dalam satu unit rakit memuat 10 unit keramba maka sebanyak 60 unit rakit dapat ditempatkan di perairan Teluk Jor.
Kondisi real di perairan Teluk Jor unit KJA yang telah beroperasi pada tahun 2014 sebanyak 125 unit dalam kondisi aktif dan sebagian besar tidak aktif,
dengan jumlah keramba sekitar 5-10 per unit KJA. Berdasarkan hasil analisis kemampuan optimum unit KJA yang dapat ditampung hanya 60 unit KJA,
sehingga perlu adanya strategi kebijakan pengurangan KJA sesuai kemampuan optimum perairan Teluk Jor agar mampu mengurangi resiko terjadinya
eutrofikasi.
Jika terjadi pengaturan jumlah KJA maka akan ada pihak yang merasa dirugikan sehingga perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat, agar tidak
menimbulkan konflik sosial. Pemberdayaan masyarakat nelayan budidaya Teluk Jor dalam rangka pengelolaan Teluk Jor dapat dimulai dengan pembentukan
kelompok masyarakat nelayan yang terdiri dari 5-10 orang yang akan mengelola 1 satu unit KJA secara bersama-sama. Pembatasan unit KJA di Teluk Jor
merupakan salah satu tindakan antisipasi terhadap limbah buangan dari aktifitas KJA dalam bentuk sisa pakan rucah yang tidak dikonsumsi oleh lobster.
2. Penentuan lokasi KJA
Berdasarkan kecepatan arus dan kedalaman kolom air perairan Teluk Jor, maka sebaiknya peletakan KJA disarankan pada kedalaman 4 meter dari dasar
perairan dengan asumsi ukuran keramba 3x3x3 m. Penentuan kedalaman kolom air minimum di dasar keramba bertujuan untuk memberikan peluang terjadinya
sirkulasi terhadap sedimen limbah organik di dasar KJA. Keramba jaring apung harus berada di lokasi di mana kedalaman air yang cukup untuk memaksimalkan
pertukaran air dan untuk menjaga pantat kandang baik jelas substrat di surut Perez et al. 2005.
Pada bagian mulut Teluk Jor terdapat cekungan kolom air sehingga kedalamannya mencapai 5-7 m dengan kecepatan arus 35-38 cmdet, sehingga
untuk pengembangan budidaya sistem KJA disarankan di letakan bagian mulut Teluk Jor. Kelebihan peletakan di bagian mulut adalah budidaya KJA mudah
diawasi oleh pemilik karena jarak dengan pemukiman sekitar 100-200 meter sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama ketika pergi ke unit KJA.
Sedangkan bagian dalam Teluk Jor tidak disarankan untuk dijadikan lokasi pemasangan unit KJA karena kedalaman 1-3 meter dan substrat dasar perairan
adalah lumpur yang akan berpengaruh terhadap perkembangan komoditas peliharaan. Penentuan lokasi KJA sebaiknya menghindari area beresiko, seperti
area yang terkena langsung dampak buangan limbah dari daratan dan area pemukiman masyarakat, karena dikuatirkan akan mempengaruhi pertumbuhan
lobster akibat rendahnya kandungan oksigen terlarut. Penentuan lokasi KJA juga perlu memperhatikan alur transportasi dengan memberikan ruang antar KJA
sebagai daerah lintasan bagi perahu motor. 3. Penanganan akumulasi limbah budidaya KJA dan aktifitas non KJA
Strategi preventif yang dapat dilakukan dalam mengurangi beban limbah adalah Pertama, tidak menggunakan rucah dari ikan mentah, karena rucah ikan
lebih banyak terserap keperairan sehingga menjadi limbah. Sebaiknya menggunakan pellet buatan yang memiliki rasio konversi pakan menjadi bobot
lobster. Kedua, mengembangkan budidaya terpadu antara budidaya komoditas lobster dengan rumput laut atau kerang-kerangan yang mempu melakukan
sirkulasi beban limbah KJA. Sistem polikultur yang menggabungkan budidaya kerang dan alga dengan budidaya ikan, dapat menjadi jalan keluar Mente et al.
2006. Ketiga, melakukan kegiatan konservasi dengan penanaman pohon bakau jenis Rhizopora sp di sekitar sungai kecil sebagai vegetasi dekomposit terhadap
buangan limbah dari daratan berupa pestisida dan limbah organik hewan, tidak melakukan konversi lahan bakau, silvofishery, menjaga kelestarian terumbu
karang dan lamun, sebagai produsen oksigen terlarut bagi perairan Teluk Jor. Keempat, memperbaiki saluran pembuangan limbah penduduk agar tidak
langsung masuk perairan.
4. Penguatan kelembagaan pengelolaan Teluk Jor
Tingginya unsur hara di perairan Teluk Jor disebabkan oleh buangan limbah masyarakat berupa ditergen pencucian dan limbah oragnik dari kotoran hewan
peliharaan yang masuk melalui saluran pembuangan ketika terjadi hujan run off. Perilaku membuang sampah sembarangan di masyarakat sekitar Teluk Jor hampir
menjadi budaya keseharian. Apalagi tidak didukung dengan infrastruktur tempat pembuangan sampah sementara dan pengelolaan sampah yang baik, sehingga
banyak ditemukan plastik bekas detergen dan sampah organik berserakan disekitar perairan Teluk Jor. Perairan Teluk Jor dianggap oleh masyarakat sebagai perairan
open access yang boleh dimanfaatkan sesuai ego masing-masing masyarakat. Apalagi perairan Teluk Jor dijadikan alternatif terakhir masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi. Berdasarkan pengamatan lapangan terdapat KJA yang tidak beroperasi secara maksimal karena pengetahuan budidaya lobster
nelayan masih pemula, sehingga usaha budidaya berhenti tanpa ada bantuan pendampingan.
Strategi yang perlu dilakukan adalah penguatan kelembagaan kelompok masyarakat nelayan yang telah terbentuk sejak tahun 2000, sehingga memiliki
nilai tawar dalam melakukan perubahan kebijakan dan perubahan perilaku sosial masyarakat. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan didalam kelompok
masyarakat adalah peningkatan kesadaran lingkungan, melakukan pelatihan teknis budidaya, melakukan kerjasama MOU dengan instansi terkait dalam hal
pengelolaan perairan Teluk Jor yang berkelanjutan, melakukan sosialisasi dampak lingkungan dengan membuat papan larangan, kegiatan konservasi, kampanye
lingkungan hidup ke instansi pendidikan dan membuat brosuriklan. 5. Monitoring kualitas air perairan Teluk Jor
Perairan Teluk Jor dengan status berisiko terjadinya eutrofikasi, maka perlu
dilakukan kerjasama monitoring kualitas air perairan Teluk Jor antara kelompok masyarakat, Balai Budidaya Laut BBL Sekotong dan Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Lombok Timur. Waktu monitoring dapat dilakukan setiap triwulan agar dapat diambil tindakan sesuai dengan hasil monitoring kondisi
kualitas perairan Teluk Jor. Pentingnya lobster untuk masyarakat setempat dan peluang mata pencaharian yang dapat tumbuh, dan demi keberlanjutan budidaya
lobster perlu dilakukan monitoring
Tewfik et al. 2008.