Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi KAsus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan)

(1)

MODEL PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN

BERBASIS DAYA DUKUNG (Carrying Capacity)

PERAIRAN TELUK BAGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA

KERAMBA JARING APUNG IKAN KERAPU

(Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru,

Propinsi Kalimantan

Selatan)

ARIADI NOOR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

MODEL PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN

BERBASIS DAYA DUKUNG (Carrying Capacity)

PERAIRAN TELUK BAGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA

KERAMBA JARING APUNG IKAN KERAPU

(Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru,

Propinsi Kalimantan

Selatan)

Oleh :

ARIADI NOOR

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup :

Prof. Dr. Ir. Harpasis H Sanusi, MS

Dr. Ir. Fredinand Yulianda, M.Sc.

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka :

Dr. Ir. Ketut Sugama, M.Sc

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc


(4)

@ Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan

kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

ii

Judul Disertasi

:

Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis

Daya Dukung (

Carrying Capacity)

Perairan Teluk Bagi

Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung

Ikan Kerapu

(Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru,

Provinsi Kalimantan Selatan)

Nama

:

ARIADI

NOOR

N R P

: C.261040121

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Program

: Doktor (S3)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Widigdo

Dr. Ir. Richardus F Kaswadji, MSc

Ketua

Anggota

Dr.Ir.Hartrisari Hardjomidjojo, DEA

Prof. Dr.Ir.

Dedi Soedharma, DEA

Anggota

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan

Dekan

Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana IPB

Dr.Ir.Mennofatria Boer, DEA

Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS


(6)

iii

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT atas limpahan Rahkmat dan KaruniaNya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan. Disertasi ini berjudul “Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan), sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada program studi pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam disertasi ini dikaji secara komprehensif tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi biofisik dan kelayakan bioteknis perairan pesisir Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya kerapu dalam KJA di laut, (2) pendugaan kuatitatif limbah organik, nitrogen dan phospat dari sistem budidaya kerapu dalam KJA di laut dan antropogenik dari daratan (upland), (3) pendugaan daya dukung (Carriying Capacity) lingkungan pesisir teluk, dan (4) pendekatan permodelan pada pengelolaan lingkungan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu di laut, dan (5) perumusan skenario dan strategi pengelolaan.

Pada kesempatan ini kami ucapkan banyak terimakasih kepada Komisi

Pembimbing yang diketuai oleh Bapak Dr. Ir. BAMBANG WIDIGDO, Dr. Ir. RICHARDUS F. KASWADJI, M.Sc, Dr. Ir. HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, DEA,

dan Prof. Dr. Ir. DEDI SOEDHARMA,DEA, sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, arahan dan dukungannya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan.

Bogor, Desember 2008


(7)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN

………... ii

PRAKATA

...………...

iii

DAFTAR ISI

………...

iv

DAFTAR TABEL

……….

... vii

DAFTAR GAMBAR

………...

. ix

DAFTAR LAMPIRAN

...

x

I. PENDAHULUAN

………

...

1

1.1. Latar Belakang

………...………..

...

1

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 2

1.3. Kerangka Pedekatan Masalah ...………

...

2

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ………...

...

4

1.5. Kebaruan (Novelty) Penelitian ...

...

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

………...

6

2.1. Status Budidaya Ikan Kerapu dan Prospek Pengembangannya ... 6

2.2. Faktor Faktor yang mempengaruhi Kualitas Lingkungan dan Kelayakan

...

8

2

.3. Pengertian Daya Dukung ………...

...

10

2.4. Integrasi Kegiatan Perikanan Budidaya dalam Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu ... 11

2.5. Pendekatan Sistem dan Pemodelan ………... 12

2.5.1. Analisis Sistem ……….

...

12

2.5.2. Pemodelan ………..

...

13

III. METODOLOGI

...………

...

14

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….

...

14

3.2. Karakterisasi Sifat Perairan dan Kelayakan Bioteknis Perairan Pesisir Teluk ... 15

3.2.1. Karakterisasi Biologi Perairan ... 16

3.2.2. Karakterisasi Oseanografi

………... 18

3.2.3. Karakterisasi Kimiawi Perairan ... 19


(8)

v

3.3. Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung

...

... 23

3.4. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari Kegiatan Budidaya (Internal loading) ………...

...

24

3.5. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan (antropogenik) (eksternal loading) ...

....

26

3.6. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Pesisir bagi Pengembangan Budidaya Kerapu dalam Karamba Jaring Apung ... 28

3.7. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan kerapu . 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

……….

...

33

4.1. Keadaan Umum Teluk Tamiang ..………... 33

4.2. Karakterisasi Topografi dan Ekosistem Perairan Teluk Tamiang ... 34

4.2.1. Karakterisasi Topografi ………. .. 34

4.2.2. Karakterisasi Ekosistem Perairan ………. 38

4.2.2.1. Ekosistem Mangrove ……….... 38

4.2.2.2. Ekosistem Terumbu Karang ...……….. 38

4.3. Karakterisasi Biologi Perairan ... 39

4.3.1. Phytoplankton dan Zooplankton ... 39

4.3.2. Bentos ... 46

4.3.3. Produktivitas Primer

...

52

4.4. Karakterisasi Fisika Kimia Perairan Teluk Tamiang ……….. 53

4.5. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan ... 63

4.6. Keragaan Budidaya Ikan Kerapu Bebek (Cromileptis altivelis) dalam KJA ... 70

4.7. Pendugaaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari kegiatan Budidaya (Internal Loading) ... 71

4.8. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan (Eksternal Loading) ... 73

4.9. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu ... 75

4.9.1 Pendugaan Daya Dukung Melalui Pendekatan Beban Limbah N ... 75

4.9.2 Pendugaan Daya Dukung Melalui Ketersediaan Oksigen Terlarut dengan Limbah Organik ... 76


(9)

vi

4.10. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik

... 77

4.11. Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu Berbasis Daya Dukung di Perairan Teluk Tamiang ... 95

4.11.1. Daya Dukung Fisik (Ekologi) Perairan ... 95

4.11.2. Daya Dukung Produksi Biomass Ikan ... 96

4.11.3. Daya Dukung Sosial Ekonomi ………... 96

4.12. Implikasi Kebijakan Operasional ... 97

4.13. Strategi Pengelolaan untuk Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu di Pesisir Teluk Tamiang Secara bekelanjutan ... 97

V. SIMPULAN DAN SARAN

………... 99

5.1. Simpulan ...………... 99

5.2. Saran ……….. ... 100

DAFTAR PUSTAKA

………... 101


(10)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Parameter kualitas lingkungan perairan dan metode peneraannya ... 20

2 Kriteria dan sistem penilaian kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu ... 21

3 Jenis aktifitas dan koefisien limbah pemukiman ... 27

4 Jenis aktifitas dan koefisien limbah peternakan ... 27

5 Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar Teluk Tamiang ... 28

6 Karakteristik pasang surut di perairan Teluk Tamiang Kec. Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru ... 36

7 Kelas dan genera fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang ... 39 8 Jumlah jenis dan kelimpahan fitoplankton pada masing-masing stasiun Pengamatan ... 40 9 Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Fitoplankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 ... 43

10 Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Zooplankton di Perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 ... 46

11 Famili dan spesies Bentos yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang ... 47 12 Jumlah jenis dan kelimpahan bentos pad masing-masing stasiun pengamatan ... 48

13 Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Bentos di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 ... 49

14 Rekapitulasi Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi bentos di perairan Teluk Tamiang ... 51

15 Nilai produktitivitas primer (gC/m3/hari) perairan Teluk Tamiang ... 53


(11)

viii 17 Kriteria pencemaran perairan berdasarkan nilai DO(Lee et al., 1978) ... 58

18 Kriteria pencemaran berdasarkan nilai BOD5 (Lee et al., 1978) ... 59

19 Rangkuman penilaian kondisi parameter biologi dan fisika-kimia perairan

yang diperoleh selama penelitian di Teluk Tamiang ... 62 20 Kriteria kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu .... 63 21 Sistem penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA Ikan

Kerapu ... 64 22 Rekapitulasi rata-rata nilai parameter kualitas lingkungan untuk budidaya

ikan kerapu ... 64 23 Rekapitulasi nilai perkalian bobot dan Skor pada setiap stasiun pengamatan 65 24 Tingkat kelayakan/kesesuaian perairan setiap stasiun pengamatan ... 66 25 Luas perairan teluk potensial untuk budidaya KJA Ikan Kerapu ... 67 26 Hasil pemeliharaan ikan kerapu bebek dalam KJA selama 180 hari ... 70 27 Nilai parameter penentuan beban limbah budidaya Ikan Kerapu dalam

keramba jaring apung di perairan Teluk Tamiang ... 71 28 Nilai Hasil Pendugaan Kuantifikasi Total N dan P dari pakan yang diberikan .. 72 29 Alur pemanfaatan N dan P pakan oleh ikan kerapu bebek ... 72 30 Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar perairan Teluk Tamiang ... 74 31 Kandungan Oksigen Terlarut (mg/l) perairan Teluk Tamiang selama 24 jam

dengan selang waktu 3 jam pada tiga stasiun pengamatan ... 76 32 Rekapitulasi 2 (dua) Metode Pendekatan Pendugaan Daya Dukung Perairan

Teluk Tamiang untuk Budidaya KJA Ikan Kerapu ... 77 33 Informasi dasar pemodelan bagi pengelolaan kualitas lingkungan untuk

pengembangan budidaya KJA ikan kerapu ... 80 34 Hasil simulasi produksi biomass Ikan Kerapu dan total pakan ... 83 35 Hasil simulasi produksi limbah kegiatan budidaya KJA Ikan Kerapu selama

180 hari pemeliharaan ... 85 36 Hasil simulasi produksi biomass dan keuntungan (Profit) ... 86 37 Perbandingan tiga skenario (data lapangan dan data model simulasi) ... 94


(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pikir penelitian ... 5

2 Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes Altivelis) ... 7

3 Peta lokasi penelitian ... 14

4 Titik sampling perairan Teluk Tamiang ... 15

5 Diagram alir penyusunan tingkat kesesuaian perairan untuk Budidaya KJA Ikan Kerapu ... 23

6 Karamba jaring apung dengan alat perangkap feses dan sisa pakan ... 25

7 Sebaran kedalaman perairan Teluk Tamiang ... 34

8 Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Barat ... 35

9 Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Timur ... 35

10 Kontur dasar perairan Teluk Tamiang ... 35

11 Grafik kondisi pasang surut perairan Teluk Tamiang ... 36

12 Komposisi jenis (%) berdasarkan kelimpahan fitoplankton pada setiap bulan pengamatan ... 39

13 Peta tematik kondisi físika perairan Teluk Tamiang ... 68

14 Peta kesesuaian perairan untuk pengambangan budidaya KJA Ikan Kerapu ... 69

15 Diagram perbandingan tingkat kesesuaian areal Budidaya KJA ... 69

16 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada Sistem pengelolaan kualitas lingkungan ... 78

17 Model global keterkaitan antar submodel ... 82

18 Konsep submodel biomass Ikan Kerapu ... 83

19 Konsep submodel produksi limbah budidaya dan antropogenik ... 84

20 Konsep submodel ekonomi budidaya Ikan Kerapu ... 85

21 Grafik perbandingan antar skenario pengelolaan kualitas lingkungan perairan Teluk Tamiang ... 94


(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tabel hasil analisis plankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d

Oktober 2006 ... 108 2 Tabel hasil analisis bentos di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d

Oktober 2006 ... 114 3 Hasil analisis uji beda nyata (levene’s test) kelimpahan plankton di perairan

Teluk Tamiang ... 120 4 Hasil analisis uji beda nyata (levene’s test) kelimpahan bentos di perairan

Teluk Tamiang ... 121 5 Data karakteristik kualitas lingkungan (fisika-kimia air) disekitar KJA Kerapu

di perairan Teluk Tamiang ... 122 6 Rekapitulasi hasil analisis rata-rata parameter fisika-kimia perairan Teluk

Tamiang selama penelitian ... 125 7 Matrik penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA ikan

kerapu pada setiap stasiun pengamatan ... 126

8 Data sampling sisa pakan dan feses serta perhitungan pendugaan total

bahan organik ... 130 9 Perhitungan pendugaan limbah N dan P yang dihasilkan dari produksi 237,6

kg ikan Kerapu ... 131 10 Simulasi submodel produksi limbah budidaya KJA Ikan Kerapu ... 132 11 Jumlah total bahan organik dan unit KJA hasil simulasi skenario optimis ... 133 12 Jumlah total bahan organik dan unit KJA hasil simulasi skenario moderat .... 134 13 Jumlah total bahan organik dan Unit KJA hasil Simulasi skenario pesimis .... 135 14 Hasil simulasi biomass dan keuntungan (Profit) ... 136 15 Formulasi model ... 137 16 Uji statistika (Uji t beda nyata) ... 140


(14)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis

Daya Dukung (

Carrying Capacity

) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya

Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk Tamiang Kabupaten

Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan), dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor,

Desember

2008

Ariadi Noor

NRP. C261040121


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabaru pada tanggal 26 Desember 1968 sebagai anak kedua dari pasangan Abdul Gaffar Noor, MH dan (Alm) Siti Arbajah. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat, lulus pada tahun 1993.

Pada tahun 2001, penulis diterima di Program Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 2003.

Kesempatan melanjutkan program Doktor (S3) pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2004.

Penulis bekerja sebagai staf di Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan sejak tahun 1993 hingga sekarang.


(16)

ABSTRAK

ARIADI NOOR. Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity)

Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk

Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan). Dibimbing oleh BAMBANG WIDIGDO sebagai Ketua Komisi Pembimbing, RICHARDUS F. KASWADJI, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, dan DEDI SOEDHARMA sebagai anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini berlokasi di perairan Teluk Tamiang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi karakteristik biofisik dan daya dukung lingkungan Teluk Tamiang, beban limbah yang berasal dari aktivitas budidaya maupun aktivitas masyarakat sekitarnya yang berdampak terhadap lingkungan perairan, serta kapasitas asimilasi beban limbah yang dijadikan masukan data untuk membuat model pengelolaan kualitas lingkungan yang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu. Pendekatan pemodelan yang dibangun dengan mengacu pada hasil penelitian serta informasi ilmiah lainnya, digunakan sebagai alat bantu analisis dalam memformulasi kebijakan pengelolaan Teluk Tamiang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan Kerapu baik untuk saat sekarang maupun prospektif dimasa yang akan datang dalam suatu model pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung.

Metodologi yang digunakan untuk meliputi serangkaian percobaan lapangan dan metode survey untuk menilai karakteristik biofisik lingkungan perairan dan kesesuaian serta tingkat kelayakan perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA, pendekatan analisis prospektif dan sistem serta pemodelan. Data dan informasi yang diperoleh dirangkum dan diolah menjadi satu informasi dasar bagi pengembangan model pengelolaan Teluk Tamiang yang terpadu dan berkelanjutan. Kawasan Teluk Tamiang memiliki luas perairan yang layak untuk dikembangkan untuk kawasan budidaya KJA ikan kerapu mencapai 385 Ha. Daya dukung Teluk Tamiang sebasar 18,8 – 62,5 ton ikan atau 16 – 52 unit rakit KJA (produksi optimal – maksimal). Beban limbah beban limbah yang masuk ke perairan (loading) sebesar 174,2 kgN dan 32,4 kgP. Total bahan organik partikel yang dihasilkan sebesar 707,5 kg (50,3%) dari total pakan. Hasil simulasi model yang dikembangkan terhadap beberapa parameter menghasilkan nilai prediksi yang tidak berbeda nyata dengan nilai observasi lapangan. Dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk pemahaman, optimasi dan pendugaan alokasi sumberdaya perairan Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya pada batas minimum resiko degradasi lingkungan.

Kata kunci :

Model Pengelolaan, Kualitas Lingkungan,Daya Dukung, Keramba Jaring Apung ikan Kerapu Bebek


(17)

ABSTRACT

ARIADI NOOR. Model of Environmental Quality Management Based On Carrying Capacity of Bay for Development Floating Cage Culture of Humpback Grouper.

(Case Study in Tamiang Bay, Kotabaru District, South Kalimantan Province). Under the direction of BAMBANG WIDIGDO, RICHARDUS F. KASWADJI, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, and DEDI SOEDHARMA.

This research is located in Tamiang Bay of South Kalimantan Province. The aim of this research was to get the data and information of the biophysic characteristic, waste load from both marine culture and society activity as well as environment Tamiang Bay carrying capacity. The data input were used make environment quality management model based on carrying capacity for developing of floating cage culture humpback grouper.

Method used was field experiment and survey. Developing of floating cage culture of humpback grouper reach 385 hectare. Carrying capacity of Tamiang Bay is 18,8 – 62,5 ton fish or 16 - 52 unit the floating cage culture (optimal production - maximal). The waste burden were loading about 174,5 kg N and 32,4 kg P. The total of organic substance particle yield 707,5 kg ( 50,3%) of food total.

Simulation model toward some parameter showed both prediction value and field observation have not significant effect. This model can be used to give understanding, optimation and estimation Tamiang Bay resources inorder to developt marine culture with minimum risk of environment degradation.

Key words :

Management model, environmental quality, carrying capacity, floating cage culture humpback grouper


(18)

RINGKASAN

Perikanan budidaya merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir yang mampu memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pendapatan masyarakat pesisir, penyedia lapangan kerja, dan perolehan devisa Negara yang potensial. Namun dalam penentuan lokasi untuk pengembangan perikanan budidaya sering mengabaikan aspek daya dukung lingkungan. Alokasi input teknologi pada kondisi di atas daya dukung dilakukan untuk mengejar tingkat keuntungan maksimal sehingga mengakibatkan banyak kegiatan budidaya perikanan yang mengalami kegagalan dan meninggalkan kerusakan lingkungan hidup perikanan yang sulit dipulihkan.

Perairan Teluk Tamiang merupakan kawasan yang potensial untuk kegiatan pengembangan budidaya ikan, terutama kegiatan budidaya KJA ikan kerapu. Daya dukung lingkungan perairan teluk serta aktivitas masyarakat (antropogenik) didaratan akan sangat menentukan besaran dan kapasitas alokasi sumberdaya untuk pemanfaatan dan pengembangannya secara terpadu dan berkelanjutan. Budidaya KJA ikan kerapu merupakan sistem produksi ikan yang produktif, namun potensial berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan perairan akibat beban limbah yang dihasilkan yang terjadi secara timbal balik.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model pengelolaan kuaitas berbasis daya dukung perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu. Dalam pelaksanaan penelitian ruang lingkup penelitiannya adalah mendapatkan data dan informasi karakteristik biofisik dan daya dukung lingkungan Teluk Tamiang, beban limbah yang berasal dari aktivitas budidaya maupun aktivitas masyarakat di daratan (Antropogenik) sekitarnya yang berdampak terhadap lingkungan perairan, serta kapasitas asimilasi beban limbah yang dijadikan masukan data untuk membuat model pengelolaan kualitas lingkungan yang berbasis daya dukung. Pendekatan pemodelan yang dibangun dengan mengacu pada hasil penelitian serta informasi ilmiah lainnya, digunakan sebagai alat bantu analisis dalam memformulasi kebijakan pengelolaan Teluk Tamiang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan Kerapu baik untuk saat sekarang maupun prospektif dimasa yang akan datang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi percobaan lapangan (pemeliharaan ikan kerapu dalam keramba jaring apung) dan metode survey untuk menilai karakteristik biofisik lingkungan perairan dan kesesuaian serta tingkat kelayakan perairan teluk dengan pendekatan GIS, pendekatan analisis prospektif dan sistem pemodelan. Data dan informasi diolah menjadi satu informasi dasar bagi pengembangan model pengelolaan Teluk Tamiang yang terpadu dan berkelanjutan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kawasan Teluk Tamiang memiliki luas perairan yang layak untuk dikembangkan untuk kawasan budidaya KJA ikan kerapu mencapai 385 Ha. Daya dukung Teluk Tamiang sebasar 18,8 – 62,5 ton ikan atau atau 16 – 53 unit (80 – 260 KJA) pada tingkat baku mutu ammonia (NH3N) 0,3 dan 1 ppm

(produksi optimal – maksimal). Beban limbah beban limbah yang masuk ke perairan (loading) sebesar 174,2 kg N dan 32,4 kg P. Total bahan organik partikel yang dihasilkan sebesar 707,5 kg (50,3%) dari total pakan. Hasil simulasi model yang dikembangkan terhadap beberapa parameter menghasilkan nilai prediksi yang tidak berbeda nyata dengan nilai observasi lapangan dan memberikan alternatif dalam pengembangan


(19)

budidaya KJA Ikan yang meliputi 3 (tiga) skenario yaitu skenario pesimis, moderat dan optimis.

Pendekatan sistem yang dilakukan menyentuh kepada 2 (dua) komponen yaitu komponen kegiatan budidaya dalam lingkungan perairan dan komponen aktivitas di daratan (antropogenik) yang terintegrasi dalam satu sistem pengelolaan kualitas lingkungan, sehingga model yang dibuat merupakan gambaran (abstraksi) dari kondisi nyata dalam pengelolaan lingkungan yang terintegrasi. Rancang bangun model bersifat umum yang memasukan komponen padat tebar ikan, jumlah pakan, volume limbah dari kegiatan budidaya dan antropogenik, volume teluk, nilai flusing time, dan nilai baku mutu untuk biota laut (Budidaya Perikanan) (MENLH 51 Tahun 2004), dapat diaplikasikan pada kawasan perairan teluk lain dengan variabel yang sudah ada atau yang masih diasumsikan.

Model yang dibangun agar lebih mudah diimplementasikan dihasilkan piranti lunak dalam bentuk Visual Basic, disebut MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0 (Model

Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu). Model penduga daya dukung perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.

Dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk pemahaman, optimasi dan pendugaan alokasi sumberdaya perairan Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya pada batas minimum resiko degradasi lingkungan.


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perikanan budidaya merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir yang potensial dan mampu memberikan kontribusi relatif signifikan terhadap pendapatan masyarakat pesisir, penyedia lapangan kerja, dan perolehan devisa negara. Potensi sumberdaya perikanan laut yang mencakup ikan dan biota perikanan lainnya diperkirakan mencapai 53,9 juta ton/tahun, yang terdiri dari potensi tangkap lestari sumberdaya ikan laut sebesar 6,1 juta ton/tahun dan potensi budidaya laut sebesar 46,7 juta ton/tahun. Dahuri (1998) menyatakan bahwa secara keseluruhan kurang dari 10% dari potensi yang sudah termanfaatkan. Dalam dekade terakhir, perkembangan perikanan budidaya laut nasional relatif pesat. Selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 terjadi kenaikan produksi budidaya laut dari 197.114 ton menjadi 420.919 ton atau kenaikan sebesar 28,4 % per tahun. Kenaikan tersebut berkontribusi terhadap total produksi budidaya sebesar 28,7 %. Produksi budidaya keramba jaring apung di laut mengalami peningkatan yakni dari angka produksi sebesar 34.602 ton menjadi 62.371 ton ikan atau meningkat sebesar 20%. Kenaikan nilai produksi pada periode yang sama dari 1,3 menjadi 1,9 triliun rupiah meningkat sebesar 11,5 % per tahun (Statistik Ditjen Perikanan Budidaya DKP, 2005).

Kenaikan kontribusi yang relatif besar ini menyebabkan perikanan budidaya dapat dijadikan penggerak utama (prime mover) perekonomian masyarakat pesisir untuk menggantikan perikanan tangkap. Hal ini dimungkinkan dengan adanya dukungan teknologi perbenihan, pembesaran, tersedianya sarana produksi (akuainput), pangsa pasar yang luas, harga jual yang relatif tinggi dibandingkan komoditas perikanan lainnya, ketersediaan lahan yang potensial, dan kebijakan pemerintah dalam menjadikan perikanan budidaya menjadi prioritas utama pembangunan perikanan. Namun demikian, keberadaan dan keberlanjutan pemanfaatan tergantung pada dinamika kualitas lingkungan pesisir dan daya dukung akibat adanya interaksi antar pengguna di wilayah pesisir, di samping kegiatan perikanan budidaya itu sendiri.

Penentuan lokasi untuk pengembangan perikanan budidaya seringkali mengabaikan aspek daya dukung lingkungan. Alokasi input teknologi pada kondisi di atas daya dukung dilakukan untuk mengejar tingkat keuntungan maksimal sehingga mengakibatkan banyak kegiatan budidaya perikanan yang mengalami kegagalan dan meninggalkan kerusakan lingkungan hidup perikanan yang sulit dipulihkan. Kerusakan


(21)

lingkungan akibat budidaya ikan dalam keramba jaring apung umumnya disebabkan oleh limbah yang berasal dari sisa pakan dan feses ikan peliharaan yang melebihi daya dukung perairan. Terlantarnya lahan dan berubahnya fungsi ekologi di wilayah pesisir merupakan salah satu indikasi pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir yang mengabaikan daya dukung dan pertimbangan lingkungan.

Disamping berasal dari limbah internal tersebut, beban limbah perairan juga dapat berasal dari daratan. Untuk menjaga kelestarian suatu perairan maka kegiatan budidaya harus memperhatikan jumlah beban limbah baik dari ikan budidaya maupun dari lingkungan.

Kajian mendalam yang diarahkan untuk mendapatkan informasi beban limbah dan dampaknya terhadap lingkungan pesisir dan daya dukung serta hubungan antara faktor-faktor bersifat spesifik kawasan menjadi penting dilakukan untuk menjawab persoalan pelestarian kawasan teluk dalam penggunaannya sebagai kawasan budidaya yang berkelanjutan.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menyusun model pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung (carrying capacity) perairan teluk bagi pengembangan budidaya keramba jaring apung ikan kerapu. Secara khusus, penelitian ditujukan untuk menentukan alokasi sumberdaya perairan pesisir teluk yang proporsional terutama untuk mendapatkan luas pemanfaatan lahan perairan, jumlah unit keramba jaring apung yang diusahakan, dan level kegiatan masyarakat di daratan.

Manfaat penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan didalam merumuskan kebijakan pengelolaan kualitas lingkungan dan pengembangan perikanan budidaya laut serta tata ruang wilayah pesisir (Perairan Teluk) yang berbasis kepada daya dukung lingkungan untuk kegiatan budidaya yang berkelanjutan dan bertanggungjawab.

1.3. Kerangka Pedekatan Masalah

Suatu wilayah perairan pesisir dapat dikatakan sesuai untuk kegiatan budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung apabila kondisi lingkungan perairannya layak dan memenuhi kriteria-kriteria teknis-ekologis yang baku. Kondisi lingkungan perairan yang dimaksud antara lain secara fisika (kontur kedalaman, arus, pasang surut,


(22)

gelombang,) dan kimia (oksigen terlarut, derajat keasaman/pH, salinitas, BOD5, nutrient

dll) (Beveridge, 1996).

Kondisi perairan tersebut mempengaruhi kapasitas perairan dalam menangkap limbah jika jumlah keramba jaring apung yang dikembangkan di kawasan perairan tersebut tidak memperhatikan kapasitas tampung perairan maka akan berakibat pada penurunan mutu lingkungan yang akhirnya menurunkan produkivitas keramba jaring apung itu sendiri.

Dalam perikanan budidaya di perairan umum (budidaya keramba jaring apung) sebanyak 30% dari total pakan yang diberikan tidak dikonsumsi oleh ikan dan sekitar 25-30% dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan diekskresikan (McDonald et al., 1996). Sisa bahan organik tersebut akan mengendap ke dasar perairan dan jika suatu saat terjadi up welling akan menyebabkan kematian masal ikan Sumber limbah yang berkontribusi terhadap daya dukung perairan juga berasal dari daratan (limbah

antropogenik) antara lain dari kegiatan peternakan dan pemukiman (rumah tangga), sehingga penentuan daya dukung suatu perairan juga memperhatikan dan memperhitungkan potensi limbah dari kegiatan di daratan tersebut.

Daya dukung adalah kemampuan badan air atau perairan dalam menerima limbah organik baik internal (dari kegiatan budidaya) maupun dari luar (daratan) untuk didaur ulang atau diasimilasi sehingga tidak mencemari lingkungan yang berakibat terganggunya keseimbangan ekologis (Widigdo, 2000). Untuk penentuan daya dukung suatu perairan memerlukan analisis yang mampu mengkaitkan hubungan antara sifat biofisik perairan, parameter-parameter standar yang diperlukan untuk budidaya ikan kerapu, jumlah limbah ikan kerapu, potensi limbah dari lingkungan luar, serta kapasitas asimilasi. Berdasarkan kondisi tersebut maka muncul beberapa pertanyaan :

1) Bagaimana karakteristik biofisik (hidro-oseanografi) dan kelayakan bioteknis perairan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu?

2) Berapa besar beban limbah dari budidaya dan antropogenik yang dapat mempengaruhi daya dukung?

3) Model seperti apa yang dapat menggambarkan system pengelolaan kualitas lingkungan di Teluk Tamiang?

4) Bagaimana scenario dan strategi pengelolaan untuk masa yang akan datang?

Beberapa pendekatan dalam estimasi daya dukung yang telah dilakukan untuk pengembangan kerapu dalam keramba jaring apung di perairan laut, di antaranya


(23)

untuk perairan semi tertutup (teluk) melalui pendekatan berdasarkan pada loading N dan P yang terbuang ke lingkungan perairan (Beveridge, 1987), pendekatan berdasarkan ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air dan pendekatan berdasarkan beban limbah pakan yang masuk ke air. Secara skematis kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini antara lain :

1. Karakterisasi biofisik (hidro-oseanografi) dan analisis tingkat kelayakan/kesesuaian bioteknis perairan pesisir Teluk Tamiang.

2. Pendugaan beban limbah organik, N dan P baik yang bersumber dari kegiatan budidaya KJA dan limbah dari daratan (antropogenik) yang masuk ke dalam lingkungan perairan serta daya dukung lingkungan perairan bagi pengembangan budidaya keramba jaring apung Ikan Kerapu.

3. Pemodelan pengelolaan kualitas lingkungan bagi pengembangan budidaya keramba jaring apung ikan kerapu.

4. Perumusan skenario dan strategi pengelolaan kawasan Teluk Tamiang

1.5. Kebaruan (Novelty)

Capaian keilmuan yang dapat ditampilkan sebagai bentuk kebaruan (novelty) dari penelitian ini antara lain :

1) Rancang bangun model bersifat umum yang memasukan komponen padat tebar ikan, jumlah pakan, volume limbah dari kegiatan budidaya dan antropogenik, volume teluk, nilai flusing time, dan nilai baku mutu untuk biota laut (Budidaya Perikanan) (KEPMENLH 51 Tahun 2004), dapat diaplikasikan pada kawasan perairan teluk lain dengan variabel yang sudah ada atau yang masih diasumsikan. 2) Model yang dibangun agar lebih mudah diimplementasikan dihasilkan piranti lunak

dalam bentuk Visual Basic, disebut MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0 (Model Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu). Model penduga daya dukung perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.


(24)

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Cocok ? STOP

Kegiatan Budidaya KJA Ikan Kerapu

Estimasi Limbah dan Daya Dukung Limbah

Antropogenik

Kondisi Hydro-Oseanografi

Jumlah Unit KJA, Kapasitas Produksi

Analisis Prospektif dan Model

Dinamik Analisis Kelayakan/

Kesesuaian Perairan (GIS)

Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya

KJA IkanKerapu Analisis Karakteristik Biofisik

dan Bioteknis

Tidak

Ya Mulai


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Budidaya Ikan Kerapu dan Prospek Pengembangannya

Ikan kerapu (grouper) termasuk dalam Family Serranidae merupakan jenis ikan yang paling populer dan bernilai ekonomi tinggi diantara jenis ikan karang di daerah Asia-Pasifik (SEAFDEC, 2001). Ikan kerapu umumnya tumbuh cepat, kuat dan cocok untuk budidaya intensif. Ikan jenis ini merupakan ikan konsumsi yang umumnya dipasarkan dalam keadaan hidup (Sunyoto, 1993). Ikan kerapu tersebar luas di perairan pantai baik didaerah tropis maupun sub tropis, bernilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas utama dalam perdagangan ikan hidup.

Jumlah ikan kerapu diperkirakan ada sekitar 46 spesies yang hidup diberbagai tipe habitat. Jumlah tersebut berasal dari 7 (tujuh) genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopolis, Cromileptis, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari ketujuh genus tersebut genus Cromileptis, Epinephelus, dan Plectropomus sekarang digolongkan sebagai ikan komersial dan mulai dibudidayakan (Sunyoto, 1993). Secara sistematika jenis ikan kerapu bebek (Cromileptis altivelis) dapat dituliskan sebagai berikut :

Class : Teleostomi/Teleostei Sub-Class : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Sub-Ordo : Percoide

Famili : Serranidae

Sub-Famili : Epinephelinae

Genus : Cromileptis, Epinephelus

Species : Cromileptis altivelis

Ikan kerapu bebek (Cromileptis altivelis) banyak dijumpai di perairan batu karang atau daerah karang berlumpur, hidup pada kedalaman 40 – 60 meter. Dalam siklus hidupnya ikan muda dan larva hidup di dasar perairan berupa pasir karang yang banyak ditumbuhi padang lamun dengan kedalaman 0,5 – 3,0 meter. Menginjak dewasa ikan ini akan bermigrasi menuju perairan yang lebih dalam yang biasanya dilakukan pada siang dan senja hari. Telur dan larva bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Ikan kerapu Kerapu bersifat stenohaline


(26)

yaitu mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan berkadar garam rendah dan bersifat nocturnal yaitu bersembunyi di liang-liang karang pada siang hari dan aktif bergerak pada malam hari. (Gambar 2).

Gambar 2 Ikan Kerapu Bebek (Cromileptis altivelis)

Aktifitas budidaya laut sebagai salah satu usaha pemanfaatan potensi kawasan pesisir pada saat ini sangat berpeluang besar bagi peningkatan produksi perikanan. Tingkat keberhasilan pengembangannya sangat ditentukan oleh proses pengelolaan dan penguasaan teknologi yang berorientasi ekologis dan ekonomis serta keterpaduan pemanfaatan kawasan pesisir dan laut secara sadar mempertimbangkan keberlanjutan manfaat. Karena itu perlu diupayakan suatu konsep pengembangan budidaya laut yang berorientasi berkelanjutan.

Ikan kerapu merupakan ikan air laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi khususnya untuk konsumsi restoran-restoran besar di dalam maupun di luar negeri. Ikan kerapu biasa diekspor dalam bentuk ikan segar, ikan olahan setengah jadi (fillet

dan sashimi) serta ikan hidup ke beberapa negara seperti Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Amerika Serikat. Tingginya permintaan yang tidak diimbangi dengan produksi memunculkan ide untuk membudidayakan ikan ini

(www.suharjawanasuria.tripod.com, Juni 2006).

Ditinjau dari segi harga jual (khususnya untuk ekspor), ternyata ikan kerapu menunjukkan trend harga yang baik dan dapat diandalkan sebagai salah satu penunjang penambahan devisa negara. Hal ini dapat dilihat pada harga beberapa jenis ikan kerapu hidup tahun 2004 dimana untuk ikan kerapu bebek/tikus dapat mencapai harga Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 320.000,- per kilogram. Walaupun usaha pengembangan budidaya ikan kerapu dengan menggunakan KJA ini ditujukan


(27)

untuk pasar ekspor, namun sebagian dari hasil produksi juga diharapkan dapat dipasarkan untuk konsumsi pasar dalam negeri.

2.2.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kualitas Lingkungan dan

Kelayakan

Kualitas lingkungan (perairan) yang mempengaruhi kehidupan organisme perairan dalam ekosistemnya adalah parameter biologi, fisika dan kimia. Menurut Boyd (1990) setiap organisme perairan memerlukan kisaran nilai parameter kualitas air tertentu dan kisaran tersebut terkait dengan kondisi lokasi.

Pemilihan lokasi

Ketepatan lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam usaha budidaya ikan kerapu di dalam keramba jaring apung. Beberapa kegagalan usaha budidaya terjadi karena lokasi yang dipilih kurang cocok. Untuk itu, diperlukan perencanaan yang mendalam terutama pemilihan lokasi yang harus memenuhi kaidah dan persyaratan bioteknis.

Beberapa persyaratan perlu dipenuhi dalam pemilihan lokasi. Menurut Nugroho (1989), beberapa faktor yang perlu dipenuhi dalam penilihan lokasi keramba jaring apung adalah: (1) Lokasi terlindung dari gangguan angin dan gelombang yang kuat, namun masih memiliki pergerakan air yang baik, (2) Jarak dasar kurungan dengan dasar perairan pada saat surut minimal 2 meter, (3) Pergerakan/arus air berkisar antara 15-25 cm/detik), (4) Salinitas (kadar garam) berkisar antara 15-30 ppt, (5). Suhu air 27-29 oC. Lokasi budidaya harus jauh dan bebas dari limbah pencemaran baik yang berasal dari industri, pertanian dan rumah tangga, (6) Dasar Perairan sebaiknya betofografi landai, kedalaman perairan antara 7 – 15 meter pada saat dari surut terendah,sehingga jarak dasar karamba ke dasar lebih dari 2 meter (>2). Kedalaman tersebut untuk mencegah gangguan dari hewan-hewan bentik, serta memberikan jarak yang cukup agar pengaruh limbah kotoran (feses) dan sisa pakan tidak menimbulkan efek negatif bagi ikan.

Kondisi dasar perairan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas air diatasnya. Dasar perairan yang mengalami pelumpuran, bila terjadi gerakan air oleh arus maupun gelombang akan membawa partikel dasar ke permukaan (Upwelling) yang akan menyebabkan kekeruhan, sehingga penetrasi cahaya matahari menjadi berkurang dan partikel lumpur ini berpotensi menutupi insang ikan. Arus air sangat membantu pertukaran air dalam keramba, membersihkan timbunan sisa-sisa


(28)

metabolisme ikan dan membawa oksigen terlarut yang dibutuhkan ikan. Sebaliknya, apabila kecepatan arus tinggi akan sangat berpotensi merusak konstruksi KJA serta dapat menyebabkan stres pada ikan, selera makan ikan berkurang, dan energi banyak terbuang.

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, letak lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti gas-gas O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya (Effendi,

2003). Suhu optimal untuk pertumbuhan kerapu bebek sekitar antara 27 – 29oC (Akbar dan Sudaryanto, 2002). Suhu perairan sangat penting di dalam mempengaruhi pertumbuhan ikan budidaya.

Kecerahan air merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Perairan dengan tingkat kecerahan sangat tinggi (jernih) sangat baik sebagai lokasi budidaya laut. Untuk budidaya laut kecerahan yang dipersyaratkan adalah > 3 meter (Akbar dan Sudaryanto, 2002). Kekeruhan atau turbiditas disebabkan oleh adanya partikel tersuspensi dan terlarut dalam air, seperi jasad renik, lumpur, bahan organik, tanah liat dan zat koloid serta benda terapung lainnya yang tidak mengendap dengan segera. Kekeruhan dapat mempengaruhi pernapasan ikan, proses fotosintesa dan produktivitas primer. Dalam budidaya ikan, nilai kekeruhan (turbidity) berkisar antara 2 – 30 NTU (Nephlelometric Turbidity Unit). Padatan tersuspensi yang tinggi akan mengganggu pernapasan ikan karena partikel-partikel tersebut dapat menutupi insang. Padatan tersuspensi perairan untuk usaha budidaya laut adalah berkisar antara 5 – 25 ppm (Akbar dan Sudaryanto 2002).

Salinitas juga dapat mempengaruhi kehidupan ikan/biota laut lainnya. Boyd (1990) menyatakan sebagian besar ikan-ikan muda lebih sensitif terhadap perubahan salinitas bila dibandingkan ikan dewasa. Peningkatan salinitas dapat meningkatkan tekanan osmotik air (media) yang selanjutnya akan mempengaruhi metabolisme.

Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter utama bagi kehidupan hewan perairan. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari proses fotosintesis fitoplankton pada siang hari. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu air, respirasi (khususnya pada malam hari) dan


(29)

masuknya limbah pencemar baik an organik maupun organik yang mudah urai ke lingkungan laut. Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya yang baik adalah berkisar antara 5 – 8 ppm (Akbar dan Sudaryanto, 2002).

Nitrogen di dalam air terdiri dari bermacam-macam senyawa, namun yang bersifat toksik terhadap ikan dan organisme lainnya hanya 3 (tiga) senyawa yaitu ammonia (NH3-N), nitrit (NO2-N) dan nitrat (NO3-N). Senyawa ini selain berasal dari

atmosfir juga banyak berasal dari sisa makanan, organisme mati dan hasil ekskresi metabolisme hewan akuatik. Ammonia dan nitrit merupakan senyawa nitrogen yang paling toksik, sedangkan nitrat hanya bersifat toksik pada konsentrasi yang tinggi. Kehadiran nitrit yang berlebihan dapat mengoksidasi ion ferro dalam hemoglobin menjadi ion ferri yang merubah hemoglobin menjadi meteoglobin yang dapat merupakan parameter penting dalam budidaya ikan karena nitrat merupakan bentuk oksidasi terbanyak dari nitrogen dalam air. Konsentrasi ammonia dan nitrat untuk keperluan budidaya adalah < 1 ppm.

2.3.

Pengertian Daya Dukung

Daya dukung lingkungan perairan didifinisikan sebagai suatu yang berhubungan erat dengan produktifitas lestari perairan tersebut. Artinya daya dukung lingkungan adalah nilai suatu mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisika, kimia dan biologi) dalam suatu kesatuan ekosistem (Poernomo, 1997). Pengertian ini apabila diterapkan sebagai daya dukung lingkungan pesisir menjadi kemampuan badan air atau perairan di kawasan pesisir dalam menerima limbah organik. Termasuk didalamnya adalah kemampuan mendaur ulang atau mengasimilasi limbah tersebut sehingga tidak mencemari lingkungan perairan (Widigdo, 2000).

Kemampuan badan air dalam menerima limbah yang masuk ditentukan oleh kemampuan pencucian (flushing) dan purifikasi (kapasitas asimilasi) dari perairan tersebut. Apabila beban limbah yang masuk melebihi kemampuan daur ulang dan kekuatan pencucian badan air maka perairan menjadi tercemar.

Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah fotosintesa dari produsen primer (Fitoplankton). Sementara konsumen utama oksigen dalam air adalah hewan, bakteri dan bahan organik melalui proses respirasi dan oksidasi. Keseimbangan proses asimilasi dan respirasi akan berpengaruh pada oksigen budget dalam air dan akan berpengaruh pula pada kehidupan organisme perairan.


(30)

Kenchington dan Hudson (1984) mendefinisikan daya dukung sebagai kuantitas maksimum ikan yang dapat didukung oleh suatu badan air selama jangka waktu panjang. Daya dukung lingkungan dapat berkurang akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia yang mengurangi ketersediaan suplai energi atau penggunaan energi (Clark, 1974). Daya dukung lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang kedalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi (UNEP, 1993).

Sementara menurut Gowen et al., 1989 didalam Barg, 1992) menyatakan bahwa kemampuan pengenceran pesisir untuk menerima limbah sangat dipengaruhi oleh laju pengenceran (flushing time), volume air yang tersedia dan beban limbah yang masuk ke perairan. Flushing time diartikan sebagai waktu yang diperlukan dari suatu unit volume massa air berdiam (tinggal) dalam suatu area tertentu sebelum digantikan oleh unit volume massa air yang baru.

Estimasi daya dukung lingkungan perairan untuk menunjang budidaya ikan laut di KJA merupakan ukuran kuantitatif yang akan memperlihatkan berapa ikan budidaya yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan tanpa menimbulkan degradasi lingkungan dan ekosistem sekitarnya (Piper et al., 1982 didalam Meade, 1989) atau jika telah ditentukan banyaknya ikan budidaya dalam satu keramba jaring apung, estimasi ini akan menunjukkan berapa unit keramba jaring apung yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan. Jadi untuk sampai pada perhitungan estimasi dibutuhkan data-data menyangkut luasan area yang cocok untuk budidaya sesuai persyaratan, masa tanam, umur panen, besarnya produksi limbah organik, kapasitas asimilasi, flushing rate dll.

2.4. Integrasi

Kegiatan

Perikanan

Budidaya dalam Pengelolaan Pesisir

Secara terpadu

Pengembangan budidaya KJA ikan kerapu dalam konsep pengelolaan secara terpadu (integrated coastal management/ICM) merupakan suatu proses yang mengharmoniskan kepentingan antara berbagai stakeholders dalam menyusun dan mengimplementasikan suatu rencana terpadu (integrated plan) baik dari aktivitas didaratan (antropogenik) maupun aktivitas budidaya di lautan untuk melindungi ekosistem pesisir beserta sumberdaya alam yang terdapat didalamnya untuk kesejahteraan secara adil dan berkelanjutan. Suatu kerangka (sistem) kerja pengelolaan yang meliputi penilaian secara komprehensif (comprehensive


(31)

assessment), penentuan tujuan, perencanaan dan pengelolaan pembangunan (pemanfaatan) wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alamnya, dengan memperhatikan perspektif (aspirasi) tradisional, budaya dan historis serta konflik kepentingan dan penggunaan”.

Beberapa prinsip dasar dalam perencanaan pengembangan budidaya laut dalam konsep pengelolaan pesisir secara terpadu antara lain : (1) Agenda 21 Rio prinsip pembangunan berkelanjutan, (2) keterpaduan dan koordinasi antar sektor, (3) pelibatan masyarakat, (4) analisis cost and benefit spesifik lokasi , (5) pehitungan kapasitas lingkungan (daya dukung), (6) penerapan aturan insentif, (7) pengawasan dampak yang ditimbulkan oleh setiap aktivitas, (8) evaluasi dan penyesuaian, serta (9) efektivitas lembaga dan organisasi yang berperan (GESAMP, 2001).

Selanjutnya parameter yang berhubungan dengan integrasi kegiatan perikanan budidaya dalam rencana pengelolaan pesisir antara lain : (1) parameter fisika meliputi pemetaan penggunaan lahan didaratan, kegiatan pembangunan, reklamasi dan pengairan; (2) parameter biologi dan kimia, meliputi kecerahan perairan, keberadaan padang lamun, mangrove, terumbu karang dan pencemaran bahan organik; (3) parameter sosial dan ekonomi masyarakat meliputi kepadatan penduduk, lapangan pekerjaan, tingkatan pendapatan masyarakat, konflik antar sector berdasarkan perbedaan kepentingan (FAO, 1996).

Sistem budidaya yang memperhitungkan ukuran daya dukung lingkungan perairan tempat berlangsungnya kegiatan budidaya dalam menentukan skala usaha/ukuran unit usaha akan dapat menjamin kontinuitas hasil panen. Sistem budidaya model ini sering diperkenalkan sebagai sistem budidaya berkelanjutan dan bertanggungjawab (sustainable and responsible aquaculture).

2.5. Pendekatan Sistem dan Pemodelan

2.5.1. Analisis Sistem

Sistem adalah sekelompok komponen yang dioperasikan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu (Forrester, 1968). Menurut Hall dan Day (1977) analisis sistem adalah suatu studi (kajian) secara formal (ilmiah) tentang suatu sistem atau sifat-sifat umum dari sistem-sistem. Analisis sistem adalah pengorganisasian data dan informasi secara teratur dan logis untuk menyusun suatu model, kemudian diikuti dengan eksploitasi dan pengujian secara seksama terhadap model tersebut guna memvalidasi dan memperbaikinya. Analisis sistem mencakup filosofi pemecahan


(32)

masalah secara umum maupun sekumpulan teknik kuantitatif, termasuk formula yang berkaitan dengan berfungsinya sistem-sistem kompleks, seperti ekosistem alamiah, sistem sosial, dan sistem ekonomi (Grant et al., 1997).

2.5.2. Pemodelan

Model adalah suatu ekspresi formal dari komponen-komponen esensial dari suatu masalah yang menjadi perhatian kita (Jorgensen, 1988). Model dapat dideskripsikan dalam bentuk fisik, matematik, atau verbal, meskipun beberapa pakar pemodelan menolak terminologi model verbal karena bahasa yang digunakan sangat membingungkan (Jeffer, 1978). Model merupakan formalisasi dari pengetahuan kita tentang suatu sistem dan model yang baik adalah yang memiliki atribut-atribut fungsional yang penting (elemen dan fungsi utama) dari sistem yang sebenarnya (Hall dan Day, 1977). Menurut Goodman (1975 didalam Hall dan Day, 1977), model merupakan alat untuk memprediksi perilaku dari suatu entitas yang kompleks dan sedikit dipahami (poorly understood), atas dasar perilaku dari bagian-bagian (komponen) dari entitas tersebut yang telah diketahui dengan baik.

Pemodelan adalah suatu teknik untuk membantu konseptualisasi dan pengukuran dari suatu sistem yang kompleks, atau untuk memprediksi konsekuensi (response) dari sistem terhadap tindakan (intervensi manusia). Jika tindakan manusia (management intervention) ini dicobakan secara langsung terhadap sistem yang sebenarnya (alam), maka konsekuensinya terlalu mahal, merusak, atau sukar dipelajari. Dengan demikian, apa yang dapat kita lakukan dengan model adalah untuk pemahaman (understanding), pendugaan (assessing), dan dukungan informasi (information support). Prinsip lain dari penggunaan model adalah untuk menguji validitas pengukuran di lapang dan asumsi yang diturunkan dari data tersebut. Dengan pemodelan kita berharap dapat mengetahui lebih banyak tentang struktur dan tingkah laku alam baik dalam kondisi sekarang maupun yang akan datang yang dapat diketahui dalam bentuk simulasi.

Menurut Grant et al., (1977), simulasi adalah suatu proses yang menggunakan model untuk menirukan atau menelusuri tahap demi tahap tentang perilaku dari suatu sistem yang dipelajari. Model simulasi disusun dari suatu seri perhitungan dan operasi logis yang secara bersama-sama menyajikan struktur (keadaan) dan perilaku (perubahan keadaan) dari sistem yang dipelajari.


(33)

III. METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan (Gambar 3). Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan antara lain telah berkembangnya kegiatan budidaya ikan kerapu di Teluk Tamiang yang memiliki luas 2.289,8 ha.

Penelitian lapangan dan laboratorium dilaksanakan mulai dari bulan April – Nopember 2006.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Teluk Tamiang


(34)

3.2. Karakterisasi Sifat Perairan dan Kelayakan Bioteknis Perairan

Teluk Tamiang

Analisis karakteristik sifat perairan merupakan kajian tentang kondisi biofisik dan kimia perairan, mencakup aspek kualitas perairan (Biologi, fisika, dan kimia), serta oseanografi. Pengamatan kualitas air dilakukan untuk menentukan kelayakan perairan bagi kehidupan ikan kerapu. Contoh air diambil pada 10 titik lokasi sampling (Gambar 4) pada kedalaman 50% dari kedalaman laut (0,5 x kedalaman laut) dengan menggunakan water sampler Niskin Van Dorn (International Association of the Physical of the ocean (IAPSO, 1936 didalam Hulagalung et al., 1997). Contoh air untuk keperluan analisa laboratorium diambil setiap bulan satu kali selama 6 bulan. Jenis dan metode analisa parameter secara rinci disajikan pada Tabel 1. Penentuan lokasi dilakukan dengan alat bantu GPS (Global Positioning Systems).

Gambar 4 Titik sampling perairan Teluk Tamiang

1

2

3

4

5

6

7

8

9


(35)

3.2.1. Karakterisasi Biologi Perairan

Kajian biologi perairan meliputi produktivitas primer, plankton dan bentos, yang ditujukan untuk mengetahui karakteristik perairan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran dan kesuburan perairan.

- Pengukuran Produktivitas Primer. Produktivitas primer diukur dengan menggunakan botol gelap dan botol terang (Vollenweider, 1969 didalam Kaswadji

et al., 1993). Pengukuran produktivitas primer bertujuan untuk mengetahui jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh produsen primer (fitoplankton). Produktivitas primer dihitung dengan menentukan kandungan oksigen terlarut dalam botol terang dikurangi dengan kandungan oksigen dalam botol gelap setelah dilakukan masa inkubasi (pencahayaan) selama 3 jam. Nilai oksigen terlarut yang diperoleh dari hasil pengurangan tersebut, kemudian dikonversikan ke satuan mgC/m3/jam. Perhitungan produktivitas primer dilakukan menurut Umaly dan Cuvin (1988) sebagai berikut:

(O2 dalam BT) – (O2 dalam BG) (1000) 0,375

GP = --- x --- mgC/m3/jam Lama pencahayaan (jam) KF

Keterangan :

GP = Produktifitas Primer BT = Botol Terang BG = Botol Gelap

Lama inkubasi = selama 3 jam (dari jam 9.00 – 12.00) O2 = Oksigen terlarut (mg/l)

KF = Kuosien Fotosintesa = 1,2 1000 = konversi liter menjadi m3

0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (12/32)

(Ryther, 1965 didalam Kaswadji et al., 1993). Jika diasumsikan bahwa dalam satu hari terdapat 12 jam terang, maka dalam satu hari GP x 4 jam.

- Kelimpahan Plankton. Sampel diambil dengan menyaring air sebanyak 200 liter melalui plankton net no. 25 dan dimampatkan menjadi sekitar 25 ml dan diawetkan dengan menambahkan 5 – 10 tetes larutan formalin 10 ppm. Identifikasi jenis dilakukan dengan bantuan mikoskop dan buku identifikasi Davis (1955). Perhitungan kepadatan plankton dilakukan dengan menggunakan Sedgwick Rafter Counting Chamber dibawah mikroskop (APHA, 1992). Kelimpahan plankton (K) ditentukan dengan metode penyapuan (sensus) dengan menggunakan Sedwick Rafter Cell (SRC) (APHA 1992) sebagai berikut :


(36)

Vs 1 K = --- x ---x N

Va Vo

Dimana :

K = Kelimpahan total plankton (sel/l) Vs = Volume air yang tersaring (ml) Va = Volume air yang disaring (l) N = Jumlah plankton yang teramati Vo = Volume air yang diamati (ml)

- Bentos. Sampel sedimen diambil dengan alat bantu Ekman grab pada 10 titik sampling. Selanjutnya contoh sedimen yang diperoleh disimpan kedalam kantong plastik, diawetkan dengan formalin 10 ppm. Kepadatan/kelimpahan bentos (K) ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

1000 x a K = ---

b

Dimana :

K = Kepadatan makrozobentos (individu/m2) a = jumlah makrozobentos

b = Luas bukaan mulut Ekman Grab (cm2) 1000 = konversi dari cm2 ke m2

Stabilitas Komunitas

Stabilitas komunitas plankton dan bentos dinyatakan dengan indeks keanekaragaman (H1) oleh Shannon Wiener (Odum, 1971) dan indeks keseragaman (E) Evennes Index (Odum, 1971) serta indeks dominansi (C) Shannon Wienner (Odum, 1971), yang ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

- Indeks Keanekaragaman (H1)

Keanekaragaman dihitung dengan rumus Index Shannon Wiener (Odum, 1971): H1 = ∑ (ni) ln (ni)

N N

Dimana :

H1 = indeks Keanekaragaman ni = jumlah individu tiap spesies N = jumlah individu seluruh spesies

Kisaran nilai indeks keanekaragaman Shannon Wienner diklasifikasikan sebagai berikut : H1 < 1 = keanekaragaman populasi kecil dan komunitas rendah

H1 < 1 < 3 = keanekaragaman populasi sedang dan komunitas sedang H1 < 3 = keanekaragaman populasi tinggi dan komunitas tinggi


(37)

- Indeks Keseragaman (E)

Indeks keseragaman dihitung dengan menggunakan rumus Evennes Index (Odum, 1971).

H1 E = LnS

Dimana :

E = indeks keseragaman H1 = indeks keanekaragaman S = jumlah spesies

Nilai keseragaman berkisar antara 0 – 1. Apabila nilai E mendekati 0, maka sebaran individu antar jenis tidak merata dan apabila nilai E mendekati 1, maka sebaran individu antar jenis merata.

- Indeks Dominansi (C)

Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus Shannon Wienner (Odum, 1971) sebagai berikut :

C = ∑ (Pi)2 Dimana :

C = Indeks Dominansi

ni = Jumlah individu taksa ke-i N = Jumlah total individu

Pi = ni/N = Proporsi spesies ke-i

Nilai indeks dominansi (C) berkisar antara 0 – 1. Bila nilai indeks dominansi mendekati 1 maka terdapat organisme tertentu yang mendominasi suatu perairan, namun bila nilai indeks dominasi mendekati 0, maka tidak ada jenis yang dominan.

Untuk memudahkan perhitungan dalam analisis statistik uji beda nyata digunakan alat bantu piranti lunak Excel Stat Pro 7.5 dan SPSS 11,5.

3.2.2. Karakterisasi Oseanografis.

- Pasang surut. Diukur dengan alat bantu papan pembaca yang dipasang di lokasi penelitian. Pembacaan tinggi permukaan air dilakukan selama 3x24 jam pada saat pasang purnama dan surut terendah yang bertujuan untuk mengetahui volume perairan baik pada saat pasang maupun surut serta polanya yang berkaitan dengan proses pengenceran (flushing time). Hasil pengamatan pasang surut diklarifikasi dengan data pasang surut yang dikeluarkan oleh Dinas Hidrooseanografi TNI-AL untuk stasiun pengamatan Kotabaru. Sementara kecepatan arus pasang surut di


(38)

dalam Teluk Tamiang diukur dengan floating roop, sedangkan arah dan pola arus diamati dengan menelusuri arah pergerakan arus secara langsung (insitu).

- Bathymetri. Peta kontur bathymetri merupakan kontur dari kedalaman teluk, diperoleh dengan menggunakan Lowrens Echosounder (model X16) dan diproses dengan bantuan piranti lunak Surfare 8.0. Data dari pencatatan ini kemudian dikoreksi ke chart datum dengan referensi tabel pasang surut dan dikuatkan dengan pengukuran lapangan pada waktu dan rentang pasang yang berbeda. - Substrat dasar. Contoh substrat diambil pada lokasi dengan metode yang sama

dengan sampel bentos. Contoh substrat diambil dengan alat Ekman grab, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan sampai dianalisa tekstur substrat. Pada setiap contoh sampel dianalisis di laboratorium secara fisik substratnya antara lain jenis pasir, karang berpasir putih, pasir berkarang, pasir berlumpur, dan berlumpur.

3.2.3. Karakterisasi Kimiawi Perairan

Kajian kimia perairan meliputi parameter kimia perairan yang berpengaruh kehidupan ikan kerapu antara lain parameter pH, Salinitas, Oksigen Terlarut (DO), Nitrit, Nitrat, Orthophosphat, dan BOD5. Parameter-parameter tersebut diukur satu kali

setiap bulan selama 6 bulan. Secara rinci jenis parameter dan metode analisanya disajikan pada Tabel 1.


(39)

Tabel 1 Parameter kualitas lingkungan perairan dan metode peneraannya

Parameter Alat/Cara Analisis Keterangan Biologi

1. Produktivitas primer 2. Plankton

3. Bentos

Botol Gelap dan Botol Terang, DO meter Plankton net No.25, Mikroskop dan buku identifikasi

Ekman Grab, Mikroskop dan buku identifikasi

Insitu

Laboratorium Laboratorium

Fisika

1. Suhu (oC)

2. Kecerahan/pembacaan secchi disk (m)

3. TSS (ppm)

4. Kecepatan Arus (m/dt) 5. Substrat Dasar 6. Kedalaman (m) 7. Pasang surut (m) 8. Keterlindungan (ketinggian gelombang (m) Thermometer Hg Piring Sechi Gravimaterik Floating roop Ekman Grab Lowrens Echosounder Papan berskala Tongkat berskala Insitu Insitu Laboratorium Insitu Laboratorium Insitu Insitu Insitu Kimia 1. pH

2. Salinitas (ppt) 3. Oksigen terlarut (ppm) 4. Ammonia (ppm) 5. Nitrit (ppm) 6. Nitrat (ppm)

7. Orthophosphat (ppm) 8. BOD5 (ppm)

pH meter Refraktometer DO meter

Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol BOD, DO meter

Insitu Insitu Insitu Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium

3.2.4. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan

Penentuan kelayakan/kesesuaian bioteknis untuk pengembangan budidaya KJA dilakukan dengan metode pembobotan dan penilaian (skoring) untuk setiap parameter yang berpengaruh pada kelayakannya untuk ikan kerapu yang diberikan oleh Tiensongrusmee et al., (1986) didalam Sunyoto (1993) (Tabel 2). Dalam metode ini pertama-tama ditentukan parameter-parameter utama yang berpengaruh pada kegiatan budidaya KJA ikan kerapu, kemudian sesuai dengan perannya parameter-parameter tersebut diberi bobot dan skor. Bobot menunjukan kepentingan parameter-parameter pada keberhasilan budidaya. Nilai yang diberikan adalah rentang 1 s/d 5. Semakin tinggi nilai, semakin penting peranannya. Skor (s) dibagi dalam empat kategori yaitu skor 4 (sangat layak) di mana nilai parameter tersebut sangat layak (optimum), skor 3


(40)

(sedang) di mana nilai parameter pada rentang yang masih dapat ditoleransi untuk hidup layak, skor 2 (rendah) dimana nilai parameter terletak pada rentang yang masih dapat ditolerasi (direkomendasikan) namun sudah mengganggu proses metabolisme, dan skor 1 (tidak layak) di mana nilai parameter berada diluar rentang yang direkomendasikan dan sudah mengganggu proses metabolisme. Penentuan skor didasarkan pada rentang nilai hasil pengukuran lapangan terhadap 8 (delapan) parameter utama seperti yang disajikan pada Tabel 2. Untuk memperoleh nilai kelayakan/kesesuaian setiap parameter maka nilai ”bobot” dikalikan dengan ”skor” untuk masing-masing parameter pada setiap stasiun yang diperoleh dari pengukuran dan pengamatan lapang.

Tabel 2 Kriteria dan sistem penilaian kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu

Nilai skor dan Tingkat Kesesuaian dan Rentang nilai Parameter Hasil Pengukuran No Parameter Bobot 4

(Tinggi) 3 (Sedang) 2 (Rendah) 1 (Tidak Sesuai) Nilai Kelayakan Parameter (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

(Bobot x Skor) 1 Kedalaman

(meter)

5 >10 7-9 4-6 <4 --- 2 Keterlindungan terhadap gelombang/ angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* Terlindung (<0,5 m)* Agak terbuka (>0,5 m)* Terbuka (>0,5 m)* ---

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 26 - 27 24 - 25 > 30/<24 --- 4 Salinitas

(promil)

3 31 - 34 29 - 30 25 – 27/ 34 - 35

< 25/>35 --- 5 Substrat Dasar 3 Pasir,

karang berpasir Pasir berkarang Pasir berlumpur Berlumpur --- 6 Kecerahan (meter)

3 6 - 10 3 - 5 0 - 2 0 --- 7 Oksigen

terlarut

3 7 - 8 6 – 7/>8 5 - 6 <5 --- 8 Kecepatan

Arus (cm/dt)

3 21 - 40 16 - 20 13 - 15 <12 --- Total Nilai ∑ Bobot x

Skor Keterangan : *) ketinggian gelombang

Hasil perkalian antara bobot dan skor dari setiap parameter pada masing-masing stasiun pengamatan kemudian dijumlahkan. Dari hasil penjumlahan tersebut tentukan jumlah nilai maksimal (∑ nilai maksimal ) dan jumlah nilai minimal (∑ nilai minimal ). Untuk mendapatkan nilai kesesuaian pada setiap lokasi pengamatan,


(41)

selisih nilai maksimal dan minimal dibagi kedalam 4 kategori (klas) yaitu a) sesuai tinggi (S1), b) sesuai sedang (S2), c) sesuai rendah (S3), dan d), tidak sesuai (N), yang penentuannya terlebih dulu dilakukan perhitungan nilai selang klas kesesuaian dengan persamaan sebagai berikut :

Selang Kelas Kesesuaian (X) = ∑ nilai maksimal - ∑ nilai minimal Banyak Klas

Selanjutnya untuk menentukan tingkatan kesesuaian/kelayakan perairan bagi pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu yang terbagi 4 kategori (klas) dari kisaran total nilai (bobot x skor) pada setiap stasiun pengamatan dengan klas kesesuaian, dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Klas kesesuaian

Kesesuaian tinggi (S1) nilainya berkisar antara = (∑ maks - X) s/d (∑ maks) Kesesuaian sedang (S2)nilai berkisar antara = (∑ maks -1-2X) s/d (∑ maks -1-X) Kesesuaian rendah (S3) nilai berkisar antara = (∑ maks -2-3X) s/d (∑ maks -2-2X) Tidak sesuai (N) nilai berkisar antara = < (∑ maks -3-3X)

Untuk menganalisis secara spasial, titik-titik stasiun pengamatan terlebih dulu dilakukan interpolasi yang merupakan suatu metode pengelolaan data titik menjadi area (polygon). Dari hasil interpolasi masing-masing parameter kualitas perairan yang diperoleh, disusun dalam bentuk peta tematik. Luasan perairan yang layak/sesuai bagi pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung yang dihasilkan setelah seluruh data parameter utama pembobotan dalam bentuk peta tematik di

overlay (tumpang susun).

Kemudian penentuan luas areal perairan yang layak/sesuai bagi pengembangan budidaya KJA Ikan kerapu dilakukan dengan bantuan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) piranti lunak ArcView versi 3.3 dan Surfer 8.0. Diagram alir penyusunan tingkat kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung disajikan pada Gambar 5.


(42)

Gambar 5 Diagram alir penyusunan tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu

3.3. Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung

ƒ Keramba jaring apung yang digunakan terbuat dari kayu ulin dan jaring nilon (D24)

dengan mesh size 3,175 cm. Ukuran keramba yang digunakan adalah 3 x 3 x 2,5 m3 sebanyak 1 jaring diletakan dalam satu unit rakit (Gambar 6). Ikan kerapu bebek (Cromileptis altivelis) yang digunakan sebagai hewan uji memiliki berat awal rata-rata 360 gr/ekor. Ikan uji tersebut diambil dari bibit alam sekitar perairan Teluk Tamiang dengan tingkat kepadatan 20 ekor/m3. Masa pemeliharaan + selama 6 bulan dan selama pemeliharaan diberi pakan berupa ikan rucah (segar). Jumlah pakan yang diberikan adalah 4% dari biomass ikan setiap hari yang terbagi dalam 3 kali pemberian pakan yaitu pada jam 07.00, 13.00 dan 18.00. Jumlah pakan disesuaikan setiap bulan sekali selama 6 bulan (180 hari). Untuk mengetahui total biomass dilakukan sampling menggunakan jaring serok.

ƒ Untuk mengetahui perubahan kualitas air akibat kegiatan budidaya ikan di sekitar lokasi budidaya dilakukan pengamatan kualitas air antara lain suhu, kecerahan, TSS, DO, salinitas, BOD. COD, Nitrit, Nitrat, dan Orthoposphat dengan frekuensi

Potensi Sumberdaya Perairan untuk Pengembangan Budidaya Ikan

di Teluk Tamiang

Data Primer (Biofisik Perairan)

Data Sekunder (Peta rupa bumi)

Geografi Information System

(GIS)

Penyusunan Data Base

• Atribut (data tabular)

• Data Grafis

Kriteria Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Laut

Peta Tingkat Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya KJA Ikan Kerapu


(43)

pengamatan sebanyak 1 kali 1 bulan selama 6 bulan didalam kurungan karamba maupun lingkungan sekitarnya. Untuk parameter DO dan salinitas diukur secara ”insitu” yaitu di setiap stasiun pada kedalaman 50% dari kedalaman laut (0,5 x kedalaman laut) (International Association of the Physical of the ocean (IAPSO, 1936 didalam Hulagalung et al 1997). Sedangkan untuk parameter lainnya contoh air dimasukan kedalam botol sampel kemudian diawetkan dalam suhu dingin (es) pada kotak pendingin (cool box) dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisa.

ƒ Untuk mengetahui pertumbuhan ikan diukur setiap bulan sekali dengan cara menimbang sebanyak 25 ekor per keramba jaring apung dengan alat bantu timbangan OHAUS berketelitian 0,1 gr.

ƒ Untuk mengetahui sintasan, laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan (RKP), dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Sintasan (%)= (jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian/jumlah ikan saat tebar) x 100%

LPH (gr/hari)= (Wt-Wo)1/t, dimana Wt: bobot ikan pada akhir penelitian (gr); Wo: bobot ikan pada awal penelitian (gr); t (hari) dan

RKP = jumlah pakan yang diberikan/berat biomass ikan yang dihasilkan

3.4. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari Kegiatan Budidaya

(

Internal Loading

)

Untuk menduga jumlah limbah budidaya ikan kerapu (berupa feses maupu sisa pakan) yang terbuang dari keramba ke lingkungan perairan di bagian luar jaring dipasang jaring halus mesh size 20 mikron. Jaring halus tersebut dipasang di luar jaring apung (tempat pemeliharaan ikan). Perangkap tersebut diikatkan pada sebuah bingkai yang terbuat dari kayu ulin berbentuk segi empat yang berukuran 3,5 x 3,5 meter, dan bagian bawah perangkap dipasangi pemberat (Gambar 6). Pengumpulan limbah sisa pakan dan feses dilakukan setiap bulan sekali sebanyak 6 kali sampling ulangan (selama kegiatan budidaya). Untuk pengumpulan sisa pakan dilakukan 2 jam setelah pemberian pakan, sedangkan untuk pengumpulan feses, jaring halus dipasang selama 24 jam sebelum koleksi feses. Limbah yang terkumpul kemudian dipisahkan antara feses dan sisa pakan. Baik feses maupun sisa pakan kemudian ditimbang dan selanjutnya dianalisa kadar proximat yang terdiri dari yaitu lemak kasar


(44)

(Ekstraksi Soxhlet), karbohidrat (Spektrofotometer), serat kasar (Fibretex), kadar abu (Muffle), kadar air (pengeringan oven), serta N dan P (Semi Micro Kjeldahl dan Olsen).

Sebagai pembanding analisa proximat juga dilakukan terhadap ikan rucah (sebagai pakan segar) dan ikan kerapu pada akhir pemeliharaan.

Gambar 6 Keramba jaring apung dengan alat perangkap feses dan sisa pakan

Pendugaan total bahan organik dihitung berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Iwama (1991 didalam Barg, 1992) dengan mengacu pada total pakan yang tidak dikonsumsi dan jumlah feses, dengan persamaan sebagai berikut :

O = TU + TFW

O = total output partikel bahan organik

TU = total pakan yang tidak dimakan, yang diperoleh dengan persamaan : TU = TF x UW

TF = total pakan yang diberikan

UW = presentase pakan yang tidak dimakan (rasio total pakan yang dimakan

terhadap total pakan yang diberikan). TFW = total limbah feses, dihitung dengan persamaan :

TFW = F x TE

F = persentase feses (rasio total feses terhadap total pakan yang dimakan)

TE = total pakan yang dimakan, diperoleh dengan persamaan :

TE = TF – TU

TF = total pakan yang diberikan TU = total pakan yang tidak dimakan

Rakit Pelampung Bingkai Jaring Perangkap (3,5x3,5)

Jaring Keramba (3x3x2,5)

Perangkap feses & sisa Pakan (3,5x3,5x2,7) Pemberat (2-3 kg)


(45)

Pendugaan kuantifikasi limbah total N dan P (TN dan TP) didasarkan atas data kandungan N dan P dalam pakan ikan rucah, dan dalam karkas ikan kerapu (Baveridge, 1987, Barg, 1992). Pendugaan total N dan P mengacu pada metode Ackefors dan Enell (1990 didalam Barg, 1992), dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Persamaan untuk Loading N dan P adalah : Kg P = (A x Cdp) – (B x Cfp)

Kg N = (A x Cdn) – (B x Cfn) Dimana :

A = bobot basah pakan rucah yang digunakan (kg) B = bobot basah kerapu yang diproduksi (kg)

Cd = kandungan phosphor (Cdp) dan nitrogen (Cdn) di pakan diekspresikan sebagai % bobot basah)

Cf = kandungan phosphor (Cfp) dan nitrogen (Cfn) dari karkas ikan, diekspresikan sebagai % bobot basah.

3.5. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan

(

Antropogenik

) (

Eksternal Loading

)

Pendugaan beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berada di daratan mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Land Ocean Interactionin the Coastal Zone (LOICZ) Project (Malou San Diego-McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm).

Pendugaan kuantitatif limbah yang bersumber dari daratan (upland) berasal dari aktivitas (1) pemukiman, dan (2) peternakan, bertujuan untuk mengetahui besaran potensi kontribusi beban limbah organik (nitrogen dan phosphor) ke perairan teluk antara lain :

(1) Aktivitas Pemukiman. Besaran limbah organik (Total N dan P) yang berasal dari pemukiman, dihitung dengan cara sensus yaitu menghitung secara langsung jumlah penduduk yang bermukim disekitar teluk. Untuk mendapatkan besar kontribusi limbah yang terdiri dari limbah padat (kg/hari) dan limbah cair (liter/hari), maka jumlah penduduk tersebut dikalikan dengan koefisien limbah dari berbagai acuan antara lain dari 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997), dan 3) World Bank didalam Diego-McGlone (2006) (Tabel 3).


(46)

Tabel 3 Jenis aktifitas dan koefisien limbah pemukiman

No. Jenis Aktivitas Koefisien Limbah Sumber Acuan 1.

2. 3.

Aktivitas Pemukiman

Limbah padat Sampah Deterjen

1,86 kg N/org/th 0,37 kg P/org/th 4 kg N/org/th 1 kg P/org/th 1 kg P/org/th

Sogreah (1974) Padilla et al (1997) World Bank (1993) Catatan : 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997); 3)World Bank (1993) di dalam Diego- McGlone (2006).

(2) Aktivitas Peternakan. Besaran volume limbah (Total N dan P) tersebut dihitung dengan menghitung secara langsung jumlah ternak yang berada atau dipelihara disekitar teluk. Untuk mendapatkan besar kontribusi limbah yang terdiri dari limbah padat (kg/hari), maka jumlah ternak tersebut dikalikan dengan koefisien limbah dari berbagai acuan antara lain 1) WHO (1993); 2) Valiela et al (1997)

didalam Diego-McGlone (2006) (Tabel 4).

Tabel 4 Jenis aktifitas dan koefisien limbah peternakan

No. Jenis Aktivitas Koefisien Limbah Sumber Acuan 1.

2. 3.

Komoditas Peternakan

Ternak Sapi Ternak Kambing Ternak Ayam

43,8 kg N/ekr/th 11,3 kg P/ekr/th 4 kg N/ekor/th 21,5 kP/ekor/th 0,3 kg N/ekor/th 0,7 kg P/ekor/th

WHO (1993)

WHO (1993) Valiela et al (1997) Catatan : 1) WHO (1993); 2) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006)

Beban limbah yang berasal dari pemukiman dan peternakan diperoleh dari data perhitungan langsung dilapangan yang mengacu pada data sekunder statistik Desa/Kecamatan.. Pendugaan total nitrogen (TN) dan total fosfat (TP) dari limbah antropogenik dihitung dengan mengalikan antara tingkatn aktivitas dengan koefisien limbah (N dan P) (Tabel 5) dengan persamaan sebagai berikut :

TN = tingkatan aktivitas x koefisien limbah TP = tingkatan aktivitas x koefisien limbah


(1)

Lampiran 16. Uji Statistika (Uji t beda nyata) Untuk Evalusi Model Pengelolaan

T-Test (Biomass)

Perbandingan Biomassa

0 30 60 90 120 150 180

Perhitungan Lapangan 162 176,9 190,4 202,5 214,3 226,8 237,6 Model Simulasi 162,5 176,85 190,35 202,5 214,65 226,8 237,24

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Lapangan 7 201,5000 27,07016 10,23156 Model 7 201,5557 26,90813 10,17032

One-Sample Test

Test Value = 0

95% Confidence Interval of the Difference

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Lower Upper Lapangan 19,694 6 ,000 201,50000 176,4643 226,5357 Model 19,818 6 ,000 201,55571 176,6698 226,4416

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean Pair 1 Lapangan 201,5000 7 27,07016 10,23156

Model 201,5557 7 26,90813 10,17032

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lapangan &

Model 7 1,000 ,000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Lapangan


(2)

Pengambilan Keputusan Hipotesis :

H0 = kedua nilai biomass antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata

H1 = kedua nilai biomass antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata

• Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak.

• Jika nilai statistik

• k hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0 diterima.

Bahwa : t hitung dari output adalah 0,518 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model.

Jika probabilitas (0,623) > 0,05, maka H0 diterima.

T-Test (Pakan)

Perbandingan Total Pakan

0 30 60 90 120 150 180

Perhitungan Lapang 0 194,4 212,3 228,3 242,5 257 271,6 Model Simulasi 0 196,5 215,2 230,1 243,4 269,2 269,9

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Lapangan 7 200,8714 92,33998 34,90123 Model 7 203,4714 93,65108 35,39678

One-Sample Test

Test Value = 0

95% Confidence Interval of the Difference

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Lower Upper Lapangan 5,755 6 ,001 200,87143 115,4712 286,2717 Model 5,748 6 ,001 203,47143 116,8586 290,0842 Paired Samples Statistics


(3)

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean Pair 1 Lapangan 200,8714 7 92,33998 34,90123

Model 203,4714 7 93,65108 35,39678

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lapangan &

Model 7 ,999 ,000

Paired Samples Test

Pengambilan Keputusan Hipotesis :

H0 = kedua nilai pakan antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata

H1 = kedua nilai pakan antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata

• Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak.

• Jika nilai statistik hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0 diterima.

Bahwa : t hitung dari output adalah 1,530 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model.

Jika probabilitas (0,177) > 0,05, maka H0 diterima.

T-Test (limbah N)

Limbah Nutrien (N) dalam kg

Peubah Perhitungan Lapangan

Model Simulasi

N Pakan 177,20 182,10

N Pakan terbuang (food loss)

31,90 32,80

N yang dicerna 145,40 120,80

Paired Differences

95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper t df

Sig. (2-tailed) Pair 1 Lapangan

- Model

-2,60000 4,49592 1,69930


(4)

N Retensi 30,70 31,50

N Feces 27,60 28,40

N Ekskresi 114,70 117,70

N Akumulasi Budidaya 174,10 178,80

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Lapangan 7 100,2286 68,81060 26,00796

Model 7 98,8714 68,33924 25,82981

One-Sample Test

Test Value = 0

95% Confidence Interval of the Difference

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Lower Upper Lapangan 3,854 6 ,008 100,22857 36,5894 163,8678

Model 3,828 6 ,009 98,87143 35,6682 162,0747

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean Pair 1 Lapangan 100,2286 7 68,81060 26,00796

Model 98,8714 7 68,33924 25,82981

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lapangan &

Model 7 ,989 ,000

Paired Samples Test

Paired Differences t df

Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Lapangan -

Model 1,357

14 10,40398

3,9323 4

-8,2649 4

10,979

22 ,345 6 ,742

Pengambilan Keputusan Hipotesis :

H0 = kedua nilai limbah N antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata

H1 = kedua nilai limbah N antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata


(5)

• Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak.

• Jika nilai statistik hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0 diterima.

Bahwa : t hitung dari output adalah 0,345 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model.

Jika probabilitas (0,742) > 0,05, maka H0 diterima.

T-Test (Limbah Nutrien P)

Limbah Nurien (P) dalam kg

Peubah Perhitungan Lapangan

Model Simulasi

P Pakan 36,6 37,6

P Pakan terbuang (food loss)

6,6 6,8

P yang dicerna 29,9 17,7

P Retensi 4,1 4,2

P Feces 12,7 13,1

P Ekskresi 13,1 13,5

P Akumulasi Budidaya 32,4 33,3

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Lapangan 7 19,3429 13,27640 5,01801

Model 7 18,0286 12,77024 4,82670

One-Sample Test

Test Value = 0

95% Confidence Interval of the Difference

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Lower Upper

Lapangan 3,855 6 ,008 19,34286 7,0642 31,6215

Model 3,735 6 ,010 18,02857 6,2181 29,8391

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean Lapanga

n 19,3429 7 13,27640 5,01801

Pair 1


(6)

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lapangan &

Model 7 ,932 ,002

Paired Samples Test

Pengambilan Keputusan

Paired Differences

95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper t df

Sig. (2-tailed) Pair 1 Lapanga

n - Model 1,31429 4,81194 1,81874

-3,1360 2

5,7645

9 ,723 6 ,497

Hipotesis :

H0 = kedua nilai limbah P antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata

H1 = kedua nilai limbah P antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata

• Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak.

• Jika nilai statistik hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0 diterima.

Bahwa : t hitung dari output adalah 0,723 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model.