Kajian Hukum Mengenai Korban Dalam Kecelakaan Lalu Lintas a. Pengertian Korban

Demikian juga dengan penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas sebagai bagian dari hukum pidana tidak mengenai perdamaian sebagai jalan terakhir dalam menyelesaikan perkara tersebut. Kecelakaan ringan,sedang maupun berat tidak dapat diselesaikan melalui perdamaian saja. Penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas tidak dikenal dalam hukum pidana. Walaupun perdamaian dalam tindak pidana kecelakaan lalu lintas belum diakomodir dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pidana, namun perdamaian tersebut sudah sering dilakukan oleh masyarakat. Bentuk perdamaian tersebut umumnya dilakukan dengan adanya penggantian ganti kerugian, biaya perobatanperawatan, biaya duka cita maupun biaya pemakaman yang diberikan oleh pihak pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas kepada pihak korban. Perdamaian tersebut biasanya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas dengan pihak korban. Setelah tercapai kesepakatan, pihak korban biasanya memberikan pemaafan dan dengan tulus ikhlas menerima ganti kerugian yang telah disepakati tersebut.

2. Kajian Hukum Mengenai Korban Dalam Kecelakaan Lalu Lintas a. Pengertian Korban

Keberadaan korban dalam kecelakaan lalu lintas sebagai pihak yang terkena penderitaan atas suatu perbuatan tidak dapat dipisahkan dalam suatu tindak pidana. Yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat dari tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Mereka di sini dapat berarti individu atau kelompok baik swasta maupun pemerintah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dalam pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan korban adalah Universitas Sumatera Utara seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental danatau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. 40 . Berhubung masalah korban pada umumnya adalah masalah manusia, maka sudahlah wajar apabila tetap berpegangan pada pandangan yang tepat mengenai manusia serta eksistensinya. Dengan pandangan pengertian yang tepat mengenai manusia, maka dimungkinkan sikap dan tindakan yang tepat menghadapi manusia yang ikut serta dalam terjadinya lahirnya si pembuat korban tindak pidana dan si korban dan menentukan tanggung jawabnya masing-masing. Penderitaan si korban adalah hasil interaksi antara si pembuat korban dan si korban, saksi bila ada, badan-badan penegak hukum dan anggota masyarakat lainnya. 41 Menurut Muladi, korban victims adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian,termasuk kerugian fisik atau mental, emosi atau ekonomi atau gangguan substansial terhadap hak -haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing- masing negara, termasuk penyalahgunaanh kekuasaan. 42 Schafer dalam teorinya tentang Criminal Victims Relationship, mengemukakan bahwa suatu kejahatan terjadi karena antar hubungan korban dan pembuat kejahatan. 43 Dalam Black’s Law Dictionary, korban victims adalah: “The Person who is the object of the crime or tort as the victim of a robbery is the person robbed .” 40 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban 41 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Penerbit Universitas Trisaksi, Jakarta, 2009. halaman 335- 336 42 Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Rajawali Press, Jakarta, 2008, halaman. 47. 43 Alef Musyahadah R. 2005, “Kedudukan Perdamaian Antara Korban Dengan Pelaku Tindak Pidana Dalam Sistem Pemidanaan .” Tesis, Universitas Dipinegoro, Semarang. Universitas Sumatera Utara Korban juga didefinisikan oleh Van Boven yang merujuk pada deklarasi prinsip- prinsip dasar keadilan bagi korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan sebagai berikut : 44 Orang yang secara individual maupun kelompok telah menderita kerugian, termasuk cedera fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perampasan yang nyata terhadap hak-hak dasarnya, baik karena tindakan by act maupun kelalaian by omission. Dari pengertian di atas, tampak bahwa makna dari korban tidak hanya mengacu pada individu atau perseorangan saja, melainkan juga mencakup korban yang bukan perorangan kelompok dan masyarakat. Yang dimaksud dengan korban perseorangan ialah korban yang hanya terdiri dari satu orang saja, sedangkan yang dimaksud dengan korban yang bukan perorangan, misalnya suatu badan, organisasi atau lembaga. Menurut “ The Declaration of Basic Principles of Justice For Victims Of Crime And Abuse Of Power ”, Perserikatan Bangsa-Bangsa 1985, yang dimaksud dengan korban victims adalah orang-orang yang secara Individual atau kolektif mengalami penderitaan meliputi penderitaan fisik atau mental, penderitaan emosi kerugian ekonomis atau pengurangan substansial hak-hak asasi, melalui perbuatan-perbuatan atau pembiaran- pembiaran omissions yang melanggar hukum pidana yang berlaku di negara-negara anggota yang meliputi juga peraturan hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan. 45 Pengertian korban yang bisa diartikan secara luas adalah yang didefinisikan oleh South Carolina Governor’s Office of Executif Policy and Programs, Columbia, yaitu : 46 “Victims means a person who suffers direct or threatened physical, psychological, or financial harm as the result of crime against him. Victim also includes the 44 Rena Yulia. Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Cetakan Pertama.Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, halaman 49. 45 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Penerbit Universitas Trisaksi, Jakarta, 2009. halaman 335-336. 46 Soeharto, Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, Dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana, Refika Aditama, Bandung,2007, halaman 78 Universitas Sumatera Utara person is deceased, a minor, incompetent was a homicide victim andor is physically or psychologically incapacitated.” Pengertian di atas, apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka akan memberikan pengertian mengenai korban secara luas. Menurut pengertian tersebut, pengertian korban bukan hanya merujuk pada korban yang menderita secara langsung, akan tetapi korban tidak langsungpun juga mengalami penderitaan yang dapat diklasifikasikan sebagai korban.. Demikian juga halnya dalam perkara kecelakaan lalu lintas, yang menjadi korban bukan hanya pihak-pihak yang secara langsung terkena dampak kecelakaan lalu lintas, tetapi juga pihak yang secara tidak langsung juga terkena dampak kecelakaan lalu lintas, misalnya keluarga korban dan juga masyarakat. Yang dimaksud korban tidak langsung di sini seperti istri yang kehilangan suami, anak yang kehilangan bapak, orang tua yang kehilangan anaknya, dan sebagainya. Dalam perkara kecelakaan lalu lintas, korban merupakan pihak yang paling menderita akibat kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Kerugian akibat kecelakaan lalu lintas tersebut berupa kerusakan kendaraanbarang, luka berat, luka ringan maupun meninggal dunia.

b. Tipologi Korban

Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, Ezzat Abde Fattah menyebutkan beberapa tipologi korban, yaitu : 47 a. Nonparticipating victims, adalah mereka yang menyangkalmenolak kejahatan dan penjahat tetapi tidak turut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan. b. Latent or predisposed victims, adalah mereka yang mempunyai karakter tertentu cenderung menjadi korban pelanggaran tertentu. c. Provocatif victims, adalah mereka yang menimbulkan kejahatan atau pemicu kejahatan. d. Participating victims, adalah mereka yang tidak menyadari atau memiliki perilaku lain sehingga memudahkan dirinya menjadi korban. e. False victims, adalah mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri. 47 Lilik Mulyadi,Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Viktimologi, Djambatan, Jakarta, 2007, halaman 124 Universitas Sumatera Utara Hans von Hentig dalam Schafer, melakukan tipologi atau pengelompokan korban atas dasar faktor psikologi sosial dan biologis dalam 13 kategori yaitu: 48 1. the young; 2. the female; 3. the old; 4. the mentally devectif and other mentally deranged; 5. immigrants; 6. minorities; 7. dull normals; 8. depressed; 9. the acquisitif; 10. the wanthom; 11. the lonesome and the heartbroken; 12. tormentors; 13. the blocked, exempted, and fighting;

c. Hak dan Kewajiban Korban

Sebagai pihak yang mengalami penderitaan dan kerugian dalam terjadinya suatu tindak pidana atau kejahatan, korban tentunya memiliki hak-hak yang dapat diperoleh sebagai seorang korban. Hak-hak tersebut diantaranya termuat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang menyatakan bahwa korban berhak untuk : 49 a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan perlindungan dan dukungan keamanannya; c. Memberikan keterangan tanpa tekanan; d. Mendapat penerjemah; e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; i. Mendapat identitas baru; j. Mendapatkan tempat kediaman baru; k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; l. Mendapat nasihat; danatau m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. 48 Ibid 49 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Universitas Sumatera Utara Sementara menurut Arif Gosita, hak korban terdiri atas : 50 1. mendapat pelayanan bantuan, restitusi dan kompensasi; 2. menolak mendapat pelayanan demi kepentingan pelaku; 3. mendapat pelayanan untuk ahli warisnya; 4. mendapat kembali hak milik; 5. menolak menjadi saksi apabila tidak ada perlindungan terhadap dirinya; 6. mendapat perlindungan terhadap ancaman pihak pelaku apabila melapor dan menjadi saksi; 7. mendapat informasi mengenai permasalahan yang dihadapinya; 8. dapat melangsungkan pekerjaannya; 9. mendapat pelayanan yang layak sewaktu sebelum persidangan, selama persidangan dan setelah persidangan; 10. mendapat bantuan penasihat hukum; 11. menggunakan upaya hukum. Adapun kewajiban korban antara lain: 51 1. tidak melakukan tindakan-tindakan pembalasan, main hakim sendiri yang membuat pelaku menderita mental, fisik, sosial; 2. berpartisipasi dengan masyarakat mencegah adanya korban lebih lanjut; 3. berpartisipasi dengan masyarakat membina pelaku; 4. bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi; 5. tidak menuntut ganti kerugian di luar kemampuan pelaku; 6. memberi kesempatan kepada pelaku untuk mengganti kerugian sesuai dengan kemampuannya mencicil bertahap member imbalan jasa; 7. menjadi saksi apabila tidak membahayakan dirinya dan ada perliindungan keamanan untuk dirinya. Situasi dan kondisi pihak korban dapat merangsang pihak pelaku untuk melakukan suatu kejahatan terhadap pihak korban. Dengan kata lain tanpa korban tidak akan terjadi suatu kejahatan. Jadi jelaslah bahwa pihak korban adalah sebagai partisipan utama yang memainkan peranan penting, bahkan setelah kejahatan dilaksanakan dalam masalah penyelesaian konflik dan penentuan hukuman para pelaku dapat juga terjadi suatu kejahatan yang dilakukan oleh pihak korban apabila dirasakan ada tindak lanjut yang tidak adil dan merugikan pihak korban. Yang menjadi pertimbangan-pertimbangan penentuan hak dan kewajiban pihak korban adalah taraf keterlibatan dan tanggung jawab fungsional pihak korban dalam tindak pidana itu. Demi keadilan dan kepastian hukum, 50 Arif Gosita Op. Cit, halaman. 260 51 Ibid halaman. 261 Universitas Sumatera Utara perumusan mengenai hak dan kewajiban dalam suatu peraturan atau undang-undang harus dipertanggungjawabkan secara yuridis ilmiah. 52 Walaupun korban berperan dalam terjadinya kejahatan, tetapi korban juga tetap memiliki hak-hak yang harus dipenuhi dalam implementasinya. Dengan melihat beberapa hak dan kewajiban korban yang telah Penulis paparkan di atas, diharapkan masyarakat dapat memahami bahwa korban juga memiliki hak-hak yang harus dihormati seperti layaknya manusia yang merupakan bagian dari anggota masyarakat. Begitu juga dengan pelaku tindak pidana yang tidak jarang menjadi korban main hakim sendiri, adalah sama dengan korban yang lain, mereka juga memiliki hak -hak korban yang dimiliki oleh korban kejahatan lain karena mereka juga merupakan korban kejahatan.

3. Kajian Hukum Mengenai Pelaku Tindak Pidana Dalam Kecelakaan Lalu Lintas

Dokumen yang terkait

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

1 81 147

KEDUDUKAN PERDAMAIAN ANTARA KORBAN DENGAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM SISTEM PEMIDANAAN - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 157

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 0 13

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 0 2

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 0 39

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 0 31

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 0 5

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 0 2

Penerapan Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 0 2

Penerapan Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

0 0 1