Hasil seleksi primer
2. Hasil seleksi primer
Seleksi primer dilakukan untuk mendapatkan primer yang dapat mengamplikasi DNA. Dalam penelitian ini ada tujuh primer yang dipilih secara random. Primer diseleksi dari dua belas macam primer yaitu: X-17, X-15, A-12, A-18, OPA-11, OPA-16 dan OPA-17. Dari hasil penelitian seleksi primer menunjukkan bahwa tidak seluruh primer yang digunakan (tujuh primer) mampu mengamplifikasi setiap contoh genotipe salak. Hal
10000
7500
1500
750
250
commit to user
masih rendah atau masih terdapat senyawa kontaminan seperti polifenol yang dapat menghambat terjadi reaksi PCR. Metode bulking atau pooling untuk seleksi primer belum dapat menjamin hasil amplifikasi yang diharapkan memperoleh pita-pita beragam atau polimorfis.
Jumlah pita DNA polimorfisme dalam analisis keragaman genetik sangat menentukan dalam penentuan tingkat keragaman suatu populasi, maka banyaknya pita DNA polimorfis akan menggambarkan keadaan genom tanaman dan memperkecil bias yang disebabkan oleh tidak terwakili bagian-bagian genom (Nienhuls et al., 1996) Primer yang menghasilkan amplifikasi pita DNA yang sedikit dan polimorfis yang rendah sebaiknya tidak digunakan untuk analisis keragaman genetik dengan metode RAPD.
Gambar 5. Hasil uji seleksi Primer OPA-11, OPA-17, OPA -16, OPX-17, OPX -
15, dan OPA- 18.
Dalam pemilihan primer sebaiknya primer- primer yang menghasilkan amplifikasi pita DNA yang sedikit dan polimorfis yang rendah tidak digunakan untuk analisis keragaman genetik dengan metode RAPD.
10000 7500 5000
750 250
commit to user
Penanda RAPD adalah penanda yang bersifat dominan yang berarti sifat tersebut tidak dapat dibedakan antara genotip heterosigot dengan homosigot tetapi dapat dibedakan terhadap sifat resesif dengan cara mendeteksi ada tidak pita DNA (Rafalski et al. 1994 dalam Nandariyah, 2007).
Secara umum analisis RAPD menunjukkan pola pita fragmen DNA yang baik berdasarkan tinggi konsistensi profil pita DNA antara tahap skrening primer dan tahap penggenotipan populasi pemetaan. Menurut Waugh (1997) banyak faktor yang mempengaruhi reproducibility profil RAPD, antara lain kondisi dan konsentrasi DNA, ko-ekstraksi pengkontaminasi DNA dan interferensi amplikasi.
Persentase pita RAPD polimorfik pada beberapa penelitian keragaman genetik menunjukkan rata-rata tiap populasi sebesar 69% pada kelapa (Hayati et al., 2000) dan 56 % pada kelapa sawit (Rajanaidu, Maizura dan Cheah, 2000). Faktor yang menyebabkan perbedaan ini adalah jumlah dan jenis primer dan populasi yang digunakan. Berdasarkan tipe populasi yang digunakan, Rajanaidu et al. (2000) menunjukkan selang persentase polimorfik 8-94%, yang lebih besar dari Hayati et al. (2000) 62-76%.
a). Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-11
Amplifikasi DNA 3 kultivar salak menghasilkan pita DNA perkultivar 1-3 pita. Amplifikasi DNA terhadap kultivar kembang arum menggunakan primer OPA-11 menghasilkan tiga pita.
commit to user
Gambar 6. Hasil amplifikasi PCR varietas salak (kembang arum, manggala, kecandran) dengan primer OPA-11 metode RAPD menghasilkan 3 pita monomorfik.
Hasil PCR dengan metode RAPD menghasilkan resolusi pita DNA yang tidak terlihat dengan jelas. Perbedaan hasil resolusi dapat disebabkan oleh fragmen yang diamplikasi terdapat pada genom tanaman. Makin banyak fragmen DNA yang teramplifikasi, maka resulosi pita DNA yang dihasilkan akan semakin jelas. Pada genom tanaman lebih kurang 90% dari DNA genom merupakan urutan berulang (Weising et al., 1995). Disamping itu, adanya kompetisi tempat penempelan primer DNA menyebabkan salah satu fragmen akan diamplifikasi dalam jumlah yang banyak dan fragmen lainnya sedikit. Proses amplifikasi mungkin diinisiasi pada beberapa tempat, namun hanya beberapa set yang dapat terdeteksi sebagai pita sesudah amplifikasi (Grattapagtia et al., 1992; Hallden et al., 1995; Sri kaidah, 1999). Faktor lain adalah kemurnian dan konsistensi cetakan DNA, DNA yang memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi dari senyawa- senyawa seperti polisakarida dan polifenol, dan konsentrasi cetakan DNA yang terlalu kecil sering menghasilkan penanda RAPD yang kabur atau redup (Weeden et al., 1992; Halide et al., 19996; Sri kaidah, 1999).
10000 10
750 450 250
commit to user
keadaan genom tanaman. Perbedaan jumlah polimorfisme pita DNA yang dihasilkan oleh setiap primer menggambarkan kompleksitas genom tanaman. Sedangkan untuk contoh yang dipergunakan dalam seleksi primer mengidentifikasi bahwa primer acak tidak universal untuk mendeteksi perbedaan setiap contoh DNA cetakan.
b). Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-16
Gambar 7. Profil hasil amplifikasi PCR varietas salak (P. Madu, P.hitam, dan Kembangarum) dengan primer OPA-16 yang tidak berhasil amplifikasi.
Pada hasil amplifikasi PCR varietas salak diatas tidak dapat mengamplifikasi dengan baik. Hal ini dapat dikarenakan primer yang mengamplifikasi tidak sesuai sehingga tidak dapat terbentuk pita DNA. Faktor lain yang dapat menyebabkan kegagalan amplifikasi dikarenakan konsentrasi isolat DNA yang terlalu pekat ataupun terlalu encer. Pada konsentrasi yang terlalu pekat, DNA tidak dapat memisah yaitu pada saat fase denaturasi awal, dan pada saat suhu mulai turun pada fase anealling DNA tidak berhasil memisah. Sedangkan pada konsentrasi yang sedikit DNA akan sulit
10000
7500
750
500
250
commit to user
sehingga gagal untuk menggabung pada saat anealling.
c). Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-11
Gambar 8. Profil hasil amplifikasi DNA dua puluh dua kultivar S.zalacca menggunakan primer OPA-11: L. 1Kb Ladder; . var. 1; var. 2; var. 3; var. 4; var. 5; var. 6; var. 7; var. 8; var. 9; var10; var 11; var 12; var 13;var 14; var 15; var 16; var 17; var 18; var 19; var 20; var 21; dan var 22.
Hasil amplifikasi dua puluh dua kultivar salak diatas menghasilkan susunan dan jumlah pola pita yang berbeda-beda. Hasil analisis kekerabatan dua puluh dua varietas salak menggunakan pendekatan RAPD-PCR menunjukkan adanya jarak dan variasi genetik antar varietas. Sampel yang memiliki hubungan kekerabatan paling dekat adalah varietas
3, 5 dan 9. Varietas 3, 5, dan 9 membentuk suatu kelompok. Varietas 7 dan
17 membentuk kelompok sendiri dan memiliki kedekatan dengan varietas
14, varietas 1 dan 8 membentuk kelompok sendiri dan mempunyai hubungan kekerabatan sedang varietas 2, 12, 13, 15, 20, 21, dan 22 terpisah dari ketiga kelompok di atas, artinya varietas 2, 12, 13, 15, 20,
21, dan 22 memiliki hubungan kekerabatan paling jauh dengan varietas-
10 11
12 13 14 15 16 17 18 19
20 21 22
commit to user
variasi genetik yang cukup tinggi pada sembilan varietas yang diuji. Dari hasil amplifikasi DNA diatas ada beberapa varietas yang gagal mengamplifikasi yaitu varietas 4, 6, 10, 11, 16, 18, dan 19. Kegagalan tersebut disebabkan karena primer yang digunakan tidak ada kecocokkan lokus untuk amplifikasi sehingga akan terjadi kegagalan.
Dari kedua puluh dua hasil amplifikasi kultivar salak hanya dihasilkan lima belas pita DNA yang berhasil amplifikasi. Diantara kelima belas kultivar yang berhasil amplifikasi pola pita DNA yang paling banyak muncul terletak pada pola pita pada pasangan basa 400 pb dengan kualitas pola pita tebal dan jelas. Jumlah pita polimorfik yang terbanyak terdapat pada kultivar no. 15 dan no. 13 yaitu pada kultivar salak kecandran dan salak banjar.
d). Data hasil running varietas salak pondoh dan non pondoh berdasarkan kekerabatan dengan OPA -11
1. Eletroforesis 22 varietas salak
Gambar 9. Hasil Running elektroforesis 22 varietas salak
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 M
100 pb
commit to user
: Marker DNA 1 kb
( 100 pb- 2000kb)
1 : Kelapa bali
2 : Gula pasir
3 : Kediri
4 : P.super (kosong)
5 : P.hitam 2
6 : Gading (kosong)
7 : P. Madu
8 : Manggala
9 : Madura
10 :Engrekang (kosong)
11 : Lumajang (kosong)
16 : Saratan (kosong)
17 : P. Lawu
18 : P. Hijau (kosong)
19 : Lumut (kosong)