berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kecemasan dalam menghadapi persalinan pada primigravida.
B. Pembahasan
1. Interpretasi dan Diskusi Hasil
a. Kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida sebelum diberi
konseling Hasil penelitian ini saat awal dibagikan kuesioner diperoleh skor
rata-rata kecemasan primigravida ketika menghadapi persalinan 23,8. Skor terrendah yang diperoleh responden dari item skala pengukuran
kecemasan 17 sementara skor tertinggi 34. Umumnya kecemasan yang dialami primigravida tampak dari gangguan tidur, dimana pada penelitian
ini hampir seluruh responden 85 mengalami susah tidur, sering terbangun tengah malam bahkan mimpi buruk dalam skala sedang.
Bahkan dalam jumlah yang sedikit ada juga primigravida yang mengalami ketegangan, ketakutan, dan gejala fisik berat sekali 2,5
karena kecemasan. Kenyataan tersebut menunjukkan kecemasan tersebut memang
ada dan tidak dapat dihilangkan, yang dapat dilakukan hanya meminimalkan saja. Kecemasan tersebut merupakan respon alami yang
ditunjukkan tubuh ketika berfikir tentang suatu hal yang dapat mengancam jiwanya. Siapa saja dapat mengalami kecemasan tidak
terkecuali primigravida. Kehamilan pertama memang sesuatu yang ditunggu oleh setiap wanita yang baru menikah namun proses kehamilan
disertai berbagai perubahan yang terkadang tidak mengenakkan dari
Universitas Sumatera Utara
keadaan masa gadis serta proses persalinan yang terlanjur dibayangkan sebagai suatu proses yang menyakitkan membuat ibu-ibu muda cemas
dan takut begitu mendekati tafsiran tanggal persalinannya. Kecemasan sebenarnya sudah mulai dirasakan ibu hamil dari awal
kehamilan, namun keadaan fisik ibu yang berangsur-angsur stabil dan kuat dengan memastikan ancaman abortus tidak ada, maka kecemasan
tersebut menghilang dengan sendirinya. Namun begitu memasuki trimester tiga dengan kehamilan yang bertambah besar disertai
ketidaknyamanan fisik, kecemasan tersebut kembali muncul dan memuncak. Hal yang sering dicemaskan ibu yang hamil pertama kalinya
biasanya nyeri persalinan. Kenyataan tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan
Janiwarty dan Pieter 2013, hal.263 kondisi-kondisi psikologis yang sering menyertai ibu menjelang kelahiran bayi ialah adanya perasaan
takut dan cemas. Susanti 2008 menambahkan pada akhir trimester tiga, hal yang di cemaskan ibu yaitu terhadap kesehatan dan keselamatan
melahirkan. Secara lebih terperinci Laderman 1984 dalam Susanti 2008, hal.38 menjelaskan yang dicemaskan primigravida adalah nyeri
melahirkan atau pengguntingan perineum. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Azizah et al.
2013 yang menunjukkan dari 31 responden sebanyak 11 primigravida 35,5 memiliki kecemasan berat sebelum diberikan perlakuan.
Penelitian Kurniawati dan Wahyuni 2007 bahkan memperjelas kecemasan primigravida jika dibandingkan dengan ibu-ibu yang pernah
melahirkan dimana dari 15 sampel primigravida tampak 4 ibu mengalami
Universitas Sumatera Utara
kecemasan ringan, 3 orang mengalami kecemasan sedang, dan 1 ibu mengalami kecemasan berat jauh lebih tinggi dibandingkan pada 15
multigravida hanya 1 ibu mengalami kecemasan berat dan 1 ibu mengalami kecemasan sedang.
b. Kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida sesudah diberi
konseling Hasil penelitian selanjutnya yang merupakan hasil post-test,
dimana post-test dilakukan dengan membagikan kuesioner yang sama dalam selang waktu satu bulan kemudian, dimana diharapkan dalam
selang waktu tersebut. Hasil intervensi yang dilakukan masih membekas di memori jangka panjang primigravida. Kecemasan responden setelah
diberi konseling diperoleh skor 21,4. Skor kecemasan terrendah yang diperoleh primigravida 16 sementara skor tertinggi 30.
Hasil analisis penelitian tersebut menunjukkan ada perubahan kecemasan menghadapi persalinan pada primigravida. Ada penurunan
rata-rata kecemasan responden, dengan beda rata-rata 2,4. Dilihat dari skor kecemasan yang diperoleh primigravida juga tampak ada penurunan
kecemasan responden. Hal-hal yang dicemaskan responden memang tidak jauh berbeda dengan kecemasan sebelum diberi konseling. Mayoritas
responden 85 masih mengalami gangguan tidur dalam skala sedang, sementara kecemasan dalam skala berat sekali ada perubahan, tampak
tidak ada lagi ketakutan yang dialami primigravida. Penurunan kecemasan tersebut terjadi karena pengetahuan yang
didapatkan responden dari konseling. Konseling memberikan informasi pada primigravida yang mampu mengubah persepsi ibu-ibu yang baru
Universitas Sumatera Utara
hamil pertama kali mengenai persalinan. Kecemasan mengenai persalinan yang semula tinggi dapat diminimalkan. Hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan Simkin et al. 2008 banyak faktor predisposisi yang dapat mengurangi atau meningkatkan kecemasan persalinan yang dirasakan
seorang wanita, termasuk salah satunya pengetahuan mengenai pelahiran. Pada penelitian ini pengetahuan responden yang didapatkan dari
konseling mampu mengurangi kecemasan primigravida, sesuai dengan pernyataan Pieter 2012 salah satu fungsi konseling yaitu fungsi
pengembangan, yakni meningkatkan pengetahuan klien yang mampu mengubah persepsi dirinya yang salah.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Azizah et al. 2013 yang menunjukkan dari 31 responden sebanyak 11 responden
35,5 memiliki kecemasan berat sebelum diberikan penyuluhan yang menunjukkan hampir setengah primigravida mengalami kecemasan ketika
akan menghadapi persalinan, dibandingkan setelah diberi perlakuan 14 responden 45,2 memiliki kecemasan ringan.
c. Pengaruh konseling terhadap kecemasan menghadapi persalinan pada
primigravida Analisis hasil penelitian diperoleh nilai p=0,00 yang berarti nilai
tersebut lebih kecil dari 0,05. Hasil akhir penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan ada pengaruh konseling terhadap kecemasan menghadapi
persalinan pada primigravida, yakni konseling yang dilakukan dalam penelitian ini dapat meminimalkan kecemasan primigravida. Kecemasan
primigravida sebelum diberi konseling tampak lebih tinggi dari pada
Universitas Sumatera Utara
diberi konseling bisa saja dipengaruhi oleh karakteristik responden sendiri.
Responden penelitian yang umumnya berusia 24 tahun, dimana menurut Santrock 2003, hal. 26 usia tersebut merupakan masa dewasa
awal bisa saja menjadi faktor yang mempengaruhi kecemasan awal penelitian tinggi. Becker dalam Mappiare 1983 dalam Zulkaida 2010
mengungkapkan salah satu ciri-ciri yang menonjol pada masa ini terdapatnya ketegangan emosi. Purwanto 1999, hal.72 menambahkan
emosi yang dialami orang dewasa akan berbeda dengan peristiwa emosi yang dialami anak-anak, hal ini disebabkan orang dewasa sudah banyak
dipengaruhi oleh berbagai pengalaman dalam emosinya sebagai akibat interaksi dengan lingkungan sosial sehingga emosi tersebut dapat
bermanfaat bagi kesehatan dan dapat juga menggangu kesehatan jasmaniah dan tingkah laku, salah satunya kecemasan Purwanto, 1999,
hal.74. Pendidikan primigravida pada penelitian ini yang rata-rata lulusan
SMA 27,5 bisa saja meningkatkan kecemasan dengan mempengaruhi pengalaman yang didapatkan wanita dewasa awal dari lingkungan sosial
seperti yang diungkapkan Purwanto 1999. Primigravida yang belum memiliki pengalaman sendiri tentang persalinan akan belajar tentang
persalinan dari ibu-ibu yang sudah pernah bersalin. Kenyataannya dilapangan, dari cerita multigravida yang terlanjur ditangkap responden
adalah persalinan itu suatu proses panjang yang menyakitkan. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Perkins 1980 dalam Mander
2004, hal. 99 kecenderungan ibu-ibu yang berpengalaman menceritakan
Universitas Sumatera Utara
pengalaman mereka pada ibu baru baik yang membawa keuntungan maupun yang mengandung risiko, namun laporan itu selalu
menggambarkan tentang nyeri. Ibu-ibu muda yang sebagian besar hanya lulusan SMA, dimana
menurut Papalia et al., 2011 hal.675 saat ini tamatan SMA saja sudah tidak dapat dikategorikan pelajar. Ibu-ibu yang hanya menamatkan
pendidikan hingga SMA akan begitu saja mengadopsi pengalaman tersebut pada dirinya, bahwa nantinya ia juga akan melalui persalinan
yang menyakitkan dan hal ini tentu berbanding terbalik dengan dewasa awal yang terpelajar, sebagaimana diterangkan Papalia et al. 2011
hal.675 mereka akan menggunakan informasi cetak dan tertulis untuk beraktivitas dalam masyarakat dan mengembangkan pengetahuan mereka.
Tentunya pengalaman yang didapatkan dari lingkungan akan dibandingkan dengan informasi akademisi dan kemudian mencari
solusinya. Lokasi penelitian ini yang merupakan pedesaan transmigrasi,
dimana mereka masih menganut paham awam. Ibu-ibu muda tersebut dengan polosnya menerima saja informasi yang didapatkan dari
pengalaman ibu yang sudah bersalin didesa tersebut, terlebih apabila yang menceritakan itu orang yang dipercaya atau punya pengaruh dilingkungan
tersebut, itu merupakan cerita yang benar dan patut dipercayai. Hal ini juga tampak begitu jelas dari kelas antenatal yang dibentuk bidan desa
sekali dalam seminggunya, terpaksa dijadwalkan ulang dua kali seminggu, dengan menggabungkan beberapa desa terdekat juga masih
tampak kosong atau kadang hanya sedikit ibu yang datang.
Universitas Sumatera Utara
Kemungkinan lainnya yang membuat kecemasan ibu-ibu muda dalam penelitian ini tampak tinggi sebelum di beri konseling adalah
mayoritas responden yang juga tidak bekerja 67,5 dimana kesempatan mereka mencari solusi pemecahan masalah yang benar, seperti
berkunjung ke fasilitas kesehatan sangat terbatas karena bergantung pada finansial suami, juga turut mempengaruhi kecemasan. Kebiasaan mereka
menjangkau fasilitas kesehatan hanya disaat mereka merasa sakit atau ketidaknyamanan fisik, padahal banyak ketidaknyamanan fisik itu timbul
karena kecemasan ibu yang semakin mendekati persalinan. Analisis diatas sesuai dengan teori yang diungkapkan David A.
Tomb 1993 dalam Riyadi dan Purwanto 2009, hal.43 ansietas kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan
tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis dan jika digabungkan dengan pengertian kecemasan dalam pendekatan
eksistensial-humanistik dimana kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia Corey, 2010, hal. 76, maka ke dua teori tersebut dapat
disimpulkan kecemasan merupakan karakteristik manusia yang berbentuk ketegangan terhadap sesuatu yang mengancam yang disertai perubahan
fisiologis. Manusia yang memiliki karakteristik diri introvert tertutup,
tentunya akan memendam kegelisahannya, sementara kegelisahan yang dirasakan primigravida tersebut akan berdampak pada janin yang
dikandungnya, keadaan demikian yang akhirnya menimbulkan kecemasan dan yang sering tidak diutarakan pada bidan, sehingga bidan hanya
menegakkan diagnosis sebagai gangguan fisik saja, tanpa memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
psikologis ibu hamil. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Aprilia dan Ritchmond 2011 yang menunjukkan kecemasan memiliki
pengaruh besar pada rasa sakit yang ibu rasakan di akhir-akhir kehamilan, dimana kecemasan dan stres secara tidak langsung membuat otak bekerja
dan mengeluarkan Corticotrophin-Releasing Hormone CHR yang merupakan master hormon stres yang akan memicu pelepasan hormon
stres glukokortikoid. Perangsangan produksi glukokortikoid berlebih dari ibu akan menyebabkan ketegangan dan kekakuan otot tubuh.
Laderman 1984 dalam Susanti 2008, hal.38 memperjelas kenyataan tersebut dimana menurutnya rasa cemas primigravida kadang-
kadang tidak diutarakan, tetapi bidan harus tahu isyarattanda tersebut. Pada kenyataan dilapangan saat ini umumnya bidan sudah mampu
memahami isyarat tersebut dan untuk mengurangi kecemasan primigravida menghadapi persalinan, sebagian besar bidan memang
sudah menasehati ibu dan mengajarkan persiapan persalinan yang tepat, yang dapat dikatakan konseling. Umumnya konseling yang dilakukan
bersifat kuratif, pada saat sudah berdampak pada gangguan fisik, bidan baru memberikan konseling.
Pada penelitian ini untuk mengurangi kecemasan responden dilakukan konseling dengan pendekatan dinamika kelompok yang bersifat
preventive. 40 orang ibu-ibu muda dirangsang menceritakan kegelisahannya mengenai persalinan. Hasil diskusi menunjukkan
kecemasan mereka adalah ketika membayangi nyeri persalinan dan ketakutan tidak bisa melahirkan secara normal disimpulkan dan dijadikan
topik yang dibahas. Untuk menunjang hasil diskusi, peneliti menampilkan
Universitas Sumatera Utara
video persalinan, peneliti memperlihatkan gambaran nyeri persalinan yang akan dirasakan ibu. Beberapa ibu memang tampak meringis melihat
raut wajah ibu divideo yang menunjukkan rasa sakit yang luar biasa saat mengedan, namun begitu melihat bayi lahir raut wajah ibu kembali
sumringah tampak seolah-olah merasakan kebahagiaan seperti yang dirasakan ibu di video. Kenyataan tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukakan Laderman 1984 dalam Susanti 2010, hal.38 ibu perlu diberi pendidikankonseling tentang perilaku yang benar selama
melahirkan. Persiapan yang terbaik untuk melahirkan adalah menyadari kenyataan secara sehat tentang nyeri, menyeimbangkan resiko dengan
rasa senang dan keinginan akan hadiah akhir berupa bayi. Lebih lanjut hasil analisis penelitian ini sejalan dengan penelitian
Hastuti pada November 2007 sampai Agustus 2009 mengenai konseling menurunkan kecemasan dan tercapainya mekanisme koping ibu bersalin
primipara tentang kajian terhadap kadar kortisol, kontraksi uterus, dan lama bersalin pada 218 ibu-ibu hamil yang menjadi sampel penelitiannya
di Puskesmas Tegalrejo dan Mergangsang, Yogyakarta yang menunjukkan pemberian konseling dapat meminimalkan kecemasan ibu
pada persalinan pertama primipara. Penelitian lainnya yang menunjukkan pengaruh fositif konseling
dilakukan oleh Crowe dan Von Bayer 1989 dalam Mander 2004, hal. 102 yang bertahan mengajarkan realita persalinan dapat dilakukan
dimana penelitiannya menunjukkan bahwa wanita yang diajarkan secara realistik mengenai kecemasan persalinan melalui konseling mengalami
persalinan yang kurang nyeri. Ridgeway dan Matthews 1981 dan
Universitas Sumatera Utara
Wallace 1984 dalam Susanti 2008, hal.21 menyimpulkan bahwa intervensi pada kecemasan mempunyai efek yang menguntungkan, yaitu
salah satunya melalui persiapan untuk menghadapi kecemasan meliputi antisipasi, pendidikankonseling, pengetahuan dan strategi.
2. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan pra-eksperimen untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kecemasan primigravida ketika
menghadapi persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Buket Hagu. Setiap penelitian mempunyai kelemahan masing-masing. Menurut peneliti ada
beberapa kelemahan dalam penelitian ini, sehingga diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.
Subjek penelitian yang telah dibatasi dengan kriteria primigravida dan bersedia mengikuti kegiatan konseling membuat ketersediaan responden
dilapangan sedikit jumlahnya, serta meskipun subjek telah menyatakan kesediaannya untuk mengikuti proses konseling secara berkelanjutan, namun
seringkali kondisi fisik dan emosional ibu hamil yang dapat berubah sewaktu- waktu tanpa prediksi membuat pelaksanaan sedikit terhambat sehingga
peneliti harus menjemput beberapa responden kerumah masing-masing merupakan salah satu keterbatasan penelitian.
Keterbatasan lainnya konseling dalam penelitian ini dilakukan secara berkelompok. Beberapa ibu dalam kelompok tampak malu mengungkapkan
masalahnya, sehingga memilih diam dan ikut saja dengan ibu-ibu lain yang aktif dalam kelompok. Keterbatasan ini selaras dengan pendapat yang
dikemukakan Astuti 2012, hal. 19 konseling kelompok memiliki beberapa kelemahan yaitu: a tidak semua orang cocok dalam kelompok; b perhatian
Universitas Sumatera Utara
konselor lebih menyebar atau meluas; c mengalami kesulitan dalam membina kepercayaan; d konseli mengharapkan terlalu banyak tuntutan dari
kelompok; dan e kelompok bukan dijadikan sebagai sarana berlatih untuk melakukan perubahan namun sebagai tujuan.
Menelaah dari kelemahan tersebut oleh karena itu peneliti lebih menekankan informasi mengenai persiapan persalinan yang dapat
mempengaruhi fisiologis persalinan dan memberikan beberapa contoh kasus dari hasil penelitian sebelumnya dan menyebarkan leaflet. Pertanyaan dari
beberapa konseli juga dibahas bersama dengan melibatkan konseli lainnya. Peneliti memilih melakukan konseling berkelompok, karena waktu penelitian
yang dimiliki peneliti terbatas. Penelitian juga ini dilakukan bersamaan dengan jadwal kuliah sementara itu selang waktu penelitian dengan jadwal
sidang hanya berkisar dua bulanan. Pelaksanaan konseling hanya dilakukan satu kali dalam kurun waktu
100 menit juga merupakan keterbatasan penelitian, dimana menurut Corey dalam Latipun 2010 dalam Novitasari 2013, hal. 47 lama waktu
penyelenggaraan konseling kelompok sangat bergantung pada kompleksitas permasalahan yang dihadapi kelompok. Secara umum konseling kelompok
yang bersifat jangka pendek short term group counseling membutuhkan waktu pertemuan antara 6 sampai 20 kali pertemuan, dengan frekuensi
pertemuan antara satu sampai tiga kali dalam semingggunya, dan durasi antara 60 sampai 90 menit setiap kali pertemuan.
Suasana pelaksanaan konseling cukup hidup dengan partisipasi konseli dengan mengajukan sejumlah pertanyaan. Waktu yang semula
ditetapkan peneliti 60 menit, terpaksa ditambahkan menjadi 100 menit.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian tetap ada keterbatasan, karena seharusnya konseling tersebut diulang kembali untuk melihat peningkatan informasi yang diterima
responden. Jadwal penelitian yang bersamaan dengan jadwal perkuliahan, maka peneliti hanya melakukan konseling satu kali yang dibagi 2 hari. Hari
pertama dilakukan konseling pada kelompok pertama. Kelompok ke dua dan ke tiga dilakukan konseling pada keesokan harinya.
Keterbatasan lainnya, konselor dalam proses konseling ini adalah bidan lulusan diploma III peneliti dibantu koordinator bidan desa dan bidan
desa, dimana seharusnya konseling lebih tepatnya dilakukan oleh seorang konsultan, sesuai dengan ketetapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No. 27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, pasal 1 yang menyebutkan untuk dapat diangkat
sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.
Lampiran permendiknas tersebut menjelaskan secara rinci konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan
akademik strata satu S-1 program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi tamatannya memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi
Konselor, disingkat Kons. Mengimbangi keterbatasan tersebut, peneliti melibatkan koordinator
bidan desa yang lebih senior dengan pengalaman kerja yang sudah cukup lama dalam proses konseling, selain itu peneliti menggunakan beragam
Universitas Sumatera Utara
literatur ahli dalam menyusun media konseling, dimana media yang digunakan adalah video persalinan dan leaflet.
3. Implikasi Untuk Asuhan Kebidanan dan Pendidikan Bidan
Konseling dalam pelayanan kebidanan merupakan suatu upaya pemecahan masalah yang di alami ibu hamil, terlebih pada ibu yang hamil
pertama kali yang belum memiliki pengalaman sendiri mengenai persalinan. Pengalaman yang diperoleh dari bertukar cerita dengan ibu lainnya atau
hanya dengan membaca buku dan melihat media elektronik, tidak cukup menambah pengetahuan ibu dan kesiapan mentalnya dalam menghadapi
persalinan. Terlebih jika ibu memperhatikan lingkungan sekitar ada ibu yang melahirkan dengan komplikasi persalinan namun ada juga ibu yang
melahirkan secara normal. Kebingungan-kebingungan tersebut yang menimbulkan kecemasan pada primigravida, sehingga diperlukan persiapan
yang cukup dalam menghadapi persalinan. Beragam teori dan hasil penelitian menunjukkan konseling
merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan ibu dalam menghadapi persalinan sebagaimana diungkapkan Suririnah 2005,
¶3 ibu yang akan menghadapi persalinan, memiliki pengalaman yang berbeda, tergantung siapa dan bagaimana ibu menanggapinya, yang terbaik
adalah setiap calon ibu mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan dan kesiapan mental bahwa proses persalinan adalah alamiah. Hal ini dapat
diatasi dengan melakukan suatu penyuluhan atau konseling. Isi standar nasional pendidikan profesi bidan juga menyatakan bidan
mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya pada perempuan yang mencakup pendidikan antenatal, kesehatan bayi,
Universitas Sumatera Utara
anak dan remaja, persiapan menjadi orang tua, kesehatan reproduksi serta kesehatan keluarga dan masyarakat IBI AIPKIN, 2012.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464MenkesPerX2010 memperjelas tugas bidan tersebut dengan
menerangkan dalam bab 3 tentang penyelenggaraan praktik dimana pada pasal 10 diterangkan bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana
disebut pada ayat sebelumnya pelayanan asuhan ibu hamil berwenang mengadakan penyuluhan atau konseling. Namun demikian untuk
memperdalam kemampuan konseling bidan dapat mengikuti pelatihan konselor.
Penerapan konseling tidak hanya dilakukan bidan dalam memberi pelayanan kebidanan kepada pasiennya saja, namun dalam pendidikan
kebidanan juga harus diterapkan konseling, dimana setiap calon bidan terlebih dahulu diberi konseling untuk menentukan tujuannya kelak ketika
menjadi tenaga bidan profesional. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai upaya awal meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan dengan mencetak bidan-
bidan yang unggul, dalam hal ini peran konseling sebagai upaya pemahaman dan pengembangan diri.
Penerapan konseling dalam pendidikan kebidanan dilakukan sebagaimana tertuang dalam standar nasional pendidikan profesi bidan, yaitu:
a Pada Institusi pendidikan profesi bidan tersedia unit bimbingan dan konseling untuk menangani masalah-masalah terkait praktik profesi
mahasiswa; b Unit Bimbingan dan Konseling terdiri atas psikolog atau dosen yang mendapat pelatihan khusus; c Setiap mahasiswa memiliki dosen
pembimbing akademikprofesi IBI AIPKIN, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan pernyataan Parsons dalam Walgito 2010, hal. 13-14 yang pernah mengembangkan konseling individual dan membuka
Vocational Bureau di Boston tentang pemilihan pekerjaan, dimana ditekankan bahwa konseling tidak didesain untuk membuat keputusan untuk
konseli, tetapi coba menolongnya untuk bijaksana dan memperoleh keputusan sendiri untuk dirinya. Jika hal itu dikaitkan dengan profesi kebidanan,
konseling yang dilakukan pada mahasiswa kebidanan akan membuat calon bidan tersebut bijaksana menyikapi profesi yang akan dijalani kedepan yang
banyak menuntut kesiapan mereka menghadapi manusia dengan beragam keunikannya, yang tidak hanya menuntut ketrampilan klinis mereka tetapi
juga menuntut ketrampilan komunikasi mereka, bagaimana bidan memberikan solusi-solusi yang tepat dengan masalah pasiennya sebelum
dilakukan tindakan kebidanan. Pada tingkat pendidikan D-IV kebidanan bimbingan konseling bahkan menjadi salah satu mata kuliah.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN