PERKECAMBAHAN PADA LINGKUNGAN SUB OPTIMAL
ACARA IV PERKECAMBAHAN PADA LINGKUNGAN SUB OPTIMAL
Oleh :
Nama
: Ahmad Syarif H
NIM
: A1L012055
Rombongan : B1 PJ Asisten
: Ibnu Kosim
Sutri utami KEMENTERIANPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemampuan tiap benih/biji untuk tumbuh berkembang membentuk bibit serta tanaman yang sehat dan normal dan berproduksi tinggi pada kondisi lingkungan sub-optimal sngat berbeda-beda, ada yang dapat hidup atau toleran terhadap kondisi tersebut ada pula yang tidak tumbuh atau mati. Kemapuan perkecambahan dari tanaman ditunjukan oleh daya kecambahnya atau oleh kondisi vigor dari tiap benih. Vigor atau kekuatan tumbuh benih memberikan informasi akan kemungkinan kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal dan berproduksi wajar meskipun keadaan biofisik lapangan produksi sub optimal.
Perkecambahan benih yang tinggi akan memudahkan dalam proses penanaman terutama pada lahan-lahan yang sub optimal yang masih banyak belum digunakan untuk kegiatan pertanian misalnya pada lahan pasang surut atau pada lahan-lahan bekas daerah penambangan yang dibiarkan saja. Salah satu kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan adalah adanya tanah salin. Tanah salin merupakan tanah yang mempunyai kandungan garam NaCl yang cukup tinggi.
Perluasan lahan pertanian kearah yang subur sulit dilakukan karena banyak lahan-lahan ini digunakan untuk perumahan, peabrik ataupun lainnya. Oleh karena itu perluasan lahan pertanian terpaksa dialihkan kepada lahan bermasalah. Lahan pasang surut adalah alternatif yang paling baik karena Perluasan lahan pertanian kearah yang subur sulit dilakukan karena banyak lahan-lahan ini digunakan untuk perumahan, peabrik ataupun lainnya. Oleh karena itu perluasan lahan pertanian terpaksa dialihkan kepada lahan bermasalah. Lahan pasang surut adalah alternatif yang paling baik karena
B. Tujuan
Mempelajari pengaruh garam pada medium terhadap perkecambahan dan serapan air oleh benih.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Daya kecambah benih semakin meningkat dengan bertambah tuanya biji dan mencapai maximum germination jauh sebelum masak fisiologis atau berat maksimum tercapai.Sampai masak fisiologis tercapai 100% ini konstan. Sesudah itu akan menurun dengan kecepatan yang sesuai dengan keadaan jelek dilapangan (Kamil,1979).
Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan total dan dibatasi oleh pemunculan dan perkembangan struktur-struktur penting dari embrio yang menunjukkan kemampuan untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum sedangkan kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan untuk tersebut dinilai sebagai kecambah yang abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Justice, O. L. dan Bass, L. N. 1990).
Kualitas benih terbaik tercapai pada saat benih masak fisiologis karena pada saat benih masak fisiologis, maka berat kering benih, viabilitas dan vigornya tertinggi. Setelah masak fisiologis kondisi benih cenderung menurun sampai pada akhirnya benih tersebut kehilangan daya viabilitas dan vigornya sehingga benih tersebut mati. Proses penurunan kondisi benih setelah masak fisiologis inilah yang disebut peristiwa deteriorasi atau benih mengalami proses menua. Proses penurunan kondisi benih ini tidak dapat dihentikan tapi dapat dihambat (Kuswanto, 1997).
Menurut Harrington (1973), penyebab utama hilangnya viabilitas benih adalah denutrasi protein yaitu baik protein histon maupun protein yang terdapat dalam inti kromosom dan denutrasi protein enzim. Denutrasi enzim terjadi karena patahnya hidrogen pada molekul protein, terikatnya hidrogen oleh alkohol atau karena terikatnya selaput air pada protein tersebut.
Perkecambahan benih pada lingkungan sub optimal pada dasarnya merupakan Imbibisi. Imbibisi merupakan suatu proses penyerapan air oleh imbiban. Salah satu contohnya adalah penyerapan air oleh benih. Pada mulanya benih akan membesar kemudian kulit benih pecah dan selanjutnya terjadiah proses perkecambahan yang ditandai oleh keluarnya radikula dari dalam benih (Kuswanto, H. 1997).
Uji perkecambahan benih dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan germinator (alat pengecambah benih) dengan media kertas dan metode uji = UDK (Uji Di atas kertas), UAK (Uji Antar Kertas) dan UKDdp (Uji Kertas digulung didirikan dalam plastik) (Sutopo, 2002).
Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan total. Pengujian ini dibatasi pada pemunculan dan perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan terssebut dinilai sebagai kecambah yang abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas terhadap suatu varietas perlu dicari metode standar agar penilaian terhadap atribut perkecambahan dapat dilakukan dengan mudah. Kita mengenal beberapa metode pengujian yang dapat dipakai untuk menguji viabilitas, yaitu :
a. Uji di Atas Kertas Pada metode pengujian ini benih diletakkan di atas kertas substrat yang telah dibasahi. Metode ini sangat baik digunakan untuk benih yang membutuhkan cahaya bagi perkecambahannya.
b. Uji Antar Kertas Pada metode pengujian ini benih diletakkan di antara kertas substrat. Metode ini digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
c. Uji Kertas Digulung Didirikan Pada metode pengujian ini benih diletakkan diantara kertas substrat yang digulung dan didirikan. Dapat digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
d. Uji Tetrazolium Uji tetrazolium (indikator cepat viabilitas benih) menggunakan zat indikator 2.3.5 Trifenil tetrazolium. Uji tetrazolium juga disebut uji biokhemis benih dan uji cepat viabilitas. Disebut uji biokhemis karena uji tetrazolium mendeteksi adanya proses biokimia yang berlangsung di dalam sel-sel benih khususnya sel-sel embrio.
Disebut uji cepat viabilitas karena indikasi yang diperoleh dari pengujian tetrazolium bukan berupa perwujudan kecambah, melainkan pola-pola pewarnaan pada embrio yang akan terbentuk dalam beberapa saat saja setelah diterapkan, sehingga waktu yang diperlukan untuk pengujian tetrazolium tidak sepanjang waktu yang diperlukan untuk pengujian yang indikasinya berupa kecambah yang memerlukan waktu berhari-hari. Bila indikator diimbibisi oleh benih ke dalam sel-sel benih yang hidup dengan bantuan enzim dehidrogenase akan terjadi proses reduksi sehingga terbentuk zat yang disebut trifenil formazan, suatu endapan yang berwarna merah. Pada sel-sel yang mati tidak terjadi reduksi dan tidak terbentu trifenil formazan sehingga warnanya tetap.
Adanya pola-pola warna merah pada bagian-bagian penting pada embrio benih mengindikasikan bahwa benih mampu menumbuhkan embrio menjadi kecambah yang normal. Kegunaan uji tetrazolium cukup banyak yaitu untuk mengetahui viabilitas benih yang segera akan ditanam, untuk mengetahui viabilitas benih dorman, untuk mengetahui hidup atau matinya benih segar tidak tumbuh dalam pengujian daya berkecambah benih.
Uji tetrazolium sebagai uji vigor bisa dilakukan, dengan cara membuat penilaian benih lebih ketat untuk katagori benih vigor diantar benih viabel.Metode ini dapat dilakukan dengan cepat. Dalam metode ini benih tidak dikecambahkan tetapi hanya direndam dengan larutan tetra zolium selama satu jam dan kemudian dinilai embrionya. Prinsip dari metode ini adalah terjadi pengecatan bagian embrio, sebagai hasil oksidasi larutan tetrazolium. sehingga Uji tetrazolium sebagai uji vigor bisa dilakukan, dengan cara membuat penilaian benih lebih ketat untuk katagori benih vigor diantar benih viabel.Metode ini dapat dilakukan dengan cepat. Dalam metode ini benih tidak dikecambahkan tetapi hanya direndam dengan larutan tetra zolium selama satu jam dan kemudian dinilai embrionya. Prinsip dari metode ini adalah terjadi pengecatan bagian embrio, sebagai hasil oksidasi larutan tetrazolium. sehingga
e. Uji Pada Pasir Untuk pengujian viabilitas bisa dipakai pasir sebagai media perkecambahannya. Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah besarnya butiran pasir dan kadar air media, karena pasir memiliki WHC yang rendah (Kuswanto, 1997).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum acara ini antara lain: benih
tanaman padi 3x20 biji, larutan garam nacl dengan konsentrasi 0 ppm,
2500 ppm, dan 5000 ppm, aquadest,petridish, kertas merang. pinset,
sprayer.
B. Prosedur kerja
1. Siapkan larutan garam dengan konsentrasi 0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm.
2. Siapkan petridish dengan diberi kertas merang dan diberi identitas perlakuan dengan kertas label kemudian semprot dengan menggunakan sprayer sesuai dengan perlakuan sampai lembab.
3. Masing-masing benih dikecambahkan sesuai dengan perlakuan.
4. Lakukan pengamatan selama 8 hari setiap hari, dan hasil ditulis dan dilakukan penghitungan indeks vigor dan prosentase perkecambahan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2 Hasil pengamatan perkecambahan pada lingkungan sub optimum. Benih
% perkecambahan Padi
% perkecambahan = jumlah benih tumbuh / jumlah seluruh benih x 100%
1. perlakuan 0 = 20 / 20 x 100% = 100%
2. Perlakuan 2500 = 15 / 20 x 100% = 75%
3. Perlakuan 5000 = 9 / 20 x 100% = 45% Indeks vigor :
0 ppm = 27,86; 2500 ppm = 13,55; 5000 ppm = 4,815
B. Pembahasan
Gambar 7 (penyemprotan 0 ppm)
Gambar 8 (penyemprotan 2500 ppm)
Gambar 9 (Penyemprotan 5000 ppm)
Lingkungan sub optimal adalah suatu lingkungan/lahan tanaman tumbuh pada kondisi lingkungan cuaca yang bervariasi dan berbagai lahan. Lingkungan merupakan salah satu syarat penting bagi perkecambahan . air, temperatur yang tidak membatasi, dan udara yang cocok diperlukan bagi perkecambahan biji yang tidak mengalami masa dormansi, atau sesudah biji matang. Umumnya, kondisi yang baik bagi pertumbuhan semai, juga baik untuk perkecambahan. Biji pada spesies yang berbeda, mempunyai perbedaan genetis dan lingkungan yang dapat menentukan dormansi. Perkecambahan tidak tidak dapat berlangsung hingga hilangnya masa dormansi melalui pengaruh lingkungan tertentu dalam waktu cukup lama (Kuswanto, 1997).
Kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal disebut dengan vigor benih. Adanya keadaan sub optimal yang tidak menguntungkan dapat menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya persentase serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya. Semua benih harus mempunyai kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap dapat tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik (Sutopo, 2002).
Standar metode pengujian vigor yang ada selama ini mengacu pada
ketentuan ISTA. Sebagai langkah pertama dalam pengujian benih adalah menyediakan contoh benih yang dapat dianggap seragam dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan ISTA. Pengujian benih ditunjukan untuk mengetahui mutu atau kualitas benih. Informasi tersebut tentunya akan sangat bermanfaat bagi produsen, penjual maupun konsumen benih. Mereka dapat ketentuan ISTA. Sebagai langkah pertama dalam pengujian benih adalah menyediakan contoh benih yang dapat dianggap seragam dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan ISTA. Pengujian benih ditunjukan untuk mengetahui mutu atau kualitas benih. Informasi tersebut tentunya akan sangat bermanfaat bagi produsen, penjual maupun konsumen benih. Mereka dapat
Salinitas merupakan keadaan lingkungan yang terakumulasi garam sehingga menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh normal. Salinitas biasanya dipicu kekeringan yang cukup panjang sehingga terjadi pengendapan pada tanah (Belo, S.M., F.C. Suwarno. 2012).
Larutan salin dapat dibuat dengan cara melarutkan garam pada air yang telah disesuaikan kebutuhannya. Tujuannya agar memudahkan pengujian tingkat salinitas yang dapat meningkakan toleransi dari benih atau tanaman itu sendiri.
Kerusakan yang ditimbulkan salinitas pada benih yang peka dapat berupa :
a) penghambatan pertumbuhan karena masuknya air dengan potensial larutan tinggi dari larutan kultur, b) gangguan penghambatan metabolism normal akibat akumulasi Na tinngi dan, c) penghambatan penyerapan kation esensial oleh benih (Alam, 1999).
Garam yang ada dalam biji akan menghambat perkecambahan biji,
karena dalam pekecambahan hal yang paling utama dan yang pertama adalah air yang masuk ke dalam biji. Dengan adanya air ini proses perkecambahan karena dalam pekecambahan hal yang paling utama dan yang pertama adalah air yang masuk ke dalam biji. Dengan adanya air ini proses perkecambahan
Kecilnya air yang diserap dan daya kecambah suatu benih, dapat diakibatkan tidak adanya penyerapan pada benih bahkan kemungkinan air dalam benih keluar. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan penyerapan air oleh biji yaitu berdasarkan peningkatan tekanan hidrostatik. Kecepatan penyerapan air adalah berbanding terbalik dengan jumlah air yang diserap terlebih dahilu oleh benih. Jadi, kecepatan penyerapan pada permulaan tinggi dan kemudian melambat sejalan dengan naiknya tekanan hidrostatik sampai tercapai keseimbangan (Sutopo, 2002).
Praktikum Teknologi dan Produksi Benih acara Perkecambahan pada Lingkungan Sub Optimal dilakukan dengan mengecambahkan benih padi diatas kertas merang yang diletakkan pada 3 buah petridish. Dalam 1 petridish diletakkan masing – masing kertas merang yang dibasahi oleh air steril, larutan NaCl 2500 ppm, dan larutan NaCl 5000 ppm. Benih padi yang dikecambahkan diamati selama 8 hari pertumbuhannya kemudian dihitung benih yang berkecambah. Setelah 8 hari, data yang telah diperoleh lalu dihitung prosentase Praktikum Teknologi dan Produksi Benih acara Perkecambahan pada Lingkungan Sub Optimal dilakukan dengan mengecambahkan benih padi diatas kertas merang yang diletakkan pada 3 buah petridish. Dalam 1 petridish diletakkan masing – masing kertas merang yang dibasahi oleh air steril, larutan NaCl 2500 ppm, dan larutan NaCl 5000 ppm. Benih padi yang dikecambahkan diamati selama 8 hari pertumbuhannya kemudian dihitung benih yang berkecambah. Setelah 8 hari, data yang telah diperoleh lalu dihitung prosentase
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Perkecambahan dengan menggunakan konsentrasi NaCl 0 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan 2500 dan 5000 ppm
2. Semakin besar konsentrasi garam pada media perkecambahan maka air yang hilang dari dalam biji semakin besar akibat menurunnya tekanan osmotik, sehingga vigor semakin menurun.
3. Tanaman yang ditanam pada kondisi yang sub – optimal akan tetap dapat tumbuh namun tingkat perkecambahannya lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada kondisi yang optimal.