Kampanye Bangga RARE (RARE Pride Campaign)

2.5 Kampanye Bangga RARE (RARE Pride Campaign)

2.5.1 Sejarah dan Perkembangan Kirana (2001) mengemukakan kampanye adalah program komunikasi

yang terencana untuk mencapai tujuan spesifik. Perubahan perilaku adalah tujuan yang ingin dicapai melalui kampanye, dengan perencanaan yang teliti, melibatkan penggunaan berbagai media dan berbagai cara penyampaian pesan. Kampanye merupakan adaptasi langsung dari kata ‘campaign’ berarti ‘the art of war’ atau seni perang, di dalamnya tercakup taktik dan strategi, walaupun demikian istilah ini bukan monopoli kalangan militer saja. Industriwan, politisi, dan aktifis – jenis- jenis manusia dengan sangat sedikit perbedaan, semuanya menggunakan istilah ini dengan pemaknaan yang relatif sama.

Terdapat 3 jenis utama dari kampanye yaitu kampanye komersil, politik dan isu sosial (Moffitt, 1999). Salah satu kampanye di bidang sosial dan lingkungan yaitu kampanye yang dikembangkan oleh RARE, dikenal dengan istilah kampanye bangga. Program Kampanye Bangga RARE adalah suatu perkawinan antara pendidikan konservasi secara tradisional dan teknik social Terdapat 3 jenis utama dari kampanye yaitu kampanye komersil, politik dan isu sosial (Moffitt, 1999). Salah satu kampanye di bidang sosial dan lingkungan yaitu kampanye yang dikembangkan oleh RARE, dikenal dengan istilah kampanye bangga. Program Kampanye Bangga RARE adalah suatu perkawinan antara pendidikan konservasi secara tradisional dan teknik social

dikenal (peer pressure) untuk mendorong perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku. Kunci kesuksesan itu adalah kampanye bangga melibatkan dan membangun komitmen setiap lapisan masyarakat: guru, pelaku bisnis, anggota legislatif, dan masyarakat awam (RARE, 2007b).

Di Pulau Saint Lucia, di Karibia Timur, RARE merancang dan memulai kampanye “Rasa Bangga”-nya yang pertama, bekerja-sama dengan Departemen Kehutanan pulau itu. Kampanye itu memfokuskan perhatian pada burung nuri Saint Lucia yang endemik dan terancam. Kampanye menggunakan spesies sebagai maskot ini memicu rasa bangga yang mengakibatkan dukungan publik bagi perlindungan hutan hujan dan satwa liar. Soemanagara (2008) mengatakan bahwa maskot merupakan simbolisasi terhadap sesuatu yang mampu merepresentatifkan suatu keinginan, hasrat, atau kebutuhan, dapat dengan mudah mengaktifkan ransangan kepada audience agar dapat menyimpulkan arti dari simbolisasi secara sederhana atau umum. Dengan demikian sebuah maskot diharapkan mampu menjangkau tujuan komunikasi yaitu terjadinya perubahan pada pengetahuan, sikap dan perilaku. Pertimbangan dalam penerapan maskot sebagaimana pada Tabel 3.

Tabel 3 Pertimbangan dalam penerapan maskot

• Dapat dengan mudah

• Mampu disimpulkan

• Memiliki kerangka emosional

• Kualitas simbol (garis, warna, dan meransang orang • Memiliki dimensi citra dari

untuk melakukan produk dan servis

bentuk)

• Memenuhi harapan dan kebutuhan tindakan • Dapat dipersepsikan sama

• Mudah dilakukan pada umumnya

• Memiliki nilai kepercayaan

atau dijangkau • Kedekatan (visual/ sering

• Menunjukkan equitas sebuah

produk

dilihat)

• Memiliki rasa aman

Menggunakan metodologi sukses yang dirancang bersama dengan Departemen Kehutanan Saint Lucia, RARE akhirnya memperhalus pendekatannya menjadi “metodologi buku masak” untuk menciptakan kesadaran lingkungan. Wujudnya adalah kampanye penjangkauan yang dikemudikan dan diawaki secara lokal yang menggunakan teknik-teknik pemasaran, spesies Menggunakan metodologi sukses yang dirancang bersama dengan Departemen Kehutanan Saint Lucia, RARE akhirnya memperhalus pendekatannya menjadi “metodologi buku masak” untuk menciptakan kesadaran lingkungan. Wujudnya adalah kampanye penjangkauan yang dikemudikan dan diawaki secara lokal yang menggunakan teknik-teknik pemasaran, spesies

1. Kampanye bangga di Kepulauan Togean (2001-2002). Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan mengenai perlindungan ekosistem terumbu karang masyarakat telah membuat peraturan kampung untuk melindungi terumbu karang dan sumberdaya penting kelautan lainnya.

2. Kampanye bangga di Siberut (2004-2005) dengan membawa pesan-pesan konservasi kepada kelompok masyarakat yang rendah angka melek hurufnya mela lui radio komunitas telah berhasil mengangkat pengetahuan mengenai nilai pentingnya hutan.

3. Kampanye bangga di Phakpak Bharat (2004-2005) membangun dukungan masyarakat lokal untuk mengelola lahan yang tidak terpakai di sekitar kawasan lindung sebagai bagian program penghijauan.

4. Kampanye bangga di Derawan (2006-2007) membangun dukungan masyarakat lokal untuk pengelolaan sumberdaya laut yang berkelanjutan dan memperkuat dukungan penciptaan Kawasan Konservasi Laut (KKL) Berau.

5. Kampanye bangga di Lhoknga dan Leupung Kabupaten Aceh Besar Naggroe Aceh Darussalam (2007-2008) telah berhasil menguatkan lembaga adat pawang uteun untuk pengelolaan hutan berkelanjutan di Aceh Besar.

6. Kampanye bangga di Kawasan Hutan Produksi Potorono dan Hutan Lindung Gunung Sumbing Magelang (2007-2008) telah berhasil mengubah perilaku pada gerakan sosial konservasi sumberdaya hutan jawa.

2.5.2 Tahapan dan Partisipasi Masyarakat Metode kampanye bangga melestarikan ini terdiri dari 11 tahapan yang

merupakan uraian dari tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (RARE, 2007b) yaitu:

1. Kajian literatur dilakukan untuk memahami dengan lebih baik kawasan dan berbagai hal yang berlangsung di kawasan target kampanye. Penekanan khusus dibuat dengan pemahaman kepada siapa yang menjadi pemain utama dan kegiatan apa yang dilakukan. Satu dari sekian banyak produk dari proses 1. Kajian literatur dilakukan untuk memahami dengan lebih baik kawasan dan berbagai hal yang berlangsung di kawasan target kampanye. Penekanan khusus dibuat dengan pemahaman kepada siapa yang menjadi pemain utama dan kegiatan apa yang dilakukan. Satu dari sekian banyak produk dari proses

2. Matriks stakeholder ini kemudian dipakai untuk menentukan dan mengundang kelompok atau individu ke dalam suatu pertemuan stakeholder dimana dalam pertemuan ini mereka bekerja bersama untuk mengembangkan Model Pemikiran (Concept Model) dari ancaman kunci yang ada.

3. Model Pemikiran (Concept Model) mengidentifikasikan faktor kunci langsung, tidak langsung, serta faktor kontribusi (akar permasalahan) dari ancaman terhadap konservasi yang ada di kawasan.

dilaksanakan untuk menggali lebih dalam faktor kunci langsung yang berhubungan dengan kawasan. Frekuensi FGD sesuai dengan kebutuhan isu yang akan digali dan dipertajam.

5. Pelaksanaan pra survei dengan mensurvei 1-3% populasi yang ada di kawasan sasaran untuk mengumpulkan informasi mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat. Pertanyaan survei mengkonfirmasi ancaman yang telah diidentifikasikan oleh stakeholder dalam model pemikiran, dan membantu untuk membuat ranking dari ancaman ini melalui suatu sampel acak terhadap masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan sasaran. Data dari kelompok kontrol (control group) juga diambil sebagai pembanding sasaran kampanye.

6. Setelah data survei dianalisa, model pemikiran kemudian direvisi dalam pertemuan stakeholder yang lain. Stakeholder membantu mengidentifikasi sasaran kampanye yang fokusnya kepada perubahan pengetahuan dan kesadaran yang dapat mempengaruhi ancaman kuncinya.

7. Suatu sasaran yang baik adalah yang memenuhi kaidah SMART (Specific, Measurable (dapat diukur), Action-oriented (berorientasi kepada tindakan),

Realistic (realistik), dan Time-bound (terikat waktu). Sasaran-sasaran SMART ini kemudian dikaitkan dengan rencana pemantauan dengan suatu

indikator yang jelas. Aktifitas dari setiap sasaran dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut.

8. Sasaran-sasaran ini kemudian dimasukkan ke dalam suatu Rencana Proyek

(project plan) yang menjadi suatu dasar arahan kampanyenya.

9. Rencana Proyek ini dikaji dan selanjutnya menjadi acuan pelaksanaan kampanye Bangga selama periode 1 tahun kemudian. Ada pun Rencana Proyek berisi suatu susunan aktivitas pelaksanaan kampanye seperti kunjungan sekolah, kostum maskot, panggung boneka, papan iklan, lembar dakwah, lagu populer dan video musik dan sebagainya.

10. Survei pasca kampanye dilakukan di akhir kampanye dan hasilnya dipakai untuk menilai perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku sebelum dan sesudah kampanye.

11. Pada akhir kampanye, diadakan evaluasi dan pelaporan sebagai bagian dari pengalaman berharga (lesson learned) dan juga merancang suatu rencana tindak lanjut.

Keterlibatan masyarakat atau sasaran kampanye dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi Kampanye Bangga merupakan kunci sukses sukses . Beberapa metode partisipasi masyarakat yang digunakan dalam kampanye bangga diantaranya metode lokakarya, Focus Group Discussion (FGD) dan survei. Partisipasi merupakan merupakan faktor kunci dimana masyarakat bersama mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah, pengambilan keputusan kolektif, penyusunan rencana bersama dan melaksanakannya dengan sepenuh hati, menghadapi setiap permasalahan dan mengelola apa yang mereka telah disepakati bersama-sama (Braakman dan Edwards, 2002).

Metode lokakarya yang digunakan dalam Kampanye Bangga diadaptasi dari metode yang dikembangkan oleh Spencer (1989) dalam Winning Through Participation , terdiri dari beberapa langkah kegiatan yaitu:

1. Menentukan konteks (set the context), yaitu menetapkan dan mendefinisikan konteks atau parameter dari lokakarya multi pihak.

2. Curah pendapat (brainstorm), yaitu dimana peserta mengeluarkan atau mencurahkan semua pendapat, data dan ide-ide mengenai isu konservasi pada suatu kawasan yang ingin disasar melalui kampanye.

3. Pengelompokan (order), yaitu mengelompokkan atau mengklasifikasikan data atau ide- ide berdasarkan kategori atau konteks yang sama.

4. Penamaan (name), yaitu memberikan judul baru data atau ide-ide yang telah dikelompokkan atau dikategorisasikan oleh peserta.

5. Pemantauan (evaluate), yaitu mengevaluasi tahapan yang telah dilakukan dari tahap sebelumnya untuk memastikan sesuai dengan pendapat yang disepakati.

Sebagaimana halnya lokakarya, teknik yang digunakan dalam pelaksanaan FGD juga diadaptasi dari teknik yang disebut ORID (Objective, Reflection, Interpretive and Deciosional ) yang diperkenalkan oleh Spencer (1989). Tahapan dari ORID ini yaitu:

1. Objective (objektif) yaitu tahap dimana peserta diskusi mengeluarkan fakta- fakta mengenai pengalaman atau kejadian apa saja yang berhubungan dengan kehidupan mereka dengan kawasan yang ingin disasar melalui kampanye.

2. Reflection (refleksi), yaitu tahapan dimana anggota diskusi kelompok merasakan (memberikan tanggapan emosi) atas pengalaman atau kejadian yang telah diterima dan mengasosiasikannya dengan pengalaman lain yang pernah dialami.

3. Interpretive (interpretasi), yaitu tahapan dimana partisipan atau peserta diskusi mempertimbangkan atau menginterpretasikan arti, nilai dan tujuan dari kejadian.

4. Deciosional (pengambilan keputusan), yaitu tahapan dimana peserta diskusi kelompok telah memutuskan untuk memberikan respon dengan mengambil keputusan tindakan apa yang akan dilakukan yang dianggap penting untuk masa mendatang.

Pengembangan kegiatan atau media dalam kampanye bangga digali melalui lokakarya, FGD dan survei dengan melibatkan masyarakat target. Pertimbangan pemilihan kegiatan dalam Kampanye Bangga dilakukan dengan menjawab pertanyaan 5W1H yang diadaptasi dari teknik yang diterapkan Margoluis dan Salafsky (1998) Ukuran Keberhasilan, yaitu:

1. What: apa media atau saluran komunikasin yang akan digunakan?

2. Why: alasan mengapa memilih media tersebut, apa asumsi dasar atau prasyarat jika memiliki media tersebut?

3. Where: dimana media akan digunakan atau dimana kegiatan akan dilaksanakan?

4. When: kapan media akan disebarkan atau kapan kegiatan yang akan dilakukan dan apa prasyarat yang diperlukan sehingga kegiatan tersebut dapat terlaksana?

5. How: Bagaimana strategi mendesain media, taktik komunikasi, pendistribusian dan penjangkauannya melalui kegiatan dan lain sebagainya?