PEMBELAJARAN SIMAYANG TIPE II UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

(1)

ABSTRAK

PEMBELAJARAN SIMAYANG TIPE II UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

Oleh

VIVIANI NURMALA

Penelitian denganOne Group Pretest-Posttest Designini bertujuan mendeskripsi-kan keefektivan dan kepraktisan SiMaYang tipe II dalam meningkatmendeskripsi-kan ke-mampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X6dan X8 SMA 8 Bandar Lampung dengan teknik pengambilan sampel yaitucluster random sampling. Keefektivan diukur melalui peningkatan kemampuan meta-kognisi, keterampilan berpikir kritis, dan aktivitas siswa selama proses pem-belajaran serta kemampuan guru dalam mengelola pempem-belajaran. Kepraktisan diukur berdasarkan keterlaksanaan RPP dan respon siswa. Kemampuan meta-kognisi ditunjukkan dengan skor responden pada angket dan keterampilan ber-pikir kritis diukur melalui nilain-Gain. Hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran SiMaYang tipe II efektif dalam meningkatkan kemampuan meta-kognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa dengan kriteria tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan metakognisi meningkat dari kriteria tinggi ke sangat tinggi, keterampilan berpikir kritis siswa memiliki kriteria sedang, aktivitas


(2)

Viviani Nurmala

siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi, dan ke-mampuan guru dalam mengelola pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan model pembelajaran SiMaYang tipe II me-miliki kepraktisan dalam meningkatkan kemampuan metakognisi dan

ke-terampilan berpikir kritis siswa dengan kriteria sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang Tipe II yang memiliki kriteria sangat tinggi dan respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yang memiliki kriteria sangat tinggi.

Kata kunci : berpikir kritis, keefektivan, kemampuan metakognisi, kepraktisan, SiMaYang tipe II.


(3)

PEMBELAJARAN SIMAYANG TIPE II UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

(Skripsi)

Oleh

VIVIANI NURMALA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

ABSTRAK

PEMBELAJARAN SIMAYANG TIPE II UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

Oleh

VIVIANI NURMALA

Penelitian denganOne Group Pretest-Posttest Designini bertujuan mendeskripsi-kan keefektivan dan kepraktisan SiMaYang tipe II dalam meningkatmendeskripsi-kan ke-mampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X6dan X8 SMA 8 Bandar Lampung dengan teknik pengambilan sampel yaitucluster random sampling. Keefektivan diukur melalui peningkatan kemampuan meta-kognisi, keterampilan berpikir kritis, dan aktivitas siswa selama proses pem-belajaran serta kemampuan guru dalam mengelola pempem-belajaran. Kepraktisan diukur berdasarkan keterlaksanaan RPP dan respon siswa. Kemampuan meta-kognisi ditunjukkan dengan skor responden pada angket dan keterampilan ber-pikir kritis diukur melalui nilain-Gain. Hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran SiMaYang tipe II efektif dalam meningkatkan kemampuan meta-kognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa dengan kriteria tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan metakognisi meningkat dari kriteria tinggi ke sangat tinggi, keterampilan berpikir kritis siswa memiliki kriteria sedang, aktivitas


(5)

Viviani Nurmala

siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi, dan ke-mampuan guru dalam mengelola pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan model pembelajaran SiMaYang tipe II me-miliki kepraktisan dalam meningkatkan kemampuan metakognisi dan

ke-terampilan berpikir kritis siswa dengan kriteria sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang Tipe II yang memiliki kriteria sangat tinggi dan respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yang memiliki kriteria sangat tinggi.

Kata kunci : berpikir kritis, keefektivan, kemampuan metakognisi, kepraktisan, SiMaYang tipe II.


(6)

PEMBELAJARAN SIMAYANG TIPE II UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

Oleh

VIVIANI NURMALA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Pada tanggal 31 Desember 1993 penulis dilahirkan di desa Poncowarno, Ke-camatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah dan merupakan anak keenam dari enam bersaudara dari Bapak Darsono dan Ibu Ismitin. Pendidikan formal penulis diawali di SD Negeri 4 Poncowarno tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2006, kemudian dilanjutkan ke SMP Negeri 1 Kalirejo pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2009, dan diteruskan ke SMA Negeri 1 Kalirejo pada tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012.

Tahun 2012 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P. MIPA FKIP Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar-dasar Kimia

Analitik, Dasar-dasar Pemisahan Analitik, dan Biokimia. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kampus, diantaranya menjadi sekretaris divisi Seni dan

Kreativitas (SnK) Himasakta Periode 2014/2015 dan sekretaris dinas Komunikasi Eksternal BEM FKIP Periode 2015/2016. Beasiswa Peningkatan Prestasi

Akademik (PPA) didapatkan penulis selama kuliah dan juga dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) Tahun 2015. Tahun 2015 penulis mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 BN Semuong yang terintergrasi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Pekon Sanggi, Kec. BN Semuong, Kabupaten Tanggamus.


(11)

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah, Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur ke hadirat Allah SWT selalu terpatri dalam hati, sehingga karena-Nya skripsi ini dapat terselesaikan, dengan rasa bangga dan tulus hati, ku persembahkan bait-bait sederhana ini:

Kata itu bernama cinta

Ketika tak ada alasan yang dapat mewakilkan tulusnya Kata itu bernama bahagia

Saat senyum sederhana merekah mengiringi ketulusan Namun, kata itu bernama luka

Saat hati terjerat kepedihan dunia yang fana

Doaku, semoga raga dan jiwa ini selalu dikelilingi cinta dan bahagia yang mengorbit di dalam jiwa,dan berharap luka kan tereksitasi dari hati karena rahmat Tuhan yang Maha Bijaksana...

Aamiin

Teruntuk Mamak dan Bapak, kedua manusia paling hebat sedunia yang selalu mendukung baik materil maupun moril serta doa terbaik yang tak akan pernah henti ditujukan untuk kesuksesan anaknya di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan keberkahan umur bagi Mamak dan Bapak.

Teruntuk guruku, dosenku, kakak-kakakku, keponakanku, teman dan sahabatku yang selalu menjadi sahabat dan guru kehidupan, tak pernah patah arang membagi cerita, cinta, suka, duka, tangis, dan tawa.


(12)

MOTTO

“Dan

janganlah kamu berputus asa daripada rahmat Allah.

Sesungguhnya tiada berputus asa daripada rahmat Allah

melainkan orang-orang yang

kufur.”

(Q.S. Yusuf: 87)

Karena

Bukan sebesar apa mimpi kita, tapi sebesar apa kita untuk

mimpi kita

(Andrea Hirata)

Oleh karena itu

Jangan pernah berputus asa untuk bermimpi, ketika

keputusasaan datang maka habislah kita


(13)

SANWACANA

Segala Puji hanyalah untuk-Mu Allah yang Maha Menciptakan, Menghidupkan dan Mematikan, yang karena rahmat serta Ridho-Nya sehingga penulis dapat me-nyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembelajaran SiMaYang Tipe II untuk Me-ningkatkan Kemampuan Metakognisi dan Keterampilan Berpikir Kritis pada Materi Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis haturkan kepada:

1. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA. 3. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Kimia.

4. Bapak Dr. Sunyono, M.Si., selaku Pembimbing I atas kesediaan dan ke-sabarannya memberikan bimbingan dalam skripsi ini.

5. Ibu Lisa Tania, S.Pd., M.Sc. selaku Pembimbing II sekaligus Dosen Pem-bimbing Akademik penulis, terima kasih atas segala Pem-bimbingan dan motivasi. 6. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si. selaku Pembahas, terima kasih atas kritik


(14)

Viviani Nurmala

7. Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si., terima kasih atas fasilitas laboratorium, serta terimakasih untuk seluruh dosen Pendidikan Kimia Universitas Lampung. 8. Ibu Dra. Noveria Ridasari, M.Pd. selaku Kepala SMAN 8 Bandar Lampung,

Bapak Parmin, S.Pd. selaku wakil kepala sekolah bidang kurikulum, Bapak Sapto Saryono, S.Pd. sebagai guru mitra.

9. Mamak dan Bapak, dua orang paling hebat sedunia, seluruh mbakku, mamasku dan keluarga yang selalu mendukung dengan senyuman dan suka cita.

10. Rekan-rekan seperjuangan (Andayu, Grace, dan Reni), sahabat GGS (Dira, Niken, Nova, dan Neng), rekan-rekan Carbon ’12, keluargaKKN-KT Pekon Sanggi Kec. BN Semuong (Wulan, Tiwi, Ima, Yeni, Deli, Elsa, Jananda, dan Faisal), serta seluruh punggawa Himasakta HeBaT dan BEM FKIP Progresif yang luar biasa menjadi guru kehidupan dan terimakasih atas seluruh

pengalaman yang kalian berikan.

Akhirnya, penulis meminta maaf atas segala salah dan khilaf. Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan menjadi bahan rujukan. Menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak kekeliruan, kritik serta saran pembaca menjadi permintaan penulis untuk karya selanjutnya untuk lebih baik.

Bandarlampung, 26 Mei 2016 Penulis,

Viviani Nurmala NPM 1213023078


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Representasi Ilmu Kimia ... 10

B. Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II... 11

C. Efektivitas Pembelajaran ... 14

D. Kepraktisan Pembelajaran ... 16

E. Kemampuan Metakognisi ... 17

F. Keterampilan Berpikir Kritis... 18

G. Kerangka Pemikiran ... 23


(16)

I. Hipotesis Penelitian... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek Penelitian ... 27

B. Metode Penelitian... 27

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 28

D. Definisi Operasional ... 30

E. Perangkat Pembelajaran ... 31

F. Instrumen Penelitian ... 32

G. Analisis Data ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data... 44

1. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 44

2. Keefektivan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 46

a. Kemampuan Metakognisi Siswa ... 46

b. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 48

c. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Berlangsung ... 50

d. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran ... 52

3. Kepraktisan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 54

a. Keterlaksanaan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 54

b. Respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan model SiMaYang tipe II ... 57


(17)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Analisis Konsep ... 75

2. Analisis KI-KD ... 77

3. Silabus ... 82

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 89

5. Lembar Kerja Siswa... 96

6. Lembar Validasi Ahli Angket Kemampuan Metakognisi... 112

7. Analisis Validitas dan Reliabilitas Angket Kemampuan Metakognisi ... 117

8. Kisi-Kisi Angket Angket Kemampuan Metakognisi... 121

9. Angket Kemampuan Metakognisi... 124

10. Rekapitukasi Kemampuan Metakognisi Siswa ... 127

11. Perhitungan Interval Kepercayaan Rerata Kemampuan Metakognisi ... 128

12. Kisi-Kisi Soal Pretes-Postes... 130

13. Soal Pretes/Postes Keterampilan Berpikir Kritis ... 133

14. Rubrik Penilaian Soal Keterampilan Berpikir Kritis ... 136

15. Analisis Validitas Butir Soal Keterampilan Berpikir Kritis... 140

16. Analisis Reabilitas Soal Keterampilan Berpikir Kritis ... 141

17. Analisis Data Pemeriksaan Jawaban Soal Keterampilan Berpikir Kritis.... 145


(18)

19. Analisis Interval Kepercayaann-GainKeterampilan Berpikir Kritis... 154

20. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa ... 155

21. Rekapitulasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran ... 157

22. Lembar Observasi/Penilaian Kemampuan Guru... 161

23. Rekapitulasi Observasi kemampuan Guru ... 162

24. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II... 169

25. Rekapitulasi Observasi Keterlaksanaan Model SiMaYang Tipe II ... 171

26. Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 177


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Deskripsi model pembelajaran SiMaYang tipe II ... 13

2. Unsur-unsur keterampilan berpikir kritis ... 19

3. Indikator keterampilan berpikir kritis menurut Ennis... 20

4. Keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti ... 22

5. Desain penelitian ... 27

6. Kisi-kisi angket kemampuan metakognisi ... 35

7. Penskoran angket kemampuan metakognisi ... 36

8. Tafsiran skor (persen) ... 38

9. Kriteria tingkat keterlaksanaan ... 42

10. Validitas instrumen tes keterampilan berpikir kritis ... 45

11. Data angket kemampuan metakognisi selama pembelajaran... 47

12. Rekapitulasi kemampuan metakognisi untuk kedua kelas (X6dan X8)... 48

13. Data keterampilan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 49

14. Rekapitulasi keterampilan berpikir kritis untuk kedua kelas ... 50


(20)

16. Data lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model pembelajaran SiMaYang Tipe II ... 52 17. Data lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang

tipe II ... 55 18. Data respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan model


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tiga dimensi pemahaman kimia ... 11

2. Fase-fase model pembelajaran SiMaYang... 12

3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 30


(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia merupakan rumpun ilmu sains yang memiliki tujuan untuk mengembang-kan kemampuan berpikir siswa dan sikap ilmiah sehingga siswa mampu me-mahami konsep-konsep kimia dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Tim Penyusun, 2006). Karakteristik dari konsep-konsep ilmu kimia yang abstrak menyebabkan kimia sulit untuk dipelajari dan membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill) untuk memahaminya, ilmu kimia juga berkaitan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga untuk menyelesaikan masalah diperlukan kemampuan ber-pikir tingkat tinggi (Gani,et al., 2011).

Kemampuan berpikir tingkat tinggi menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru (Heong,et al., 2011). Berpikir tingkat tinggi mencakup keterampilan berpikir kritis dan kemampuan metakognisi karena keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat diketahui dari kemampuan kognitif siswa pada tingkatan analisis, sintesis, dan evaluasi

(Kawuwung, 2011). Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa pembelajaran kimia bukan hanya terfokus pada pengetahuan kimia saja, melainkan juga perlu adanya


(23)

2

kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis pada diri siswa sehingga dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa.

Sains sangat potensial untuk meningkatkan kemampuan metakognisi jika strategi pembelajarannya dirancang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan siswa se-cara proaktif melakukan pemecahan masalah dan mengembangkan metakognisi, terutama dalam bentuk mencoba dan menguji strategi-strategi mereka sendiri se-lama proses pemecahan masalah (Hollingworth dan McLoughlin, 2001). Schraw dan Dennison (1994) menyatakan bahwa kemampuan metakognisi merupakan pengetahuan individu tentang pengetahuan mereka mengenai keadaan dan proses pemikiran mereka sendiri serta kemampuan mereka memulai dan mengubah sesuai keadaan dan proses pemikiran tersebut yang meliputi komponen tahuan deklaratif, prosedural dan kondisional yang mewakili komponen penge-tahuan tentang kognisi seseorang.

Keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpikir secara rasio-nal dan reflektif berdasarkan apa yang diyakini atau yang dilakukan (Ennis, 1989). Kemampuan berpikir kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara terorganisasi, me-rumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang permasalahan yang dipandang relatif baru (Johnson, 2010). Angelo (1995) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang me-liputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pe-mecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.


(24)

3

Kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan metakognisi dan keterampilan ber-pikir kritis siswa-siswa Indonesia khususnya siswa SMA masih rendah. Ber-dasarkan data PISA (Program For Internasional Student Assessment) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa siswa Indonesia lemah dalam menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan Higher Order Thinking Skill(HOTS) seperti soal yang ber-hubungan dalam penyelesaian masalah kehidupan nyata (OECD, 2013). Rendah-nya kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa disebabkan oleh pembelajaran yang masih berpusat pada guru (teacher centered learning).

Pembelajaran yang berpusat pada guru, siswa cenderung hanya bertindak sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh guru, tanpa berusaha sendiri untuk memikir-kan apa yang sebaiknya dilakumemikir-kan untuk mencapai tujuan belajarnya. Mereka tid-ak dapat menjadi seorang pelajar mandiri yang dapat membangun konsep dan pemahamannya sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afdila (2015) dan Putrizal (2015) di beberapa SMA di Bandar Lampung yang menunjukkan bahwa pembelajaran kimia masih didominasi dengan metode ceramah dan kegiatan lebih berpusat pada guru sehingga siswa tidak memiliki ke-sempatan untuk mengajukan gagasan dan pendapatnya. Selain itu, guru belum menerapkan pembelajaran kimia yang menekankan pada interkoneksi di antara ketiga level representasi yaitu makroskopik, submikroskopik, dan simbolik dengan baik.

Hasil Penelitian Sunyonoet al.(2009) di beberapa SMA di Lampung menunjuk-kan bahwa dalam penyampaian materi kimia SMA umumnya guru kurang mem-berikan contoh konkrit baik langsung maupun visual tentang reaksi kimia, siswa


(25)

4

hanya dijejali informasi yang bersifat teoritis dan verbalistis. Pembelajaran kimia yang berlangsung pun lebih banyak direpresentasikan dengan hanya dua re-presentasi, yaitu makroskopis dan simbolis atau matematis. Selain itu siswa juga lebih banyak belajar memecahkan soal matematis tanpa mengerti dan memahami maksudnya.

Menyikapi masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan kimia dan harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran kimia maka dibutuhkan model pem-belajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan metakognisi dan ke-terampilan berpikir kritis siswa dan sesuai dengan kurikulum 2013 serta berbasis tiga level representasi. Model pembelajaran yang memiliki karakteristik tersebut dan diharapkan mampu meningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran SiMaYang Tipe II.

Model pembelajaran SiMaYang Tipe II merupakan keterpaduan antara pen-dekatan saintifik dengan model pembelajaran SiMaYang. Penpen-dekatan saintifik memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains, dan keterampilan ber-pikir kritis (Nursyamsudin, 2013). Pendekatan saintifik adalah proses pembelaja-ran yang dipembelaja-rancang agar siswa secara aktif mengkontruksi konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan (Permendikbud, 2013). Model SiMaYang Tipe II sangat relevan dengan pendekatan saintifik yang direkomendasi oleh kurikulum 2013 karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa. Pengembangan model pembelajaran SiMaYang Tipe II disesuaikan dengan saran Taber (2013) bahwa dalam pembelajaran kimia sebaiknya mempertimbangkan ketiga dimensi


(26)

5

fenomena kimia, yaitu makro, submikro, dan simbolik. Ketiga dimensi tersebut saling berhubungan dan berkontribusi pada siswa untuk paham dan mengerti ma-teri kimia yang abstrak (Tasker dan Dalton, 2006).

Model pembelajaran SiMaYang Tipe II digagas oleh Sunyono (2014a) dan di-susun dalam 4 fase pembelajaran, yaitu fase I atau fase orientasi, fase II atau fase eksplorasi-imajinasi, fase III atau fase internalisasi, dan fase IV atau fase evaluasi. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis karena pada fase eksplorasi-imajinasi guru menciptakan aktivitas siswa ber-dasarkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan melakukan imajinasi re-presentasi. Kemampuan berpikir kritis dapat dicapai ketika pembelajar dapat me-lakukan interpretasi terhadap representasi yang dihadapi dengan membuat suatu kesimpulan, komentar, atau melakukan perhitungan matematis. Fase eksplorasi-imajinasi juga melatih kemampuan metakognisi karena pada fase ini menjadikan siswa untuk menginterpretasi dan mentransformasi terhadap permasalahan sains. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II memiliki validitas isi dan validitas konsrtuk dengan katagori tinggi sehingga layak untuk digunakan dalam pembelajaran (Sunyono, 2014b).

Model pembelajaran SiMaYang Tipe II dapat diterapkan pada salah satu materi kimia yaitu larutan elektrolit dan non-elektrolit. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul : “Pembelajaran SiMaYang Tipe II untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi dan Keterampilan Berpikir Kritis pada Materi Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit.”


(27)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah un-tuk mengetahui bagaimanakah:

1. keefektivan model pembelajaran SiMaYang Tipe II dalam meningkatkan ke-mampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit?

2. kepraktisan model pembelajaran SiMaYang Tipe II dalam meningkatkan ke-mampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan:

1. keefektivan model pembelajaran SiMaYang Tipe II dalam meningkatkan ke-mampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit

2. kepraktisan model pembelajaran SiMaYang Tipe II dalam meningkatkan ke-mampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit

D. Manfaat Penelitian


(28)

7

1. Siswa

Penerapan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel represen-tasi pada proses pembelajaran dapat membantu siswa dalam mengarepresen-tasi ke-sulitan mengimajinasikan fenomena sains yang bersifat abstrak, pembelajaran SiMaYang Tipe II menggunakan pendekatan saintifik sehingga dapat me-ningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.

2. Guru

Guru dapat terus berlatih menggunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II dalam meningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.

3. Sekolah

Sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran berbasis multipel representasi dalam penelitian ini dan meng-gunakan pendekatan saintifik yaitu model pembelajaran SiMaYang tipe II. Pembelajarannya menggunakan representasi gambar molekular, animasi dan media LKS yang disusun untuk melatih kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa.

2. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi terdiri dari 4 (empat) fase yaitu orientasi (fase 1),eksplorasi-imajinasi atau


(29)

imajinasi-8

eksplorasi (fase II), internalisasi (fase III), dan evaluasi (fase IV) (Sunyono, 2014a).

3. Kemampuan metakognisi merupakan pengetahuan individu tentang penge-tahuan mereka mengenai keadaan dan proses pemikiran mereka sendiri serta kemampuan mereka memulai dan mengubah sesuai keadaan dan proses pe-mikiran tersebut yang meliputi komponen pengetahuan deklaratif, prosedural dan kondisional yang mewakili komponen pengetahuan tentang kognisi se-seorang (Schraw dan Dennison 1994).

4. Keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpikir secara rasional dan reflektif berdasarkan apa yang diyakini atau yang dilakukan (Ennis, 1989). Keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti pada penelitian ini merujuk pada keterampilan berpikir kritis menurut Ennis (1989) dan mengambil 6 dari 12 indikator. Keenam indikator yang akan diteliti yaitu mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi, mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi, bertanya dan menjawab per-tanyaan, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, memper-timbangkan apakah sumber dapat percaya, dan memfokuskan pertanyaan. 5. Keefektivan model pembelajaran sangat terkait dengan pencapaian tujuan

pembelajaran. Model pembelajaran dikatakan efektif bila pembelajar di- li-batkan secara aktif dalam mengorganisasi dan menemukan hubungan dan in-formasiinformasi yang diberikan, dan tidak hanya secara pasif menerima pengetahuan dari guru/dosen (Nieveen, 1999). Keefektivan model pem-belajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi diukur berdasarkan


(30)

9

peningkatan kemampuan metakognisi, keterampilan berpikir kritis siswa, aktivitas siswa, dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.

6. Kepraktisan suatu model pembelajaran merupakan salah satu kriteria kualitas model yang ditinjau dari hasil penelitian pengamat berdasarkan pengamatan-nya selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Kepraktisan mengacu pada sejauh mana bahwa pengguna (atau ahli lain) mempertimbangkan inter-verensi yang dikembangkan dapat digunakan dan disukai dalam kondisi normal (Nieveen, 1999). Kepraktisan model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi diukur berdasarkan keterlaksanaan RPP dan respon siswa.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Represesntasi Ilmu kimia

Johnstone (1982) membedakan representasi kimia ke dalam tiga tingkatan (dimensi). Dimensi pertama adalah makroskopis yang bersifat nyata dan kasat mata. Dimensi ini menunjukkan fenomena-fenomena yang terjadi dalam ke-hidupan sehari-hari maupun yang dipelajari di laboratorium menjadi bentuk makro yang dapat diamati, dimensi kedua adalah mikroskopis juga nyata tetapi tidak kasat mata. Dimensi makroskopis menjelaskan dan menerangkan fenomena yang dapat diamati sehingga menjadi sesuatu yang dapat dipahami. Dimensi ini terdiri dari tingkat partikular yang dapat digunakan untuk menjelaskan pergerakan elektron, molekul, partikel atau atom, dimensi yang terakhir adalah simbolik yang menggambarkan tanda atau bahasa serta bentuk-bentuk lainnya yang digunakan untuk mengomunikasikan hasil pengamatan. Dimensi ini terdiri dari berbagai jenis representasi gambar, aljabar dan bentuk komputasi representasi mikroskopis.

Ketiga dimensi tersebut saling berhubungan dan berkontribusi pada siswa untuk dapat paham dan mengerti materi kimia yang abstrak. Hal ini didukung oleh nyataan Tasker dan Dalton (2006), bahwa kimia melibatkan proses-proses per-ubahan yang dapat diamati dalam hal (misalnya perper-ubahan warna, bau dan gelem-bung) pada dimensi makroskopik atau laboratorium, namun dalam hal perubahan


(32)

11

yang tidak dapat diamati dengan indera mata, seperti perubahan struktur atau proses di tingkat submikro atau molekul imajiner hanya bisa dilakukan melalui pemodelan. Perubahan-perubahan ditingkat molekuler ini kemudian digambarkan pada tingkat simbolik yang abstrak dalam dua cara, yaitu secara kualitatif meng-gunakan notasi khusus, bahasa, diagram, simbolis dan secara kuantitatif dengan menggunakan matematika (persamaan dan grafik).

Ainsworth dalam Sunyono (2012a) membuktikan bahwa banyak representasi dapat memainkan tiga peranan utama. Pertama, mereka dapat saling melengkapi; kedua, suatu representasi yang lazim dapat menjelaskan tafsiran tentang suatu re-presentasi yang lebih tidak lazim; dan ketiga, suatu kombinasi rere-presentasi dapat bekerja bersama membantu siswa menyusun suatu pemahaman yang lebih dalam tentang suatu topik yang dipelajari. Konsep representasi adalah salah satu pon-dasi praktik ilmiah, karena para ahli menggunakan representasi sebagai cara utama berkomunikasi dan memecahkan masalah. Ketiga dimensi pemahaman kimia digambarkan pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Tiga dimensi pemahaman kimia menurut Ainsworth dalam Sunyono (2012a)

B. Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II

Model Si-5 Layang-layang (SiMaYang) merupakan model pembelajaran yang menekankan pada interkoneksi tiga level fenomena sains, yaitu submikroskopis


(33)

12

yang bersifat abstrak, simbolik, dan makroskopik yang bersifat nyata dan kasat mata (Sunyono, 2012a). Langkah-langkah model SiMaYang terdiri dari 5 ke-giatan yang dikemas dalam 4 fase yang ditunjukkan pada Gambar 2 berikut:

Fase I

Fase II

Fase III

Fase IV Gambar 2. Fase-fase model pembelajaran SiMaYang (Sunyono, 2012a)

Fase I atau fase orientasi merupakan langkah peninjauan untuk menentukan sikap dan pandangan yang mendasari pikiran sehingga siswa dapat terfokus pada tujuan pembelajaran dan materi yang akan dipelajari. Fase II atau fase eksplorasi dan imajinasi yang saling berkaitan. Eksplorasi adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru. Pada kegiatan eksplorasi, guru melibatkan siswa dalam mencari dan menghimpun informasi, menggunakan media untuk memperkaya pengalaman mengelola informasi, memfasilitasi siswa berinteraksi sehingga siswa aktif, mendorong siswa mengamati berbagai gejala, menangkap tanda-tanda yang membedakan dengan gejala pada peristiwa lain, mengamati objek di lapangan dan labolatorium. Imajinasi hanya terdapat dalam pikiran siswa yang membayangkan gambar-gambar atau kata-kata. Fase III atau fase internalisasi merupakan proses pemasukan nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas pengalaman. Fase IV

Evaluasi Internalisasi

Imajinasi Eksplorasi


(34)

13

atau fase evaluasi yaitu, mereviu hasil pembelajaran yang sudah diperoleh (Sunyono, 2012a).

Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifiknya mempengaruhi adanya per-ubahan dari sintak model SiMaYang. Berkaitan dengan hal tersebut, Sunyono (2014a) telah mengembangkan lebih lanjut model pembelajaran SiMaYang dengan memasukkan model SiMaYang dengan pendekatan saintifik yang di-namakan model Saintifik SiMaYang atau SiMaYang Tipe II. Deskripsi model pembelajaran SiMaYang tipe II dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Deskripsi model pembelajaran SiMaYang tipe II (Sunyono dan Yulianti, 2014)

Fase Aktivitas guru Aktivitas siswa

Fase I: Orientasi

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Memberikan motivasi dengan

berbagai fenomena yang terkait denganpengalaman siswa.

1. Menyimak penyam-paian tujuan sambil memberikan tanggap-an

2. Menjawab pertanyaan dan menanggapi Fase II:

Eksplorasi-Imajinasi

1. Mengenalkan konsep dengan

memberikan beberapa abstraksi yang berbeda mengenai fenomena alam secara verbal atau dengan

demonstrasi dan juga menggunakan visualisasi: gambar, grafik, atau simulasi atau animasi, dan atau analogi dengan melibatkan

siswauntuk menyimak dan bertanya jawab.

1. Menyimak (mengamati) dan bertanya jawab dengan dosen tentang

fenomena kimia yang diperkenalkan (menanya). 2. Melakukan

penelusuran

2. Mendorong, membimbing, dan memfasilitasi diskusi siswa untuk membangun model mental dalam membuat interkoneksi diantara levellevel fenomena alam yang lain, yaitu dengan membuat transformasi dari level fenomena alam yang satu ke level yang lain (makro ke mikro dan simbolik atau sebaliknya) dengan menuangkannya ke dalam lembar kegiatan siswa.

3. informasi melalui webpage / weblog dan/atau buku teks (menggali informasi). 4. Bekerja dalam

kelom-pok untuk melakukan imajinasi terhadap fenomena kimia yang diberikan melalui LKS (mengasosiasi / menalar)


(35)

14

Lanjutan Tabel 1.

Fase Aktivitas guru Aktivitas siswa

5. Berdiskusi dengan te-man dalam kelompok dalam melakukan la-tihan imajinasi repre-sentasi (mengasosiasi/ menalar).

Fase III: Internalisasi

1. Membimbing dan memfasilitasi siswa dalam mengartikulasikan/ mengkomunikasikan hasil pemikiran-nya melalui presentasi hasil kerja kelompok.

2. Memberikan latihan atau tugas dalam mengartikulasikan imajinasinya. Latihan individu tertuang dalam lembar kegiatan siswa/LKS yang berisi pertanyaan dan/atau perintah untuk membuat interkoneksi ketiga level fenomena alam.

1. Perwakilan kelompok melakukanpresentasi terhadap hasil kerja kelompok

(mengomunikasikan). 2. Kelompok lain

menyi-mak (mengamati) dan memberikan tanggap-an/pertanyaan terhadap kelompok yang sedang presentasi (menanya dan menjawab). 3. Melakukan latihan

individu melalui LKS individu (menggali informasi dan mengasosiasi). Fase IV:

Evaluasi

1. Mengevaluasi kemajuan belajar siswa dan reviu terhadap hasil kerja siswa.

2. Memberikan tugas latihan

interkoneksi. Tiga level fenomena alam (makro, mikro/submikro, dan simbolik).

1. Menyimak hasil reviu dari guru dan menyam-paikan hasil kerjanya (mengomunikasikan), serta bertanya tentang pembelajaran yang akan datang.

C. Efektivitas Pembelajaran

Nieveen (1999) menyatakan bahwa keefektivan model pembelajaran sangat ter-kait dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Model pembelajaran dikatakan efektif bila pembelajar dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi dan me-nemukan hubungan dan informasiinformasi yang diberikan, dan tidak hanya secara pasif menerima pengetahuan dari guru atau dosen. Efektivitas model pem-belajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran.


(36)

15

Menurut Wicaksono (2008), kriteria keefektifan dalam suatu penelitian adalah: 1. Ketuntasan belajar, pembelajaran, dapat dikatakan tuntas apabila

sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam peningkatan hasil belajar.

2. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (gainyang signifikan).

3. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih

termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.

Annurrahman (2010) menyatakan pembelajaran yang efektif ditandai dengan ter-jadinya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila didalam dirinya telah terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan sebagainya. Pem-belajaran dikatakan efektif jika memberikan kesempatan belajar sendiri dan ber-aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar, dengan menyediakan ke-sempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan siswa dapat mengembangkan potensinya dengan baik.

Indikator keefektivan menurut Sunyono (2012a) meliputi:

1) Pencapaian tujuan pembelajaran dan ketuntasan belajar pembelajar. 2) Pencapaian aktivitas pembelajar dan guru atau dosesn.

3) Pencapaian kemampuan dosen dalam mengelola pembelajaran. 4) Pembelajar memberi respon positif dan minat yang tinggi terhadap


(37)

16

D. Kepraktisan Pembelajaran

Nieveen (1999) menyatakan bahwa kepraktisan suatu model pembelajaran me-rupakan salah satu kriteria kualitas model yang ditinjau dari hasil penelitian peng-amat berdasarkan pengpeng-amatannya selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Kepraktisan mengacu pada sejauh mana bahwa pengguna (atau ahli lain) mem-pertimbangkan interverensi yang dikembangkan dapat digunakan dan disukai dalam kondisi normal, aspek kepraktisan dipenuhi jika (1) ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan, dan (2) kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan.

Akker menyatakan bahwa model pembelajaran yang dikembangkan dikatakan praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa secara teoritis model dapat diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaannya termasuk kriteriatinggi”, serta siswa memberikan respon yang positif (Sunyono, 2014). Hal ini sejalan dengan pendapat Masnurillah dan Masriyah (2014) yang menyatakan bahwa data kepraktisan diperoleh dari hasil penilaian umum pada lembar validasi oleh va-lidator yang menyatakan bahwa perangkat pembelajaran dapat digunakan di lapangan dengan sedikit revisi atau tanpa revisi. Hal tersebut didukung pula hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran oleh dua orang pengamat. Cara yang dilakukan ialah memasukkan data yang diperoleh ke dalam tabel yang dibuat, menentukan rata-rata setiap kriteria, rata-rata setiap aspek, dan rata-rata ke-praktisan.


(38)

17

E. Kemampuan Metakognisi

Pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang psikologi, pada umumnya memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri (Flavell, 1977). Gagne (1985) juga me-nyatakan bahwa metakognisi ialah proses kognisi tingkat tinggi dan proses untuk mengantarkan pengetahuan dan perkembangan siswa dalam merencanakan, me-mantau dan bahkan mereorganisasi strategi belajar.

Kemampuan metakognisi menurut seorang ahli pendidikan pada zamannya, Vacca dan Anne (1989) adalah :

Pengetahuan metakognisi merupakan pengetahuan yang diperoleh siswa tentang proses-proses kognitif yaitu pengetahuan yang bisa digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitif. Pengalaman metakognisi melibatkan strategi atau pengaturan metakognisi. Strategi metakognisi merupakan proses yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah dicapai. Proses ini terdiri dari: 1. Perencanaan yang meliputi penentuan tujuan dan analisis tugas. Aktivitas

perencanaan akan mempermudah pengorganisasian dan pemahaman materi pelajaran.

2. Pemantauan yang meliputi perhatian seseorang ketika ia membaca dan membuat pertanyaan atau pengujian diri. Aktivitas pemantauan akan membantu siswa dalam memahami materi dan megintegrasikannya dengan pengetahuan awal, dan

3. Evaluasi atau pengaturan yang berupa perbaikan aktivitas kognitif siswa. Aktivitas ini akan membantu peningkatan prestasi dengan cara

mengawasi dan mengoreksi prilakunya pada saat menyelesaikan tugas.

Howard dan Winne (1993) menyatakan bahwa metakognisi mengacu pada penge-tahuan seseorang mengenai proses-proses dan produk-produk kognisi orang itu sendiri. Siswa yang memiliki perkembangan metakognisi yang baik akan lebih mampu dalam memecahkan masalah, membuat keputusan dan berpikir kritis,


(39)

18

lebih termotivasi untuk belajar, lebih mampu mengatur emosi serta lebih mampu mengatasi kesulitan (Dawson, 2008).

Schraw dan Dennison (1994) menyatakan bahwa kemampuan metakognisi me-rupakan pengetahuan individu tentang pengetahuan mereka mengenai keadaan dan proses pemikiran mereka sendiri serta kemampuan mereka memulai dan mengubah sesuai keadaan dan proses pemikiran tersebut yang meliputi komponen pengetahuan deklaratif, prosedural dan kondisional yang mewakili komponen pengetahuan tentang kognisi seseorang.

a. Pengetahuan deklaratif merupakan informasi faktual yang diketahui oleh seseorang.

b. Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan bagaimana seseorang me-lakukan sesuatu, pengetahuan bagaimana kemampuan seseorang dalam menjalankan langkah-langkah dalam suatu proses belajar.

c. Pengetahuan kondisional merupakan pengetahuan terkait kapan suatu prosedur, skillatau strategi itu digunakan dan kapan tidak digunakan, pada kondisi apa suatu prosedur dapat digunakan, dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari prosedur yang lain (Nur, 2004).

F. Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir kritis dapat diartikan kemampuan yang sangat essensial untuk kehidupan, pekerjaan dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Costa dan Presseisen (1985) mengatakan bahwa berpikir kritis diartikan sebagai

ke-terampilan berpikir yang menggunakan proses berpikir dasar, untuk menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi,


(40)

19

mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi yang mendasari tiap-tiap posisi, memberikan model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan. Seorang siswa tidak akan dapat mengembangkan ber-pikir kritis dengan baik, tanpa ditantang untuk berlatih menggunakannya dalam konteks berbagai bidang studi yang dipelajarinya. Berpikir kritis dalam ilmu kimia tidak dapat dilakukan dengan cara mengingat dan menghafal konsep-konsep, tetapi mengintegrasikan dan mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dimiliki. Terdapat enam komponen atau unsur dari berpikir kritis menurut Ennis (1989) yang disingkat menjadi FRISCO, seperti yang tertera pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Unsur-unsur keterampilan berpikir kritis (Ennis, 1989).

No Unsur Keterangan

1 Focus Memfokuskan pemikiran, menggambarkan poin-poin utama, isu, pertanyaan, atau permasalahan. Hal-hal pokok dituangkan di dalam argumen dan pada akhirnya didapat kesimpulan dari suatu isu, pertanyaan, atau permasalahan tersebut.

2 Reasoning Ketika suatu argumen dibentuk, maka harus disertai dengan alasan (reasoning). Alasan dari argumen yang diajukan harus dapat

mendukung kesimpulan dan pada akhirnya alasan tersebut dapat diterima sebelum membuat keputusan akhir.

3 Inference Ketika alasan yang telah dikemukakan benar, apakah hal tersebut dapat diterima dan dapat mendukung kesimpulan

4 Situation Ketika proses berpikir terjadi, hal tersebut dipengaruhi oleh situasi atau keadaan baik (keadaan lingkungan, fisik, maupun sosial). 5 Clarity Ketika mengungkapkan suatu pikiran atau

pendapat, diperlukan kejelasan untuk membuat orang lain memahami apa yang diungkapkan 6 Overview Suatu proses untuk meninjau kembali apa yang

telah kita temukan, putuskan, pertimbangkan, pelajari, dan simpulkan.

Menurut Ennis (1989) terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis (KBKr) yang dikelompokkan dalam lima kelompok keterampilan berpikir. Kelima


(41)

20

kelompok keterampilan tersebut adalah: memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance

clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Adapun kedua belas indikator tersebut terdapat dalam Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Indikator keterampilan berpikir kritis (Ennis, 1989)

No Kelompok Indikator Sub Indikator

1 Memberikan penjelasan sederhana Memfokuskan pertanyaan

a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan b. Mengidentifikasi atau

merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban

c. Menjaga kondisi berpikir

Menganalisis argumen

a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi kalimat-kalimat

pertanyaan

c. Mengidentifikasi kalimat-kalimat bukan bukan pertanyaan

d. Mengidentifikasi dan menangani ketidaktepatan

e. Melihat struktur dari suatu argumen

f. Membuat ringkasan

Bertanya dan

menjawab pertanyaan

a. Menyebutkan contoh

b. Mengapa? Apa ide utamamu? Apa yang anda maksud..? Apa yang membuat perbedaan....?

2 Membangun

keterampilan dasar

Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak

a. Mempertimbangkan keahlian b. Mempertimbangkan kemenarikan

konflik

c. Mempertimbangkan kesesuaian sumber

d. Mempertimbangkan reputasi e. Mempertimbangkan penggunaan

prosedur yang tepat

f. Mempertimbangkan resiko untuk reputasi

g. Kemampuan untuk memberikan alasan

h. Kebiasaan berhati-hati Mengobservasi dan

mempertimbangkan laporan observasi

a. Melibatkan sedikit dugaan b. Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan


(42)

21

Lanjutan Tabel 3.

No Kelompok Indikator Sub Indikator

c. Melaporkan hasil observasi d. Merekam hasil observasi e. Menggunakan bukti-bukti yang

benar

f. Menggunakan akses yang baik g. Menggunakan teknologi h. Mempertanggungjawaban hasil

observasi

3 Menyimpulkan

Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

a. Siklus logika-Euler b. Mengkondisikan logika c. Menyatakan tafsiran Menginduksi dan

mempertimbangkan hasil induksi

a. Mengemukakan hal yang umum b. Mengemukakan kesimpulan dan

hipotesis

Membuat dan menentukan hasil pertimbangan

a. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan sesuai latar belakang fakta-fakta

b. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat c. Menerapkan konsep yang dapat

diterima

d. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan keseimbangan masalah. 4 Memberikan penjelasan lanjut Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi

a. Membuat bentuk

definisi(sinonim, klasifikasi, rentang ekivalen, rasional, contoh, bukan contoh) b. Strategi membuat definisi c. Membuat isi definisi Mengidentifikasi

asumsi-asumsi

a. Penjelasan bukan pernyataan b. Mengkonstruksi argumen

5 Mengatur strategi dan taktik Menentukan suatu tindakan

a. Mengungkap masalah b. Memilih kriteria untuk

mempertimbangkan solusi yang mungkin

c. Merumuskan solusi alternatif d. Menentukan tindakan sementara e. Mengulang kembali

f. Mengamati penerapannya

Berinteraksi denganorang lain

a. Menggunakan argumen b. Menggunakan strategi logika c. Menggunakan strategi retorika d. Menunjukkan posisi, orasi, atau


(43)

22

Berpikir kritis sebagai salah satu komponen dalam proses berpikir tingkat tinggi, menggunakan dasar menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, inti berpikir kritis adalah deskripsi yang lebih rinci dari se-jumlah karakteristik yang berhubungan, yang meliputi analisis, inferensi, eksplanasi, evaluasi, pengaturan diri dan interpretasi (Liliasari, 2011). Berpikir kritis berbeda dengan berpikir biasa. Berpikir biasa tidak mempunyai standar dan sederhana, sedangkan berpikir kritis lebih kompleks dan berdasarkan standar objektif, kegunaan atau kemantapan.

Mengacu pada indikator keterampilan berpikir kritis menurut Ennis (1989) maka pada penelitian ini indikator keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti ada pada Tabel 4.

Tabel 4. Keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti

No Kelompok Indikator Sub Indikator

1 Membangun keterampilan dasar Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi

Melibatkan sedikit dugaan

2 Memberikan penjelasan lanjut Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi

Membuat bentuk definisi (sinonim, klasifikasi, rentang ekivalen,

rasional, contoh, bukan contoh)

3 Memberikan penjelasan sederhana Bertanya dan menjawab pertanyaan Menyebutkan contoh

4 Menyimpulkan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi Menyatakan tafsiran 5 Membangun keterampilan dasar Mempertimbangkan apakah sumber dapat percaya

Kemampuan untuk memberikan alasan 6 Memberikan penjelasan sederhana Memfokuskan pertanyaan

Mengdentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban


(44)

23

G. Kerangka Pemikiran

Kimia memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan sikap ilmiah sehingga siswa mampu memahami konsep-konsep kimia dan pe-nerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit merupakan pokok bahasan kimia yang mencakup hal-hal abstrak sehingga memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk memahaminya. Kemampuan berpikir tingkat tinggi yang penting dikembangkan dalam diri siswa adalah kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis, karena melalui kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa.

Model pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berpikir siswa sehingga mampu memahami materi kimia yang bersifat abstrak. Melalui model pembelajaran berbasis multiple representasi siswa diajak untuk memahami materi kimia melalui ketiga level fenomena kimia, yakni: makroskopik, submikroskopik, dan simbolik sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan konseptual yang diperlukan dalam me-nyelesaikan masalah baik secara deskriptis maupun matematis. Model pem-belajaran berbasis multiple representasi yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran SiMaYang Tipe II.

Pada Model SiMaYang Tipe II guru mengenalkan konsep kimia dengan me-nyajikan fenomena kimia dan mentransformasikan ketiga level fenomena sains tersebut yaitu makroskopik, submikroskopik, dan simbolik, kemudian mem-bimbing dan memfasilitasi siswa untuk mengemukakan dan mengembangkan


(45)

24

pemikirannya. Model SiMaYang Tipe II disusun dalam 4 fase pembelajaran, yaitu fase orientasi, fase eksplorasi-imajinasi, fase internalisasi, dan fase evaluasi. 1. Fase orientasi, dalam tahap ini guru mengajak untuk aktif melakukan

orientasi pengetahuan yang telah dimiliki siswa yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari atau industri.

2. Fase eksplorasi-imajinasi, pada tahap ini siswa diminta untuk melakukan eksplorasi dan imajinasi dalam memperluas dan memperdalam penge-tahuannya melalui penjelasan dan pemberian visualisasi dari guru, membaca buku teks, dan menelusuri informasi melalui web, dan diskusi kelompok. Pada tahap ini, siswa tidak hanya belajar secara verbal tetapi juga secara visual. Pada fase ini kemampuan berpikir kritis dapat dicapai ketika pem-belajar dapat melakukan interpretasi terhadap representasi yang dihadapi. Fase eksplorasi-imajinasi juga melatih kemampuan metakognisi karena pada fase ini menjadikan siswa untuk menginterpretasi dan mentransformasi terhadap permasalahan sains.

3. Fase internalisasi, pada tahap ini guru membimbing dan memfasilitasi siswa dalam mengkomunikasikan hasil pemikirannya melalui presentasi hasil kerja kelompok. Kemudian, memberikan dorongan kepada siswa lain untuk me-nanggapi hasil kerja kelompok yang sedang dipresentasikan. Selanjutnya memberikan latihan atau tugas individu dengan memberikan lembar kerja siswa yang berisi pertanyaan atau perintah untuk membuat interkoneksi ke-tiga level fenomena sains.

4. Fase evaluasi, siswa dan guru melakukan review terhadap hasil kerja pembelajaran.


(46)

25

Pembelajaran kimia yang demikian memberikan pengalaman belajar pada siswa sebagai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu memiliki pe-mahaman makroskopis, mikroskopis, dan simbol kimia, sehingga dapat me-nemukan produk kimia, yang berupa konsep, hukum, dan teori, serta mengkaitkan dan menerapkannya pada konteks kehidupan sehari-hari dan tidak mengarahkan siswa pada penguasaan terhadap mata pelajaran kimia yang cenderung bersifat akumulatif dan menghafal.

Berdasarkan uraian di atas, apabila pembelajaran model SiMaYang Tipe II diterapkan pada pembelajaran kimia di kelas diharapkan mampu meningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa sehingga penguasaan konsep dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

H. Analisis Konsep

Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep, suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, se-kaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan (Herron, et al.,1997). Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut va-riabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh. Analisis konsep materi larutan elektrolit dan non-elektrolit terlampir di lampiran.


(47)

26

I. Hipotesis Penelitian

Sebagai pemandu dalam melakukan analisis maka perlu disusun hipotesis dalam penelitian ini dengan perumusan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II memiliki keefektivan dalam me-ningkatkan kemampuan metakonisi dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit.

2. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II memiliki kepraktisan dalam me-ningkatkan kemampuan metakonisi dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit.


(48)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 8 Bandar Lampung. Populasi dalam pe-nelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 8 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016 dan tersebar dalam 15 kelas. Sampel diambil secara acak dengan teknikcluster random sampling, sehingga mendapatkan 2 kelas penelitian sebagai sampel.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-eksperimen denganOne Group Pretest-Posttest Design(Fraenkelet al., 2012). Desain penelitian ini melihat perbedaan pretes maupun postes pada kelas yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan memberi suatu perlakuan pada subyek penelitian dari dua kelas sebagai replikasi kemudian diobservasi seperti terlihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Desain Penelitian

Kelas Pretes Perlakuan Postes

Sampel 1 O1 X O2


(49)

28

Keterangan:

O1: Kelas replikasi diberi pretes

X : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II

O2: Kelas replikasi diberi postes

Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif. Menurut Sugiyono (2012), analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Tahap pendahuluan

Prosedur tahap pendahuluan, yaitu:

a. Meminta izin kepada Kepala SMAN 8 Bandar Lampung untuk me-laksanakan penelitian.

b. Menentukan subyek penelitian 2. Tahap pelaksanaan penelitian

Prosedur tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

Mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) serta


(50)

29

mempersiapkan instrumen penelitian meliputi angket kemampuan metakognisi dan soal keterampilan berpikir kritis.

b. Tahap validasi instrumen penelitian

Insrumen penelitian yang divalidasi instrumen pada tahap ini yaitu

instrumen angket kemampuan metakognisi dan instrumen tes keterampilan berpikir kritis.

c. Tahap penelitian

Pada tahap pelaksanaannya, penelitian dilakukan pada dua kelas sebagai replikasi, yaitu kelas yang diterapkan model pembelajaran SiMaYang Tipe II.

Urutan prosedur pelaksanaan tahap penelitian, yaitu:

1. Melakukan pretes kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis pada kedua kelas replikasi.

2. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit sesuai dengan model pembelajaran SiMaYang Tipe II. 3. Melakukan postes kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir

kritis pada kedua kelas replikasi. 3. Tahap akhir penelitian

Prosedur tahap akhir penelitian, yaitu: a. Analisis data.

b. Pembahasan. c. Kesimpulan.


(51)

30

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk Gambar 3 sebagai berikut:

Gambar 3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap definisi yang digunakan dalam penelitian ini, berikut dijabarkan istilah-istilah yang digunakan:

a. Efektivitas model pembelajaran berhubungan dengan tingkat keberhasilan dalam suatu proses pembelajaran. Efektivitas model pembelajaran diukur melalui peningkatan kemampuan metakognisi, peningkatan keterampilan

Analisis Data Pembelajaran menggunakan model SiMaYang Tipe II pada kedua kelas replikasi

Validasi instrumen penelitian

Mempersiapkan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian Menentukan subyek penelitian

Izin Penelitian

• Tes

metakognisi akhir

• Postes Tahap Pendahuluan

Tahap Pelaksanaan

penelitian

Pembahasan

Kesimpulan Tahap

akhir penelitian

• Tes

metakognisi awal


(52)

31

berpikir kritis, aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.

b. Kepraktisan model pembelajaran berhubungan dengan kualitas model pem-belajaran berdasarkan hasil penelitian pengamat selama proses pempem-belajaran berlangsung. Kepraktisan model pembelajaran diukur melalui keterlaksanaan RPP dan respon siswa.

c. Kemampuan metakognisi merupakan pengetahuan individu tentang penge-tahuan mereka mengenai keadaan dan proses pemikiran mereka sendiri serta kemampuan mereka memulai dan mengubah sesuai keadaan dan proses pemikiran tersebut yang meliputi komponen pengetahuan deklaratif, pro-sedural dan kondisional yang mewakili komponen pengetahuan tentang kognisi seseorang. Kemampuan metakognisi diukur melalui angket ke-mampuan metakognisi.

d. Berpikir kritis merupakan kemampuan yang penting dimiliki seseorang untuk berpikir secara rasional dan reflektif berdasarkan apa yang diyakini atau yang dilakukan. Melalui keterampilan berpikir kritis siswa akan mampu me-mecahkan masalah yang memerlukan proses berpikir dan permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Keterampilan berpikir kritis diukur melalui soal pretes dan postes keterampilan berpikir kritis.

E. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Silabus yang diadopsi dari Afdila (2015)


(53)

32

3. Lembar kerja siswa (LKS) yang menggunakan model SiMaYang Tipe II pada materi larutan elektrolit dan non-eletrolit berjumlah 6 buah LKS yang diadopsi dari Putrizal (2015) yang terdiri dari 3 LKS kelompok dan 3 LKS individu. LKS 1 mengenai daya hantar arus listrik larutan elektrolit dan non-elektrolit, LKS 2 mengenai penyebab perbedaan kemampuan daya hantar arus listrik larutan elektrolit dan non-elektrolit dan LKS 3 mengenai jenis senyawa mengenai dapat atau tidaknya larutan menghantarkan arus listrik berdasarkan jenis ikatan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Angket kemampuan metakognisi, yang didasarkan pada Schraw dan Dennison (1994).

2. Tes keterampilan berpikir kritis terdiri dari soal prestes dan postes. 3. Lembar penilaian yang digunakan antara lain:

a. Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang Tipe II, diadopsi dari Sunyono (2014).

b. Angket respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran, diadopsi dari Sunyono (2014).

c. Lembar pengamatan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, diadopsi dari Sunyono (2014).

d. Lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model pembelajaran SiMaYang Tipe II, diadopsi dari Sunyono (2014).


(54)

33

G. Analisis Data

1. Analisis Validitas dan Realibilitas Angket Kemampuan Metakognisi dan Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Analisis validitas dan realibilitas angket kemampuan metakognisi dan tes ke-terampilan berpikir kritis dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan telah memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai pengumpul data. Hal ini sesuai dengan penyataan Arikunto (2006) yang menyatakan bahwa instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dilakukan analisis validitas dan reliabilitas instrumen angket kemampuan metakognisi dan instrumen tes

keterampilan berpikir kritis.

Validitas dan reliabilitas instrumen angket kemampuan metakognisi dilakukan secara teoritis dan empiris. Validitas teoritis dilakukan terhadap instrumen kemampuan metakognisi melalui validasi ahli. Instrumen kemampuan meta-kognisi divalidasi oleh ahli psikologi dan validator menyatakan bahwa instrumen kemampuan metakognisi layak digunakan. Analisis terhadap validitas dan reliabilitas empiris terhadap angket kemampuan metakognisi siswa dilakukan dengan menggunakanSoftwareSPSSStatistics17.0. Reliabilitas angket ke-mampuan metakognisi dilihat berdasarkan hasil perhitungan program SPSS Statistics 17.0sesuai nilaiAlpha Cronbachyang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan derajat reliabilitas alat evaluasi menurut Guilford

(Suherman, 2003). Jika nilaiAlpha Cronbachyang diperoleh >0,35 maka data dapat dikatakan memiliki reliabilitas.


(55)

34

Uji validitas soal tes keterampilan berpikir kritis dilakukan dengan menggunakan rumusproduct momentdengan angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson, dalam hal ini analisis dilakukan dengan menggunakansoftwareSPSS 17.0. Uji reliabilitas soal tes keterampilan berpikir kritis dilakukan dengan menggunakan rumusAlpha Cronbachyang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan derajat reliabilitas alat evaluasi menurut Guilford (Suherman, 2003). Soal tes keterampilan berpikir kritis diujikan kepada 20 orang siswa SMA kelas XI yang telah mendapatkan materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.

Kriteria derajat reliabilitas (r11) alat evaluasi menurut Guilford: 0,80 < r11≤ 1,00; derajat reliabilitas sangat tinggi

0,60 < r11≤ 0,80; derajat reliabilitas tinggi 0,40 < r11≤0,60; derajat reliabilitas sedang 0,20 < r11≤0,40; derajat reliabilitas rendah 0,00 < r11≤ 0,20; tidak reliabel

2. Analisis Data Keefektivan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II Ukuran keefektivan model pembelajaran dalam penelitian ini ditentukan dari ketercapaian dalam meningkatkan kemampuan metakognisi,keterampilan berpikir kritis, aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.

a. Analisis Data Kemampuan metakognisi

Data yang diungkap dalam penelitian ini adalah data mengenai kemampuan metakognisi, dengan menggunakan instrumen dalam bentuk angket. Kisi-kisi


(56)

35

instrumen kemampuan metakognisi yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat dari Tabel 6.

Tabel 6. Kisi-kisi angket kemampuan metakognisi

No. Faktor Indikaor No. Item Jumlah

1. Pengetahuan deklaratif

1. Siswa memiliki pengetahuan sebelum belajar

1(f),2(u),3(u),4(f)

12

2. Mengetahui tentang informasi bahan materi yang digunakan untuk belajar

5(u),6(u),7(u)

3. Mengetahui keterampilan dan kemampuan intelektualnya

8(u),9(u), 10(f), 11(u),12(u)

2. Pengetahuan prosedural

1. Menyelesaikan dan melaksanakan

prosedur pembelajaran

13(f),14(f), 15(f),16(u), 17(f),18(f)

12

2. Siswa dapat menentukan waktu yang tepat dalam melaksanakan

prosedur pembelajaran

19(f),20(u),21(u), 22(u)

3. Siswa dapat memperoleh

pengetahuan melalui eksperimen atau diskusi kelompok

23(f),24(u),

3. Pengetahuan kondisional

1. Menentukan kapan prosedur atau strategi belajar dapat

digunakan

25(f), 26 (u),27(f), 28(u),29(u),30(f)

12

2. Siswa dapat memperoleh

pengetahuan melalui cara belajar tertentu

31(f),32(f),33(f), 34(f), 35(f),36(u)

Jumlah 36

Keterangan : (f) =favorable(pernyataan positif); jumlah = 18 (u) =unfavorable(pernyataan positif); jumlah = 18

Berdasarkan Tabel 6, butir-butir pertanyaan disajikan dalam dua bentuk, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Analisis data angket kemampuan metakognisi menggunakan cara sebagai berikut:


(57)

36

1) Mengkode atau klasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan pertanyaan angket. Pengkodean data ini dibuat buku kode yang merupakan suatu tabel berisi tentang substansi-substansi yang hendak diukur, pertanyaan-pertanyaan yang menjadi alat ukur substansi tersebut serta kode jawaban setiap pertanyaan tersebut dan rumusan jawabannya.

2) Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban ber-dasarkan pertanyaan angket dan banyaknya responden (pengisi angket). 3) Memberi skor jawaban responden berdasarkan Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Penskoran angket kemampuan metakognisi

No Pilihan Jawaban Skala Pemberian Skor

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

1 SL (selalu) 3 1

3 KD (kadang-kadang) 2 2

5 TP (tidak pernah) 1 3

4) Mengolah jumlah skor jawaban responden

Pengolahan jumlah skor (Ʃ S ) jawaban angket adalah sebagai berikut :

a) Skor untuk pernyataan Selalu (SL)

(1) Pernyataan positif : skor = 3 x jumlah responden (2) Pernyataan negatif : skor = 1 x jumlah responden b) Skor untuk pernyataan Kadang-kadang (KD)

(1) Pernyataan positif : skor = 2 x jumlah responden (2) Pernyataan negatif : skor = 2 x jumlah responden c) Skor untuk pernyataan Tidak pernah (TP)


(58)

37

(2) Pernyataan negatif : skor = 3 x jumlah responden

5) Menghitung persentase jawaban angket pada setiap item dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% X

in= x 100% (Sudjana, 2005)

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban angket-i pada model pembelajaran SiMaYang

Tipe II berbasis multipel representasi pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit

Ʃ S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

6) Menghitung rata-rata persentase angket untuk mengetahui tingkat

ke-mampuan metakognisi pada model pembelajaran SiMaYang Tipe II berbasis multipel representasi dengan rumus sebagai berikut:

%

=

% (Sudjana, 2005)

Keterangan :

% = Rata-rata persentase angket-i pada model pembelajaran

SiMaYang Tipe II pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit % = Jumlah persentase angket-i pada model pembelajaran SiMaYang

Tipe II berbasis multipel representasi n = Jumlah butir soal

7) Menvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis yang dilakukan


(59)

38

dengan cara membaca table-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia (Marzuki, 1997).

8) Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Arikunto (2006) seperti pada Tabel 8.

Tabel 8.Tafsiran skor (persen) Persentase Kriteria 80,1%-100% Sangat tinggi 60,1%-80% Tinggi 40,1%-60% Sedang 20,1%-40% Rendah 0,0%-20% Sangat rendah

Setelah kemampuan metakognisi rata-rata siswa sebelum dan setelah pem-belajaran masing-masing aspek diketahui, selanjutnya dihitung kemampuan metakognisi rata-rata siswa untuk seluruh aspek. Hasil perhitungan kemampuan metakognisi rata-rata siswa untuk seluruh aspek dianaisis menggunakan statistik untuk menentukan interval kepercayaan <

μ

> rata-rata pada taraf signifikan 5%. Perhitungan interval kepercayaan dilakukan dengan menggunakan rumus:

x

tp.

< μ < x + tp.

Keterangan:

x = rata-rata kemampuan metakognisi n = banyak sampel

S = Standar deviasi γ = koefisien kepercayaan dk = n-1


(60)

39

tp = nilai t didapat dari daftar distribusi student; p = ½(1+ γ )

λ = interval kepercayaan (Sudjana, 2005).

b. Analisis Data Keterampilan Berpikir Kritis

Peningkatan keterampilan berpikir kritis ditunjukkan melalui skorn-Gain, yaitu selisih antara skor postes dan skor pretes, dan dihitung berdasarkan rumus berikut:

=nilai postes nilai pretes 100 nilai pretes

Kriterianya adalah (1) pembelajaran dengan skorn-Gain“tinggi”, jikan-Gain> 0,7 ; (2) pembelajaran dengan skorn-Gain“sedang”, jikan-Gainterletak antara 0,3 <n-Gain≤ 0,7 ; dan (3) pembelajaran dengan skorn-Gain“rendah”, jika n-Gain≤ 0,3 (Hake dalam Sunyono, 2014a). Setelah kriterian-Gainketerampilan berpikir kritis diketahui, selanjutnya menghitung interval kepercayaan <

μ

> rata-ratan-Gainpada taraf signifikan 5% dengan menggunakan rumus:

x

tp.

< μ < x + tp.

Keterangan:

x = rata-ratan-Gain n = banyak sampel S = Standar deviasi γ = koefisien kepercayaan dk = n-1

tp = nilai t didapat dari daftar distribusi student; p = ½(1+ γ )


(61)

40

a. Analisis Data Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Berlangsung Aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung diukur dengan menggunakan lembar observasi oleh dua orang observer. Analisis deskriptif terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menghitung persentase aktivitas siswa untuk setiap pertemuan dengan rumus:

%Pa= x100%

Keterangan: Pa = Persentase aktivitas siswa dalam belajar di kelas. Fa = Frekuensi rata-rata aktivitas siswa yang muncul. Fb = Frekuensi rata-rata aktivitas siswa yang diamati.

2. Menghitung jumlah persentase aktivitas siswa yang relevan dan yang tidak relevan dengan pembelajaran untuk setiap pertemuan dan menghitung rata-ratanya, kemudian menafsirkan data dengan menggunakan tafsiran harga persentase sebagaimana pada Tabel 8.

3. Mengurutkan aktivitas siswa yang dominan dalam pembelajaran berdasarkan persentase setiap aspek aktivitas yang diamati.

c. Analisis Data Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Untuk analisis data kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran SiMaYang Tipe II, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung jumlah skor yang diberikan oleh pengamat untuk setiap aspek pengamatan, kemudian dihitung persentase kemampuan guru dengan rumus:


(62)

41

%Ji=

(

)

x 100% (Sudjana, 2005)

Keterangan :

% Ji = Persentase dari skor ideal untuk setiap aspek pengamatan pada pertemuan ke-i

∑ Ji = Jumlah skor setiap aspek pengamatan yang diberikan oleh pengamat pada pertemuan ke-i

N = Skor maksimal (skor ideal)

2. Menghitung rata-rata persentase kemampuan guru untuk setiap aspek pengamatan dari dua orang pengamat.

3. Menafsirkan data dengan tafsiran harga persentase kemampuan guru sebagaimana Tabel 8.

3. Analisis Data Kepraktisan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe

Analisis data kepraktisan model pembelajaran SiMaYang Tipe II ditentukan dari keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang Tipe II dan respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran.

a. Analisis Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II Keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang Tipe II diukur melalui penilaian terhadap keterlaksanaan RPP yang memuat unsur-unsur model pembelajaran yang meliputi sintak pembelajaran, sistem sosial, dan prinsip reaksi. Analisis terhadap keterlaksanaan RPP model pembelajaran SiMaYang Tipe II, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:


(63)

42

1. Menghitung jumlah skor yang diberikan oleh pengamat untuk setiap aspek pengamatan, kemudian dihitung persentase ketercapaian dengan rumus:

%Ji=

(

)

x 100% (Sudjana, 2005)

Keterangan : %Ji = Persentase ketercapaian dari skor ideal untuk setiap aspek pengamatan pada pertemuan ke-i

∑ Ji = Jumlah skor setiap aspek pengamatan yang diberikan oleh

pengamat pada pertemuan ke-i N = Skor maksimal (skor ideal)

2. Menghitung rata-rata persentase ketercapaian untuk setiap aspek pengamatan dari dua orang pengamat.

3. Menafsirkan data dengan tafsiran harga persentase ketercapaian pelaksanaan pembelajaran (RPP) menurut Ratumanan dalam Sunyono (2012b) seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Kriteria tingkat keterlaksanaan Persentase Kriteria 80,1% - 100%

60,1% - 80% 40,1% - 60% 20,1% - 40% 0,0% - 20%

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah

b. Analisis Data Respon Siswa terhadap Pelaksanaan Pembelajaran Analisis data respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan model SiMaYang Tipe II, dilakukan langkah-langkah berikut:

1. Menghitung jumlah siswa yang memberikan respon positif dan negatif terhadap pelaksanaan pembelajaran.


(64)

43

2. Menghitung persentase jumlah siswa yang memberikan respon positif dan negatif.

3. Menafsirkan data dengan menggunakan tafsiran harga persentase sebagaimana pada Tabel 9.


(65)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menggunakan model SiMaYang tipe II memiliki keefektivan yang tinggi dalam meningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan metakognisi meningkat dari kriteria tinggi ke sangat tinggi, keterampilan berpikir kritis siswa memiliki kriteria sedang, aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi, dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model SiMaYang tipe II memiliki ke-praktisan yang sangat tinggi dalam meningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Hal ini dibuktikan dengan keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang Tipe II yang memiliki kriteria sangat tinggi dan respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yang memiliki kriteria sangat tinggi.


(66)

69

B. Saran

Berdasrkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Penerapan model pembelajaran SiMaYang tipe II dapat meningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa, oleh karena itu peneliti menyarankan hendaknya pembelajaran SiMaYang Tipe II di-terapkan dalam pembelajaran kimia di kelas, terutama pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit sehingga dapat membantu siswa dalam meng-imajinasikan materi kimia yang bersifat abstrak dan mengedepankan mulitipel representasi.

2. Penerapan model pembelajaran SiMaYang tipe II harus disertai keterampilan pengelolaan pembelajaran yang baik, mengembangkan aktivitas siswa di-kelas, dan disertai lembar kerja siswa berbasis multipel representasi sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan lebih menarik.

3. Agar penerapan model pembelajaran SiMaYang tipe II di kelas berjalan maksimal, hendaknya menyiapkan sarana dan prasarana lain sepertiLCD projector,layanan internet, dan lembar kerja siswa berbasis multipel representasi yang disertai gambar agar lebih menarik.

4. Guru yang akan menerapkan model pembelajaran SiMaYang Tipe II

hendaknya sering berlatih agar model yang akan diterapkan berjalan dengan baik.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Afdila, D. 2015. Penerapan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II Berbasis Multipel Representasi dalam Meningkatkan Efikasi Diri dan Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Angelo, T.A. 1995. Beginning the Dialogue: Thoughts on Promoting Critical Thingking: Classroom Assesment fot Critical Thinfking. Journal of Teaching Psychologi, 22 (1): 6-7.

Anurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Alfabet. Bandung.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Costa, A.L. & B.Z. Presseisen. 1985. Glossary of Thinking Skill, in A.L. Costa (ed). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. ASCD. Alexandria.

Dawson. 2008. Metacognition and Learning in adulthood. Development Testing Service, LLC. Northampton. South Park Terrace.

Ennis, R. H. 1989. Critical Thinking and Subject Specificity: Clarification and Needed Research. Journal Education, 18 (3): 4-10.

Flavell, J. H. 1977. Cognitive Development. Prentice Hall. United States Of America.

Fraenkel, J. R., N. E. Wallen, & H. H. Hyun. 2012. How to Design and Evaluate Research in Education (Eigth Edition). McGrow-Hill. New York.

Frandsen, A. N. 1967. Educational Psychology 2ndedition. Mc. Graw Hill. USA.

Gagne. 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Little Brown. Boston.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menggunakan model SiMaYang tipe II memiliki keefektivan yang tinggi dalam meningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan metakognisi meningkat dari kriteria tinggi ke sangat tinggi, keterampilan berpikir kritis siswa memiliki kriteria sedang, aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi, dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran memiliki kriteria sangat tinggi.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model SiMaYang tipe II memiliki ke-praktisan yang sangat tinggi dalam meningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Hal ini dibuktikan dengan keterlaksanaan model pembelajaran SiMaYang Tipe II yang memiliki kriteria sangat tinggi dan respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yang memiliki kriteria sangat tinggi.


(2)

69

B. Saran

Berdasrkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Penerapan model pembelajaran SiMaYang tipe II dapat meningkatkan kemampuan metakognisi dan keterampilan berpikir kritis siswa, oleh karena itu peneliti menyarankan hendaknya pembelajaran SiMaYang Tipe II di-terapkan dalam pembelajaran kimia di kelas, terutama pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit sehingga dapat membantu siswa dalam meng-imajinasikan materi kimia yang bersifat abstrak dan mengedepankan mulitipel representasi.

2. Penerapan model pembelajaran SiMaYang tipe II harus disertai keterampilan pengelolaan pembelajaran yang baik, mengembangkan aktivitas siswa di-kelas, dan disertai lembar kerja siswa berbasis multipel representasi sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan lebih menarik.

3. Agar penerapan model pembelajaran SiMaYang tipe II di kelas berjalan maksimal, hendaknya menyiapkan sarana dan prasarana lain sepertiLCD projector,layanan internet, dan lembar kerja siswa berbasis multipel representasi yang disertai gambar agar lebih menarik.

4. Guru yang akan menerapkan model pembelajaran SiMaYang Tipe II

hendaknya sering berlatih agar model yang akan diterapkan berjalan dengan baik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Afdila, D. 2015. Penerapan Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II Berbasis Multipel Representasi dalam Meningkatkan Efikasi Diri dan Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Angelo, T.A. 1995. Beginning the Dialogue: Thoughts on Promoting Critical Thingking: Classroom Assesment fot Critical Thinfking. Journal of Teaching Psychologi, 22 (1): 6-7.

Anurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Alfabet. Bandung.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Costa, A.L. & B.Z. Presseisen. 1985. Glossary of Thinking Skill, in A.L. Costa (ed). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. ASCD. Alexandria.

Dawson. 2008. Metacognition and Learning in adulthood. Development Testing Service, LLC. Northampton. South Park Terrace.

Ennis, R. H. 1989. Critical Thinking and Subject Specificity: Clarification and Needed Research. Journal Education, 18 (3): 4-10.

Flavell, J. H. 1977. Cognitive Development. Prentice Hall. United States Of America.

Fraenkel, J. R., N. E. Wallen, & H. H. Hyun. 2012. How to Design and Evaluate Research in Education (Eigth Edition). McGrow-Hill. New York.

Frandsen, A. N. 1967. Educational Psychology 2ndedition. Mc. Graw Hill. USA.

Gagne. 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Little Brown. Boston.


(4)

Gani, T., A. Auliah, & S. Faika. 2011. Penguasaan Pengetahuan Deklaratif dan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia. Jurnal Pendidikan Kimia.1 (12): 1-9.

Heong, Y.M., W.D. Othman, Md Yunos, J. Kiong, Hassan, & M.M. Mohamad. 2011. The Level ofMarzano Higher Order Thinking Skills Among Technical Education Students. International Journal of Social and Humanity, 1(2):121-125.

Herron, J. D., L. Luis, Cantu, R. Ward, & V. Srinivasan. 1977. Problems

Associated with Concept Analysis. Journal Science Education,61 (2): 185-199.

Hollingworth, R. W. & C. Mcloughlin. 2001. Developing Science Student’s Metacognitive Problem Solving Skills. Journal of Educational Technology. Australian, 17 (1): 377-379.

Howard, D. R. & P. H. Winne. 1993. Measuring Concept and Sets of Cognitive Process in Self Regulated Learning.Journal of Educational Psychology, 85 (4): 591-523.

Johnson, E. B. 2010. Contextual Teaching and Learning; What It is and Why It’s Here to Stay. California. Corwin Press Inc.

Johnstone, A. H. 1982. Macro- and Micro-Chemistry. School Science Review, 227(64): 377-379.

Kawuwung, F. 2011. Profil Guru, Pemahaman Kooperatif NHT, dan

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Di SMP Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal El-hayah,1 (4): 78-82.

Liliasari. 2011. Model Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi Calon Guru sebagai Kecenderungan Baru pada Era Globalisasi. Jurnal Pengajaran MIPA,2 (1):55–56.

Marzuki. 1997. Metodologi Riset. Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta. Masnurillah, H. & Masriyah. 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Matematika Kontekstual Yang Mengintegrasikan Pendidikan Keselamatan Berlalu Lintas (PKBL) Untuk Siswa SMP/MTs. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika,1(3): 83-86.

Nieveen. 1999. Prototyping to Reach Product Quality, In Alker, Jan Vander, “Design Approaches and Tools in Education and Training”. Kluwer Academic Publisher. Dordrecht.


(5)

Nursyamsuddin. 2013. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dengan Pendekatan Saintifik. Kemendikbud RI. Jakarta.

OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). 2013. PISA 2012. Assesment and Analytical Framework: matemathics, reading, science, problemsolving, and financial literacy.[Online]. Tersedia:

http://www.keepeek.com/Digital-Asset-Management/oecd/education/pisa-2012-assessment-and-analytical-framework_9789264190511-en. [2 desember 2015]

Permendikbud. 2013. Standar Proses Untuk Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah No 65 tahun 2013. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta.

Putrizal, I. 2015. Lembar Kerja Siswa Berbasis Multipel Representasi

Menggunakan Model Simayang Tipe Ii Untuk Meningkatkan Efikasi Diri Dan Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit Dan Non-Elektrolit. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Schraw, G. & R. Dennison. 1994. Assessing metacognitive awareness. Contemporary Educational Psychology, 19 (4): 460-475.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Suherman, E. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA UPI. Bandung Sunyono, I.W. Wirya, G. Suyadi, & E. Suyanto 2009. Pengembangan Model

Pembelajaran Kimia Berorientasi Keterampilan Generic Sains pada Siswa SMA di Provinsi Lampung. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. dikti. Jakarta.

Sunyono. 2012a. Buku Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi (Model SiMaYang). Aura Printing & Publishing. Bandar Lampung. Sunyono, 2012b. Analisis Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi

dalam Membangun Model Mental Stoikiometri Mahasiswa.Laporan Hasil Penelitian Hibah Disertasi Doktor_2012. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya.

Sunyono & D. Yulianti. 2014. Pengembangan Model Pembelajaran Kimia SMA Berbasis Multipel Representasi dalam Menumbuhkan Model Mental dan Meningkatkan Penguasaan Konsep Kimia Siswa Kelas X. Laporan


(6)

Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Sunyono. 2014a. Model Pembelajaran Kimia Berbasis Multipel Representasi dalam Membangun Model Mental dan Penguasaan Konsep Mahasiswa Kimia Dasar Mahasiswa. Disertasi. Program S3 Pendidikan Sains. Program

Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya: tidak dipublikasikan. Sunyono. 2014b. Validitas Model Pembelajaran Kimia Berbasis Multipel

Representasi untuk Meningkatkan Model Mental Siswa Pada Topik Struktur Atom. Prosiding Pendidikan Sains 2014, no. 1 vol. 1. Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Sunyono, I. Yuanita, & M. Ibrahim. 2015. Supporting Students in Learning with Multiple Representation to Improve Student Mental Models on Atomic Structure Concepts. Science Education International, 26 (2): 104-125. Taber, K.S. 2013. Three Level of Chemistry Educational Research. Chem. Educ.

Res.Prac, 14 (5): 151-155.

Tasker, R. & R. Dalton. 2006. Research into practice: Visualisation of The Molecular World Using Animations. Chemistry Education Research and Practice, 7 (2): 141-159.

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Vacca, R. T. & L. Anne. 1989. Content Area Reading. Scott, Foresman and Company. London.

Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008. Diakses tanggal 13 Februari 2016.