Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan Pada Primigravida Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

(1)

PENGARUH KONSELING TERHADAP KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA PRIMIGRAVIDA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS BUKET HAGU KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH

UTARA

NURUL ASMA 135102115

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM STUDI D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


(2)

(3)

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

1. Praktik Kebidanan ... 6

2. Penelitian Kebidanan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konseling 1. Pengertian Konseling ... 7

2. Macam-Macam Konseling ... 7

3. Proses Konseling ... 9

4. Tujuan Konseling ... 10

5. Fungsi Konseling ... 12

6. Hasil Konseling ... 12

B. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan ... 13

2. Penyebab Kecemasan ... 13


(5)

4. Tingkat Kecemasan ... 15

5. Gejala Kecemasan ... 15

C. Kehamilan 1. Pengertian Kehamilan ... 15

2. Perubahan Psikologis Dalam Kehamilan ... 16

D. Persalinan 1. Pengertian Persalinan ... 17

2. Permulaan Persalinan ... 18

3. Lama Persalinan ... 18

4. Proses Persalinan ... 18

5. Distosia Persalinan ... 19

6. Persiapan Menghadapi Persalinan... 19

E. Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan ... 21

F. Kerangka Teori... 22

BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konseptual ... 23

B. Hipotesis ... 23

C. Definisi Operasional... 23

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 25

B. Populasi dan Sampel ... 25

C. Tempat Penelitian ... 26

D. Waktu Penelitian ... 26

E. Pertimbangan Etik Penelitian ... 26

F. Instrumen Penelitian ... 27

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 27

H. Pengumpulan Data ... 28

I. Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat... 32


(6)

B. Pembahasan

1. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 39 2. Keterbatasan Penelitian ... 48 3. Implikasi Untuk Asuhan Kebidanan /Pendidikan Bidan . 51 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 54 B. Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA


(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul "Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara". KTI ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan dari progam D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak tidak banyak yang bisa penulis lakukan dalam menyelesaikan KTI ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Hj. Idau Ginting, SST, M.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran serta arahan sejak awal penulisan hingga selesainya penyusunan KTI ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penyusunan KTI ini kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi D IV Bidan Pendidik dan koordinator penyelenggara ujian Karya Tulis Ilmiah (KTI). 3. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns., M.Kep selaku Sekretaris Program


(8)

4. Ibu Dina Indarsita, SST, M.Kes selaku penguji I yang telah turut serta membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan tambahan dalam penyusunan KTI ini.

5. Bapak dr. M. Fahdi, Sp.OG(K), M.Sc selaku penguji II yang juga telah turut serta membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan tambahan dalam penyusunan KTI ini.

6. Penyelenggara Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara beserta seluruh dosen pengajar dan staf lainnya yang senantiasa membantu, memberikan bimbingan dan saran selama penyusunan KTI ini.

7. Primigravida di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara yang telah memberikan kesempatan serta mau meluangkan waktu untuk penulis melakukan penelitian.

8. Orang tua tercinta, ayahanda Sulaiman dan ibunda Ti Hawa, serta adik Haris yang telah memberikan do’a dan dukungan pada penulis dari mulai menempuh pendidikan hingga akhirnya selesai penyusunan KTI ini, tidak terlupa almarhum adikku Martunis yang juga turut mendo’akan penulis dari alam sana.

9. Teman-teman Program Studi D IV Bidan Pendidik angkatan 2013 yang senasib dan seperjuangan.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmatNya pada kita semua dan semoga KTI ini juga dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Medan, Juni 2014


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 24 Tabel 5.1 Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik

Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Tahun 2014 ... 32 Tabel 5.2 Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Kecemasan Sebelum

Dan Sesudah Diberi Konseling Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Tahun 2014 ... 33 Tabel 5.3 Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Pengisian Lembar

Jawaban Kuesioner Pre-Test Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Tahun 2014 ... 34 Tabel 5.4 Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Pengisian Lembar

Jawaban Kuesioner Post-Test Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Tahun 2014 ... 36 Tabel 5.5 Tabel Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi

Persalinan Pada Primigravida Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Tahun 2014 ... 38


(10)

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 2.1 Kerangka Teori... 22 Skema 3.1 Kerangka Konseptual ... 23


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) (Informed Consent) Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 Prosedur Pelaksanaan Konseling Lampiran 5 Grafik Kegiatan Penelitian

Lampiran 6 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Pendahuluan

Lampiran 7 Surat Balasan Pengambilan Data Awal Dari Puskesmas Buket Hagu Lampiran 8 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Penelitian

Lampiran 9 Surat Balasan Pengambilan Data Penelitian Dari Puskesmas Buket Hagu

Lampiran 10 Data Distribusi Penyebaran Primigravida Dari Kunjungan Posyandu Di Wiayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

Lampiran 11 Data Penelitian Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan Pada Primigravida Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

Lampiran 12 Data Penelitian Kecemasan Primigravida Menghadapi Persalinan Sebelum Diberi Konseling Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

Lampiran 13 Data Penelitian Kecemasan Primigravida Menghadapi Persalinan Setelah Diberi Konseling Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

Lampiran 14 Hasil Perhitungan Statistik SPSS Lampiran 15 Riwayat Hidup


(12)

PENGARUH KONSELING TERHADAP KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA PRIMIGRAVIDA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS BUKET HAGU KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN

ACEH UTARA

ABSTRAK Nurul Asma

Latar Belakang: Banyak hasil penelitian menunjukkan permasalahan psikologis yang sering dialami primigravida adalah kecemasan menghadapi persalinan, salah satunya penelitian Salfariani (2012) yang menunjukkan 59,1% primigravida dari 22 ibu bersalin memilih persalinan sectio caesarea tanpa indikasi medis karena kecemasan persalinan normal. Mei dan Huang (2006) menunjukkan kecemasan tersebut dapat menyebabkan persalinan lama dan menyebabkan perdarahan postpartum, sehingga Suririnah (2005) menyimpulkan untuk mengatasi kecemasan tersebut perlu dilakukan penyuluhan/konseling mengenai persiapan mengadapi persalinan untuk mengubah persepsi ibu tentang persalinan.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida.

Metodelogi: Jenis penelitian adalah pra eksperimen dengan rancangan one group pre-test-posttest design. Sampel sebanyak 40 orang merupakan primigravida trimester III usia kehamilan 28-32 minggu di wilayah kerja Puskesmas Buket Hagu. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konseling, variabel terikat adalah kecemasan menghadapi persalinan. Data dikumpul dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dengan menggunakan uji t-tes dependen (paired t-test).

Hasil: Hasil analisis bivariabel menunjukkan konseling berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida (p=0,00).

Kesimpulan: Hasil penelitian menyimpulkan konseling dapat meminimalkan kecemasan primigravida menghadapi persalinan, sehingga konseling dapat dijadikan model atau alternatif treatment untuk mengatasi dan mencegah tejadinya kecemasan menghadapi persalinan.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian ibu hamil masih merupakan masalah besar dimana sekitar 800 perempuan meninggal setiap hari di seluruh dunia akibat kehamilan atau komplikasi yang berkaitan dengan kelahiran. Pada tahun 2010, 287.000 perempuan meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Rasio kematian ibu di negara berkembang adalah 240 per 100.000 kelahiran dibandingkan 16 per 100.000 di negara maju (WHO, 2012).

Indonesia merupakan negara berkembang. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan 2012 menunjukkan tingkat kematian ibu meningkat tajam dibanding survey yang dilakukan 2007. Survei menemukan kematian ibu melahirkan sebanyak 359 per 100.000 kelahiran yang meningkat dari survei 2007 dimana angka kematian ibu hanya 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup (Sufa, 2013, ¶1).

Pemerintah Indonesia mulai tahun 2013 melaksanakan Program Emas atau Expanding Maternal and Newborn Survival yang bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan yang masih tinggi di Indonesia (Wardah, 2013, ¶9) disamping mewujudkan target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 untuk menurunkan AKI hingga 102/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2011a). Estimasi penduduk Indonesia sasaran program pembangunan kesehatan 2014 dari 252.124.458 total penduduk, terdapat 5.290.235 ibu hamil dan 5.049.770 ibu bersalin (Kemenkes RI, 2011b).


(14)

Kehamilan merupakan tantangan, titik balik dari kehidupan keluarga, dan biasanya diikuti oleh stres dan gelisah, baik itu kehamilan yang diharapkan atau tidak. Untuk keluarga pemula, kehamilan adalah periode transisi dari masa anak-anak menjadi orang tua dengan karakteristik yang menetap dan mempunyai tanggung jawab (Susanti, 2008, hal. 15). Bobak et al. (2005, hal. 125) mengutarakan pertumbuhan tersebut membutuhkan penguasaan tugas-tugas perkembangan tertentu menerima kehamilan, mengidentifikasi peran ibu, mengatur kembali hubungan antara ibu dan anak perempuan serta antar dirinya dan pasangannya, membangun hubungan dengan anak yang belum lahir, mempersiapkan diri untuk menghadapi pengalaman melahirkan.

Banyak wanita, khususnya nullipara dan primigravida secara aktif akan mempersiapkan diri menghadapi persalinan (Bobak et al., 2005, hal.130). Kecenderungan ibu yang berpengalaman menceritakan pengalaman mereka pada ibu baru, baik yang membawa keuntungan maupun yang mengandung risiko, namun laporan itu selalu menggambarkan tentang nyeri (Perkins, 1980 dalam Mander, 2004, hal. 99).

Rasa cemas dapat timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan anaknya (Rubin, 1975 dalam Bobak et al., 2005, hal.131). Dick-Read (1920-1950) mengajarkan pada para pasiennya bahwa bila seorang takut akan persalinan, ia akan menjadi tegang dan membuat rasa nyeri yang di rasakannya makin hebat (Simkin, 2008,hal. 147).

Penelitian Kurniawati dan Wahyuni (2007) terhadap 30 sampel menunjukkan kecemasan primigravida lebih tinggi daripada multigravida ketika menghadapi persalinan dimana dari 15 ibu primigravida 4 ibu mengalami kecemasan ringan, 3 orang mengalami kecemasan sedang, dan 1 ibu mengalami


(15)

kecemasan berat, sementara pada 15 multigravida hanya 1 ibu mengalami kecemasan berat dan 1 ibu mengalami kecemasan sedang.

Penelitian lainnya menunjukkan kecemasan sangat berpengaruh terhadap persalinan. Penelitian Mei and Huang (2006) menunjukkan pengaruh kecemasan dan depresi ibu primigravida dalam menghadapi persalinan dapat menyebabkan persalinan lama dan menyebabkan perdarahan postpartum. Sementara hasil pengamatan Michel Odent dalam Simkin dan Ancheta (2005) menunjukkan kecemasan pada ibu sebagai respon ’melawan atau menghindar’ dalam persalinan menyebabkan kadar katekolamin berlebihan pada kala satu yang mengakibatkan lamanya kala satu semakin meningkat.

Hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas menunjukkan faktor kecemasan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi persalinan yang tidak dapat diabaikan. Crowe dan Von Bayer (1989) dalam Mander (2004, hal. 102) bertahan mengajarkan realita persalinan dapat dilakukan dimana penelitiannya menunjukkan bahwa wanita yang diajarkan secara realistik mengenai kecemasan persalinan mengalami persalinan yang kurang nyeri.

Suririnah (2005, ¶3) mengemukakan ibu yang akan menghadapi persalinan, memiliki pengalaman yang berbeda, tergantung siapa dan bagaimana ibu menanggapinya, yang terbaik adalah setiap calon ibu mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan dan kesiapan mental bahwa proses persalinan adalah alamiah. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan suatu penyuluhan atau konseling. Masalah yang perlu disampaikan adalah aspek fisiologi kehamilan, persalinan, perubahan emosi yang terjadi selama dalam kehamilan serta perencanaan keluarga dimasa depan.


(16)

Penelitian Hastuti pada November 2007 sampai Agustus 2009 mengenai konseling menurunkan kecemasan dan tercapainya mekanisme koping ibu bersalin primipara tentang kajian terhadap kadar kortisol, kontraksi uterus, dan lama bersalin pada 218 ibu-ibu hamil yang menjadi sampel penelitiannya di Puskesmas Tegalrejo dan Mergangsang, Yogyakarta memperjelas bahwa pemberian konseling dapat meminimalkan kecemasan ibu pada persalinan pertama (primipara).

Penelitian Salfariani (2012) di RSU Bunda Thamrin Medan pada 22 ibu bersalin juga menunjukkan 59,1% primigravida dan tidak memiliki pengalaman bersalin sebelumnya memilih persalinan sectio caesarea tanpa indikasi medis karena kecemasan persalinan normal, sehingga peneliti dalam penelitian tersebut menyimpulkan perlu adanya penyuluhan dan konseling sebelum persalinan agar menentukan pilihan secara matang dalam mengambil suatu tindakan persalinan.

Estimasi penduduk Aceh menurut sasaran program pembangunan kesehatan 2014 terdapat 4.731.705, yang terdiri dari 111.991 ibu hamil dan 106.901 ibu bersalin (Kemenkes RI, 2011b). Pengamatan dari lokasi penelitian diamati dari laporan Pemantauan Wilayah Setempat-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) Puskesmas Buket Hagu tercatat tahun 2013 terdapat 443 sasaran ibu hamil. Pencatatan hingga Desember 2013 menunjukkan dari 35 desa di wilayah kerja puskesmas tersebut terdapat 58 ibu hamil trimester III, dimana 40 orang merupakan primigravida.

Observasi awal yang peneliti amati ketika mengunjungi kegiatan Posyandu yang dilaksanakan di desa Dayah akhir Desember 2013 tampak tiga primigravida dari lima ibu hamil trimester III menceritakan kecemasannya mengenai persalinan pada bidan desa tersebut. Kecemasan primigravida tersebut


(17)

ketika membayangkan proses persalinan kelak selain karena tidak berpengalaman, juga karena umumnya mereka memiliki pemahaman yang sama bahwa melahirkan itu merupakan proses yang menakutkan, menyeramkan, dan menyakitkan, serta takut tidak menjadi ibu yang baik bagi bayi.

Atas dasar beragam teori mengenai efektifitas konseling dan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan pengaruh konseling dapat menurunkan kecemasan dalam menghadapi persalinan, peneliti tertarik untuk mengaplikasikan konseling terhadap penurunan kecemasan pada primigravida di wilayah kerja Puskesmas Buket Hagu dengan mengetahui sejauh mana pengaruh konseling dapat menurunkan kecemasan dalam menghadapi persalinan pada ibu primigravida, karena selayaknya pemberian konseling perlu dilakukan pada setiap pelayanan kebidanan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: apakah ada pengaruh konseling terhadap kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui kecemasan menghadapi persalinan sebelum diberi konseling pada primigravida.


(18)

b. Untuk mengetahui kecemasan menghadapi persalinan sesudah diberi konseling pada primigravida.

c. Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pembuat kebijakan kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para pembuat kebijakan dalam merancang program tentang konseling untuk mengurangi kecemasan pada ibu hamil dalam menghadapi persalinan.

2. Bagi instansi pelayanan kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan inspirasi bagi pekerja medis untuk menerapkan konseling di puskesmas, rumah sakit, dan klinik bersalin sebagai upaya preventif untuk mengurangi tingkat kecemasan primigravida dalam menghadapi proses persalinan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konseling

1. Pengertian Konseling

Konseling berasal dari bahasa latin, yaitu consilium yang berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Sementara dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari sellan yang berarti menyerahkan atau menyampaikan (Prayitno dan Amti, 2004, hal. 99). Kata konseling mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungannya mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis pribadi, psikoterapi, atau pemecahan masalah (British Association of Counselling, 2001 dalam Pieter, 2012, hal. 237).

Pieter (2012, hal. 237) menyimpulkan dari beberapa pendapat pakar bahwa konseling dalam kebidanan merupakan proses pemberian informasi yang lebih objektif dan lengkap yang dilakukan secara sistematik berdasarkan panduan keterampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan, penguasaan pengetahuan klinik, yang bertujuan membantu klien mengenali kondisinya, masalah yang dihadapi klien dan membantunya untuk menentukan solusi dan jalan keluar dalam upaya mengatasi masalah-masalahnya.

2. Macam-Macam Konseling

a. Layanan konseling perorangan

Menurut Prayitno dan Amti (2004, hal.288) pada bagian ini konseling dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan


(20)

langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri.

b. Layanan konseling kelompok

Prayitno dan Amti (2004, hal.311) mengutarakan layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan di dalam suasana kelompok. Keunggulan konseling kelompok ialah dinamika interaksi sosial yang dapat berkembang dengan intensif dalam suasana kelompok yang justru tidak dapat dijumpai dalam konseling perorangan.

Prayitno dan Amti (2004, hal.314) menambahkan ciri-ciri konseling kelompok, yaitu:

1) Jumlah anggota: Terbatas 5-10 orang.

2) Kondisi dan karakteristik anggota: hendaknya homogen; dapat pula heterogen terbatas.

3) Tujuan yang ingin dicapai: a) Pemecahan masalah; b) Pengembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial.

4) Pemimpin kelompok: konselor.

5) Peranan anggota: a) Berpartisipasi dalam dinamika interaksi sosial; b) Menyumbang pengentasan masalah; c) Menyerap bahan untuk pemecahan masalah.

6) Suasana interaksi: a) Interaksi multiarah; b) Mendalam dengan melibatkan aspek emosional.


(21)

8) Frekuensi kegiatan: kegiatan berkembang sesuai dengan tingakat kemajuan pemecahan masalah. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tingkat kemajuan pemecahan masalah.

3. Proses Konseling

Egan (1994) dalam McLEOD (2008, hal.366) mengutarakan proses konseling melalui pendekatan “Manajemen Problem” yang disusun dalam tiga tahap utama: membantu klien mengenali dan menjernihkan situasi masalah; mengembangkan program untuk perubahan yang konstruktif; mengimplementasikan target.

Winkel dan Hastuti (2006, hal. 607-613) menambahkan terdapat lima fase proses konseling dalam kelompok yang meliputi:

a. Pembukaan, dimana diletakkan dasar bagi pengembangan hubungan antarpribadi (working relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah pada penyelesaian masalah.

b. Penjelasan masalah, dimana masing-masing konseli mengutarakan masalah yang dihadapi berkaitan dengan masalah diskusi, sambil mengungkapkan fikiran dan perasaaannya secara bebas.

c. Penggalian latar belakang masalah, dimana karena para konseli pada fase dua biasanya belum menyajikan gambaran lengkap mengenai kedudukan masalah dalam keseluruhan situasi hidup masing-masing, diperlukan penjelasan lebih mendetail dan mendalam.

d. Penyelesaian masalah, diakukan berdasarkan apa yang telah digali dalam fase analisis kasus, konselor dan para konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi.


(22)

e. Penutup, bilamana kelompok sudah siap untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan bersama. Proses konseling dapat diakhiri dan kelompok dapat dibubarkan pada pertemuan terakhir.

4. Tujuan Konseling

Menurut McLEOD (2008, hal.13-14) tujuan dari kegiatan konseling, yaitu:

a. Pemahaman. Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan.

b. Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan orang lain. c. Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang

selama ini ditahan atau di tolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.

d. Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri sendiri yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan penolakan.

e. Aktualisasi diri atau individu. Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.

f. Pencerahan. Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spritual yang tinggi.


(23)

g. Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak bisa dipecahkan oleh klien seorang diri. Menuntut kompetensi umum dalam pemecahan masalah.

h. Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan mengontrol tingkah laku.

i. Memiliki ketrampilan sosial. Mempelajari dan menguasai ketrampilan sosial dan interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif, atau pengendalian kemarahan.

j. Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri.

k. Perubahan tingkah laku. Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptif atau merusak.

l. Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial

m. Penguatan. Berkenaan dengan ketrampilan, kesadaran, dan pengetahuanan yang akan membuat klien mampu mengontrol kehidupannya.

n. Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap prilaku yang merusak.

o. Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk perduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan, dan mengkontribusikan kebaikan bersama (collective good) melalui kesepakan politik dan kerja komunitas.


(24)

5. Fungsi Konseling

Pendapat beberapa ahli dalam Pieter (2012, hal.246) menyimpulkan fungsi konseling, antara lain: a) fungsi pencegahan, yakni upaya mencegah timbulnya lagi masalah-masalah klien; b) fungsi penyesuaian, yakni upaya untuk membantu klien sebagai akibat perubahan biologis dan psikologis atau social klien; c) fungsi perbaikan, yakni upaya melakukan perbaikan terhadap penyimpangan perilaku klien; d) fungsi pengembangan, yakni meningkatkan pengetahuan klien.

6. Hasil Konseling

Menurut McLEOD (2008, hal.17-18) hasil konseling dapat dikategorikan sebagai berikut:

b. Resolusi terhadap sumber dalam hidup, dimana resolusi mencakup pencapaian pemahaman atau perspektif terhadap masalah-masalah, usaha pencapaian penerimaan pribadi terhadap permasalahan dan usaha-usaha pengambilan tindakan untuk mengubah situasi yang dianggap sebagai sumber-sumber permasalahannya.

c. Belajar, dimana setelah mengikuti konseling memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pemahaman, keterampilan, dan strategi baru yang membuat diri klien bisa menangani masalah serupa dengan lebih baik dimasa yang akan datang.

d. Inklusi sosial, dimana kegiatan konseling dianggap sebagai stimulasi energi dan kapasitas personal bagi klien yang diterima melalui konselor. Hasil konseling dianggap berguna apabila klien memperoleh konstribusi pribadi dan kepentingan sosial.


(25)

B. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Menurut David A. Tomb (1993) dalam Riyadi dan Purwanto (2009, hal.43) ansietas (kecemasan) adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis. Dalam pendekatan psikoanalitik kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu yang fungsinya memperingatkan adanya ancaman bahaya (Corey, 2010, hal.17), sementara dalam pendekatan eksistensial-humanistik kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia (Corey, 2010, hal. 76).

Berdasarkan pendapat para pakar tersebut dapat disimpulkan kecemasan merupakan karakteristik manusia yang berbentuk ketegangan terhadap sesuatu yang mengancam yang disertai perubahan fisiologis.

2. Penyebab Kecemasan

Menurut Suliswati et al. (2005, hal.109) kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Riyadi dan Purwanto (2009, hal.45-46) mengutarakan penyebab ansietas (kecemasan) yang dikembangkan dari berbagai teori meliputi:

a. Menurut teori psikoanalitik ansietas merupakan konflik emosional yang terjadi antara id (mewakili dorongan insting dan impuls primitive individu) dan superego (mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya individu), yang berfungsi memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.


(26)

b. Menurut pandangan interpersonal yang dikemukakan oleh Sullivan, ansietas timbul dari perasaan takut dari tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal

c. Menurut pandangan perilaku ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

d. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal biasanya terjadi dalam suatu keluarga.

e. Kajian biologis, dimana telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Adler dan Rodman dalam Ghufron dan Rini (2010, hal.145-146) dalam Novitasari (2013, hal.24-25) menyatakan terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya kecemasan, yaitu:

a. Pengalaman negatif masa lalu

Pengalaman ini merupakan hal yang tidak menyenangkan pada masa lalu mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada masa mendatang, apabila individu tersebut menghadapi situasi atau kejadian yang sama dan juga tidak menyenangkan, hal tersebut merupakan pengalaman umum yang menimbulkan kecemasan.

b. Pikiran yang tidak rasional

Para psikolog memperdebatkan bahwa kecemasan terjadi bukan karena suatu kejadian, melainkan kepercayaan atau keyakinan tentang kejadian itulah yang menjadi penyebab kecemasan.


(27)

4. Tingkat Kecemasan

Menurut Peplau dalam Suliswati et al., (2009, hal.44) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu: a) Kecemasan ringan dihubungkan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari; b) Kecemasan sedang dimana individu terfokus hanya pada fikiran yang menjadi perhatiannya; c) Kecemasan berat dimana lapangan persepsi individu sangat sempit dengan pusat perhatiannya pada detail yang sangat spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal-hal lainnya; d) Panik dimana individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang.

5. Gejala Kecemasan

Menurut Hawari (2004, hal.66) keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan, antara lain: a) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah tersinggung; b) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut; Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang; c) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan; d) Gangguan konsentrasi dan daya ingat; e) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan perkemihan, sakit kepala, dan lain sebagainya.

C. Kehamilan

1. Pengertian Kehamilan

Primigravida adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya. Prawirohardjo (2007, hal.55) menyebutkan untuk tiap kehamilan harus ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi hasil konsepsi.


(28)

Prawirohardjo (2007, hal.125) melanjutkan lamanya kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur.

Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi dalam tiga bagian: 1) Kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu); 2) Kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu); 3) Kehamilan triwulan ketiga (antara 28 sampai 40 minggu) (Prawirohardjo, 2007, hal.125). Bobak et al. (2005, hal.106) mengutarakan beberapa perubahan fisiologis yang timbul selama masa hamil dikenal sebagai tanda kehamilan. Ada tiga kategori, presumsi yaitu perubahan yang dirasakan wanita (misalnya amenorea, keletihan, perubahan payudara); kemungkinan, yaitu perubahan yang diobservasi oleh pemeriksa (misalnya tanda hegar, ballottement, tes kehamilan); pasti (misalnya, ultrasonografi, bunyi denyut jaunting janin). 2. Perubahan Psikologis Dalam Kehamilan

Menurut Susanti (2008, hal.24-25) perubahan psikologis dalam kehamilan meliputi:

a. Pada trimester pertama, kenyataan hamil yang dialami ibu meliputi amenorea (tidak haid), uji kehamilan dinyatakan positif, fikiran terpusat pada dirinya, janin adalah bagian dari dirinya, dan janin seolah-olah tidak nyata (Lumley, 1982).

b. Pada trimester kedua, ibu relatif tenang. Morning sickness dan ancaman abortus spontan sudah lewat. Ibu akan menghadapi kenyataan bahwa ada janin yang berada di dalam kandungannya. Hal itu dirasakan melalui janin


(29)

dan perutnya bertambah besar. Hubungan ibu dan anak mulai timbul. Ibu mulai berfantasi tentang bayinya.

c. Pada trimester ketiga terdapat kombinasi perasaan bangga dan cemas tentang apa yang akan terjadi pada saat melahirkan. Pada saat ini ibu akan mengalami:1) Merasa diri diistemewakan dilingkungan umum; 2) Proses kedekatan dengan janinnya berlanjut; 3) Mempersiapkan diri menjadi orang tua/ibu; 4) Spekulasi mengenai jenis kelamin anak dan nama anak; 5) Keluarga berinteraksi dengan menempelkan telinga ke perut ibu, berbicara dengan janinnya.

Pada akhir trimester ketiga ketidaknyamanan fisik meningkat dan ibu memerlukan istirahat. Ibu merasa lebih cemas terhadap kesehatan dan keselamatan melahirkan. Untuk itu, perlu dianjurkan untuk menyiapkan kelahiran dan menyesuaikan diri terhadap kontraksi rahim. Ibu akan menjadi lebih sensitif dan memerlukan perhatian dan dukungan dari suami atau keluarganya.

D. Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Partus (persalinan) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam kurang waktu 24 jam (Prawirohardjo, 2007, hal.180).


(30)

2. Permulaan Persalinan

Menurut Prawirohardjo (2007, hal.181) faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Llewellyn dan Jones (2001, hal.68) menambahkan permulaan persalinan sulit ditentukan waktunya dengan tepat dan mungkin didahului oleh beberapa tanda: (1) nyeri persalinan semu menjadi terkoordinasi dan teratur, atau kontraksi uterus yang menyakitkan mengingatkan pasien bahwa persalinan telah dimulai; (2) keluar discharge mucus bercampur sedikit darah.

3. Lama Persalinan

Lama persalinan tidak mudah ditentukan secara tepat karena permulaan persalinan sering tidak jelas dan bersifat subyektif. Dalam studi terhadap wanita, yang persalinannya mulai secara spontan, terdapat variasi yang luas untuk lama persalinan (Jones, 2002, hal.68).

Kilpatrick dan Laros (1989) dalam Cunningham et al. (2012, hal.407) menyimpulkan bahwa durasi rata-rata persalinan kala satu dan dua sekitar 18,5 jam pada perempuan primigravida. Sementara dalam Jones (2002, hal.68) sembilan puluh persen wanita primigravida diharapkan melahirkan dalam waktu 16 jam.

4. Proses Persalinan

Proses persalinan dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala II disebut kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Dalam Kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam, dalam


(31)

kala itu diamati apakah ada terjadi perdarahan atau tidak (Prawirihardjo, 2007, hal.181).

5. Distosia persalinan

Menurut Bobak et al. (2005, hal. 784) distosia persalinan didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang timbul akibat berbagai konsisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan. Setiap keadaan dapat menyebabkan distosia: a) Persalinan disfungsional akibat konstraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya mengedan ibu; b) Perubahan struktur pelvis; c) Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau posisi, bayi besar, dan jumlah bayi; d) Posisi ibu selama persalinan dan melahirka; e) Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, persiapan, budaya dan warisannya, serta sistem pendukung.

Intervensi yang dapat dilakukan pada persalinan dengan distosia meliputi versi sefalik luar (external cephalic version), partus percobaan (trial of labor), induksi/augmentasi dengan oksitosin, amniotomi, dan prosedur operatif, seperti upaya melahirkan dengan bantuan forcep, ekstraksi vakum, dan kelahiran sesaria (Bobak et al., 2005, hal.794).

6. Persiapan Menghadapi Persalinan

Patterson et al. (1990) dalam Bobak et al. (2005, hal.130) mengemukakan banyak wanita, khususnya wanita nullipara secara aktif mempersiapkan diri untuk menghadapi persalinan. Mereka membaca buku, menghadiri kelas untuk orang tua, dan berkomunikasi dengan wanita lain (ibu, saudara perempuan, teman, orang yang tidak dikenal). Mereka akan


(32)

mencari orang terbaik untuk memberi mereka nasehat, arahan, dan perawatan.

Multipara telah mempunyai riwayat melahirkan yang dapat mempengaruhi persiapan persalinannya. Cemas dapat timbul karena perhatian tentang jalan lahir yang aman selama proses melahirkan dan anaknya (Mercer, 1955; Rubin, 1975). Laderman (1984) menambahkan rasa cemas tersebut kadang-kadang tidak diutarakan, tetapi bidan harus tahu isyarat/tanda tersebut. Banyak wanita takut terhadap nyeri melahirkan atau pengguntingan perineum karena mereka tidak mengerti anatomi dan proses melahirkan. Ibu perlu diberi pendidikan tentang perilaku yang benar selama melahirkan. Persiapan yang terbaik untuk melahirkan adalah menyadari kenyataan secara sehat tentang nyeri, menyeimbangkan resiko dengan rasa senang dan keinginan akan hadiah akhir berupa bayi (Susanti, 2008, hal.38).

Nyeri pada persalinan berbeda-beda pada satu wanita ke wanita yang lain. Banyak faktor predisposisi yang dapat mengurangi atau meningkatkan derajat nyeri persalinan yang dirasakan seorang wanita, termasuk pengalaman terdahulu, pengetahuan mengenai pelahiran, latar belakang budaya, kesehatan umum, pandangan tentang dirinya sendiri sebagai seseorang yang dapat atau tidak menghadapi nyeri (Simkin et al., 2008, hal.150).

Dick-Read (1993) memperkenalkan salah satunya metode edukasi (pendidikan kelahiran anak) untuk memutuskan siklus nyeri (Simkin et al., 2008, hal.148). Melzack dan Wall (1991) dan Sloane (1993) mengutarakan pendekatan pada kelahiran anak memfokuskan pada empat area, salah satunya pemberian informasi untuk mengurangi kecemasan (Mander, 2004, hal.160). Penelitian Trenam (1994) dalam Mander (2004, hal.103)


(33)

menyimpukan fokus pendidikan kelahiran anak adalah cenderung mengenai bagaimana menghadapi atau mengontrol atau meredakan nyeri.

E. Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan

Mendekati minggu terakhir menjelang kelahiran, pada umumnya ibu hamil mengalami kegelisahan dan ketidaknyamanan sehingga kondisi memengaruhi kualitas mental ibu. Kondisi-kondisi psikologis yang sering menyertai ibu menjelang kelahiran bayi ialah adanya perasaan takut (Janiwarty & Pieter, 2013, hal.263). Kecemasan dan ketakutan sering menyertai nyeri (Maryunani, 2010, hal.28).

Secara individual, kecemasan menganggu. Menurut Reading (1983) dalam Susanti (2008, hal.21) faktor yang dapat mengurangi efek dari kecemasan salah satunya melalui pengobatan kecemasan. Penjelasan tersebut didukung penelitian secara umum yang dilakukan Ridgeway dan Matthews (1981) dan Wallace (1984) memperlihatkan bahwa intervensi pada kecemasan mempunyai efek yang menguntungkan, yaitu salah satunya melalui persiapan untuk menghadapi kecemasan meliputi antisipasi, pendidikan, pengetahuan dan strategi.

Ibu hamil sebaiknya mendapatkan penjelasan tentang proses persalinan, sehingga ibu merasa yakin ia mampu melewati persalinannya. Nyeri persalinan dapat mempengaruhi kontraksi uterus melalui sekresi kadar katekolamin dan kortisol yang meningkat dan akibatnya mempengaruhi durasi persalinan. Nyeri juga dapat menyebabkan aktifitas uterus yang tidak terkoordinasi yang mengakibatkan persalinan lama (Mander, 2004). Rasa nyeri selama persalinan meningkat jika ibu gelisah, takut dan cemas serta pengetahuan yang kurang


(34)

tentang persalinan, sehingga akan berdampak pada lamanya persalinan, yang pada akhirnya persalinan harus diakhiri dengan tindakan (Jones, 2002). Untuk menghindari hal tersebut, seharusnya dilakukan konseling bagi setiap ibu, tentang bagaimana menghadapi proses persalinan (Mei dan Huang, 2006).

F. Kerangka Teori

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut:

Skema 2.1 Kerangka Teori

(Modifikasi Ghufron dan Rini (2010) dalam Novitasari (2013), Susanti (2008), Mander (2004) dan Mei & Huang (2006))

Primigravida Kecemasan Penyebab kecemasan: 1. Ancaman integritas

biologi 2. Ancaman

keselamatan diri

Proses persalinan

Nyeri persalinan


(35)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan ”Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara”. Berdasarkan tinjauan yang akan dibahas, untuk memperjelas arah penelitian ini dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut:

Variabel Independen/bebas Variabel Dependen/terikat

Skema 3.1 Kerangka Konseptual

B. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: ada pengaruh konseling terhadap penurunan kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida.

C. Definisi Operasional

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel independen (konseling) dan variabel dependen (kecemasan) menghadapi persalinan pada primigravida, yang dapat diuraikan masing-masing definisi operasionalnya sebagai berikut.

Kecemasan Menghadapi

Persalinan Konseling


(36)

Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional No Variabel

Penelitian

Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variabel dependen

1. Kecemasan menghadapi Persalinan

Perasaan dalam bentuk kekhawatiran atau rasa takut yang dialami ibu ketika menghadapi persalinan Kuesioner standarisasi Penyebaran Kuesioner Rata- rata kecemasan sebelum diberi konseling Rata-rata kecemasan sesudah diberi konseling Rasio Variabel independen

2. Konseling Proses pemberian informasi pada ibu tentang persiapan yang harus dilakukan untuk menghadapi persalinan, baik dari segi fisik maupun mental

Format konseling


(37)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah pra eksperimen dengan desain penelitian one group pre-test-posttest design artinya untuk mengetahui sebab-akibat dengan cara melibatkan suatu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2003).

Model rancangan penelitian ini:

Subjek Pre Perlakuan Pasca-tes

K O

Time 1

I Time 2

O1 Time 3 Keterangan:

K = Subjek (Ibu hamil trimester III)

O = Pengukuran kecemasan sebelum diberi konseling I = Intervensi (Pemberian konseling)

O1 = Pengukuran kecemasan setelah diberi konseling

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah semua primigravida di wilayah kerja Puskesmas Buket Hagu dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria inklusi : 1) Ibu primigravida.

2) Ibu hamil 28-32 minggu. 3) Bersedia ikut dalam penelitian.


(38)

b. Kriteria eksklusi, yaitu ibu dengan riwayat kehamilan yang buruk:

1) Adanya penyakit yang menyertai kehamilan yaitu penyakit yang diderita ibu sebelum hamil, misalnya penyakit jantung, ginjal.

2) Adanya komplikasi dalam kehamilan yaitu kelainan yang timbul pada saat ibu hamil, misalnya perdarahan.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil keseluruhan primigravida Trimester III di wilayah kerja Puskesmas Buket Hagu, dengan menggunakan metode sampel jenuh atau yang disebut total populasi, dimana keseluruhan populasi dalam penelitian ini dijadikan sampel, dengan populasi berjumlah 40 orang.

C. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini adalah Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu, Kecamatan Lhoksukon. Wilayah kerja puskesmas tersebut merupakan daerah pedesaan transmigrasi. Peneliti menggunakan dua desa untuk memudahkan penelitian ini yaitu desa Meucat dan desa Ulee Tanoh.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan oktober 2013 hingga Juni 2014. Dalam kurun waktu tersebut telah dilakukan pengambilan dan pengolahan data yang meliputi: penelusuran kepustakaan, pengajuan judul, bimbingan dan seminar proposal sampai sidang KTI (jadwal terlampir).


(39)

E. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer yang didapatkan dari ibu-ibu dengan kehamilan 28-32 minggu di wilayah kerja Puskesmas Buket Hagu. Sebelum penelitian dilaksanakan ibu diminta membaca lembar persetujuan untuk mengikuti penelitian ini, apabila ibu bersedia untuk menjadi responden maka diharapkan ibu menanda tangani surat persetujuan serta menuliskan nama pada lembar persetujuan tersebut.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner:

a. Karakteristik responden

Data yang dikumpulkan terdiri dari umur, pendidikan, dan pekerjaan. b. Pengukuran Kecemasan

Kuesioner tingkat kecemasan dibuat berdasarkan modifikasi buku manajemen Stres, Cemas, dan Depresi dengan menggunakan instrument Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) (Hawari, 2004, hal.78). Alternatif penilaian diberi angka (score) 1 – 4. Nilai 1 menunjukkan gejala ringan, nilai 2 menunjukkan gejala sedang, nilai 3 menunjukkan gejala berat, nilai 4 menunjukkan gejala berat sekali. Dari keseluruhan jawaban responden ditentukan skor rata-rata kecemasan sebelum dan sesudah diberi konseling. Skala pengukuran rasio.


(40)

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Penelitian ini tidak menggunakan uji validitas dan reliabilitas karena alat tes yang digunakan mengadopsi skala rating kecemasan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Skala rating kecemasan tersebut merupakan alat ukur tingkat kecemasan yang sudah baku dan diterima secara internasional dengan validitas sebesar 0,93 dan reliabilitas sebesar 0,98. HRS-A dianggap sebagai alat ukur yang valid dan reliabel digunakan sebagai instrumen (Sumanto, et al, 2011) dalam (Novitasari, 2013, hal. 84).

H. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik penyebaran kuesioner sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Untuk memudahkan keseluruhan responden menjangkau tempat penelitian, maka penelitian ini dilakukan disalah satu posyandu, yaitu desa Meucat. Pada hari pertama penelitian yaitu pada tanggal 18 Maret 2014 dilakukan pre test, keseluruhan responden dikumpulkan dan dibagikan kuesioner untuk mengukur kecemasan ibu. Pada responden diberi waktu 15 menit untuk menyelesaikan pertanyaan kuesioner.

Setelah keseluruhan responden menyelesaikan pengisian kuesioner. Kemudian responden dibagi menjadi 3 kelompok dengan masing-masing kelompok 14 orang, 13 orang, dan 13 orang dan diberi perlakuan berupa konseling. Konseling dilakukan dengan menampilkan video persalinan dan dibagikan leaflet mengenai kecemasan persalinan. Konseling dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh koordinator bidan desa, serta bidan desa setempat. Ibu dari kelompok pertama dilakukan konseling pada hari itu juga. Setelah ibu-ibu beristirahat tepat jam 14.00 WIB ibu-ibu tersebut berkumpul kembali


(41)

diposkesdes desa tersebut dan dilakukan konseling. Dua kelompok lainnya dilanjutkan pada hari ke dua tanggal 19 Maret 2014 dengan mengumpulkan ibu-ibu pada program kelas ibu-ibu hamil yang dibentuk oleh bidan desa setempat. Konseling dilakukan selama 100 menit. Konseling pertama dilakukan pada jam 14.00 WIB di lanjutkan konseling kedua pukul 16.00 WIB di meunasah desa Ulee Tanoh.

Setelah 30 hari yaitu tanggal 17 April 2014 kemudian dilakukan post test dengan penatalaksanaan yang sama seperti pada saat dilakukan pre test yang bertujuan untuk menggali efek konseling melalui penurunan kecemasan responden dalam menghadapi persalinan. Dipilihnya waktu 30 hari untuk mengukur kecemasan responden dengan pertimbangan pada masa itu sudah terjadi pengurangan retensi informasi, dengan demikian hal yang terukur pada masa ini diperkirakan sudah tersimpan dalam memori jangka panjang subyek. Jika waktu pengulangan post test terlalu pendek, berkemungkinan ibu masih ingat pertanyaan-pertanyaan pada tes pertama, sementara kalau selang waktunya terlalu lama kemungkinan akan terjadi perubahan dalam variabel yang akan diukur (Naga, 2005).

I. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan komputerisasi dan kemudian dianalisis. Menurut Hastono (2007, hal.6) ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui, yaitu:


(42)

a. Editing merupakan kegiatan pengecekan isi formulir atau kuesioner untuk mengetahui jawaban yang ada dikuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten. Jawaban responden dalam kuesioner penelitian ini sudah sesuai dengan tujuan penelitian.

b. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Pengkodean dilakukan pada data karakteristik responden, sementara variabel penelitian tidak dilakukan pengkodean karena merupakan data numerik.

c. Processing adalah memproses data agar data yang sudah di entry dapat dianalisis, dilakukan dengan meng-entry data dari kuesioner ke paket program komputer. Data yang sudah dilakukan pengkodean diolah menggunakan SPSS.

d. Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry supaya tidak ada kesalahan. Setelah dilakukan pengecekan tidak terdapat kesalahan pada data penelitian.

2. Analisis Data

Setelah dilakukan pengolahan data kemudian dilakukan analisis data menggunakan komputerisasi. Menurut Notoatmodjo (2005, hal. 188) tahapan analisis data adalah sebagai berikut:

a. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dan analisis ini menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel. Dalam penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi karakteristik responden dan distribusi kecemasan responden sebelum dan sesudah diberi konseling.


(43)

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi. Pada penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida dengan uji statistik t-tes dependen (paired t-test). Uji statistik ini membandingkan rata-rata kecemasan responden sebelum diberi konseling dan sesudah diberi konseling, melihat standar deviasi, dan uji hipotesis (nilai p). Adapun nilai p bertujuan untuk melihat kemaknaan secara statistik, bila nilai p<0,05 maka dianggap ada pengaruh yang signifikan antara variabel tersebut. Jika sebaliknya dimana nilai p>0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel tersebut.


(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik responden, rata-rata kecemasan responden sebelum dan sesudah diberi konseling, serta jawaban responden. Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan, dan pekerjaan. Jumlah responden terdiri dari 40 orang primigravida trimester III dengan usia kehamilan 28-32 minggu yang diukur kecemasannya dalam menghadapi persalinan sebelum dan sesudah diberi konseling, kemudian dihitung juga distribusi frekuensi jawaban responden mengenai kecemasannya pada kuesioner.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu

Tahun 2014(n=40)

Karakteristik responden f % Umur 17 tahun 18 tahun 20 tahun 21 tahun 22 tahun 23 tahun 24 tahun 25 tahun 26 tahun 27 tahun 28 tahun 1 2 4 6 3 6 9 5 2 1 1 2,5 5 10 15 7,5 15 22,5 12,5 5 2,5 2,5 Pendidikan Perguruan Tinggi SMA SMP SD 11 14 10 5 27,5 35 25 12,5


(45)

Lanjutan Tabel 5.1

Karakteristik responden f % Pekerjaan Pegawai Negeri Swasta Pedagang Tidak Bekerja 3 6 4 27 7,5 15 10 67,5

Analisis hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berada pada kelompok usia 24 tahun sebanyak 22,5%. Mayoritas responden berpendidikan lulusan SMA 35%. Sebanyak 27 responden (67,5%) tidak bekerja.

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kecemasan Sebelum Dan Sesudah Diberi Konseling Di Wilayah Kerja

Puskesmas Buket Hagu Tahun 2014 (n=40)

Variabel Penelitian Mean

Median SD Min-Mak 95% CI Kecemasan Sebelum Diberi Konseling Kecemasan Sesudah Diberi Konseling 23,8 24 21,4 21,5 4,1 3,5 17-34 16-30 22,5-25,1 20,6-22,5 Keterangan:

Mean : Nilai rata-rata SD : Standar Deviasi

Median : Nilai tengah 95% CI : 95% Confidence Interval

Hasil analisis menunjukkan skor rata-rata kecemasan primigravida sebelum diberi konseling 23,8 (95% CI=22,5-25,1), median skor 24 dengan standar deviasi 4,1. Skor kecemasan terendah 17 dan tertinggi 34. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini skor rata-rata kecemasan primigravida sebelum diberi konseling antara 22,5 sampai 25,1. Skor kecemasan tersebut lebih tinggi daripada sesudah diberi konseling dimana skor rata-rata kecemasan primigravida setelah diberi konseling 21,4


(46)

(95% CI=20,6-22,5), median skor 21,5 dengan standar deviasi 3,5. Skor kecemasan terendah 16 dan tertinggi 30. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini skor rata-rata kecemasan primigravida sebelum diberi konseling antara 20,6 sampai 22,5.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengisian Pengisian Kuesioner Pre-Test Penelitian Di Wilayah

Kerja Puskesmas Buket Hagu Tahun 2014 (n=40)

L a n j u t a n T a b e l Pertanyaan Skor Jawaban Ringan (1) Sedang (2) Berat (3) Berat Sekali (4) f % f % f % f % Perasaan cemas:

Cemas, firasat buruk, takut akan perasaan sendiri, mudah tersinggung.

4 10 26 65 10 25 0 0

Ketegangan:

Merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

7 17,5 27 67,5 5 12,5 1 2,5

Ketakutan:

Pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu-lintas, pada kerumunan orang banyak.

26 65 13 32,5 0 0 1 2,5

Gangguan tidur:

Sukar tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi menakutkan.

1 2,5 34 85 5 12,5 0 0

Gangguan kecerdasan:

Sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk.

15 37,5 25 65,5 0 0 0 0

Perasaan depresi (murung):

Hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

15 37,5 24 60 1 2,5 0 0

Gejala fisik (otot):

Sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil.

19 47,5 15 37,5 5 12,5 1 2,5

Gejala fisik (sensorik):

Telinga berdenging, penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk.


(47)

Lanjutan Tabel 5.3 Pertanyaan Skor Jawaban Ringan (1) Sedang (2) Berat (3) Berat Sekali (4) f % f % f % f % Gejala kardiovaskuler (jantung):

Denyut jantung cepat, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan, denyut jantung menghilang.

29 72,5 10 25 1 2,5 0 0

Gejala pernafasan:

Rasa tertekan atau sempit di dada, rasa tercekik, sering menarik nafas, nafas pendek/sesak.

11 27,5 28 70 1 2,5 0 0

Gejala pencernaan:

Sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar diperut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar buang air besar, kehilangan berat badan.

11 27,5 28 70 1 2,5 0 0

Gejala perkemihan:

Sering buang air kecil, tidak dapat menahan air seni.

7 17,5 27 67,5 6 15 0 0

Gejala autonom:

Mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu-bulu berdiri.

26 65 13 32,5 1 2,5 0 0

Tingkah laku (sikap) dalam seminggu terakhir:

Gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kerut kening, muka tegang, otot tegang/mengeras, nafas pendek dan cepat, muka merah.

25 62,5 15 37,5 0 0 0 0

Tabel 5.3 analisis kuesioner pre-test menunjukkan umumnya kecemasan yang dialami primigravida tampak dari gejala kardiovaskuler dalam skala ringan (72,5%), mayoritas responden mengalami gangguan tidur dalam skala sedang (85%), sementara 25% responden mengalami perasaan cemas berlebihan dalam skala berat, sementara ketegangan, ketakutan dan


(48)

gejala fisik (otot) dialami primigravida dalam skala berat sekali sebanyak 2,5%.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengisian Lembar Kuesioner Post-Test Penelitian Di Wilayah

Kerja Puskesmas Buket Hagu Tahun 2014 (n=40)

Pertanyaan Skor Jawaban Ringan (1) Sedang (2) Berat (3) Berat Sekali (4) f % f % F % f % Perasaan cemas:

Cemas, firasat buruk, takut akan perasaan sendiri, mudah tersinggung.

4 10 26 65 10 25 0 0 Ketegangan:

Merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

7 17,5 27 67,5 5 12,5 1 2,5

Ketakutan:

Pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu-lintas, pada kerumunan orang banyak.

26 65 13 32,5 1 2,5 0 0

Gangguan tidur:

Sukar tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi menakutkan.

1 2,5 34 85 5 12,5 0 0

Gangguan kecerdasan: Sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk.

15 37,5 25 62,5 0 0 0 0 Perasaan depresi (murung):

Hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada

hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

15 37,5 24 60 1 2,5 0 0

Gejala fisik (otot):

Sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil


(49)

Lanjutan Tabel 5.4 Pertanyaan Skor Jawaban Ringan (1) Sedang (2) Berat (3) Berat Sekali (4) f % f % f % f % Gejala fisik (sensorik):

Telinga berdenging, penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk-tusuk.

17 42,5 19 47,5 4 10 0 0

Gejala kardiovaskuler (jantung): Denyut jantung cepat, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan, denyut jantung menghilang.

29 72,5 10 25 1 2,5 0 0

Gejala pernafasan:

Rasa tertekan atau sempit di dada, rasa tercekik, sering menarik nafas, nafas pendek/sesak.

11 27,5 28 70 1 2,5 0 0

Gejala perkemihan:

Sering buang air kecil, tidak dapat menahan air seni

7 17,5 27 67,5 6 15 0 0 Gejala autonom:

Mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu-bulu berdiri.

26 65 13 32,5 1 2,5 0 0

Tingkah laku (sikap) dalam seminggu terakhir:

Gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kerut kening, muka tegang, otot tegang/mengeras, nafas pendek dan cepat, muka merah.

25 62,5 15 37,5 0 0 0 0

Tabel 5.4 analisis kuesioner post-test menunjukkan kecemasan yang dialami primigravida selang satu bulan setelah diberi konseling. Mayoritas responden 72,5% masih mengalami gejala kardiovaskuler dalam skala ringan. Sebagian besar responden mengalami gangguan tidur dalam skala sedang (85%). Umumnya responden mengalami perasaan cemas berlebihan dalam skala berat (25%). Sementara kecemasan dengan skala berat sekali


(50)

diekspresikan responden dalam bentuk ketegangan dan gejala fisik (otot) (2,5%).

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat pengaruh antara variabel bebas (konseling) dengan variabel terikat (kecemasan dalam menghadapi persalinan). Hasil uji statistik menunjukkan konseling berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kecemasan pada primigravida trimester III dalam menghadapi persalinan karena mempunyai nilai p<0,05, yang artinya kecemasan primigravida dapat diminimalkan dengan pemberian konseling. Hasil secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3 Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan Pada Primigravida Di Wilayah

Kerja Puskesmas Buket Hagu Tahun 2014(n=40)

Variabel Mean SD Beda

Mean SD p Kecemasan sebelum diberi

konseling

23,8 4,1

2,4 2,3 0,00 Kecemasan setelah diberi

konseling

21,4 3,5

Keterangan:

Mean : Nilai rata-rata Beda Mean : Beda rata-rata SD : Standar Deviasi p : Nilai p

Hasil uji statistik menunjukkan adanya penurunan kecemasan pada primigravida sebelum dan sesudah diberi konseling, dimana rata-rata kecemasan sebelum diberi konseling 23,8 dengan SD 4,1 setelah diberi konseling rata-rata kecemasan primigravida 21,4 dengan SD 3,5. Perbedaan rata-rata kecemasan primigravida sebelum dan sesudah diberi konseling 2,4 dengan SD 2,3. Nilai p=0,00 menunjukkan secara statistik konseling


(51)

berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kecemasan dalam menghadapi persalinan pada primigravida.

B. Pembahasan

1. Interpretasi dan Diskusi Hasil

a. Kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida sebelum diberi konseling

Hasil penelitian ini saat awal dibagikan kuesioner diperoleh skor rata-rata kecemasan primigravida ketika menghadapi persalinan 23,8. Skor terrendah yang diperoleh responden dari item skala pengukuran kecemasan 17 sementara skor tertinggi 34. Umumnya kecemasan yang dialami primigravida tampak dari gangguan tidur, dimana pada penelitian ini hampir seluruh responden (85%) mengalami susah tidur, sering terbangun tengah malam bahkan mimpi buruk dalam skala sedang. Bahkan dalam jumlah yang sedikit ada juga primigravida yang mengalami ketegangan, ketakutan, dan gejala fisik berat sekali (2,5%) karena kecemasan.

Kenyataan tersebut menunjukkan kecemasan tersebut memang ada dan tidak dapat dihilangkan, yang dapat dilakukan hanya meminimalkan saja. Kecemasan tersebut merupakan respon alami yang ditunjukkan tubuh ketika berfikir tentang suatu hal yang dapat mengancam jiwanya. Siapa saja dapat mengalami kecemasan tidak terkecuali primigravida. Kehamilan pertama memang sesuatu yang ditunggu oleh setiap wanita yang baru menikah namun proses kehamilan disertai berbagai perubahan yang terkadang tidak mengenakkan dari


(52)

keadaan masa gadis serta proses persalinan yang terlanjur dibayangkan sebagai suatu proses yang menyakitkan membuat ibu-ibu muda cemas dan takut begitu mendekati tafsiran tanggal persalinannya.

Kecemasan sebenarnya sudah mulai dirasakan ibu hamil dari awal kehamilan, namun keadaan fisik ibu yang berangsur-angsur stabil dan kuat dengan memastikan ancaman abortus tidak ada, maka kecemasan tersebut menghilang dengan sendirinya. Namun begitu memasuki trimester tiga dengan kehamilan yang bertambah besar disertai ketidaknyamanan fisik, kecemasan tersebut kembali muncul dan memuncak. Hal yang sering dicemaskan ibu yang hamil pertama kalinya biasanya nyeri persalinan.

Kenyataan tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan Janiwarty dan Pieter (2013, hal.263) kondisi-kondisi psikologis yang sering menyertai ibu menjelang kelahiran bayi ialah adanya perasaan takut dan cemas. Susanti (2008) menambahkan pada akhir trimester tiga, hal yang di cemaskan ibu yaitu terhadap kesehatan dan keselamatan melahirkan. Secara lebih terperinci Laderman (1984) dalam Susanti (2008, hal.38) menjelaskan yang dicemaskan primigravida adalah nyeri melahirkan atau pengguntingan perineum.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Azizah et al. (2013) yang menunjukkan dari 31 responden sebanyak 11 primigravida (35,5%) memiliki kecemasan berat sebelum diberikan perlakuan. Penelitian Kurniawati dan Wahyuni (2007) bahkan memperjelas kecemasan primigravida jika dibandingkan dengan ibu-ibu yang pernah melahirkan dimana dari 15 sampel primigravida tampak 4 ibu mengalami


(53)

kecemasan ringan, 3 orang mengalami kecemasan sedang, dan 1 ibu mengalami kecemasan berat jauh lebih tinggi dibandingkan pada 15 multigravida hanya 1 ibu mengalami kecemasan berat dan 1 ibu mengalami kecemasan sedang.

b. Kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida sesudah diberi konseling

Hasil penelitian selanjutnya yang merupakan hasil post-test, dimana post-test dilakukan dengan membagikan kuesioner yang sama dalam selang waktu satu bulan kemudian, dimana diharapkan dalam selang waktu tersebut. Hasil intervensi yang dilakukan masih membekas di memori jangka panjang primigravida. Kecemasan responden setelah diberi konseling diperoleh skor 21,4. Skor kecemasan terrendah yang diperoleh primigravida 16 sementara skor tertinggi 30.

Hasil analisis penelitian tersebut menunjukkan ada perubahan kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida. Ada penurunan rata-rata kecemasan responden, dengan beda rata-rata 2,4. Dilihat dari skor kecemasan yang diperoleh primigravida juga tampak ada penurunan kecemasan responden. Hal-hal yang dicemaskan responden memang tidak jauh berbeda dengan kecemasan sebelum diberi konseling. Mayoritas responden (85%) masih mengalami gangguan tidur dalam skala sedang, sementara kecemasan dalam skala berat sekali ada perubahan, tampak tidak ada lagi ketakutan yang dialami primigravida.

Penurunan kecemasan tersebut terjadi karena pengetahuan yang didapatkan responden dari konseling. Konseling memberikan informasi pada primigravida yang mampu mengubah persepsi ibu-ibu yang baru


(54)

hamil pertama kali mengenai persalinan. Kecemasan mengenai persalinan yang semula tinggi dapat diminimalkan. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Simkin et al. (2008) banyak faktor predisposisi yang dapat mengurangi atau meningkatkan kecemasan persalinan yang dirasakan seorang wanita, termasuk salah satunya pengetahuan mengenai pelahiran. Pada penelitian ini pengetahuan responden yang didapatkan dari konseling mampu mengurangi kecemasan primigravida, sesuai dengan pernyataan Pieter (2012) salah satu fungsi konseling yaitu fungsi pengembangan, yakni meningkatkan pengetahuan klien yang mampu mengubah persepsi dirinya yang salah.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Azizah et al. (2013) yang menunjukkan dari 31 responden sebanyak 11 responden (35,5%) memiliki kecemasan berat sebelum diberikan penyuluhan yang menunjukkan hampir setengah primigravida mengalami kecemasan ketika akan menghadapi persalinan, dibandingkan setelah diberi perlakuan 14 responden (45,2%) memiliki kecemasan ringan.

c. Pengaruh konseling terhadap kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida

Analisis hasil penelitian diperoleh nilai p=0,00 yang berarti nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Hasil akhir penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan ada pengaruh konseling terhadap kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida, yakni konseling yang dilakukan dalam penelitian ini dapat meminimalkan kecemasan primigravida. Kecemasan primigravida sebelum diberi konseling tampak lebih tinggi dari pada


(55)

diberi konseling bisa saja dipengaruhi oleh karakteristik responden sendiri.

Responden penelitian yang umumnya berusia 24 tahun, dimana menurut Santrock (2003, hal. 26) usia tersebut merupakan masa dewasa awal bisa saja menjadi faktor yang mempengaruhi kecemasan awal penelitian tinggi. Becker dalam Mappiare (1983) dalam Zulkaida (2010) mengungkapkan salah satu ciri-ciri yang menonjol pada masa ini terdapatnya ketegangan emosi. Purwanto (1999, hal.72) menambahkan emosi yang dialami orang dewasa akan berbeda dengan peristiwa emosi yang dialami anak-anak, hal ini disebabkan orang dewasa sudah banyak dipengaruhi oleh berbagai pengalaman dalam emosinya sebagai akibat interaksi dengan lingkungan sosial sehingga emosi tersebut dapat bermanfaat bagi kesehatan dan dapat juga menggangu kesehatan jasmaniah dan tingkah laku, salah satunya kecemasan (Purwanto, 1999, hal.74).

Pendidikan primigravida pada penelitian ini yang rata-rata lulusan SMA (27,5%) bisa saja meningkatkan kecemasan dengan mempengaruhi pengalaman yang didapatkan wanita dewasa awal dari lingkungan sosial seperti yang diungkapkan Purwanto (1999). Primigravida yang belum memiliki pengalaman sendiri tentang persalinan akan belajar tentang persalinan dari ibu-ibu yang sudah pernah bersalin. Kenyataannya dilapangan, dari cerita multigravida yang terlanjur ditangkap responden adalah persalinan itu suatu proses panjang yang menyakitkan. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Perkins (1980) dalam Mander (2004, hal. 99) kecenderungan ibu-ibu yang berpengalaman menceritakan


(56)

pengalaman mereka pada ibu baru baik yang membawa keuntungan maupun yang mengandung risiko, namun laporan itu selalu menggambarkan tentang nyeri.

Ibu-ibu muda yang sebagian besar hanya lulusan SMA, dimana menurut Papalia et al., 2011 (hal.675) saat ini tamatan SMA saja sudah tidak dapat dikategorikan pelajar. Ibu-ibu yang hanya menamatkan pendidikan hingga SMA akan begitu saja mengadopsi pengalaman tersebut pada dirinya, bahwa nantinya ia juga akan melalui persalinan yang menyakitkan dan hal ini tentu berbanding terbalik dengan dewasa awal yang terpelajar, sebagaimana diterangkan Papalia et al. 2011 (hal.675) mereka akan menggunakan informasi cetak dan tertulis untuk beraktivitas dalam masyarakat dan mengembangkan pengetahuan mereka. Tentunya pengalaman yang didapatkan dari lingkungan akan dibandingkan dengan informasi akademisi dan kemudian mencari solusinya.

Lokasi penelitian ini yang merupakan pedesaan transmigrasi, dimana mereka masih menganut paham awam. Ibu-ibu muda tersebut dengan polosnya menerima saja informasi yang didapatkan dari pengalaman ibu yang sudah bersalin didesa tersebut, terlebih apabila yang menceritakan itu orang yang dipercaya atau punya pengaruh dilingkungan tersebut, itu merupakan cerita yang benar dan patut dipercayai. Hal ini juga tampak begitu jelas dari kelas antenatal yang dibentuk bidan desa sekali dalam seminggunya, terpaksa dijadwalkan ulang dua kali seminggu, dengan menggabungkan beberapa desa terdekat juga masih tampak kosong atau kadang hanya sedikit ibu yang datang.


(57)

Kemungkinan lainnya yang membuat kecemasan ibu-ibu muda dalam penelitian ini tampak tinggi sebelum di beri konseling adalah mayoritas responden yang juga tidak bekerja (67,5%) dimana kesempatan mereka mencari solusi pemecahan masalah yang benar, seperti berkunjung ke fasilitas kesehatan sangat terbatas karena bergantung pada finansial suami, juga turut mempengaruhi kecemasan. Kebiasaan mereka menjangkau fasilitas kesehatan hanya disaat mereka merasa sakit atau ketidaknyamanan fisik, padahal banyak ketidaknyamanan fisik itu timbul karena kecemasan ibu yang semakin mendekati persalinan.

Analisis diatas sesuai dengan teori yang diungkapkan David A. Tomb (1993) dalam Riyadi dan Purwanto (2009, hal.43) ansietas (kecemasan) adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis dan jika digabungkan dengan pengertian kecemasan dalam pendekatan eksistensial-humanistik dimana kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia (Corey, 2010, hal. 76), maka ke dua teori tersebut dapat disimpulkan kecemasan merupakan karakteristik manusia yang berbentuk ketegangan terhadap sesuatu yang mengancam yang disertai perubahan fisiologis.

Manusia yang memiliki karakteristik diri introvert (tertutup), tentunya akan memendam kegelisahannya, sementara kegelisahan yang dirasakan primigravida tersebut akan berdampak pada janin yang dikandungnya, keadaan demikian yang akhirnya menimbulkan kecemasan dan yang sering tidak diutarakan pada bidan, sehingga bidan hanya menegakkan diagnosis sebagai gangguan fisik saja, tanpa memperhatikan


(58)

psikologis ibu hamil. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Aprilia dan Ritchmond (2011) yang menunjukkan kecemasan memiliki pengaruh besar pada rasa sakit yang ibu rasakan di akhir-akhir kehamilan, dimana kecemasan dan stres secara tidak langsung membuat otak bekerja dan mengeluarkan Corticotrophin-Releasing Hormone (CHR) yang merupakan master hormon stres yang akan memicu pelepasan hormon stres glukokortikoid. Perangsangan produksi glukokortikoid berlebih dari ibu akan menyebabkan ketegangan dan kekakuan otot tubuh.

Laderman (1984) dalam Susanti (2008, hal.38) memperjelas kenyataan tersebut dimana menurutnya rasa cemas primigravida kadang-kadang tidak diutarakan, tetapi bidan harus tahu isyarat/tanda tersebut. Pada kenyataan dilapangan saat ini umumnya bidan sudah mampu memahami isyarat tersebut dan untuk mengurangi kecemasan primigravida menghadapi persalinan, sebagian besar bidan memang sudah menasehati ibu dan mengajarkan persiapan persalinan yang tepat, yang dapat dikatakan konseling. Umumnya konseling yang dilakukan bersifat kuratif, pada saat sudah berdampak pada gangguan fisik, bidan baru memberikan konseling.

Pada penelitian ini untuk mengurangi kecemasan responden dilakukan konseling dengan pendekatan dinamika kelompok yang bersifat preventive. 40 orang ibu-ibu muda dirangsang menceritakan kegelisahannya mengenai persalinan. Hasil diskusi menunjukkan kecemasan mereka adalah ketika membayangi nyeri persalinan dan ketakutan tidak bisa melahirkan secara normal disimpulkan dan dijadikan topik yang dibahas. Untuk menunjang hasil diskusi, peneliti menampilkan


(59)

video persalinan, peneliti memperlihatkan gambaran nyeri persalinan yang akan dirasakan ibu. Beberapa ibu memang tampak meringis melihat raut wajah ibu divideo yang menunjukkan rasa sakit yang luar biasa saat mengedan, namun begitu melihat bayi lahir raut wajah ibu kembali sumringah tampak seolah-olah merasakan kebahagiaan seperti yang dirasakan ibu di video. Kenyataan tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Laderman (1984) dalam Susanti (2010, hal.38) ibu perlu diberi pendidikan/konseling tentang perilaku yang benar selama melahirkan. Persiapan yang terbaik untuk melahirkan adalah menyadari kenyataan secara sehat tentang nyeri, menyeimbangkan resiko dengan rasa senang dan keinginan akan hadiah akhir berupa bayi.

Lebih lanjut hasil analisis penelitian ini sejalan dengan penelitian Hastuti pada November 2007 sampai Agustus 2009 mengenai konseling menurunkan kecemasan dan tercapainya mekanisme koping ibu bersalin primipara tentang kajian terhadap kadar kortisol, kontraksi uterus, dan lama bersalin pada 218 ibu-ibu hamil yang menjadi sampel penelitiannya di Puskesmas Tegalrejo dan Mergangsang, Yogyakarta yang menunjukkan pemberian konseling dapat meminimalkan kecemasan ibu pada persalinan pertama (primipara).

Penelitian lainnya yang menunjukkan pengaruh fositif konseling dilakukan oleh Crowe dan Von Bayer (1989) dalam Mander (2004, hal. 102) yang bertahan mengajarkan realita persalinan dapat dilakukan dimana penelitiannya menunjukkan bahwa wanita yang diajarkan secara realistik mengenai kecemasan persalinan melalui konseling mengalami persalinan yang kurang nyeri. Ridgeway dan Matthews (1981) dan


(60)

Wallace (1984) dalam Susanti (2008, hal.21) menyimpulkan bahwa intervensi pada kecemasan mempunyai efek yang menguntungkan, yaitu salah satunya melalui persiapan untuk menghadapi kecemasan meliputi antisipasi, pendidikan/konseling, pengetahuan dan strategi.

2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan pra-eksperimen untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kecemasan primigravida ketika menghadapi persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu. Setiap penelitian mempunyai kelemahan masing-masing. Menurut peneliti ada beberapa kelemahan dalam penelitian ini, sehingga diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

Subjek penelitian yang telah dibatasi dengan kriteria primigravida dan bersedia mengikuti kegiatan konseling membuat ketersediaan responden dilapangan sedikit jumlahnya, serta meskipun subjek telah menyatakan kesediaannya untuk mengikuti proses konseling secara berkelanjutan, namun seringkali kondisi fisik dan emosional ibu hamil yang dapat berubah sewaktu-waktu tanpa prediksi membuat pelaksanaan sedikit terhambat sehingga peneliti harus menjemput beberapa responden kerumah masing-masing merupakan salah satu keterbatasan penelitian.

Keterbatasan lainnya konseling dalam penelitian ini dilakukan secara berkelompok. Beberapa ibu dalam kelompok tampak malu mengungkapkan masalahnya, sehingga memilih diam dan ikut saja dengan ibu-ibu lain yang aktif dalam kelompok. Keterbatasan ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan Astuti (2012, hal. 19) konseling kelompok memiliki beberapa kelemahan yaitu: a) tidak semua orang cocok dalam kelompok; b) perhatian


(61)

konselor lebih menyebar atau meluas; c) mengalami kesulitan dalam membina kepercayaan; d) konseli mengharapkan terlalu banyak tuntutan dari kelompok; dan e) kelompok bukan dijadikan sebagai sarana berlatih untuk melakukan perubahan namun sebagai tujuan.

Menelaah dari kelemahan tersebut oleh karena itu peneliti lebih menekankan informasi mengenai persiapan persalinan yang dapat mempengaruhi fisiologis persalinan dan memberikan beberapa contoh kasus dari hasil penelitian sebelumnya dan menyebarkan leaflet. Pertanyaan dari beberapa konseli juga dibahas bersama dengan melibatkan konseli lainnya. Peneliti memilih melakukan konseling berkelompok, karena waktu penelitian yang dimiliki peneliti terbatas. Penelitian juga ini dilakukan bersamaan dengan jadwal kuliah sementara itu selang waktu penelitian dengan jadwal sidang hanya berkisar dua bulanan.

Pelaksanaan konseling hanya dilakukan satu kali dalam kurun waktu 100 menit juga merupakan keterbatasan penelitian, dimana menurut Corey dalam Latipun (2010) dalam Novitasari (2013, hal. 47) lama waktu penyelenggaraan konseling kelompok sangat bergantung pada kompleksitas permasalahan yang dihadapi kelompok. Secara umum konseling kelompok yang bersifat jangka pendek (short term group counseling) membutuhkan waktu pertemuan antara 6 sampai 20 kali pertemuan, dengan frekuensi pertemuan antara satu sampai tiga kali dalam semingggunya, dan durasi antara 60 sampai 90 menit setiap kali pertemuan.

Suasana pelaksanaan konseling cukup hidup dengan partisipasi konseli dengan mengajukan sejumlah pertanyaan. Waktu yang semula ditetapkan peneliti 60 menit, terpaksa ditambahkan menjadi 100 menit.


(62)

Namun demikian tetap ada keterbatasan, karena seharusnya konseling tersebut diulang kembali untuk melihat peningkatan informasi yang diterima responden. Jadwal penelitian yang bersamaan dengan jadwal perkuliahan, maka peneliti hanya melakukan konseling satu kali yang dibagi 2 hari. Hari pertama dilakukan konseling pada kelompok pertama. Kelompok ke dua dan ke tiga dilakukan konseling pada keesokan harinya.

Keterbatasan lainnya, konselor dalam proses konseling ini adalah bidan lulusan diploma III (peneliti dibantu koordinator bidan desa dan bidan desa), dimana seharusnya konseling lebih tepatnya dilakukan oleh seorang konsultan, sesuai dengan ketetapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, pasal 1 yang menyebutkan untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.

Lampiran permendiknas tersebut menjelaskan secara rinci konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi tamatannya memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons.

Mengimbangi keterbatasan tersebut, peneliti melibatkan koordinator bidan desa yang lebih senior dengan pengalaman kerja yang sudah cukup lama dalam proses konseling, selain itu peneliti menggunakan beragam


(63)

literatur ahli dalam menyusun media konseling, dimana media yang digunakan adalah video persalinan dan leaflet.

3. Implikasi Untuk Asuhan Kebidanan dan Pendidikan Bidan

Konseling dalam pelayanan kebidanan merupakan suatu upaya pemecahan masalah yang di alami ibu hamil, terlebih pada ibu yang hamil pertama kali yang belum memiliki pengalaman sendiri mengenai persalinan. Pengalaman yang diperoleh dari bertukar cerita dengan ibu lainnya atau hanya dengan membaca buku dan melihat media elektronik, tidak cukup menambah pengetahuan ibu dan kesiapan mentalnya dalam menghadapi persalinan. Terlebih jika ibu memperhatikan lingkungan sekitar ada ibu yang melahirkan dengan komplikasi persalinan namun ada juga ibu yang melahirkan secara normal. Kebingungan-kebingungan tersebut yang menimbulkan kecemasan pada primigravida, sehingga diperlukan persiapan yang cukup dalam menghadapi persalinan.

Beragam teori dan hasil penelitian menunjukkan konseling merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan ibu dalam menghadapi persalinan sebagaimana diungkapkan Suririnah (2005, ¶3) ibu yang akan menghadapi persalinan, memiliki pengalaman yang berbeda, tergantung siapa dan bagaimana ibu menanggapinya, yang terbaik adalah setiap calon ibu mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan dan kesiapan mental bahwa proses persalinan adalah alamiah. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan suatu penyuluhan atau konseling.

Isi standar nasional pendidikan profesi bidan juga menyatakan bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya pada perempuan yang mencakup pendidikan antenatal, kesehatan bayi,


(64)

anak dan remaja, persiapan menjadi orang tua, kesehatan reproduksi serta kesehatan keluarga dan masyarakat (IBI & AIPKIN, 2012).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 memperjelas tugas bidan tersebut dengan menerangkan dalam bab 3 tentang penyelenggaraan praktik dimana pada pasal 10 diterangkan bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana disebut pada ayat sebelumnya (pelayanan asuhan ibu hamil) berwenang mengadakan penyuluhan atau konseling. Namun demikian untuk memperdalam kemampuan konseling bidan dapat mengikuti pelatihan konselor.

Penerapan konseling tidak hanya dilakukan bidan dalam memberi pelayanan kebidanan kepada pasiennya saja, namun dalam pendidikan kebidanan juga harus diterapkan konseling, dimana setiap calon bidan terlebih dahulu diberi konseling untuk menentukan tujuannya kelak ketika menjadi tenaga bidan profesional. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai upaya awal meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan dengan mencetak bidan-bidan yang unggul, dalam hal ini peran konseling sebagai upaya pemahaman dan pengembangan diri.

Penerapan konseling dalam pendidikan kebidanan dilakukan sebagaimana tertuang dalam standar nasional pendidikan profesi bidan, yaitu: a) Pada Institusi pendidikan profesi bidan tersedia unit bimbingan dan konseling untuk menangani masalah-masalah terkait praktik profesi mahasiswa; b) Unit Bimbingan dan Konseling terdiri atas psikolog atau dosen yang mendapat pelatihan khusus; c) Setiap mahasiswa memiliki dosen pembimbing akademik/profesi (IBI & AIPKIN, 2012).


(65)

Hal ini sejalan dengan pernyataan Parsons dalam Walgito (2010, hal. 13-14) yang pernah mengembangkan konseling individual dan membuka Vocational Bureau di Boston tentang pemilihan pekerjaan, dimana ditekankan bahwa konseling tidak didesain untuk membuat keputusan untuk konseli, tetapi coba menolongnya untuk bijaksana dan memperoleh keputusan sendiri untuk dirinya. Jika hal itu dikaitkan dengan profesi kebidanan, konseling yang dilakukan pada mahasiswa kebidanan akan membuat calon bidan tersebut bijaksana menyikapi profesi yang akan dijalani kedepan yang banyak menuntut kesiapan mereka menghadapi manusia dengan beragam keunikannya, yang tidak hanya menuntut ketrampilan klinis mereka tetapi juga menuntut ketrampilan komunikasi mereka, bagaimana bidan memberikan solusi-solusi yang tepat dengan masalah pasiennya sebelum dilakukan tindakan kebidanan. Pada tingkat pendidikan D-IV kebidanan bimbingan konseling bahkan menjadi salah satu mata kuliah.


(1)

4. Evaluasi pelaksanaan konseling

Setelah pelaksanaan konseling kemudian akan dilakukan posttest setelah 30 hari untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada kecemasan ibu primigravida menghadapi persalinan. Selain untuk tujuan tersebut diatas juga akan di evaluasi tentang manfaat pelaksanaan konseling bagi ibu dan keluarga dalam menghadapi persalinan.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurul Asma

Tempat/Tanggal Lahir : Tambon Baroh, 24 Maret 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Tambon Baroh

No Hp : 0852-7734-9393

Email : nurul_asma@ymail.com

Orang Tua :

Ayah : Sulaiman Salam

Ibu : Ti Hawa

Riwayat Pendidikan :

1. Lulus SD Negeri 3 Dewantara, Aceh Utara tahun 2002

2. Lulus SMP Negeri 1 Dewantara, Aceh Utara tahun 2005

3. Lulus SMA Negeri 1 Dewantara, Aceh Utara tahun 2008

4. Lulus Diploma III Kebidanan Akademi Kesehatan Aceh Utara tahun

2011

5. Menempuh pendidikan Diploma IV Kebidanan Pendidik Universitas

Sumatra Utara tahun 2013 hingga sekarang


Dokumen yang terkait

Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

1 61 152

TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA PRIMIGRAVIDA DIBANDINGKAN MULTIGRAVIDA DI RSU HAJI SURABAYA

0 7 19

Efektivitas Konseling Kelompok Pra Persalinan untuk Mengurangi Tingkat Kecemasan Primigravida Menghadapi Persalinan di UPTD Psukesmas Tegal Selatan

5 17 184

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN STRATEGI KOPING PADA IBU PRIMIGRAVIDA MENJELANG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANON I KABUPATEN SRAGEN.

0 0 7

Perbandingan Tingkat Kecemasan Primigravida dan Multigravida Dalam Menghadapi Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Wirobrajan | Kurniawati | Jurnal Mutiara Medika 2476 6744 1 SM

0 0 6

PEMINDAHAN IBUKOTA KABUPATEN ACEH UTARA DARI WILAYAH KOTA LHOKSEUMAWE KE LHOKSUKON DI WILAYAH KABUPATEN ACEH UTARA

0 0 8

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN SENAM HAMIL DENGAN KECEMASAN PRIMIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI PERSALINAN

0 0 6

View of ERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN IBU PRIMIGRAVIDA SETELAH MENDENGARKAN AYAT SUCI AL-QUR’AN DI PUSKESMAS WILAYAH PURWOKERTO

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konseling - Pengaruh Konseling Terhadap Kecemasan Menghadapi Persalinan Pada Primigravida Di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

0 0 16

PENGETAHUAN TENTANG KEHAMILAN DAN PERSALINAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA IBU PRIMIGRAVIDA SKRIPSI

0 0 20