TINJAUAN PUSTAKA Komponen Biologi
seluruh perairan yang berkarang di dunia. Perairan Teluk Jor terletak di bagian timur Pulau Lombok memiliki kondisi perairan relatif tenang dengan hamparan
terumbu karang yang sangat luas merupakan salah satu habitat lobster.
Priyambodo dan Sarifin 2008. Menurut
Priyambodo dan Sarifin 2008 s pesies lobster yang dibudidayakan
adalah benih yang tertangkap dari perairan sekitar Lombok. Dua spesies lobster yang sering ditangkap adalah lobster mutiara Panulirus ornatus dan lobster pasir
Panulirus homarus, sedangkan sebagian kecil jumlah yang tertangkap adalah lobster bambu Panulirus versicolor dan lobster batik Panulirus longipes.
Spesies Panulirus homarus dan Panulirus ornatus adalah dua lobster lebih berharga untuk pemasaran. Jenis lobster tersebut pertumbuhannya paling tinggi
jika dibandingkan dengan lobster lainyya Panulirus versicolor, Panuliru homarus dan Panulirus polyhagus, di alam dapat ditemukan dengan bobot badan 4,2
kgekor.
Udang karang bersifat nocturnal yaitu melakukan aktifitas mencari makan pada malam hari, pada siang hari mereka bersembunyi di tempat-tempat yang
gelap dan terlindung di dalam lubang-lubang batu karang. Udang karang bertelur sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada awal musim hujan. Sebagai
contoh di perairan Pangandaran udang karang ditemukan bertelur sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada bulan Oktober Setyono 2006.
Menurut Subani 1984 lobster dapat digolongkan binatang yang mengasuh benihnya walaupun sifatnya hanya sementara. Lobster betina yang sedang
bertelur melindungi telurnya dengan cara meletakkan atau menempelkan butir- butir telurnya di bagian bawah badan abdomen sampai telur tersebut dibuahi dan
menetas menjadi larva lobster. Menjelang akhir periode pengeluaran telur dan setelah dibuahi, lobster akan bergerak menjauhi pantai dan menuju ke perairan
karang yang lebih dalam untuk penetasan.
Komponen Biofisik Perairan
Kualitas air akan sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan hewan yang dipelihara. Khusus untuk budidaya dalam kurungan yang dibangun di laut,
selain kondisi air kualitas in situ juga perlu diperhatikan pola aliran air arus, gelombang dan angin, pasang surut, kedalaman perairan, salinitas kadar garam,
pH keasaman, kandungan oksigen terlarut, dan kondisi dasar perairan lumpur, pasir, batu. Pemilihan lokasi untuk budidaya pembesaran lobster tidak jauh
berbeda dengan persyaratan untuk budidaya biota laut pada umumnya Pillay 1990.
Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28
o
- 32
o
C. Pada suhu 18
o
-25
o
C, ikan masih bertahan hidup, tetapi nafsu makannya menurun. Suhu air laut 12
o
-18
o
C mulai berbahaya bagi ikan, sedangkan pada suhu di bawah 12
o
C ikan tropis mati kedinginan. Kenaikan suhu air sebesar 10
º
C akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen hewan akuatik sebesar dua
kali lipat Mayuna et al. 1995.
Suhu air laut dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air.
Semakin tinggi suhu air, semakin rendah daya larut oksigen dalam air, dan sebaliknya. Pengaruh suhu secara tidak langsung lainnya adalah mempengaruhi
metabolisme, daya larut gas-gas, termasuk oksigen serta berbagai reaksi kimia di dalam air. Selain itu kegiatan bakteri nitrifikasi, yaitu Nitrobakter dan
Nitrosomonas juga dipengaruhi suhu Kordi 2007.
Ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun 0,03
º
C. Suhu air yang baik, dan layak untuk usaha budidaya ikan laut adalah 27-32
º
C. Peningkatan suhu menyebabkan kadar oksigen terlarut turun dan selanjutnya akan
mempengaruhi metabolisme seperti laju pernapasan dan konsumsi oksigen serta meningkatnya karbondioksida. Perubahan suhu yang ekstrim dapat menghambat
pertumbuhan ikan, karena energi untuk pertumbuhan habis digunakan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan suhu yang ekstrim Gunarso 1985.
Kecerahan
Tingkat kecerahan yang tinggi sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya lobster. Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk
menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kecerahan air adalah faktor yang sangat penting untuk pemeliharaan lobster, hal ini disebabkan lobster selalu
berada di dasar jaring sepanjang waktu. Oleh karena itu jika kecerahan air sangat rendah akan sulit untuk melihat kondisi kesehatan ikan. Untuk budidaya perikanan
laut kecerahan air yang disyaratkan 5 meter KLH 2004. Penelitian di Jepang menunjukkan
lobster memiliki
kebiasaan nokturnal,
dan cenderung
mempertahankan aktivitas pola variasi diurnal setelah terjadi perubahan kondisi perairan, tetapi periode variasi cenderung diper singkat Koike et al 1996.
Menurut Davis dan Cornwell 1991 kekeruhan menggambarkan sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipertebal oleh
bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan
anorganik dan bahan faktor seperti plankton dan mikroorganisme lainnya. Kecerahan air laut ditentukan oleh kekeruhan air laut sendiri dari kandungan
sedimen yang dibawa oleh aliran air sungai.
Padatan tersuspensi TSS
Padatan tersuspensi TSS merupakan partikel-partikel organik dan anorganik yang berasal dari pengikisan tebing dan dasar sungai, reklamasi pantai,
buangan industri, bangunan rumah tangga dan tanah pertanian yang kesemuanya dapat terakumulasi dalam perairan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan
mengganggu pernapasan ikan dan hewan akuatik lainnya, karena partikel-partikel tersebut dapat menutupi insang, sehingga proses pengambilan oksigen akan
terganggu dan akhirnya berakibat pada kematian Mayunar et al. 1995.
Menurut Kordi et al. 2007 dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai di mana masih ada kemungkinan terjadi proses
asimilasi dalam air, lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik
untuk kehidupan ikan. Padatan tersuspensi perairan yang baik untuk usaha budidaya perikanan lautan adalah 5-25 ppm.
Kecepatan arus
Kecepatan arus
merupakan faktor
ekologi yang
primer untuk memungkinkan terjadinya aerasi, tanaman dapat memperoleh unsur hara secara
tetap, dan terhindar dari bahan-bahan tersuspensi dalam air silt dan epiphyt. Berdasarkan syarat budidaya, kecepatan arus yang ideal untuk budidaya rumput
laut adalah 20 – 40 cmdet Mubarak et al. 1990. Kecepatan arus tertinggi
mencapai nilai lebih dari 40 cmdet terjadi pada bulan Januari, Maret dan tertinggi di bulan Juli 2013 mencapai 55 cmdet. Pada kondisi tersebut, wilayah yang
terkena dampak paling tinggi adalah perairan teluk yang berada di daerah Lombok Barat, di mana terlihat arah arus hampir sepanjang tahun mengarah ke dalam
perairan teluk yang berada di Kabupaten Lombok Barat Manoppo et al. 2014.
Sutarmat et al. 2003 dalam budidaya ikan di jaring apung, arus air atau pergerakan air sangat penting dan perlu diperhatikan. Arus air berperan dalam
penggantian air yang ada di dalam karamba jaring apung, sebagai suplai oksigen yang sangat diperlukan bagi ikan untuk bernafas, membersihkan sisa-sisa atau
hasil sekresi yang di dalam jaring apung. Besarnya penggantian air juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan kepadatan ikan di dalam
karamba jarring apung. Perhitungannya didasarkan pada kemampuan seberapa besar arus air dapat menyediakan oksigen yang dibutuhkan oleh ikan.
Menurut Barg 1992 laju pergantian air oleh arus dan pasang surut berperan di dalam proses pembuangan limbah dan memasok oksigen. Pengenceran atau
penyebaran areal dan sedimentasi dari pembuangan limbah dan dampaknya terhadap ekologi sekitar lokasi budidaya ditentukan oleh dinamika arus dan
kedalaman badan air yang menerima beban limbah.
Pasang surut
Pasang surut adalah proses naik turunnya paras laut sea level secara berkala yang timbul oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa, terutama
matahari dan bulan, terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya jauh lebih dekat, maka
pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar dari pada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih
besar daripada gaya tarik matahari. Fenomena ini memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan, sehingga menyebabkan kondisi
fisik perairan yang berbeda-beda Dahuri et al. 1996.
Menurut Wyrtki 1961 pasang surut adalah fenomena naik turunnya muka air laut terhadap suatu datum bench mark akibat pengaruh gaya tarik bulan,
matahari, dan benda langit lainnya, serta dimodifikasi oleh faktor lokal seperti bentuk garis pantai, topografi dasar, dan efek meteorologi. Tipe pasut di Selat
Lombok dan Selat Sape dipengaruhi oleh pasut dari Laut Jawa dan dari Samudera Hindia yang keduanya bertipe campuran semi diurnal, sebagaimana di lihat pada
komponen-komponen pasut di Sanur, Ampenan dan Lembar.
Kedalaman air
Lobster biasanya ditemukan di daerah umumnya tenang yang dipengaruhi oleh debu terestrial khas teluk atau daerah laguna dengan kedalaman 30 meter,
lobster juga sering ditemukan hidup di antara terumbu karang, bawah karang besar, laguna dengan sirkulasi air yang baik, dan karang terpapar dalam air yang
lebih dalam Prescott 1980.
Sunyoto 1993 mengemukakan bahwa kedalaman perairan untuk karamba jaring apung paling sedikit 1 satu meter yaitu jarak dari dasar karamba ke dasar
perairan. Kedalaman air sebaiknya 15-30 meter pada waktu pasang surut, jika terlalu dangkal, lumpur dan kotoran air laut akan dengan mudah terakumulasi oleh
ombak. Jika lokasi perairan terlalu dalam sulit untuk penempatan jangkar sebagai tambahan agar KJA tidak bergerak Sutarmat et al. 2003.
Komponen Biokimia
Beberapa faktor biokimia yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi penempatan KJA antara lain : pH, salinitas, oksigen terlarut, senyawa nitrogen,
amonia, nitrat dan nitrit. Observasi pada umumnya adalah dengan memanfaatkan parameter lingkungan seperti suhu dan kualitas air sebagai parameter yang
mempengaruhi keberlangsungan hidup hewan Andrewartha et al. 2015.
pH
Menurut Mackereth et al. 1989 pH terkait sangat erat dengan kandungan karbon dioksida dan alkalinitas. Makin tinggi nilai pH makin tinggi nilai
alkalinitas dan makin rendah karbondioksida bebas. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan dengan pH rendah. Pada
kondisi alkalis pH tinggi lebih banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi dan bersifat toksik. Amonia lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme
akuatik dibandingkan amonium.
Proporsi dari total amonia nitrogen yang tidak terionisasi NH
3
akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan pH. Pengaruh dari pH bagi konsentrasi
amonia tidak terionisasi sangat tinggi dibandingkan pengaruh suhu Boyd 1982. Proses biokimiawi perairan seperti nitrifikasi sangat dipengaruhi oleh nilai pH.
Proses nitrifikasi akan berakhir jika pH bersifat asam. Pada pH 4,5-5,5 proses nitrifikasi akan terhambat. Bakteri pada umumnya tumbuh dengan baik pada pH
netral dan alkalis. Oleh karena itu proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat pada kondisi pH netral dan alkalis. Jika dalam suatu perairan terdapat
bahan organik yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaranya adalah karbondioksida Effendi 2003.
Salinitas
Nontji 1993 salinitas ialah jumlah berat semua garam yang terlarut dalam satu liter, biasanya di
nyatakan dengan satuan ‰ permil, gram per liter. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromide dan iodide telah digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi.
Mayunar et al. 1995 mengemukakan bahwa perairan laut mempunyai kestabilan salinitas yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan perairan payau.
Perubahan salinitas lebih sering terjadi pada perairan dekat pantai, hal ini disebabkan banyaknya air tawar yang
masuk baik melalui sungai maupun “run off
” terutama pada waktu musim hujan. Boyd dan Lichtckoppler 1979 mengemukakan bahwa sebagian besar ikan
muda lebih sensitif terhadap perubahan salinitas bila dibandingkan ikan dewasa. Peningkatan salinitas, selain berpengaruh pada daya hantar listrik juga dapat
meningkatkan tekanan osmotic yang selanjutnya akan mempengaruhi metabolisme terutama dalam proses osmoregulasi. Pada umumnya ikan
menyenangi air laut berkadar garam 30-33 psu.
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut dalam perairan merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air yang berasal dari proses fotosintesa oleh fitoplankton atau
tumbuhan air lainnya di zone eufotik, serta difusi dari udara. Oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam sistem kehidupan di perairan, dalam hal
ini berperan dalam proses metabolisme oleh makro dan mikrorganisme yang dimanfaatkan bahan organik yang berasal dari fotosintesis. Selain itu juga
mempunyai peranan yang penting dalam penguraian bahan-bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganisme yang bersifat aerobic APHA 1989.
Ketersediaan oksigen jika tidak mencukupi akan mengakibatkan lingkungan perairan dan kehidupan dalam perairan menjadi terganggu, sekaligus
akan menurunkan kualitas kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian diurnal dan musiman, tergantung pada percampuran mixing, dan pergerakan
turbulence massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Peningkatan suhu sebesar 1
C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10 . Secara vertikal distribusi oksigen akan menurun di perairan seiring
dengan bertambahnya kedalaman Effendi 2003. Oksigen terlarut DO merupakan parameter kimia yang paling kritis di
dalam budidaya ikan. Oksigen dalam air terutama berasal dari udara melalui difusi dan hasil sampingan fotosintesa tumbuhan akuatik terutama fitoplankton.
Konsentrasi oksigen terlarut bagi kepentingan perikanan sangat bervariasi dan tergantung pada jenis, stadia dan aktivitas organisme. Kandungan oksigen terlarut
untuk menunjang usaha budidaya adalah 5-8 ppm Mayunar et al. 1995.
Senyawa Nitrogen
Nitrogen di dalam air laut terdiri dari bermacam-macam senyawa, namun yang bersifat racun terhadap ikan dan organisme 3 tiga senyawa yaitu amonia
MH
3
-N, nitrit NO
2
-N dan nitrat NO
3
-N. Amonia dan nitrit merupakan senyawa nitrogen yang paling toksik, sedangkan nitrat hanya bersifat toksik pada
konsentrasi yang tinggi. Senyawa nitrogen biasanya berasal dan atmosfir, sisa makanan, organisme mati dan hasil metabolisme hewan-hewan akuatik lainnya
Mayunar et al.1995.
Sumber nitrogen alami berasal dari air hujan, fiksasi nitrogen dari air dan sedimen, dan limpasan dari daratan dan air tanah. Nitrogen di perairan dapat
berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas amonia H
3
, amonium NH
4 +
, nitrit NO
2
, nitrat NO
3
, dan molekul nitrogen nitrit N
2
dalam bentuk gas, nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea. Sumber nitrogen organik di perairan berasal dari proses pembusukan makhluk
hidup yang telah mati, karena protein dan polipeptida terdapat pada semua makhluk hidup, sedangkan sumber antropogenik adalah limbah industri dan
limpasan dari daerah pertanian, kegiatan perikanan dan limbah domestik Effendi 2003.
Fiksasi nitrogen berdasarkan kedalaman mirip dengan proses fotosintesis. Pada intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi proses fiksasi akan terhambat
pada permukaan, dan menjadi maksimum bertambahnya kedalaman. Fiksasi nitrogen berkorelasi positif dengan konsentrasi bahan organik terlarut yang
terdapat pada perairan Insan 2009.
Fosfor
Fosfor dibutuhkan untuk pertumbuhan optimum, pembentukan tulang dan memelihara regulasi asam basa di dalam ikan. Oleh karena keberadaannya dalam
perairan sangat terbatas, maka fosfor harus di tambahkan ke dalam pakan ikan. Pakan merupakan sumber utama beban limbah fosfor dari kegiatan budidaya ke
lingkungan Rachmansyah 2004.
Fosfor memainkan peran sentral dalam eutrofikasi badan air. Rendahnya kadar ortofosfat-fosfor dalam air karena pembentukan kompleks kalsium-fosfat
tidak larut. Seperti fenomena pembersih dari beberapa nutrisi anorganik dan juga bertindak sebagai agen penyerapan bahan organik terlarut dengan cara absorpsi
Naik et al. 2015. Total Fosfor adalah salah satu nutrient yang penting untuk mengetahui mengenai eutrofikasi. Fosfor sering digunakan sebagai kunci untuk
menjelaskan kualitas algae yang ada di danau. Fosfor merupakan unsur esensial bagi membentuk protein serta metabolisme sel organisme dan fosfor terdapat
dalam bentuk senyawa orthofosfat PO
4 3-
, metafosfat P
3
O
9 3-
dan polifosfat P
3
O
10 5-
serat dalam bentuk organik Wardoyo 1981. Fosfat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme dan merupakan
faktor yang menentukan produktivitas badan air. Jika dalam perairan terjadi masukan bahan pencemar dalam jumlah yang tinggi dan mengakibatkan
kandungan fosfat nya cukup tinggi, dapat mengakibatkan terjadinya proses eutrofikasi atau keadaan lewat subur, yang mengakibatkan terjadinya
pertumbuhan plankton yang tidak terkendali Sutamihardja 1978.
Karamba Jaring Apung
Keramba jaring apung adalah salah satu wadah budidaya perairan yang cukup ideal, yang ditempatkan dibadan air dalam seperti waduk, danau dan laut.
Ada beberapa macam ukuran KJA yang digunakan dalam pemeliharaan ikan-ikan laut, ukuran yang umum digunakan adalah 6 x 6 m, 7 x 7 m, 8 x 8 m, atau 10 x 10
m, dan ukuran keramba 3 x 3 x 3 m. Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang dipelihara, dengan patokan tidak melebihi jarak kedua mata
ikan. Sebuah KJA terdiri atas bagian-bagian berupa rakit, pelampung, pemberat, jangkar, kantong jaring dan gudang rumah jaga. Bagian-bagian ini membentuk
satu unit KJA yang saling memperkuat antara satu dengan yang lainnya Kordi 2010.
Sumber : Adi Panggih Nugroho
Gambar 3. Konstruksi keramba jaring apung
Estimasi limbah
Estimasi limbah karamba jaring apung di kawasan sea farming merupakan langkah penting untuk mengetahui berapa besar limbah yang masuk ke perairan,
sehingga dapat dilakukan kontrol terhadap sumber limbah. Minimnya pengaturan terhadap hasil ekstraksi budidaya perikanan dapat menimbulkan dampak serius
bagi lingkungan sekitar perairan Chen et al. 2012.
Limbah budidaya laut di dalam karamba jaring apung dikeluarkan langsung ke perairan sekitarnya. Sehingga berdampak kepada kualitas perairan, besarnya
dampak tersebut tergantung pada; ukuran unit karamba jaring apung yang beroperasi, kepadatan ikan untuk setiap karamba, durasi pengoperasian karamba
pada suatu tempat, kondisi fisik dan oseanografi yang berkaitan dengan tempat kegiatan karamba berlangsung, biota yang menghuni kawasan tersebut dan
kapasitas asimilasi dari lingkungan Milewski 2001.
Input pakan dalam budidaya intensif merupakan pemasok utama limbah bahan organik dan nutrien ke lingkungan perairan serta menyebabkan pengkayaan
nutrien hypernutrifikasi dan bahan organik yang diikuti oleh eutrofikasi dan perubahan ekologi fitoplankton, peningkatan sedimentasi, satiasi, hypoxia,
perubahan produktivitas, struktur benthos. Dalam hubungannya dengan budidaya intensif, terdapat empat jenis dampak lingkungan yang spesifik yaitu 1
hypernutrifikasi, 2 pengkayaan bentik 3 meningkatkan BOD, dan 4 perubahan bakterial Gowen 1990. Variabel penting dari oseanografi dan
limnologi digunakan untuk mengukur morfometri, stratifikasi, aliran air dan faktor-faktor biologis seperti input pakan budidaya, konsumsi, dan produksi
limbah yang membantu memprediksi perubahan status trofik ekosistem dan fungsi lingkungan pelagis dan bentik karena budidaya ikan Byron and Costa-Pierce
2010.
Budidaya Laut yang Berkelanjutan
Dalam pengembangan budidaya laut perlu memperhatikan aspek daya dukung lingkungan demi keberlanjutan kegiatan tersebut. Kemampuan daya
dukung yang dimaksud adalah seberapa besar ruang tersebut dapat berproduksi secara optimal dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan,
sehingga kelestarian produksi tetap terjamin. Pengembangan budidaya laut di Indonesia berjalan sangat lamban disebabkan karena adanya berbagai
permasalahan yang dihadapi, yaitu: masalah yang berkaitan dengan lingkungan, sosial ekonomi, kelembagaan dan teknologi DKP, 2002.
Lee 2000 menyatakan bahwa untuk keberlanjutan usaha pengembangan budidaya laut, harus didukung oleh lingkungan, kondisi sosial ekonomi, dan
kelembagaan. Pengembangan budidaya laut didasari pada pemahaman bahwa kegiatan budidaya laut mampu memberikan kontribusi yang baik kepada pelaku
budidaya maupun terhadap lingkungan, melalui 3 tiga aspek “sustainability” , yaitu :
1. Keberlanjutan sosial budidaya laut memiliki kontrol terhadap siklus produksi
yang tinggi dengan teknik yang relatif mudah, sehingga ketergantungan masyarakat lokal terhadap orang luar outsiders dalam melakukan budidaya
laut dapat direduksi seminim mungkin dalam periode waktu relatif singkat..
2. Keberlanjutan ekologis budidaya laut merupakan „extractive-based activity’
yaitu rasionalisasi pengelolaan sumberdaya hayati perikanan melalui penambahan produksi dari kegiatan di luar penangkapan.
3. Keberlanjutan ekonomi budidaya laut dapat dilakukan sepanjang tahun,
sehingga memungkinkan produksi yang kontinyu. Selanjutnya, penggunaan sumberdaya dan spesies ekonomis tinggi seperti lobster dapat memberikan
nilai return yang sangat tinggi.
Analisis Kesesuaian Lahan
Pemilihan lokasi merupakan faktor kunci dalam operasi akuakultur, mempengaruhi keberlanjutan usaha dan bisa menyelesaikan konflik antara
kegiatan yang berbeda. Pemilihan lokasi dengan menggunakan teknologi sistem geografis informasi GIS, dengan cara integrasi data dan manipulasi secara
sistematis dan logis terbukti sangat efektif untuk membantu proses pengambilan keputusan pemilihan lokasi Perez et al. 2005.
Menurut Wibowo 1993 bahwa perkembangan budidaya air payau saat ini dirasakan menurun akibat terjadinya kerusakan lingkungan dan menurunnya daya
dukung lingkungan. Hal ini disebabkan oleh kegiatan di wilayah pesisir yang menggunakan teknologi tanpa memperhatikan lingkungan, pesatnya laju
pertumbuhan penduduk, limbah rumah tangga, meluasnya kawasan pemukiman,
pertambangan dan kawasan industri. Oleh itu sudah selayaknya kalau hal tersebut di atas segera dihentikan dan dilaksanakan sesuatu pengelolaan yang lebih baik.
Analisis Daya Dukung Lingkungan Carrying Capacity
Salah satu tujuan manajemen sistem budidaya adalah menyediakan tools yang dapat memprediksi dan menilai kemampuan suatu area mendukung budidaya
perairan. Kebijakan pemilihan tempat budidaya dan strategi tata ruang spasial unit budidaya dapat meningkatkan daya dukung produksi dan mengurangi
dampak ekologi dari usaha budidaya. Analisis daya dukung berdasarkan tool yang mendukung penataan ruang budidaya sangat mendukung lingkungan dalam
mengurangi beban limbah Gecek et al. 2010.
Daya dukung merupakan populasi organisme akuatik yang akan ditunjang oleh suatu kawasan atau volume perairan yang ditentukan tanpa mengalami
penurunan mutu. Terkait dengan perikanan, daya dukung merupakan kuantitas maksimum ikan yang dapat didukung oleh suatu badan air selama jangka waktu
tertentu Kenchington and Hudson 1984. Daya dukung suatu wilayah tidak bersifat statis tetapi dapat menurun akibat kegiatan manusia yang menghasilkan
limbah atau kerusakan alam, seperti bencana alam, atau bahkan dapat ditingkatkan melalui pengelolaan wilayah secara tepat Clark 1996.
Menurut Duarte et al. 2003 Definisi daya dukung yang terkait dengan ekonomi adalah tingkat stok dengan produksi tahunan dari kohort ukuran pasar
yang dapat dimaksimalkan. Sementara daya dukung dalam tataran ekosistem didefinisikan sebagai tingkat pemanfaatan dalam suatu ekosistem tanpa membuat
struktur dan fungsinya melebihi batas tertentu yang dapat diterima. Kegiatan budidaya karamba jaring apung menghasilkan limbah N dan P ke dalam perairan,
sehingga mempengaruhi kualitas daya dukung suatu kawasan sehingga perlunya mengestimasi buangan fosfor. Fosfor dan cahaya merupakan faktor utama yang
membatasi produksi baik pada perairan subtropis maupun tropis. Karenanya penambahan P akan mempengaruhi produktivitas Beveridge 1982.
Kemampuan asimilasi merupakan ukuran kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadi penurunan
kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya. Jadi dapat dikatakan dengan diketahuinya kapasitas asimilasi suatu perairan, penentuan daya dukung
lingkungan di perairan tersebut menjadi semakin terbantu dan akurat. Estimasi daya lingkungan perairan untuk menunjang budidaya ikan laut di KJA merupakan
ukuran kuantitatif yang akan memperlihatkan berapa ikan budidaya yang boleh di tanam dalam luasan area yang telah ditentukan tanpa menimbulkan degradasi
lingkungan dan ekosistem sekitarnya Piper 1982.
Daya dukung produksi memprediksi produksi perikanan budidaya maksimum yang dipertimbangkan pada skala budidaya. Produksi biomassa
dihitung sebagai batas produksi untuk area yang lebih kecil, sehingga biomassa jumlah produksi dari daerah setempat tidak melampaui daya dukung ekologi
Byron et al. 2011c. Dua komponen daya dukung produksi dan ekologi, biasanya diinvestigasi menggunakan model matematika yang mengintegrasikan antara
interaksi kompleks budidaya dan lingkungan, karena pengaruh signifikan kondisi lingkungan kepada fungsi ekosistem lokasi tertentu Cranford et al. 2012.
Alat Bantu Tools Analisis
Alat bantu analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem informasi geografis dan Surfer. Sistem Informasi Geografis merupakan suatu
kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumberdaya fisik dan logika, yang berkenaan dengan objek yang terdapat di permukaan bumi. Sistem informasi
geografis adalah sejenis perangkat lunak berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanipulasi, menampilkan dan mengeluarkan
informasi geografis, lengkap dengan atributnya Prahasta 2001.
Star dan Estes 1990 mengemukakan bahwa GIS adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau
berkoordinat geografi. Dengan kata lain, GIS adalah tools dalam penyusunan sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial
bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Sistem GIS dapat dipertimbangkan sebagai suatu sistem manajemen basis data yang membolehkan pengguna untuk
mengambil keputusan.