Ruang Lingkup Penelitian Parameter Fermentasi Pacheco et al., 2010

3 Nutrient Agar, NB Nutrient Broth, glukosa, yeast extract, NH 4 2 SO 4 , KH 2 PO 4 , MgSO 4 •7H 2 O, ZnSO 4 , HCl, NaCl, serta methylene blue. Peralatan yang digunakan di antaranya adalah labu erlenmeyer 500 mL, rotary shaking incubator, waterbatch shaker, sentrifus, penyaring vakum, oven, neraca analitik, autoklaf, pH-meter, mikropipet, spektrofotometer dan HPLC merk Water 2695 dengan detektor photodiode detector array. 2.2 Metode Penelitian Secara umum, diagram alir metode penelitian disajikan pada Gambar 1. Metode tersebut terdiri atas beberapa tahapan utama, yaitu ekstraksi pati dan hidrolisis pati, perlakuan asam terhadap ampas singkong, imobilisasi Saccharomyces cerevisiae, serta produksi bioetanol secara repeated-batch oleh Saccharomyces cerevisiae terimobilisasi pada ampas singkong. Gambar 1. Diagram alir penelitian Bioetanol Saccharomyces cerevisiae Terimobilisasi Singkong Analisa Proksimat Ekstraksi Pati Dengan Metode Basah Fermentasi Secara Repeated-batch, pH 5.5, 24 jam, 150 rpm Hidrolisat Pati Hidrolisis Pati Secara Enzimatis oleh α-amilase dan Amiloglukosidase Pati Ampas Singkong Carrier ampas singkong 0,5-2 mm Treatment HCl 3, 60 o C, 3 jam Pengecilan Ukuran dan Pengayakan Pengeringan 50 o C, 8-12 jam Penyegaran Pada Media NA, 30 o C, 48 jam Propagasi Pada 10 mL Media NB, Suhu Ruang, 24 jam, Kecepatan 150 rpm Imobilisasi Sel Pada Shaker Incubator, Suhu Ruang, pH 5.5, 24 jam, Kecepatan 150 rpm Isolat Saccharomyces cerevisiae 4

2.2.1 Ekstraksi Pati Singkong

Ekstraksi pati dilakukan secara basah. Proses ini diawali dengan analisis proksimat terhadap singkong racun, meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat AOAC, 1995. Kemudian singkong dibersihkan dan diparut disertai penambahan air sebanyak 1:3 b:v. Singkong hasil pemarutan diperah untuk mengekstrak pati. Penambahan air serta pemerahan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan untuk memaksimalkan ekstraksi pati. Suspensi hasil pemerahan didekantasi selama 14 jam. Pati yang terdekantasi dipisahkan dari cairan. Selanjutnya, pati dan ampas dikeringkan pada suhu 50 o C selama 8-12 jam. Pati yang telah kering digiling dan diayak dengan saringan berukuran 150 mesh, sedangkan ampas kering disimpan untuk digunakan sebagai carrier dalam imobilisasi Saccharomyces cerevisiae.

2.2.2 Pembuatan Hidrolisat Pati Modifikasi Akyuni, 2004

Suspensi pati 30 bv air digelatinisasi pada 70-80 o C. Pati tergelatinisasi dilikuifikasi selama 180 menit menggunakan α-amilase 1.75 Ug pati 1 mLkg pati disertai pengadukan secara konstan dan suhu dipertahankan pada 85-95 o C. Hasil likuifikasi disakarifikasi selama 48 jam oleh amiloglukosidase 0.3 Ug pati 1 mLkg pati pada 60 o C dengan pengadukan 150 rpm. Hasil sakarifikasi dipanaskan pada 105 o C selama 5 menit dan disaring vakum. Jika telah disaring dan dianalisa kadar total gula, hidrolisat pati dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Diagram alir produksi hidrolisat pati disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Diagram alir produksi hidrolisat pati singkong Modifikasi Akyuni, 2004 Air CaCO 3 α-amilase 1.75 Ug AMG 0.3 Ug Hidrolisat Pati Singkong Pati Singkong Suspensi Pati 30 bv Gelatinisasi Suhu 70-80 o C, pH 6-6.5, ±10 menit Inaktivasi Enzim; Suhu 105 o C, 5 menit Likuifikasi; 180 menit, suhu 85-95 o C, pengadukan konstan Sakarifikasi; Suhu 60 o C, 48 jam, 150 rpm Penyaringan Vakum 5

2.2.3 Penyiapan Carrier dan Imobilisasi Saccharomyces cerevisiae

Modifikasi Pacheco et al., 2010 Penyiapan carrier untuk imobilisasi sel dimulai dengan perendaman ampas singkong dalam larutan HCl 3 vv selama 180 menit pada suhu 60- 70 o C. Ampas hasil perendaman dicuci dengan air dan dikeringkan pada 50 o C selama 8-12 jam. Ampas singkong yang telah kering dikecilkan ukurannya dengan cara digerus hingga berukuran 0.5-2 mm dan disimpan untuk digunakan sebagai carrier dalam imobilisasi sel. Imobilisasi Saccharomyces cerevisiae diawali oleh penyiapan kultur dengan penyegaran pada NA steril. Sebanyak 2-3 jarum Ose isolat Saccharomyces cerevisiae diinokulasikan pada agar miring dan diinkubasi pada 30 o C selama 48 jam. Hasil penyegaran sebanyak 3 jarum Ose digunakan untuk propagasi pada 10 mL media NB steril dalam labu erlenmeyer yang diinkubasi pada inkubator goyang berkecapatan 150 rpm dan bersuhu ruang selama 24 jam. Sebanyak 6 bv media fermentasi ampas singkong hasil perlakuan asam disterilisasi pada 121 o C selama 15 menit dan dimasukkan ke dalam 100 mL media cair steril yang terdiri atas gL: 30 glukosa, 5 yeast extract, 10 NH 4 2 SO 4 , 4.5 KH 2 PO 4 , 1 MgSO 4 •7H 2 O, dan 0.65 ZnSO 4 , serta mengandung 10 mL inokulum hasil propagasi. Keseluruhan bahan tersebut dikultivasi selama 24 jam pada suhu ruang dalam inkubator goyang dengan kecepatan 150 rpm. Hasil kultivasi didekantasi untuk memisahkan sel imobil dari cairan kultivasi. Sel terimobilisasi pada ampas singkong tetap dibiarkan dalam labu erlenmeyer dan dicuci dengan 100 mL aquades steril. Dengan demikian, sel imobil telah siap untuk digunakan dalam fermentasi secara repeated-batch. 2.2.4 Penyiapan Media dan Fermentasi Repeated-Batch Modifikasi Kopsahelis et al., 2007 Penyiapan media diawali dengan pembuatan hidrolisat pati berkadar total gula 140 gL disertai penambahan beberapa nutrien berikut gL: 2.5 NH 4 2 SO 4 , 0.50 KH 2 PO 4 , 0.65 MgSO 4 •7H 2 O, dan 0.65 ZnSO 4 . Selanjutnya, pH diatur menjadi 5.5 dengan penambahan HCl 1N. Sebanyak 100 mL dari larutan tersebut disterilisasi pada 121 o C selama 15 menit. Fermentasi secara repeated-batch diawali dengan memasukkan 100 mL media steril ke dalam labu erlenmeyer 500 mL yang di dalamnya telah terdapat Saccharomyces cerevisiae terimobilisasi pada ampas singkong. Fermentasi dilakukan dengan pH awal media 5.5 dan suhu ruang di dalam rotary shaking incubator berkecepatan 150 rpm selama 24 jam. Hasil fermentasi didekantasi untuk memisahkan broth dari sel terimobilisasi. Ampas yang mengandung sel terimobilisasi dicuci menggunakan aquades steril. Jika pencucian telah selesai, maka 100 mL media segar berkomposisi sama dengan komposisi media fermentasi pertama dimasukkan kembali ke dalam erlenmeyer yang didalamnya telah terdapat Saccharomyces cerevisiae imobil. Media segar tersebut difermentasi secara repeated-batch hingga 5 kali dengan kondisi setiap siklus sama seperti fermentasi sebelumnya. Pada akhir setiap siklus, cairan fermentasi dipisahkan dengan dekantasi untuk dianalisis parameter fermentasi, meliputi kadar gula sisa, kadar etanol, produktivitas, yield, persentase konversi gula, serta efisiensi produksi. 6

2.3 Parameter Fermentasi Pacheco et al., 2010

Perhitungan parameter fermentasi dilakukan berdasarkan data di akhir setiap siklus fermentasi repeated-batch, meliputi kadar gula sisa, kadar etanol, produktivitas, yield, persentase konversi gula, serta efisiensi produksi. Produktivitas volumetrik etanol Qp; gLjam dihitung sebagai rasio dari konsentrasi etanol pada akhir fermentasi Pf; gL terhadap waktu fermentasi t; jam. Rumus perhitungan produktivitas volumetrik etanol adalah sebagai berikut. Qp = Pf 1 t Yield etanol untuk setiap penggunaan substrat hidrolisat pati Yps; g etanolg substrat dihitung sebagai rasio antara konsentrasi etanol pada akhir fermentasi Pf terhadap selisih konsentrasi total gula awal So; gL dan konsentrasi total gula akhir Sf; gL. Rumus perhitungan yield etanol adalah sebagai berikut. Yps = Pf 2 So-Sf Persentase konversi gula dihitung sebagai rasio selisih kadar total gula awal So; gL dan kadar total gula akhir Sf terhadap kadar total gula awal So; gL. Rumus perhitungan persentase konversi gula adalah sebagai berikut. P ersentase konversi gula = So-Sf x 100 3 So Efisiensi konversi substrat menjadi etanol Ƞ; dihitung sebagai rasio yield etanol Yps; g etanolg substrat terhadap yield teoritikal dari Yps Yth; 0.51 g etanolg substrat. Yield teoritikal diperoleh dengan asumsi hanya gula pereduksi yang digunakan untuk memproduksi etanol berdasarkan persamaan reaksi berikut. C 6 H 12 O 6  2C 2 H 5 OH + 2CO 2 Gula Pereduksi Etanol Karbondioksida Glukosa atau Fruktosa Berdasarkan persamaan reaksi di atas, dapat diketahui bahwa untuk setiap penggunaan 1 gram glukosa atau fruktosa akan dihasilkan 0.51 gram etanol. Dengan asumsi hanya gula pereduksi glukosa dan fruktosa yang dikonversi menjadi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae, nilai tersebutlah yang menjadi pembanding dalam perhitungan nilai efisiensi. Rumus perhitungan efisiensi konversi substrat menjadi etanol adalah sebagai berikut. Ƞ = Yps x 100 4 Yth 7 Terhadap berbagai parameter fermentasi dilakukan analisis statistik dengan menggunakan Uji T. Analisis statistik dengan menggunakan Uji T ini bertujuan mengetahui signifikansi perbedaan antar-siklus pada parameter yang dianalisis, sehingga tingkat kestabilan proses pun dapat diketahui. Analisis statistik dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 Riduan dan Akdon, 2010. III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Ekstraksi Pati dan Pembuatan Hidrolisat Pati

Bagian singkong yang digunakan dalam penelitian ini ialah daging umbi. Dengan memanfaatkan 12.42 kg singkong segar, diperoleh 8.88 kg 71.49 daging umbi dan 3.54 kg 28.51 kulit. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Setiawan 2006, yaitu 75.89 daging umbi dan 24.11 kulit. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh perbedaan varietas singkong serta perbedaan teknik pemotongan. Varietas singkong yang digunakan pada penelitian ini ialah singkong varietas SPP, sedangkan varietas singkong yang digunakan oleh Setiawan 2006 ialah varietas Bogo. Salah satu ciri singkong varietas SPP ialah kondisi kulit yang melekat kuat pada daging umbi. Hal ini mengakibatkan terdapat bagian daging umbi yang terbawa bersama kulit ketika dikupas. Ciri yang berbeda terdapat pada singkong varietas Bogor. Dalam hal ini, kulit umbi singkong varietas Bogo tidak melekat kuat pada daging umbi. Selain itu, jika dianalisis berdasarkan teknik pemotongan yang digunakan, maka dimungkinkan terdapat perbedaan jarak pemotongan antara umbi singkong dengan pangkal akar. Kedua hal tersebutlah yang menjadi faktor atas perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Setiawan 2006 dalam aspek daging umbi dan kulit singkong yang diperoleh. Hasil analisa proksimat terhadap bahan baku berupa daging umbi singkong disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa komponen utama yang terdapat dalam bahan baku adalah air dan karbohidrat masing-masing 64.45 dan 33.30. Kadar air yang lebih dari 15 ini dapat menyebabkan singkong mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme Winarno, 1992. Komponen lain, seperti abu, lemak, protein, dan serat kasar berada dalam persentase rendah. Tabel 1. Hasil analisis proksimat singkong varietas SPP Parameter Jumlah bb Setiawan 2006 bb Kadar Air 64.45 59.88 Kadar Abu 0.55 0.53 Kadar Lemak 0.23 0.34 Kadar Protein 0.74 1.48 Kadar Serat Kasar 0.73 - Kadar Karbohidrat 33.30 37.77 Ket: Dihitung berdasarkan by difference 8 Kadar pati hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Setiawan 2006 yang mencapai 37.77. Selain disebabkan oleh faktor perbedaan varietas singkong dan keikutsertaan serat kasar dalam perhitungan kadar pati, perbedaan hasil ini pun diakibatkan oleh perbedaan usia panen. Singkong varietas SPP yang digunakan pada penelitian ini memiliki usia panen 7 bulan, sedangkan usia panen singkong varietas Bogo yang digunakan pada penelitian Setiawan 2006 ialah 9 bulan. Rukmana 1997 menyampaikan bahwa usia panen yang baik bagi singkong ialah berkisar antara 9-10 bulan. Usia panen yang semakin lama akan semakin meningkatkan kandungan pati dalam umbi singkong. Pati dalam singkong diekstraksi terlebih dahulu sebelum dihidrolisis. Hasil ekstraksi disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa rendemen pati yang dihasilkan sebanyak 26.20 bb. Nilai ini lebih rendah dari hasil penelitian Setiawan 2006, yaitu 28.67 bb. Selain disebabkan oleh perbedaan varietas dan usia panen, perbedaan rendemen juga dimungkinkan akibat perbedaan teknik ekstraksi, terutama pada tahap pemerahan. Pemerahan pada penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan yang disertai penambahan air. Jika pengulangan semakin banyak, maka jumlah pati yang diperoleh pun akan semakin banyak. Tabel 2. Hasil ekstraksi pati singkong varietas SPP Ekstraksi ke- Daging Singkong kg Pati Ampas kg bb kg bb I 8.88 2.24 25.23 1.26 10.15 II 12.36 3.36 27.18 1.92 11.38 Rata-rata 26.20 10.77 Pati hasil ekstraksi terlebih dahulu dihidrolisis secara enzimatis oleh α-amilase dan amiloglukosidase sebelum digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Hasil hidrolisis disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Efisiensi konversi dan kadar total gula hidrolisat pati singkong Ulangan Berat Pati g Volume Akhir Hidrolisat L Total Gula gL Bobot Gula Akhir g Efisiensi I 300 0.628 179.53 112.74 37.58 II 300 0.633 176.21 111.54 37.18 III 300 0.761 141.51 107.69 35.90 Rata-rata 0.674 165.75 110.66 36.89 Efisiensi konversi hasil penelitian ini sebesar 36.89 bb dan kadar total gula sebesar 165.75 gL. Hasil ini jauh lebih rendah dari efisiensi hasil penelitian Aremu et al. 2010, yaitu 81.60. Lebih rendahnya efisiensi ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tidak dilakukan pengondisian pH saat tahap sakarifikasi. Pada penelitian ini, tidak dilakukan pengondisian pH menjadi 4-4.5, sedangkan Aremu et al. 2010 melakukan pengondisian pH 4-4.5 saat memasuki tahap sakarifikasi. Pengondisian nilai pH ini berkaitan dengan kondisi optimum bagi kinerja enzim amiloglukosidase. Akyuni 2004 menyampaikan bahwa nilai pH optimum bagi kinerja amiloglukosidase ialah 4-4.5. Selain pengondisian pH,