PENDAHULUAN Pengelolaan Pesisir Teluk Jor Bagi Pengembangan Budidaya Karamba Jaring Apung Dengan Analisis Daya Dukung

media pembesaran. Kawasan pemanfaatan umum Teluk Jor memerlukan suatu pengelolaan yang terintegrasi bagi peningkatan komoditas budidaya agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Perumusan Masalah Lobster Panulirus sp merupakan komoditas perikanan yang telah dikembangkan oleh masyarakat nelayan, budidaya lobster telah dilaksanakan sejak awal 2000. Pada awalnya benih diperoleh dari alam sekitarnya, namun seiring dengan terjadinya degradasi lingkungan sulit ditemukan benih di sekitar teluk sehingga mengharuskan nelayan mencari bibit lobster hingga ke luar Teluk Jor. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian bangunan KJA berjumlah 125 unit dengan ukuran yang berbeda-beda, jarak antar unit KJA 2-3 meter untuk alur transportasi nelayan. Penempatan lokasi KJA belum memenuhi kriteria kedalaman sehingga ketika surut jaring KJA menyentuh dasar perairan hingga dikuatirkan mempengaruhi pertumbuhan budidaya lobster. Penyebaran virus penyakit Milky Haemolimp pada budidaya lobster kecamatan Jerowaru terjadi sejak 2010. Penyakit pada umumnya terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara tiga faktor utama yaitu pathogen, lingkungan dan inang. Kondisi lingkungan yang jelek dapat menyebabkan stress dan penurunan ketahanan lobster terhadap penyakit BBL LombokS 2013. Budidaya lobster sistem KJA di Vietnam berkembang pesat sejak 1999 dan mencapai puncaknya pada tahun 2006, tetapi wabah penyakit susu pada akhir tahun 2006 mengakibatkan penurunan unit KJA Pillai 2013 Budidaya KJA di perairan Teluk Jor telah menghasilkan limbah yang berasal dari sisa pakan yang tidak dikonsumsi oleh lobster dan feses. Sisa pakan dan feses yang terbuang ke dalam badan air merupakan potensi sumber bahan organik yang dapat mempengaruhi tingkat kesuburan dan kelayakan kualitas air bagi kehidupan biota budidaya. Degradasi ekosistem mangrove akibat konversi lahan menjadi sawah dan tambak merupakan salah satu suplai limbah anorganik dari daratan melalui aliran sungai ketika terjadi hujan. Kompleksitas ekosistem perairan Teluk Jor merupakan potensi yang perlu dijaga kelestariannya dengan melakukan sistem pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan antara aspek ekologi, ekonomi dan sosial masyarakat pesisir. Oleh karena itu dalam rangka pengelolaan pesisir Teluk Jor perlu dilakukan penelitian tentang daya dukung perairan Teluk Jor untuk penentuan jumlah unit KJA yang boleh beroperasi dengan tetap memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini menentukan lokasi yang layak dan jumlah optimum bagi budidaya sistem karamba jaring apung dalam rangka rencana pengelolaan wilayah pesisir Teluk Jor Lombok Timur Manfaat penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan didalam merumuskan kebijakan pengelolaan lingkungan dan pengembangan perikanan budidaya laut yang berkelanjutan. Pendekatan Studi Suatu perairan dapat dikatakan mendukung kegiatan budidaya apabila kondisi lingkungan perairannya layak dan memenuhi kriteria ekologi yang telah ditentukan. Kondisi perairan yang dimaksud antara lain secara fisika kontur kedalaman, arus, pasang surut, gelombang dan kimia oksigen terlarut, tingkat keasamanpH, salinitas, BOD, nutrient Beveridge 1996. Beberapa pendekatan dalam estimasi daya dukung yang telah dilakukan untuk pengembangan lobster dalam keramba jaring apung di perairan laut, diantaranya untuk perairan semi tertutup melalui pendekatan loading P yang terbuang ke lingkungan perairan Beveridge 1987. Secara skematis kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 1. Untuk penentuan daya dukung suatu perairan memerlukan analisis yang mampu mengaitkan hubungan antara sifat biofisik, parameter-parameter standar yang diperlukan untuk budidaya lobster, jumlah limbah lobster, potensi limbah, serta kapasitas asimilasi. Daya dukung adalah kemampuan badan air atau perairan dalam menerima limbah organik internal untuk didaur ulang atau diasimilasi sehingga tidak mencemari lingkungan yang berakibat terganggunya keseimbangan ekologis Widigdo 2000. Konsep daya dukung merupakan faktor yang signifikan Analisis daya dukung Jumlah unit optimum KJA Strategi pengelolaan Teluk Jor Estimas i limbah Limbah KJA Limbah non KJA Potensi lahan untuk budidaya lobster sistem KJA Analisis kesesuaian lahan Kriteria kesesuaian lahan Basis data digital Data primer Data sekunder Gambar 1. Bagan alur kerangka pemikiran penelitian untuk manajemen berbasis ekosistem dalam menentukan batas atas produksi perikanan budidaya diberikan batas lingkungan, penerimaan sosial, kebutuhan untuk menghindari perubahan yang tidak dapat diterima dalam ekosistem alam, fungsi dan struktur sosial Ross et al. 2013.

II. TINJAUAN PUSTAKA Komponen Biologi

Menurut Holthuis 1992 udang karang di seluruh dunia dijumpai mulai dari pantai timur Afrika, Jepang, Indonesia, Australia, dan Selandia Baru. Di perairan Indonesia diketahui ada enam jenis udang karang bernilai ekonomis penting. Enam jenis lobster termasuk dalam genus Panulirus, yaitu udang batu Panulirus peniculatus, udang raja Panulirus longipes, udang rejuna Panulirus versicolor udang jarak Panulirus polyphagus, udang pantung Panulirus homarus, dan udang ketangan Panulirus ornatus. Menurut Moosa dan Aswandy 1984, udang karang atau lobster laut mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Super Kelas : Crustacea Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Famili : Palinuridae Genus : Panulirus Sumber : www.msc.org Gambar 2. Lobster air laut Panulirus sp Menurunnya hasil tangkap lobster di alam merupakan salah satu dampak dari rusaknya ekosistem terumbu karang akibat perilaku manusia. Minimnya perhatian terhadap ekosistem terumbu karang dan tingginya limbah kegiatan manusia akan menyebabkan berkurangnya hasil tangkap perikanan Hughes et al. 2012. Lobster memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, menyebar hampir di seluruh perairan yang berkarang di dunia. Perairan Teluk Jor terletak di bagian timur Pulau Lombok memiliki kondisi perairan relatif tenang dengan hamparan terumbu karang yang sangat luas merupakan salah satu habitat lobster. Priyambodo dan Sarifin 2008. Menurut Priyambodo dan Sarifin 2008 s pesies lobster yang dibudidayakan adalah benih yang tertangkap dari perairan sekitar Lombok. Dua spesies lobster yang sering ditangkap adalah lobster mutiara Panulirus ornatus dan lobster pasir Panulirus homarus, sedangkan sebagian kecil jumlah yang tertangkap adalah lobster bambu Panulirus versicolor dan lobster batik Panulirus longipes. Spesies Panulirus homarus dan Panulirus ornatus adalah dua lobster lebih berharga untuk pemasaran. Jenis lobster tersebut pertumbuhannya paling tinggi jika dibandingkan dengan lobster lainyya Panulirus versicolor, Panuliru homarus dan Panulirus polyhagus, di alam dapat ditemukan dengan bobot badan 4,2 kgekor. Udang karang bersifat nocturnal yaitu melakukan aktifitas mencari makan pada malam hari, pada siang hari mereka bersembunyi di tempat-tempat yang gelap dan terlindung di dalam lubang-lubang batu karang. Udang karang bertelur sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada awal musim hujan. Sebagai contoh di perairan Pangandaran udang karang ditemukan bertelur sepanjang tahun dengan puncak pemijahan pada bulan Oktober Setyono 2006. Menurut Subani 1984 lobster dapat digolongkan binatang yang mengasuh benihnya walaupun sifatnya hanya sementara. Lobster betina yang sedang bertelur melindungi telurnya dengan cara meletakkan atau menempelkan butir- butir telurnya di bagian bawah badan abdomen sampai telur tersebut dibuahi dan menetas menjadi larva lobster. Menjelang akhir periode pengeluaran telur dan setelah dibuahi, lobster akan bergerak menjauhi pantai dan menuju ke perairan karang yang lebih dalam untuk penetasan. Komponen Biofisik Perairan Kualitas air akan sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan hewan yang dipelihara. Khusus untuk budidaya dalam kurungan yang dibangun di laut, selain kondisi air kualitas in situ juga perlu diperhatikan pola aliran air arus, gelombang dan angin, pasang surut, kedalaman perairan, salinitas kadar garam, pH keasaman, kandungan oksigen terlarut, dan kondisi dasar perairan lumpur, pasir, batu. Pemilihan lokasi untuk budidaya pembesaran lobster tidak jauh berbeda dengan persyaratan untuk budidaya biota laut pada umumnya Pillay 1990. Suhu Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28 o - 32 o C. Pada suhu 18 o -25 o C, ikan masih bertahan hidup, tetapi nafsu makannya menurun. Suhu air laut 12 o -18 o C mulai berbahaya bagi ikan, sedangkan pada suhu di bawah 12 o C ikan tropis mati kedinginan. Kenaikan suhu air sebesar 10 ยบ C akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen hewan akuatik sebesar dua kali lipat Mayuna et al. 1995.