Pucung Tempat Penemuan Fosil Tengkorak P VIII

Pucung Tempat Penemuan Fosil Tengkorak P VIII

Perburuan situs penemuan fosil tidak berhenti hari itu. Sebelum meneruskan perjalanan, kami singgah dulu di rumah Sutanto, sekaligus toko kerajinan dari bebatuan. Kini dia mempunyai tiga toko kerajinan yang ada di Desa Krikilan. Menurut Sutanto, ia belajar membuat kerajinan itu sejak kecil secara otodidak. “Justru pertama kali saya yang membuat kerajinan di sini. Inisiatif sendiri,” ujar Tanto.

Setelah singgah, kami melanjutkan perjalanan ke situs Pucung yang berada di Dusun Pucung, Desa Dayu, Kecamatan Gendangrejo, dan masih ditemani Lokasi penemuan P VIII di Pucung saat ini. Foto: Deni Sugandi. Sutanto. Tim The Indonesia-Japan Joint Research Project (CTA-41) pernah melakukan penggalian yang sedang membuka lahan untuk kebun. Kata pada 1978. Lokasinya sekitar 50 m sebelah timur Fachroel, “Tukimin tidak sengaja menemukannya. Di tempat penemuan fosil P VIII (ada juga yang menulis:

sini biasa kan orang mengolah kebun pakai linggis, P-VIII) atau disebut juga Sangiran 17. Mereka ketika bukan pakai pacul. Kemudian ketika cukil-cukil tanah

itu berupaya menemukan lokasi fosil mamalia dan itu linggis Tukimin mengenai tengkorak P VIII.” menetapkan posisi stratigrafi untuk tengkorak P VIII.

Setelah ditemukan, fosil itu dibawa ke Direktorat Untuk menjangkau situs tersebut, kami harus Geologi (sekarang Pusat Survei Geologi) di Bandung

melalui perkebunan milik penduduk. Situsnya sendiri oleh Citro Suroto, ayahnya Sutanto dengan Mbah ada di tebing, yang di bawahnya sudah ditanami Tanu. Sementara linggis yang digunakan Tukimin itu kacang tanah. Fosil P VIII ditemukan pada 13 kini menjadi milik Fachroel Aziz, sebagai buah tangan September 1969 oleh Tukimin, penduduk setempat dari Tukimin.

Pada 1894, Dubois mempublikasikan uraian fosil-fosil penemuannya, dengan memberinya nama Pithecanthropus erectus, yang menggambarkan makhluk yang bukan kera tapi juga bukan manusia, melainkan menjadi campuran antara kera dan manusia. Pada 1895, Dubois kembali ke Eropa untuk mengetengahkan fosil berikut tafsirannya. Hanya segelintir ilmuwan saja mendukung hasil kerja Dubois, tapi tidak menyetujui tafsirannya. Beberapa ilmuwan Perancis dengan hati- hati menerima bahwa bisa jadi Dubois benar. Ilmuwan Jerman menganggap bahwa tengkorak itu milik kera

Dr. Gustav Heinrich Ralph

raksasa seperti siamang, sementara ilmuwan Inggris (G.H.R.) von Koenigswald

(1902-1982).

menganggapnya sebagai fosil manusia, yang termasuk

Sumber: koleksi Fachroel

manusia primitif atau terkena penyakit. Orang kedua

Aziz.

yang bicarakan riwayat singkat hidup serta penelitiannya adalah Von Koenigswald. Setelah lulus kuliah di Munich, Jerman, dia menjadi asisten dosen pada Bayerische

Setelah sampai di Bandung, dia segera mempelajari Staatssammlung fur Geologie yang dijabatnya dari fosil-fosil yang berhasil dikumpulkan oleh Jawatan 1927-1930. Kemudian perubahan besar terjadi. Di Geologi Hindia Belanda. Saat itu ia memusatkan dalam bukunya, Meeting Prehistoric Man (1956), dia perhatiannya pada mamalia, Tan Sin Hok pada menceritakan titik balik itu:

Foraminifera dan C.H. Oostingh pada kerang-kerang “Pada musim gugur 1930 dosen senior saya, Profesor

dan siput. Sementara mereka sibuk mempelajari fosil, Broili, menerima surat permintaan keterangan dari pada 27 Agustus 1931, C. Ter Haar menemukan kembali Belanda: Bisakah salah seorang mahasiswanya pergi ke situs Ngandong yang pertama kali ditemukan oleh Jawa sebagai ahli paleontologi bagi bagian survei geologi Elbert yang ikut dengan ekspedisi Selenka. dari Jawatan Geologi Hindia Belanda? Profesor Broili

Pada bulan Juni 1932, Ter Haar mengajak Von bertanya pada saya. Saya pun terlonjak kegirangan saat Koenigswald ke Ngandong untuk turut mengekskavasi. itu. Oleh karena itu, pada Januari 1931 saya mendarat di Menurut Phillip V. Tobias (The Life and Work of Professor Tanjung Priuk, Pelabuhan Jakarta.”

Dr. G.H.R. von Koenigswald, 1984), inilah kali pertama