Ekstraksi Pati dan Pembuatan Hidrolisat Pati
8 Kadar pati hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil
penelitian Setiawan 2006 yang mencapai 37.77. Selain disebabkan oleh faktor perbedaan varietas singkong dan keikutsertaan serat kasar dalam perhitungan
kadar pati, perbedaan hasil ini pun diakibatkan oleh perbedaan usia panen. Singkong varietas SPP yang digunakan pada penelitian ini memiliki usia panen 7
bulan, sedangkan usia panen singkong varietas Bogo yang digunakan pada penelitian Setiawan 2006 ialah 9 bulan. Rukmana 1997 menyampaikan bahwa
usia panen yang baik bagi singkong ialah berkisar antara 9-10 bulan. Usia panen yang semakin lama akan semakin meningkatkan kandungan pati dalam umbi
singkong.
Pati dalam singkong diekstraksi terlebih dahulu sebelum dihidrolisis. Hasil ekstraksi disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa
rendemen pati yang dihasilkan sebanyak 26.20 bb. Nilai ini lebih rendah dari hasil penelitian Setiawan 2006, yaitu 28.67 bb. Selain disebabkan oleh
perbedaan varietas dan usia panen, perbedaan rendemen juga dimungkinkan akibat perbedaan teknik ekstraksi, terutama pada tahap pemerahan. Pemerahan
pada penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan yang disertai penambahan air. Jika pengulangan semakin banyak, maka jumlah pati yang
diperoleh pun akan semakin banyak.
Tabel 2. Hasil ekstraksi pati singkong varietas SPP
Ekstraksi ke-
Daging Singkong kg
Pati Ampas
kg bb
kg bb
I 8.88
2.24 25.23
1.26 10.15
II 12.36
3.36 27.18
1.92 11.38
Rata-rata 26.20
10.77
Pati hasil ekstraksi terlebih dahulu dihidrolisis secara enzimatis oleh α-amilase dan amiloglukosidase sebelum digunakan sebagai bahan baku
bioetanol. Hasil hidrolisis disajikan pada Tabel 3. Tabel 3.
Efisiensi konversi dan kadar total gula hidrolisat pati singkong
Ulangan Berat
Pati g Volume Akhir
Hidrolisat L Total Gula
gL Bobot Gula
Akhir g Efisiensi
I 300
0.628 179.53
112.74 37.58
II 300
0.633 176.21
111.54 37.18
III 300
0.761 141.51
107.69 35.90
Rata-rata 0.674
165.75 110.66
36.89
Efisiensi konversi hasil penelitian ini sebesar 36.89 bb dan kadar total gula sebesar 165.75 gL. Hasil ini jauh lebih rendah dari efisiensi hasil penelitian
Aremu et al. 2010, yaitu 81.60. Lebih rendahnya efisiensi ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tidak dilakukan pengondisian pH saat tahap
sakarifikasi. Pada penelitian ini, tidak dilakukan pengondisian pH menjadi 4-4.5, sedangkan Aremu et al. 2010 melakukan pengondisian pH 4-4.5 saat memasuki
tahap sakarifikasi. Pengondisian nilai pH ini berkaitan dengan kondisi optimum bagi kinerja enzim amiloglukosidase. Akyuni 2004 menyampaikan bahwa nilai
pH optimum bagi kinerja amiloglukosidase ialah 4-4.5. Selain pengondisian pH,
9 efisensi konversi hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil
Aremu et al. 2010 juga disebabkan oleh lama sakarifikasi. Aremu et al. 2010 melakukan sakarifikasi selama 72 jam, sedangkan penelitian ini melakukan
sakarifikasi selama 48 jam. Peningkatan lama proses sakarifikasi berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi total gula pada hidrolisat yang dihasilkan,
sehingga nilai efisiensi konversi pun menjadi semakin tinggi. Hidrolisat pati hasil penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3, dapat diketahui bahwa hidrolisat hasil penelitian ini
memiliki warna coklat-bening. Karakter fisik lain dari hidrolisat tersebut ialah berwujud cair viscous. Hidrolisat pati inilah yang digunakan sebagai bahan utama
dalam fermentasi secara repeated-batch untuk menghasilkan bioetanol.