SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT MES

7

B. SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT MES

Metil Ester Sulfonat MES yang merupakan golongan baru dalam kelompok surfaktan anionik telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pencuci dan pembersih washing and cleaning products. Pemanfaatan surfaktan MES sebagai bahan aktif pada deterjen telah banyak dikembangkan karena prosedur produksinya mudah, memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensinya tinggi walaupun pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi hard water dan tidak adanya fosfat, mempunyai asam lemak C 16 dan C 18 yang mampu memberikan tingkat detergensi yang terbaik, memiliki sifat toleransi terhadap ion Ca yang lebih baik, memiliki tingkat pembusaan yang lebih rendah dan memiliki stabilitas yang baik terhadap pH. Hasil pengujian di laboratorium memperlihatkan bahwa laju biodegradasi MES serupa dengan alkohol sulfat AS dan sabun, namun lebih cepat dibandingkan LAS. Hal tersebut menyebabkan metil ester sulfonat pada masa mendatang diindikasikan akan menjadi surfaktan anionik yang paling penting. Surfaktan metil ester sulfonat MES merupakan salah satu jenis surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan. Minyak yang dapat digunakan untuk produksi MES adalah minyak nabati sepert minyak sawit, minyak kedelai, minyak jagung dan minyak rapeseed. Surfaktan MES memiliki kelemahan yaitu gugus ester pada struktur MES cenderung mengalami hidrolisis baik pada kondisi asam maupun basa. Kecepatan reaksi hidrolisis akan semakin cepat dengan meningkatnya suhu Ketaren, 1986; Rosen, 2004. Penelitian mengenai proses pembuatan MES dari minyak sawit sudah dilakukan oleh Hapsari 2003 dan Mahardika 2003 tetapi MES yang dihasilkan menggunakan reaktan NaHSO 3 . Setelah proses sulfonasi MES yang dihasilkan perlu dimurnikan . Surfaktan MES yang belum dimurnikan mengandung produk-produk hasil samping berupa garam disalt yang tidak larut sehingga akan mengganggu kinerja MES sebagai surfaktan. Disalt mempunyai sensitivitas terhadap kesadahan air lebih tinggi daripada MES dan memiliki daya deterjensi 50 lebih rendah sehingga fungsionalitas dan 8 fleksibilitas menurun terutama dalam fungsinya sebagai bahan aktif permukaan penurun tegangan antarmuka. Sintesis metil ester sulfonat merupakan proses kimiawi metil ester sebagai bahan baku dengan gas SO 3 . Bahan baku metil ester yang digunakan dalam proses sulfonasi merupakan produk turunan dari minyak sawit yang tidak terhidrogenasi dengan karakteristik kualitas yang ditunjukkan dengan nilai bilangan iod dan parameter lainnya MacArthur, 1998. Karakteristik metil ester yang digunakan untuk sulfonasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik metil ester untuk bahan baku metil ester sulfonat Parameter P G CE1270 Henkel ME 16 Chengdu 1618 Emery 2204 Bobot Molekul 218 281 284 280 Bilangan Iod cgg ME 0.10 0.39 0.19 0.13 Asam karboksilat 0.074 0.25 1.89 na Bilangan Tak tersabunkan 0.05 0.27 0.06 na Bilangan Asam mgKOH g ME 0.15 0.5 3.8 0.4 Bilangan Penyabunan mg KOHg ME 252 197 191 na Kadar air 0.13 0.18 0.19 0.04 Komposisi asam lemak metil ester : C12 0.85 0.00 0.00 0.11 C12 72.59 0.28 0.28 0.16 C13 0.00 0.00 0.00 0.03 C14 26.90 2.56 1.5 4.15 C15 0.00 0.43 0.00 0.83 C16 0.51 48.36 60.18 25.55 C17 0.00 1.40 1.31 2.70 C18 0.00 46.24 35.68 64.45 C18 0.00 0.74 1.01 1.06 Sumber : MacArthur 1998 Metil ester merupakan suatu senyawa yang mengandung gugus – COOR dengan R dapat membentuk alkil suatu ester. Suatu ester dapat dibentuk langsung antara suatu asam lemak dengan alkohol yang dinamakan dengan esterifikasi. Suatu asam karboksilat merupakan suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil –COOH. Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonildan sebuah gugus hidroksil Fessenden dan Fessenden, 1982. 9 Proses sulfonasi untuk menghasilkan surfaktan MES dapat dilakukan dengan mereaksikan reaktan seperti SO 3 , H 2 SO 4 , NaHSO 3 , NH 2 SO 3 H, ataupun ClSO 3 H dengan minyak, asam lemak ataupun ester asam lemak Kirk dan Othmer, 1964; Bernardini, 1983; Foster, 1996. Menurut Foster 1996, SO 3 terlalu reaktif dan sangat eksotermik. Metil ester sulfonat merupakan surfaktan yang dihasilkan melalui proses sulfonasi metil ester MacArthur et al., 1998. Metil ester atau biodiesel dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi antar trigliserida berbahan baku minyak sawit, minyak kelapa atau lemak hewan dengan metanol. Gambar 4 menunjukkan reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol menghasikan metil ester dan gliserol. RCOOCH 2 CH 2 OH RCOOCH 2 + 3 CH 3 OH Æ 3 RCOOCH 3 + CHOH RCOOCH 2 CH 2 OH Minyak Metanol Metil Ester Gliserol Gambar 4. Reaksi transesterifikasi trigliserida dan metanol Di industri, proses sulfonasi secara langsung dilakukan dengan cara mereaksikan agen sulfonasi ke minyak pada suhu reaksi yang lebih tinggi dari titik leleh minyak. Setelah sulfonasi, sisa pereaksi yang tidak bereaksi dipisahkan dari produk hasil sulfonasi melalui proses pencucian menggunakan air garam, kemudian dinetralisasi menggunakan larutan alkali. Pencucian dan netralisasi dilakukan pada suhu antara 40 – 55 o C Pore, 1976. Reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi yaitu 1 gugus karboksil; 2 bagian α-atom karbon; 3 rantai tidak jenuh ikatan rangkap Gambar 5. Pemilihan proses sulfonasi tergantung pada banyak faktor yaitu: karakteristik dan kualitas produk akhir yang diinginkan, kapasitas produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol reaktan, suhu reaksi, 10 konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan SO 3 , NaHSO 3 , asam sulfit, waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi Foster, 1996. Gambar 5. Kemungkinan terikatnya pereaksi kimia dalam proses sulfonasi Bahan baku untuk surfaktan MES adalah metil ester yang diperoleh dari proses esterifikasi minyak. Minyak yang akan dijadikan bahan untuk produksi surfaktan harus diolah menjadi metil ester terlebih dahulu. Hal ini karena minyak merupakan trigliserida yang mengandung gliserol. Dalam proses transesterifikasi akan dihasilkan metil ester dan hasil samping gliserol Ketaren, 1986. Distribusi asam lemak yang beragam sebagai penyusun minyak sawit dan adanya ikatan rangkap dalam struktur karbon menyebabkan minyak sawit menjadi tidak stabil terhadap pengaruh oksidasi. Hampir setengah bagian komponen penyusun minyak sawit merupakan asam lemak tidak jenuh. Metil ester sebagai produk turunan minyak sawit juga mengandung ikatan ester tidak jenuh di dalamnya. Asam lemak yang telah diolah menjadi metil ester akan menjadikan senyawa yang lebih stabil terhadap suhu rendah maupun tinggi. Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak, diantaranya yaitu: 1 Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak; 2 Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat; 3 lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan 11 lemak menghasilkan gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak; 4 metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil terhadap panas; 5 dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan kemurnian lebih dari 90 dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70; 6 metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya lebih stabil dan non korosif. Proses sulfonasi metil ester dengan gas SO 3 dapat dilakukan pada skala laboratorium, skala pilot maupun skala industri. Peralatan sulfonasi yang dilakukan pada skala laboratorium yaitu bejana gelas berbentuk silinder dengan diameter bagian dalam 4 cm dan tingginya 45 cm. Gelas tersebut dilengkapi dengan jaket pendingin, saluran masuk dan keluar gas, dan termometer. Gas masuk melalui saluran atas dengan diameter saluran 8 mm. Proses sulfonasi pada skala ini dapat berlangsung secara kontinyu dengan lapisan film tipis pada reaktor. Untuk menghasilkan surfaktan metil ester sulfonat dengan kapasitas besar dapat meningkatkan skala peralatan produksi tersebut Stein dan Baumann, 1974. Menurut Stein dan Baumann 1974, lapisan metil ester bereaksi dengan gas SO 3 dari reaktor bagian atas. Pada reaktor dipasang saluran pemisah antara fase gas dan fase cairan. Metil ester yang masuk ke dalam reaktor dengan laju alir 600 gramjam dan gas SO 3 dengan konsentrasi 5 . Sulfonasi metil ester dilakukan pada suhu 70-90 °C dengan rasio mol metil ester dan gas SO 3 yaitu 1 : 1,3. Gas SO 3 bersifat eksotermis dan reaksi terjadi secara cepat dengan metil ester pada suhu yang lebih rendah akibat adanya gugus karbonil dari ester, tetapi sulfonasi belum tercapai. Untuk itu diperlukan suhu yang lebih tinggi agar sulfonasi berlangsung sempurna. Penggunaan suhu 70-90 °C merupakan kondisi ideal dalam sulfonasi pada falling film reactor. Pada awal reaksi, terjadi kontak bahan dengan gas SO 3 secara cepat hingga mencapai keseimbangan reaksi. Pada suhu tersebut dapat menghasilkan MES dengan bahan aktif 97 . Metil ester sulfonat yang dihasilkan larut dalam air sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan 12 dan tegangan antarmuka. Reaksi sulfonasi metil ester dengan gas SO 3 dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 6. Reaksi sulfonasi untuk pembuatan MES Watkins, 2001 Sulfonasi metil ester terjadi dalam dua tahap. Pertama, adanya kontak bahan secara cepat antara gas SO 3 dengan metil ester. Tahap kedua reaksi berlangsung lambat, suhu reaksi bergantung pada posisi gugus α. Untuk mencapai sulfonasi 95 membutuhkan waktu 50-60 menit dengan ekses gas SO 3 30 mol dan suhu 80 °C. Tetapi, produk yang dihasilkan berwarna gelap yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemucatan terhadap metil ester sulfonat yang dihasilkan Stein dan Baumann, 1974. Sulfonasi metil ester untuk memproduksi MES lebih kompleks dari pada sulfonasi dengan bahan baku yang lain. Karena dalam memproduksi surfaktan anionik yang lain seperti linear alkilbenzen sulfonat LAS, alkohol sulfat AS, alkohol eter sulfat AES, alfa olefin sulfonat AOS tidak membutuhkan proses pemucatan bleaching. Berbeda dengan MES yang berwarna gelap sehingga memerlukan proses pemucatan Roberts et al., 2008. Beberapa tahapan penting dalam memproduksi metil ester sulfonat antara lain; 1. Kontak antara metil ester dengan gas SO 3 Jika rasio mol antara metil ester dengan gas SO 3 kurang dari 1,2 maka tidak akan tercapai konversi sempurna. Pada tahap ini biasanya menggunakan falling film reactor. Jika netralisasi dilakukan pada tahap ini, maka metil ester tidak dapat terkonversi sempurna menjadi MES, dengan nilai konversi sekitar 60-75. Netralisasi produk pada tahap ini menjadikan MES sangat sedikit dan sebagian besar akan terjadi disalt. SO 3 + R n C OCH 3 O Sulfur trioksida Metil ester C C OCH 3 O R n-1 SO 2 OH Metil ester sulfonat 13 2. Tahapan penyempurnaan reaksi Dalam hal ini perlu aging dengan suhu minimal 80 °C. dengan rasio mol 1,2 selama 45 menit pada suhu 90 °C atau 3,5 menit pada suhu 120 °C akan menghasikan konversi sebesar 98 . 3. Tahap netralisasi Jika reaksi menghasilkan asam dan tidak dinetralkan, maka akan mengurangi kualitas MES yang dihasilkan seperti warna gelap, sangat kental bahkan akan terbentuk endapan. Netralisasi dilakukan untuk mencegah pH yang terlalu rendah dan mencegah hidrolisis yang menyebabkan “disalt”. Menurut MacArthur dan Sheat 2002, penelitian mengenai produksi MES skala pilot plant secara sinambung telah dilakukan oleh Chemiton Corporation di Amerika Serikat. Produksi MES dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap proses sulfonasi dimulai dengan pemasukan bahan baku metil ester dan gas SO 3 ke reaktor dan selanjutnya diikuti dengan tahap pencampuran di digester, tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan. Bahan baku metil ester dimasukkan ke reaktor pada suhu 40 - 56 o C, dengan konsentrasi gas SO 3 adalah 7 dan suhu gas SO 3 sekitar 42 o C. Nisbah mol antara reaktan SO 3 dan metil ester sekitar 1,2 - 1,3. MES segera ditransfer ke digester pada saat mencapai suhu 85 o C, dengan lama waktu pencampuran adalah 0,7 jam 42 menit. Proses pemucatan dilakukan dengan mencampurkan MES hasil digester dengan pelarut metanol sekitar 31 - 40 bb, MES basis dan H 2 O 2 50 sekitar 1 - 4 persen bb, MES basis pada suhu 95 - 100 o C selama 1 - 1,5 jam. Ditambahkan oleh Sheats dan Foster 2003 bahwa bleached MES secara kontinyu dinetralisasi hingga mencapai nilai pH 6,5 – 7,5. Proses netralisasi dilakukan dengan mencampurkan bleached MES dengan pelarut NaOH 50 pada suhu 55 o C. Kemampuan surfaktan MES dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak-air disebabkan oleh kemampuan surfaktan MES dalam meningkatkan gaya tarik menarik antara dua fasa yang berbeda polaritasnya. Hal ini terjadi karena struktur dari surfaktan yang memiliki dua gugus fungsional yang berbeda Suryani et al., 2003. Fenomena tegangan antarmuka interfacial 14 tension, IFT memainkan peranan penting di dalam kinerja surfaktan. Bahan yang umum digunakan untuk memodifikasi tegangan antarmuka dan tegangan permukaan suatu zat adalah surfaktan yang berasal dari istilah asing surfactant singkatan dari surface active agent.

C. OLEIN SAWIT