluhan RT atau Kelurahan. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Jurenzy 2013 yang menyatakan bahwa RT dan RW sangat berperan dalam membantu pemerintah untuk melakukan sosialisasi
penanggulangan bencana kepada masyarakat seperti penyuluhan, pelatihan , pengawasan dalam izin mendirikan bangunan sesuai dengan tata ruang
wilayah, mengadakan forum-forum khusus mengenai kebencanaan, membantu memindahkan masyarakat yang terkena banjir ke daerah
evakuasi, membuat tanda peringatan bahaya dan lainnya.
Tim siaga bencana dompet dhuafa
Kesiapan bencana pada tingkat individu dapat diukur dari tiga parameter yaitu, pengetahuan, perencanaan emergensi individu, dan
kapasitas akan sumber mobilisasi Rachmalia dalam Pangesti, 2012. Kesiapan individu terhadap bencana juga ditunjukkan oleh adanya
pengetahuan, keterampilan skills, dan kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar dari pengalaman yang diaplikasikan secara nyata
saat kondisi darurat Clust, Human Simpson, 2007. LSM Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan salah satu sumber informasi yang
masyarakat dapatkan mengenai upaya kesiapsiagaan banjir. Hal ini sesuai dengan penelitian dilakukan oleh Jurenzy 2011 yang didapatkan bahwa
sebanyak 30 responden yang mengalami bencana banjir terdapat 23,33 persen responden yang sudah pernah mengikuti latihan upaya
penanggulangan banjir sedangkan yang sudah pernah mengikuti pendidikan mengenai bencana banjir hanyalah 16,67 persen.
Dalam penelitian ini, masyarakat berupaya mencari informasi melalui penyuluhan
– penyuluhan yang diadakan oleh LSM terkait kesiapsiagaan bencana banjir. Upaya yang dapat dilakukan masyarakat
dalam menghadapi bencana banjir diantaranya mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan-pelatihan dalam menghadapi bencana, seperti
pelatihan pertolongan pertama pada kondisi tanggap darurat PROMISE 2009 .
Menurut LIPI UNESCOISDR 2006 kesiapsiagaan individu dan rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir salah
satunya adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk
kesiapsiagaan. Dari hasil diskusi kelompok FGD mengenai sumber pengetahuan yang diperoleh masyarakat dalam menghadapi bencana banjir
masih belum maksimal dalam penerapannya, pihak pemerintah diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat secara serius dalam hal
kesiapsiagaan melalui promosi kesehatan, penyuluhan, pendidikan kesehatan dan simulasi.
Tema 3. Upaya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir
Bahaya bencana dapat terjadi dimana saja, kapan saja dengan atau tanpa peringatan, maka sangat penting bersiapsiaga terahadap bencana
untuk mengurangi risiko dampaknya. Kesiapsiagaan menurut Gregg 2004 bertujuan untuk meminimalkan efek samping bahaya melalui
tindakan pencegahan yang efektif, tepat waktu, memadai, efesiensi untuk tindakan tanggap darurat dan bantuan saat bencana. Tindakan yang
dilakukan oleh masyarakat diantaranya membersihkan lingkungan dan membuang sampah, evakuasi diri, menaikkan barang
– barang, membersihkan lantai dan perabotan rumah.
Membersihkan lingkungan dan membuang sampah
Salah satu upaya yang dapat dilakukan masyarakat dalam mencegah terjadinya bencana banjir yaitu menentukan langkah- langkah
menghadapi bencana banjir Dodon, 2013. Pada penelitian ini dua
informan melakukan tindakan membersihkan lingkungan dan membuang sampah pada tempatnya sebagai tindakan pencegahan bencana banjir.
Penelitian yang dilakukan Jurenzy 2011 melaporkan mengenai pengetahuan responden dalam mengurangi resiko banjir yaitu sebanyak
73,33 persen tindakan yang dilakukan adalah membuang sampah pada tempatnya. Membersihkan lingkungan dan membuang sampah pada
tempatnya merupakan salah satu yang dapat dilakukan masyarakat sebagai tindakan pencegahan bencana banjir sehingga dapat mengurangi resiko
terjadinya bencana banjir. Evakuasi diri
Dampak bencana alam umumnya menimbulkan berbagai kerusakan dan kerugian. Kerusakan dan kerugian dari bencana alam ini
mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan untuk meminimalisir kerugiankerusakan yang ada Lindell and Whitney, 2000.Pada penelitian
ini hasil penelitian menunjukkan bahwa semua informan mengungkapkan upaya kesiapsiagaan yang dilakukan pertama kali adalah evakuasi diri.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Nurhaimi dan Rahayu 2014 melaporkan bahwa hampir semua responden dalam penelitiannya
mengatakan tindakan yang dilakukan pada saat banjir mengungsi baik ke tempat pengungsian, rumah kerabat, atau rumah lainnya yang aman.
Kesiapan bencana yang sesungguhnya harus dimilki tiap individu adalah kesiapan bencana untuk menyelamatkan diri, membantu anggota keluarga,
teman, dan warga sekitar saat bencana terjadi Kapucu, 2008.
Menaikkan barang – barang
Kesiapsiagaan adalah suatu upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari
jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat dikemudian hari Gregg et al., 2004; Perry and
Lindell, 2008.
Pada penelitian
ini sebagian
besar informan
mengungkapkan tindakan yang dilakukan dalam kesiapsiagaan bencana banjir yaitu mengevakuasi barang
– barang berharga ke tempat yang lebih aman. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Jurenzy 2011 yang menyatakan bahwa persiapan masyarakat dalam menghadapi bencana khususnya untuk pengamanan barang-barang
berharga yang mereka amankan biasanya adalah surat-surat penting, televisi, kulkas, dan lain-lain. Temuan ini membenarkan temuan Tokai
dalam Dodon 2004 yang menyatakan bahwa masyarakat cenderung melakukan tindakan kesiapsiagaan ketika dampak bencana banjir mulai
mengancam mereka.
Membersihkan lantai dan perabotan rumah Upaya kesiapsiagaan bertujuan untuk memastikan bahwa sumber
daya yang diperlukan untuk tanggap dalam peristiwa bencana dapat digunakan secara efektif pada saat bencana dan tahu bagaimana
menggunakanya Sutton and Tierney, 2006. Dalam penelitian ini tindakan yang dilakukan masyarakat adalah membersihkan lantai dan perabotan
rumah serta mengeluarkan dan membersihkan air dan lumpur yang sempat masuk rumah. Masyarakat direpotkan setelah banjir reda dengan kondisi
rumah yang kotor, bau, dan berantakan. Membersihkan rumah pasca banjir menurut Mistra 2007 meliputi, banjir sudah reda, gunakan alat
pengaman, padamkan listrik, maksimalkan udara masuk, buang semua makanan yang terkena air banjir, keluarkan semua perabotan rumah, cat
dinding rumah, sterilkan dengan desinfektan. Kesiapsiagaan memiliki langkah-langkah yang memungkinkan
unit-unit yang berbeda, dimulai dari individu, rumah tangga, organisasi, komunitas, dan masyarakat untuk merespon dan mengembalikan keadaan
menjadi normal pada saat terjadi bencana Sutton dan Tierney, 2006. Berdasarkan dari hasil penelitian ini, menurut peneliti pentingnya tindakan
kesiapsiagaan yang dilakukan masyarakat yang telah lama hidup berdampingan dengan bencana banjir menjadikan masyarakat memiliki
kesiapsiagaan tersendiri dalam mengurangi dampak yang mereka rasakan, namun masih harus ditingkatkan guna meminimalisir kerugian atau
kerusakan yang dtimbulkan.
Tema 4. Peran pemerintah dalam menghadapi bencana banjir
Masalah banjir tidak hanya menjadi masalah orang yang tertimpa banjir tetapi juga menjadi masalah pemerintah setempat. Kesiapsiagaan
bencana dapat didefinisikan sebagai upaya yang memungkinkan pemerintah, organisasi, komunitas dan individu untuk merespon kejadian
bencana secara cepat dan efektif Carter, 2008. Seperti halnya
kesiapsiagaan yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah memiliki peran yamg sangat penting dalam penanggulangan bencana banjir. Menurut UU.
No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menyatakan bahwa penyelenggaraan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisikio timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Pada
penelitian ini penanggulangan banjir yang telah dilakukan Pemerintah diantaranya pembuatan tanggul, pengerukan kali, pengadaan rumah
pompa, relokasi pemukiman, Tim penanggulangan banjir, dapur umum dan logistic, pengadaan alat
– alat banjir dan layanan kesehatan puskesmas.
Pembuatan tanggul
Solusi pengurangan risiko banjir yang diterapkan di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Solusi pengurangan risiko banjir yang telah
dilakukan pemerintah yaitu pembuatan tanggul. Hal ini sesuai dnegan teori yang dikemukakan Plate 2002 bahwa solusi pengurangan risiko bencana
dilakukan dengan pendekatan secara teknis klasik dan struktural dimana masalah banjir dapat diselesaikan dengan metode-metode hidrologis,
seperti studi hidrologi tentang bahaya banjir dan penyelesaian pembangunan infrastruktur contoh: pembuatan kanal, saluran air,
pembuatan tanggul raksasa dan lain-lain. Selain itu, dalam mengurangi risiko banjir, pendekatan struktural
dapat dilakukan dengan memodifikasi struktur lingkungan melalui
pembangunan tanggul di bantaran sungai; perbaikan saluran bandul, saluran pematang, waduk dan metode untuk mempercepat atau
melambatkan arus air, memperdalam dan meluruskan atau melebarkan saluran; perbaikan tanah pengendalian selokan, memodifikasi praktik
tanam, konservasi tanah, revegetasi dan stabilisasi lereng Sagala, et al 2014
.
Pengerukan kali Proyek Jakarta Emergency Dradging Initiative JEDI atau proyek
pengendalian banjir melalui normalisasi dan pengerukan 13 sungai di Jakarta dimulai pada pertengahan tahun 2012. Kali Pesanggrahan
sepanjang 27 kilometer dari Cirendeu sampai Cengkareng mengalami normalisasi. Pelebaran badan sungai dilakukan dari semula 15 m menjadi
40 m, pelebaran Kali Pesanggrahan tersebut dilengkapi dengan pembuatan tanggul beton di sepanjang badan sungai dengan tinggi 3 m dan juga
pengerukan sungai Rezza, 2011. Semua informan pada penelitian ini mengungkapkan upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi
dampak bencana banjir yaitu pengerukan kali yang dinilai masyarakat sangat bermanfaat untuk mengurangi kerusakan yang terjadi.
Menurut Danapriatna 2009 salah satu cara untuk mengurangi terjadinya luapan banjir adalah dengan meningkatkan kapasitas saluran
yang ada. Pekerjaan perbaikan dan pengaturan alur sungai dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas angkut dari alur alami, atau memungkinkan
elevasi air banjir lebih rendah daripada yang terjadi alami. Pekerjaan
perbaikan dan pengaturan alur sungai menurut Darsono dalam Danapriatna 2009 menyangkut hal berikut ini : Pendalaman dan atau pelebaran alur
termasuk pengerukan; b mengurangi kekasaran alur; c pelurrusan atau pemendekan alur sodetan; d mengatur pola aliran; e pengendalian
erosi; f pengerukan
Pengadaan rumah pompa Pada penelitian ini tiga dari enam informan mengungkapkan peran
Pemerintah yang lainnya yaitu pengadaan rumah pompa yang berfungsi untuk mengurangi debit air sungai saat terjadi banjir. Untuk mengatasi
dampak banjir di Jakarta, pemerintah Jakarta telah mempersiapkan cara untuk menanggulangi bahaya banjir seperti membangun waduk,
sosialisasi, pelatihan dan lain-lain, sedangkan pembuatan 2.000 sumur resapan oleh Pemda DKI maupun perbaikan pompa-pompa air di berbagai
lokasi dilakukan untuk mengurangi dampak bencana banjir BPBD DKI Jakarta, 2013
Relokasi pemukiman
Penelitian yang dilakukan oleh Harliani 2014 yang melaporkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kedekatan hubungan
sosial yang biasa saja tidak mengetahui rencana relokasi dari pemerintah, sedangkan responden yang memiliki kedekatan hubungan sosial sangat
erat dengan tetangganya sebagian menjawab mengetahui mengenai
rencana relokasi dari pemerintah. Walaupun demikian, dalam penelitian ini semua informan menyebutkan mengenai adanya isu relokasi
pemukiman yang akan dilakukan pada sebagian rumah yang ada disekitar bantaran kali Pesanggrahan.
Relokasi penduduk juga merupakan salah satu kebijakan yang biasa dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi masyarakat dari
ancaman bencana alam, bahkan menjadi solusi yang populer dalam pengelolaan bencana Whiteford dan Tobin, 2004. Salah satu kegagalan
yang terjadi dalam melakukan program relokasi ini yaitu masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi Pemerintah dalam mensosialisasikan rencana relokasi permukiman secara resmi dan merata kepada seluruh masyarakat
agar tidak terjadi kesimpangsiuran mengenai informasi atau pemahaman tentang relokasi yang direncanakan oleh pemerintah.
Tim penanggulangan banjir satkorlak
Pada penelitian ini empat dari enam informan mengatakan di wilayah RT 001 Kelurahan Bintaro sudah terdapat tim penanggulangan
banjir satkorlak. Sejalan dengan hasil penelitian Jurenzy 2011 yang
melaporkan pada masa tanggap darurat, pemerintah setempat membentuk tim penyelamatan yang terdiri atas SATKORLAK Satuan Koordinasi
Pelaksana dan ketua-ketua RT yang gunanya adalah untuk membantu masyarakat dalam masa tanggap darurat seperti evakuasi ketempat yang
lebih aman dan menjamin keselamatan anggota keluarga lainnya. Saat
banjir terjadi, satkorlak melakukan penyelamatan, menutup tanggul yang bocor atau limpas, baru setelah banjir terjadi memperbaiki kerusakan
akibat banjir Adhi, 2010. Dapur umum dan Logistik
Hasil penelitian ini menyebutkan pemerintah dalam hal kesiapsiagaan banjir memberikan bantuan seperti menyediakan dapur
umum dan logistik, bantuan tersebut bahannya diperoleh dari pemerintah ataupun swadaya masyarakat berupa air mineral dan makanan ringan.
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Gresik oleh Rohman Suroso 2012 pada 156 responden didapatkan bahwa sebagian besar rumah
tangga 69 menjawab tidak pernah menyiapkan cadangan dan makanan sebelum banjir terjadi. Kecenderungan responden memilih kurang setuju
maupun tidak setuju adalah karena anggapan responden mengenai pasokan makanan itu sendiri. Mereka menyatakan bahwa menyiapkan pasokan
makanan tidak terlalu penting karena di sekitar daerah rawan banyak terdapat warung yang dapat menyediakan bahan kebutuhan pokok. Selain
itu berdasarkan pengalaman responden dari banjir tahun lalu, pemerintah biasanya memberikan pasokan bahan makanan selama satu minggu kepada
korban banjir. Sumber daya yang mendukung adalah salah satu indikator
kesiapsiagaan yang mempertimbangkan bagaimana berbagai sumber daya yang ada digunakan untuk mengembalikan kondisi darurat akibat bencana
menjadi kondisi normal ISDRUNESCO, 2006. Sumber daya menurut
Sutton dan Tierney 2006 dibagi menjadi 3 bagian yaitu sumber daya manusia, sumber daya pendanaanlogistik, dan sumber daya bimbingan
teknis dan penyedian materi. Pengadaan alat-alat banjir
Kesiapsiagaan bencana dilakukan dengan cara mempersiapkan diri dengan perlengkapan yang efektif Cappola, 2007 dengan tujuan untuk
meningkatkan keselamatan dan melindungi nyawa manusia Sutton and Tierney, 2006. Para informan mengatakan berbagai macam alat telah
disiapkan dalam menanggulangi bencana banjir seperti perahu karet, tambang, mesin pompa air dan kendaraan untuk ambulan.Untuk
penanggulangan banjir bidang kesehatan, fasilitas yang penting untuk digunakan meliputi obat, bahan-bahan habis pakai, bahan sanitasi, alat
kesehatan, sarana penunjang lapangan genset, tenda, identitas, petugas, alat komunikasi serta transportasi Nurul, 2010.
Layanan kesehatan puskesmas
Peran pemerintah dalam penanggulangan banjir salah satu hal yang penting adalah layanan kesehatan puskesmas. Program puskesmas sangat
penting peranannya dalam membantu masyarakat untuk mengurangi dampak penyakit pasca banjir. Dalam penanggulangan bencana bidang
kesehatan, pada dasarnya tidak dibentuk sarana dan prasarana secara khusus, tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya
saja intensitas pemakaiannya ditingkatkan seperti halnya sumber daya
yang lain Depkes, 2007. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurul 2010 melaporkan gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan
dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 sebagian besar 68,1 sumber daya
manusia kesehatan yang bekerja di lingkungan Dinas Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta menyatakan siap siaga dalam bekerja menghadapi
bencana banjir dan 31,9 yang menyatakan tidak siap siaga. Sumber daya kesehatan yang bekerja bagi masyarakat salah satunya adalah perawat,
peran perawat komunitas sebagai pelaksana kesehatan dalam mencapai tujuan kesehatan melalui upaya promotif dan preventif dalam kaitannya
untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat Iqbal Nurul, 2009
..
Tindakan kesiapsiagaan yang dilakukan masyarakat dilakukan setelah masyarakat mengalami kerugian dan kerusakan yang besar akibat
bencana alam Lindell and Whitney, 2000. Selama ini masih banyak masyarakat yang mengantungkan kesiapsiagaan dan mitigasi kepada
pemerintah dengan mengabaikan kesiapsiagaan pribadi masing-masing Matsuda dan Okada, 2006.
Pengurangan risiko bencana yang dilakukan oleh pemerintah menurut Sagala dkk 2014 perlu mempertimbangkan kesiapsiagaan
masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana banjir. Upaya yang dilakukan Pemerintah sampai saat ini sudah demikian banyak namun
banjir masih saja terjadi. Peran masyarakat dalam hal ini perlu ditingkatkan agar masalah banjir dapat diatasi salah satunya dengan tidak
membuang sampah sembarangan dan mendirikan bangunan di bantaran sungai.
B. Keterbatasan