azas keterbukaan Fair Play, azas persamaan didalam melayani kepentingan masyarakat dan memperhatikan pihak-pihak yang
bersegketa.
d. Pelayanan secara Musyawarah
Terhadap sengketa hak atas tanah yang disampaikan ke BPN untuk dimintakan penyelesaian, apabila bisa dipertemukan pihak-
pihak yang bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara musyawarah penyelesaian melalui cara ini seringkali BPN
diminta sebagai mediator didalam menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai saling menghormati pihak-pihak yang
bersengketa. Dalam hal tercapai penyelesaian secara musyawarah seperti ini, harus pula disertai dengan bukti tertulis sejak permulaan,
yaitu dari Surat Pemberitahuan untuk para pihak, Bertita Acara Rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian dituangkan dalam
Akta Pernyataan Perdamaian yang bila perlu dihadapan Notaris sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
e. PencabutanPembatalan Surat Keputusan Tata Usaha Negara
dibidang Pertanahan oleh Kepala BPN berdasarkan adanya cacat hukum administrasi di dalam penerbitannya
Yang menjadi dasar hukum kewenangan tersebut adalah :
1. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria 2.
PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
3. Keppres No. 26 Tahun 1988 tentang Pembentukan BPN
Pasal 16 sub. C 4.
PMNAKa.BPN No. 3 Tahun 1999 Permohonan tersebut sebagian besar biasanya diajukan
langsung kepada Kepala BPN dan lainnya diajukan melalui Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota setempat dan diteruskan melalui
Kakanwil BPN Propinsi.
f. Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Melalui Pengadilan
Apabila penyelesaian sengketa melalui musyawarah antar pihak yang bersangkutan tidak tercapai, demikian juga penyelesaian
secara sepihak dari Kepala BPN karena mengadakan peninjauan kembali atas Keputusan Kepala Tata Usaha Negara yang telah
dikeluarkannya, maka penyelesaiannya harus melalui pengadilan. Setelah diteliti lebih lanjut ternyata Keputusan Tata Usaha
Negara yang diterbitkan oleh Pejabat BPN menurut hukum sudah benar dan sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka Kepala BPN
juga dapat mengeluarkan suatu Keputusan yang berisi menolak tuntutan pihak ketiga atas Keputusan Tata Usaha Negara, sebagai
konsekuensi dari penolakan tersebut berarti Keputusan Tata Usaha yang telah dikeluarkan tersebut tetap benar dan sah walaupun ada
pihak lain yang mengajukan gugatan ke Pengadilan setempat. Sementara menunggu Putusan Pengadilan, sampai adanya
Putusan yang berkekuatan hukum tetap, dilarang bagi Pejabat Tata
Usaha Negara yang terkait untuk mengadakan mutasi atas tanah yang bersangkutan status quo. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya masalah dikemudian hari yang menimbulkan kerugian pihak ketiga, untuk itu Pejabat Tata Usaha Negara dibidang
Pertanahan yang terkait harus menerapkan azas-azas umum pemerintahan yang baik, yaitu untuk melindungi semua pihak yang
berkepentingan sambil menunggu adanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Kemudian apabila sudah ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, maka Kepala Kantor Pertanahan
KabupatenKota setempat melalui Kakanwil BPN Propinsi yang bersangkutan mengusulkan permohonan pembatalanpencabutan
suatu Keputusan Tata Usaha Negara dibidang Pertanahan yang telah diputuskan tersebut diatas. Permohonan tersebut harus dilengkapi
dengan laporan mengenai semua data-data yang menyangkut subyek dan beban-beban yang ada diatas tanah tersebut serta segala
permasalahan yang ada. Kewenangan administratif untuk mencabutmembatalkan suatu
Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah atau Sertipikat Hak Atas Tanah adalah menjadi kewenangan Kepala BPN termasuk
langkah-langkah kebijaksanaan yang akan diambil berkenaan dengan adanya suatu putusan hakim yang tidak dapat dilaksanakan non
eksekutable. Semua ini agar diserahkan kepada Kepala BPN untuk menilainya dan mengambil keputusan lebih lanjut.
5. Tinjauan Mediasi