Selain itu, Fachroel menunjuk ke tugu penemuan Mata air Asin di Pablengan

Selain itu, Fachroel menunjuk ke tugu penemuan Mata air Asin di Pablengan

fosil “manusia purba” yang terletak tidak jauh dari Perjalanan kemudian dilanjutkan. Lokasi

temuan Pf di mana terdapat monumen penemuan berikutnya yang kami tuju adalah Dusun Pablengan, fosil Meganthropus. Di monumen kecil ini ada Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe. Kami diajak panel keterangan yang dibuat oleh Balai Pelestarian melihat sumber air asin yang terletak di persawahan Situs Manusia Purba yang menyatakan bahwa dan kebun penduduk. Air asin itu memiliki pH 8. “Meganthropus (S27) ditemukan pada 1978.”

“Ini disebut Pablengan. Orang sini bilang “bleng.” Fosil ini ditemukan oleh penduduk setempat Air Bleng itu digunakan untuk memasak karak di bernama Suherman dari Dukuh Ngampon ketika Kendal. Biar awet. Sampai sekarang air Pablengan ia mencari jangkrik dan rumput. Dia menemukan suka digunakan untuk air minum lembu,” kata fosil di tanah bongkahan hasil penggalian tersebut. Sutanto. Temuan tersebut dilaporkan kepada Kepala Desa

“Mungkin manusia purba yang hidup di sini akan

Krikilan, Toto Marsono. Fosil ini berupa sebuah atap ke sini bila memerlukan zat garam. Kambing dan tengkorak beserta rahang atasnya. Bagian belakang gajah serta berbagai hewan lainnya perlu zat garam,” tengkorak melesak ke bawah akibat tekanan dan kata Fachroel sambil menerangkan bahwa Pablengan mengalami deformasi lanjut. Rahang atasnya masih termasuk ke dalam Formasi Kalibeng. Formasi asalnya mempunyai 7 gigi. Fosil ini menunjukkan morfologi merupakan bagian laut yang terangkat. yang kekar, tengkoraknya tebal, gigi-giginya kekar, sehingga digolongkan sebagai Meganthropus

Pablengan sendiri membuktikan bahwa Sangiran dulunya berupa lautan yang terhalang atau terjebak.

paleojavanicus . Fosil ini sekarang disimpan di Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi Oleh karena itu di bagian bawah tanahnya banyak (Biopaleoantropologi), Universitas Gajah Mada mengandung foraminifera, moluska, koral, alga, (UGM), Yogyakarta.

bagian atasnya bersifat breksian dengan fragmen gamping berukuran kerikil sampai kerakal, kemudian

untuk melanjutkan penggalian fosil. Patih ini mewakilkan kepada anak keduanya, R.T. Gondo Atmodjo untuk melakukan penggalian fosil di Gunung Plawangan. Di sini, tim Gondo Atmodjo menemukan dua persendian dan satu gigi fosil.

Selanjutnya, Raden Saleh melakukan penggalian di Dukuh Kedunglembu, Pegunungan Pandan, sekitar 15 kilometer dari Caruban, Madiun, Jawa Timur. Di sini Raden Saleh menemukan sejumlah gigi geraham yang diperkirakannya sebagai gigi Mastodon dan sebuah gigi yang terserak. Enam kilometer dari sana, ia menemukan sepotong tulang dan fosil-fosil lainnya. Temuan-temuan itu dilaporkan oleh Raden Saleh dalam tulisannya, “Over fossiele beenderen van den Pandan” (Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, vol 29, 1867).

Fosil-fosil temuan Raden Saleh kemudian dikirim ke Leiden, Belanda. Keseluruhan hasil penemuan tersebut bersama dengan fosil-fosil temuan FW Junghuhn (1809-1864) dijelaskan ahli geologi dari Universitas

Raden Saleh, sumber: wikipedia.

Leiden, Karl Martin (1851-1942), dalam tulisannya, Sammlungen des Geologischen Reichs-Museums (2 vol,

Keahlian Raden Saleh dalam bidang paleontologi 1884). Fachroel Aziz dalam orasi pengukuhan profesor risetnya (2008) menyatakan, “Stegodon trigonocephalus kemudian diakui oleh pakar-pakar paleontologi, seperti

E. Dubois (1858-1940), L.J.C van Es, R. Lydekker dan

Martin (1887) merupakan fosil fauna khas (endemik) G.H.R. von Koenigswald (1902-1982). Oleh karena itu, Indonesia ( Jawa) didasarkan atas fosil tengkorak anak seperti disebutkan Fachroel Aziz, Raden Saleh layak gajah (juvenile skull) koleksi Raden Saleh dan masih valid

digelari pribumi Indonesia pertama yang menggeluti hingga sekarang. Kiranya kita patut ingat dan bangga

kepada putra pribumi ini dan saya berpendapat bahwa bidang paleontologi. Raden Saleh layak digelari bapak pionir paleontologi Penulis: Atep Kurnia vertebrata Indonesia.”