Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Sebelum dan Sesudah Implementasi Pendidikan Konservasi

5.5. Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Sebelum dan Sesudah Implementasi Pendidikan Konservasi

Program pendidikan konservasi hutan yang dilakukan dengan sasaran masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan (4 kampung), masyarakat yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan (3 kampung) dan masyarakat kota Tanjung Redeb (Ibukota Kabupaten Berau) yang jauh dan tidak berinteraksi langsung dengan kawasan telah dilakukan selama

1 tahun (April 2008- April 2009). Setelah implementasi program berakhir, maka terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap konservasi sumberdaya hutan di Lesan.

5.5.1. Perubahan Pengetahuan

Secara umum tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kawasan dari yang tidak tahu menurun 48% menjadi tahu. Pengetahuan masyarakat mengenai status hutan di Kawasan Lindung Sungai Lesan sebelumnya 3,4% yang mengetahui sebagai kawasan lindung, di akhir program pendidikan konservasi menjadi 64,14% (atau meningkat 60,73%). Hanya sebagian kecil dari masyarakat yang mengatakan kawasan sebagai hutan penelitian, hutan konservasi, hutan yang penuh larangan atau hutan yang tidak boleh mengambil apapun (Tabel 25).

Tabel 25 Perubahan pengetahuan masyarakat mengenai status hutan

Sesudah No. masyarakat

Pengetahuan

Sebelum

Perubahan mengenai status

27,75 -3,14 2. Kawasan Lindung

1. Hutan Lindung

64,14 60,73 3. Tidak tahu

10 2,62 -48,69 4. Lainnya

Kawasan Lindung Sungai Lesan sebelum kampanye dilakukan, masih banyak yang tidak paham manfaat dan tujuan penetapan kawasan. Kawasan ini sebagaimana yang diketahui masih dipersepsikan sebagai kawasan yang dimana masyarakat bisa berladang, mengambil kayu dan hasil bukan kayu lainnya serta Kawasan Lindung Sungai Lesan sebelum kampanye dilakukan, masih banyak yang tidak paham manfaat dan tujuan penetapan kawasan. Kawasan ini sebagaimana yang diketahui masih dipersepsikan sebagai kawasan yang dimana masyarakat bisa berladang, mengambil kayu dan hasil bukan kayu lainnya serta

Tabel 26 Perubahan pengetahuan mengenai pemanfaatan hutan

No. Pengetahuan masyarakat

Sesudah Perubahan mengenai pemanfaatan hutan Jumlah

Sebelum

Jumlah % (%)

1 Berladang/berkebun

85 22,25 -7.07 2 Mengambil kayu

28 7,33 -14.66 Mengambil hasil hutan non 3 kayu

51.83 -27.75 4 Berburu

84 21.99 -6.02 5 Tidak tahu

0 0.00 -5.50 6 Lainnya

52 13.61 7.33 Keterangan: jumlah responden 382 dan pilihan lebih dari satu jawaban

Kekritisan masyarakat mengenai dampak kerusakan hutan melalui kampanye juga telah terbangun. Dampak-dampak kerusakan hutan yang mereka perhatikan (bukan saja yang mereka alami) lebih disadari sebagai dampak yang diakibatkan perubahan fungsi hutan. Di beberapa kampung yang berbatasan langsung dengan Kawasan Lindung Sungai Lesan (Sido Bangen, Merapun dan Lesan Dayak), masuknya orangutan ke ladang atau perkampungan masyarakat untuk mencari makan merupakan masalah serius yang mereka alami (Tabel 27).

Tabel 27 Perubahan pengetahuan mengenai dampak kerusakan hutan

Sesudah No.

mengenai dampak kerusakan Perubahan hutan

Pengetahuan masyarakat

1. Banjir lebih sering

47,64 6,28 3. Madu habis/sulit diperoleh

34,55 6,02 4. Hasil tangkapan ikan berkurang

96 25,13 7,07 Orangutan turun ke 5. kampung/ladang

37,17 26,70 6. Bahan obatan sulit diperoleh

28 7,33 -4,19 7. Bahan kerajinan sulit diperoleh

29 7,59 -8,90 8. Lainnya

7 1,83 -15,18 9. Tidak tahu

8 2,09 -5,76 Keterangan: jumlah responden 382 dan pilihan lebih dari satu jawaban

Pada tahun 2004, Bupati Berau telah menetapkan Badan Pengelola Kawasan Lindung Sungai Lesan (BP Lesan). Hanya saja badan pengelola tidak

dikenal oleh masyarakat. Setelah dilakukan pendidikan konservasi maka prosentase yang tidak tahu mengenai pengelola hutan ini menurun 52,09% (Tabel 28). Menurut masyarakat keterlibatan mereka menjadi hal yang penting sebagai pengelola, selain keterlibatan aparat pemerintahan di dalamnya. Pengelolaan dengan pendekatan kolaboratif dengan melibatkan semua pihak ternyata merupakan bentuk pendekatan yang efektif.

Tabel 28 Perubahan pengetahuan mengenai pengelola hutan

Sesudah No.

Pengetahuan masyarakat

Perubahan mengenai pengelola

1. Tidak tahu

67 17,54 -52,09 2. Masyarakat sekitar kawasan

121 31,68 23,56 4. Pemerintah Kampung

153 40,05 26,96 5. Lembaga Adat

20 5,24 2,36 Keterangan: jumlah responden 382 dan pilihan lebih dari satu jawaban

5.5.2. Perubahan Sikap

Keputusan Bupati Berau menjadikan kawasan hutan di Sungai Lesan menjadi kawasan lindung di akhir implementasi program diketahui mendapatkan dukungan yang semakin kuat (dari 68,59% menjadi 91,10%) atau meningkat 22,51% (Tabel 29). Dukungan yang semakin kuat ini juga terkait dengan dukungan yang besar terhadap keputusan pemerintahan sebagaimana karakteristik masyarakat di Berau (sasaran program kampanye) adalah masyarakat patriaki (tunduk pada kekuasaan).

Masyarakat berpandangan mengenai hutan lindung pada 3 hal yaitu sebagai hutan konservasi (meningkat 26,96% setelah implementasi), hutan yang pemanfaatannya harus diatur dengan baik (meningkat 8,38%) dan hutan dimana tempat melindungi orangutan (meningkat 15,18%). Dalam Peraturan Daerah

Nomor 3 yang dikeluarkan oleh Bupati Berau memang 3 hal tersebut tercakup (Tabel 30).

Tabel 29 Perubahan sikap masyarakat terhadap penetapan kawasan

No. Sikap masyarakat terhadap

Sesudah Perubahan penetapan kawasan

348 91,10 22,51 2. Tidak setuju

4 1,05 -1,57 3. Tidak ada pendapat

8 2,09 -6,28 4. Tidak tahu

Total Responden

Tabel 30 Perubahan persepsi masyarakat mengenai hutan lindung

No. Persepsi masyarakat mengenai

Sesudah Perubahan hutan lindung

1. Hutan yang pemanfaatannya

165 43,19 8,38 harus diatur dengan baik 2. Hutan Konservasi

159 41,62 26,96 3. Hutan untuk tempat melindungi

92 24,08 15,18 orang utan 4. Hutan larangan

98 25,65 3,14 5. Kehidupan yang makin baik

32 8,38 -1,83 6. Hutan yang dilindungi

4 1,05 -2,88 7. Tidak tahu

31 8,12 -13,87 8. Lainnya

14 3,66 -3,40 Keterangan: jumlah responden 382 dan pilihan lebih dari satu jawaban

Dengan adanya program pendidikan konservasi yang intensif dengan menggunakan berbagai media komunikasi, di akhir program persepsi masyarakat mengenai konservasi menurun 48,69%. Persepsi adalah suatu proses memberi makna pada objek dan realitas (Kriyantono, 2008). Umumnya pemahaman berkembang bahwa konservasi tidak hanya terkait aspek perlindungan (29,32%) tetapi juga aspek pemanfaatan (13,87%) sebagaimana pada Tabel 31. Persepsi masyarakat ini berubah karena adanya interaksi dan proses belajar dari tim yang memfasilitasi program pendidikan konservasi dan proses belajar diantara kelompok masyarakat sendiri.

Tabel 31 Perubahan persepsi masyarakat mengenai konservasi

Sesudah Perubahan No.

Persepsi masyarakat

Sebelum

mengenai konservasi

Jumlah

Jumlah % (%)

1. Tidak Tahu

57 14,92 -48,69 2. Hutan Lindung

125 32,72 7,85 Keterangan: jumlah responden 382 dan pilihan lebih dari satu jawaban

Sikap masyarakat terhadap sumberdaya hutan berkaitan erat dengan ransangan emosional dan penilaian akan nilai dari sumberdaya hutan tersebut. Setelah pelaksanaan pendidikan konservasi, diketahui sikap masyarakat terhadap konservasi sumberdaya hutan di Sungai Lesan juga semakin meningkat (kuat). Melalui pendidikan konservasi yang dikemas dalam kampanye terstruktur tersebut dengan menggunakan pengukuran skala Likert, diketahui sikap masyarakat tetap tinggi/kuat (dari 90,78 menjadi 94,08%) sebagaimana pada Tabel 32.

Hutan bagi masyarakat yang berinteraksi langsung dengan hutan memegang peranan yang sangat penting. Fungsinya bukan saja dari aspek ekonomi namun juga dari aspek sosial budaya. Beberapa fungsi ekonomi hutan bagi masyarakat diantaranya untuk mendapatkan hasil hutan berupa kayu maupun bukan kayu (madu, ikan, gaharu, damar, dan lain sebagainya). Sikap masyarakat terkait pemanfaatan hutan yang berkelanjutan setelah pelaksanaan pendidikan konservasi dilaksanakan masih tetap kuat (dari 73,39% menjadi 74,70%) sebagaimana Tabel 33.

Tabel 32 Perubahan sikap masyarakat terhadap konservasi hutan

No. Sikap masyarakat terhadap konservasi Kriteria dan Bobot Jumlah Bobot sumberdaya hutan

1. Menyelamatkan hutan Lindung Sungai Lesan dari pengambilan kayu yang berlebihan

11 17 1101 96,07 2. Mendiskusikan dengan anggota masyarakat

7 25 1089 95,03 3. Menjaga kawasan hutan Sungai Lesan agar

lainnya cara penyelamatan hutan Sungai Lesan

tidak diubah menjadi lahan perkebunan kelapa

17 33 1063 92,76 sawit 4. Memikirkan cara pemenuhan kebutuhan kayu yang lebih berkelanjutan

14 29 1074 93,72 5. Mendiskusikan akibat pembukaan hutan bagi

9 28 1081 94,33 kehidupan masyarakat

6. Terlibat dalam upaya perlindungan hutan Sungai Lesan yang dilakukan oleh masyarakat

9 38 1061 92,58 kampung

Total rataan (setelah implementasi)

11 28 1078 94,08 Total rataan (sebelum implementasi)

Tabel 33 Perubahan sikap masyarakat terhadap pemanfaatan hutan

No. Sikap masyarakat terhadap

Total pemanfaatan hutan

Kriteria dan Bobot

TS STS Skor

1. Hutan Sungai Lesan perlu dilestarikan untuk menjaga sumber air kita

12 1 0 1676 87,75 2. Hutan Sungai Lesan perlu dijaga untuk tempat madu hutan

29 2 0 1593 83,40 3. Hutan Sungai Lesan yang lestari akan menjamin keberadaan ikan di sungai

43 11 1 1544 80,84 4. Kayu di hutan Sungai Lesan boleh ditebang kapan saja

6 24 65 216 71 824 43,14 5. Kayu di hutan Sungai Lesan hanya boleh ditebang untuk kebutuhan kampung (bangunan/perahu)

75 97 20 1219 63,82 6. Perlunya penegakan hukum agar pemanfaatan hutan Sungai Lesan dapat lebih baik

27 2 0 1586 83,04 7. Untuk mempertahankan fungsi hutan Sungai Lesan diperlukan peraturan daerah dan hukum adat

28 4 0 1558 81,57 8. Diri saya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang peraturan pembukaan hutan untuk kebun kelapa sa

67 14 1261 66,02 9. Pembukaan hutan Sungai Lesan untuk perkebunan kelapa sawit sebaiknya dihindari

55 26 11 1445 75,65 10. Hutan Sungai Lesan memberi manfaat langsung bagi masyarakat sekitar

Total rataan (setelah implementasi)

49 43 12 1,427 74,70 Total rataan (sebelum implementasi)

5.5.3. Perubahan Perilaku

Dampak pendidikan konservasi dari aspek konatif (behavioral) yaitu suatu tahapan ketika seseorang setelah menerima pesan melalui media menjadi termotivasi untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu (Riswandi, 2009). Perilaku adalah tindakan yang dapat diamati atau dilihat terhadap masyarakat di Kecamatan Kelay dan Tanjung Redeb setelah pelaksanaan implementasi pendidikan konservasi melalui kampanye (Tabel 34) umunya menyatakan komitmen untuk menjaga hutan desa agar tidak rusak dan mengupayakan untuk berladang/bertani secara menetap dengan mengembangkan usaha-usaha tanaman pertanian (padi, sayur-sayuran dan lain- lain) dan perkebunan seperti karet dan lain sebagainya. Umumnya di awal sebelum implementasi program mereka masih tidak tahu apa yang akan dilakukan (yang tidak tahu tindakan yang akan dilakukan menurun 23,82%).

Tabel 34. Perubahan perilaku dalam mendukung konservasi hutan

Setelah No.

Perilaku dalam mendukung konservasi Perubahan hutan

254 66,49 22,25 2. Membuat kawasan hutan adat yang dikelola

1. Menjaga hutan desa agar tidak rusak

47 12,30 -2,36 bersama

3. Menetapkan kawasan berburu yang dilindungi

18 4,71 -2,62 4. Menanami pohon di kawasan hutan yang rusak

112 29,32 14,92 5. Mengajak orang lain untuk terlibat dengan upaya penyelamatan hutan Sungai Lesan

122 31,94 7,59 Mendiskusikan dengan tokoh kampung

6. mengenai upaya perlindungan hutan Sungai

110 28,80 10,21 Lesan 7. Mengembangkan usaha pertanian (sayuran dll)

76 19,90 19,90 8. Mengembangkan usaha kebun (karet, coklat, dll)

87 22,77 22,77 9. Berladang menetap/tidak berpindah

6 1,57 -3,40 11. Tidak tahu

14 3,66 -23,82 Keterangan: jumlah responden 382 dan pilihan lebih dari satu jawaban

Dengan adanya sumberdaya yang terbatas, lahan kampung yang telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit dan berbagai usaha kehutanan atau bentuk-bentuk peruntukkan yang lainnya, maka kesadaran masyarakat untuk Dengan adanya sumberdaya yang terbatas, lahan kampung yang telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit dan berbagai usaha kehutanan atau bentuk-bentuk peruntukkan yang lainnya, maka kesadaran masyarakat untuk

Proses dan hasil rencana tata ruang wilayah (pemetaan partisipatif) yang masih dalam tahap penyusunan di Sido Bangen telah menghasilkan sket peruntukan lahan kelola masyarakat dan sedangkan P3MK Merapun dan Muara Lesan menghasilkan dokumen Rencana Strategis Pembangunan Kampung 5-10 tahun ke depan. Dalam dokumen perencanaan pembangunan kampung sendiri bidang penataan wilayah tata ruang/wilayah kampung menjadi salah satu program utama. Untuk mendukung proses keberlanjutan dan implementasi Rencana Pembangunan Kampung pada saat ini, TNC dan WE masih tetap berkomitmen melakukan pendampingan penguatan kelembagaan masyarakat kampung.