pengaruh kepatuhan Formal Wajib Pajak Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (studi kasus pada Kantor pelayanan Pajak Pratama Garut)
1
PENGARUH KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut)
THE INFLUENCE OF TAX MATERIAL COMPLIANCE AND TAX COLLECTION TO TAX REVENUES
(Case Study on Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut) Afryadin Rusdyani
21111054
Email : afrydogmatic@ymail.com Program Studi Akuntansi – Fakultas Ekonomi
Universitas Komputer Indonesia Bandung
ABSTRACT
Tax revenue is a picture of participation from the community in the implementation of government financing and development of the State. Tax revenues are affected by formal taxpayer compliance and tax collection that require monitoring function of taxation and also measuring devices if the taxpayer has been obedient in implementing its obligations as a taxpayer one reporting SPT, at the time of tax collection many taxpayers are still shy away from its obligations untunk pay off tax arrears despite having been given a forced letter.
The purpose of this study was to determine the effect of formal taxpayer compliance and tax collection to tax revenue on the Tax Office Pratama Garut. In this research using descriptive analysis and verification. This study uses a case study to 1 the Tax Office Pratama and the data used was during the 2009-2013 period. This study is processed using the Statistical Product Service Solutions (SPSS).
The results showed that the Formal Taxpayer Compliance , Tax Billing powerful influence on Tax Revenue Tax Office Primary in Garut.
Keywords : Formal Compliance Taxpayer, Tax Collection, Tax Revenue. I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas (Meutia Fatchanie, 2007). Sebagai salah satu sumber penerimaan Pemerintah, pajak dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan Pemerintah (budgeter), maupun untuk meningkatkan kegiatan masyarakat (Meutia Fatchanie, 2007). Alokasi pajak untuk pembangunan prasarana, dan perbaikan kualitas sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat (Meutia Fatchanie, 2007).
Pemerintah memenuhi kebutuhan dana dengan mengandalkan dua sumber pokok, yaitu sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri, sebagaimana yang tercantum dalam APBN (Sari et al : 2010). Sumber penerimaan Negara dalam negeri yang paling potensial adalah penerimaan melalui pajak (Sari et al : 2010). Penerimaan pajak menjadi primadona dari sisi penerimaan APBN sejak Indonesia menempuh kebijakan ekonomi untuk mengurangi ketergantungan terhadap penerimaan minyak bumi (Bambang Brodjonegoro, 2010). Dilihat dari sisi keuangan Negara, pajak mempunyai fungsi luar biasa dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkualitas, dimana semakin besar penerimaan pajak tentunya semakin besar pula kemampuan pemerintah melaksanakan kewajibannya, baik yang bersifat rutin maupun investasi (Bambang Brodjonegoro, 2010).
Peran penerimaan pajak menjadi sangat penting bagi kemandirian pembangunan, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara dari dalam negeri yang paling
(2)
2
utama selain dari minyak dan gas bumi untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (Zakiah M Syahab, 2008). Untuk menjalankannya, pemerintah membutuhkan dana yang sangat besar, dimana dana tersebut berasal dari dalam dan luar negeri (Maduarti, 2012). Akan tetapi penerimaan dana diusahakan bertumpu pada penerimaan dalam negeri dan penerimaan dari sumber-sumber luar negeri sebagai pelengkap (Maduarti, 2012). Salah satu penerimaan negeri yang menjadi sumber dana utama dan sangat potensial dalam membiayai pembangunan nasional berasal dari sektor perpajakan (Maduarti, 2012).
Namun, pada kenyataanya realisasi penerimaan pajak saat ini belum mencapai target (Fuad Rahmany, 2011). Penerimaan pajak di Indonesia terlalu kecil (Boediono, 2011). Di satu sisi pemerintah membutuhkan penerimaan pajak, tapi di sisi lain penerimaan pajak di Indonesia tidak terlalu besar, ini dikarenakan basis pajak di dalam negeri kurang tinggi (Boediono, 2011). Dalam beberapa tahun terakhir saja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selalu gagal mencapai target dalam APBN (Drajad Wibowo, 2011). Tingkat kepatuhan membayar pajak di Jawa Barat masih memprihatinkan, kepatuhan rata-rata wajib pajak, baik wajib pajak perorangan dan wajib pajak badan hanya 45 persen (Ahmad Heryawan, 2012). Hal ini juga dibenarkan oleh (Adjat Djatnika, 2012), belum separuh wajib pajak di Jawa Barat yang membayar pajak, dilihat dari yang sudah terdaftar dan yang memasukkan laporan SPT baru 45 persen. Sedangkan untuk di wilayah Garut sendiri kepatuhan wajib pajak badan maupun orang pribadi masih tergolong rendah, masih banyak wajib pajak yang tidak meporkan SPT (Oong Rahmat Burhannudin, 2015). Penerimaan pajak selama ini tidak tercapai karena minimnya partisipasi masyarakat Indonesia dalam membayar pajak, padahal potensi pajak berbanding dengan jumlah penduduk Indonesia sangat besar, dari 250 juta penduduk yang punya penghasilan dan wajib bayar pajak itu sekitar 50 persen, tapi yang terdaftar hanya 30 juta saja dan itupun yang patuh membayar pajak hanya tiga juta saja (Ronny Bako, 2014). Selain itu kurangnya kesadaran wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya mengakibatkan penerimaan negara di sektor perpajakan mengalami penurunan, kurangnya tingkat keefektifan pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak dapat mempengaruhi penerimaan pajak (Rosi Natalia,2007). Sedangkan menurut (Adjat Djatnika, 2014) rendahnya penerimaan pajak disebabkan karena tingkat kepatuhan wajib pajak membayar pajak masih rendah. Selain itu masyarakat belakangan segan membayar pajak karena maraknya korupsi penggunaan anggaran yang berasal dari pajak tersebut (Dwi Matani, 2014).
Pada tahun 2012 tunggakan pajak mencapai Rp. 48 Triliun (Fuad Rachmany, 2012). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkirakan sisa piutang yang belum tertagih sebesar Rp. 48 Triliun tersebut terjadi disebabkan karena wajib pajak yang belum membayar pajak terhutangnya (Fuad Rachmany, 2012). Dari piutang sebesar Rp. 48 Triliun tersebut ada sekitar Rp. 29 Triliun yang masih tertagih (Fuad Rachmany, 2012). Dan hal ini juga bisa dilihat dari 2 tahun belakangan yaitu pada tahun 2011, dimana tunggakan pajak sebesar Rp. 89 Triliun dan pada tahun 2010 tunggakan jauh lebih tinggi yaitu hampir Rp. 100 Triliun (Fuad Rachmany, 2012).
Serangkaian tindakan pun dilakukan untuk mengatasi tunggakan pajak, yang diantara masalah pajak merupakan masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam negara harus berurusan dengan pajak (Siahaan, 2004). Namun dalam pelaksanaan penagihan itu hambatannya besar, salah satunya adalah petugas pajak kadang berhadapan dengan wajib pajak yang main kayu, jadi kadang-kadang kita harus bekerjasama dengan kepolisian (Fuad Rachmany, 2012). Ada juga wajib pajak yang nakal sehingga kita harus represif artinya kita sampai ke surat paksa, teguran paksa sampai ke pencekalan kalau perlu sampai ke penyanderaan (Mardiasmo, 2015). Hal serupa juga sama terjadi di wilayah Garut dimana pelaksanaan penagihan sering mengalami hambatan, seperti lokasi wajib pajak yang sulit dijangkau, tindakan penolakan dari wajib pajak, dan wajib pajak yang secara sengaja menghindar (Beni Cahyono, 2015).
Dari fenomena tersebut, dapat diindikasikan bahwa setiap kejadian empiris terkadang tidak sesuai dengan teori yang ada, hal ini didukung oleh penelitian terdahulu seperti penelitian (Divianto, 2013) yang menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan dan membayar pajak merupakan salah satu unsur pokok dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak. Semakin patuh wajib pajak maka resiko kehilangan penerimaan semakin rendah karena
(3)
3
wajib pajak sadar akan menghitung pajak terutangnya sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya dan sebaliknya, semakin tidak patuh wajib pajak semakin tinggi resiko kehilangan penerimaan pajak.
Kemudian penelitian dari (Zakiah M Syahab dan Hantoro Arief Gisijanto, 2008) menyatakan bahwa penagihan pajak dan surat paksa pajak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan di KPP Pratama Kanwil DJP Jakarta Pusat.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian dan mengangkat judul Pengaruh Kepatuhan Formal Wajib Pajak Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas dapat diidentifikasi beberapa masalah yang ada adalah :
1. Masih kurangnya kepatuhan formal wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak dan melaporkan kembali SPT.
2. Masih banyak terdapat kendala pada saat pelaksanakan kegiatan penagihan pajak. 3. Masih belum optimalnya penerimaan pajak.
1.3 Rumusan Masalah
Perumusan masalah adalah pengidentifikasian persoalan yang diteliti secara jelas, biasanya berisi pertanyaan kritis, sistematis, dan representatif untuk mencari jawaban dari persoalan yang ingin dipecahkan. Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Seberapa besar pengaruh kepatuhan formal wajib pajak terhadap penerimaan pajak. 2. Seberapa besar pengaruh penagihan pajak terhadap penerimaan pajak.
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.4.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh, mengolah dan menganalisis data mengetahui bagaimana pengaruh kepatuhan formal wajib pajak dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak.
1.4.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepatuhan formal wajib pajak terhadap penerimaan pajak.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penagihan pajak terhadap penerimaan pajak.
1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Praktis
Adapun kegunaan praktis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Direktorat Jendral Pajak
Dapat mengambil kebijakan yang efektif dalam meningkatkan kepatuhan formal wajib pajak dan penagihan pajak sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.
2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan untuk melaksanakan kegiatan guna meningkatkan kepatuhan formal wajib pajak sehingga akan meningkatkan penerimaan pajak
1.5.2 Kegunaan Akademis
Adapun kegunaan akademis dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut : 1. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan, mendapat wawasan tentang pengaruh kepatuhan formal wajib pajak dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak.
(4)
4
2. Bagi Peneliti SelanjutnyaDiharapkan dapat meningkatkan motivasi guna memiliki pengetahuan yang lebih luas dan dapat dijadikan bahan referensi bagi mahasiswa yang kelak akan membutuhkannya mengenai pengaruh kepatuhan formal wajib pajak dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak.
3. Bagi Ilmu Akuntansi
Diharapkan dapat memperoleh pemahaman lebih dalam mengenai kepatuhan formal wajib pajak dan penagihan pajak dalam meningkatkan penerimaan pajak, adapun mata kuliah yang berkembang dalam penelitian ini adalah mata kuliah perpajakan.
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka
2.1.1 Kepatuhan Formal Wajib Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menyatakan bahwa : “Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret”.
2.1.2 Penagihan Pajak
Pengertian Penagihan Pajak menurut Erly Suandy (2008:173) adalah : “Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita”.
2.1.3 Penerimaan Pajak
Menurut Moh. Zain (2005:105) definisi Penerimaan Pajak sebagai berikut : “Penerimaan pajak merupakan gambaran partisispasi masyarakat dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan Negara apabila kontribusi penerimaan pajak semakin besar terhadap pembangunan, hal tersebut berarti bahwa pajak yang telah dipungut dari masyarakat akan dikembalikan secara tidak langsung kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan sarana dan prasaran publik, menyediakan lapangan kerja, memberikan rasa aman dan nyaman”.
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Pengaruh Kepatuhan Formal Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Konsep yang menghubungakan Kepatuhan Formal Wajib Pajak dengan Penerimaan Pajak dalam penelitian ini menggunakan pernyataan menurut Widi Widodo (2010:67) yaitu : “Jika angka kepatuhan pajak rendah, maka secara otomatis akan berdampak pada rendahnya penerimaan pajak sehingga menurunkan tingkat penerimaan APBN pula”.
2.2.2 Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Konsep yang menghubungkan Penagihan Pajak dengan penerimaan pajak dalam penelitian ini menggunakan pernyataan menurut Ida Zuraida, L.Y Hari Sih Advianto (2011:139) sebagai berikut : “Penagihan pajak mempunyai fungsi dalam mengamankan penerimaan negara. Apabila banyak utang pajak yang tidak tertagih maka akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. Oleh karena itu, tindakan penagihan pajak harus dilakukan secara efektif dan efisien untuk menjaga penerimaan negara”.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis mengambil keputusan sementara (hipotesis) dalam penelitian ini adalah :
H1 : Kepatuhan formal wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak. H2 : Penagihan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
(5)
5
III. METODELOGI PENELITIAN 3.1 Metodelogi Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui pengaruh atau hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.
Metode penelitan menurut Sugiyono (2009:4) adalah sebagai berikut : “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”.
Metode deskriptif menurut Sugiyono (2011:147) adalah sebagai berikut : “Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”.
Sedangkan pengertian metode verifikatif menurut Mashuri (2008) dalam Narimawati Umi (2010:29) adalah sebagai berikut : “Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan”.
3.2 Operasionalisasi Variabel
Untuk mengetahui pengaruh kepatuhan formal wajib pajak terhadap penerimaan pajak dan pengaruh penagihan pajak terhadap penerimaan pajak maka diperlukan operasionalisasi variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh melalui pengukuran variabel-variabel penelitian. Maka variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel Independen (X1) dan (X2)
Variabel independen yaitu variabel bebas yang biasa juga mempengaruhi variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Kepatuhan Formal Wajib Pajak (X1) dan
Penagihan Pajak (X2).
Menurut Sugiyono (2010:39) mengemukakan bahwa : “Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”.
2. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen adalah variabel terkait yang dipengaruhi atau mempengaruhi variabel lain, dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen yaitu Penerimaan Pajak (Y). Menurut Sugiyono (2010:39), mengemukakan bahwa : “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.
3.3 Sumber Data
Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh penulis merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung, artinya data-data tersebut berupa data-data kedua yang telah diolah lebih lanjut dan data-data yang disajikan oleh pihak lain.
Menurut Sugiyono (2011:141) sumber sekunder adalah sebagai berikut : “Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literature, buku-buku, serta dokumen perusahaan”.
3.4 Populasi, Sampel dan Tempat serta Waktu Penelitian 3.4.1 Populasi
Pengertian populasi menurut Narimawati Umi (2008:72), adalah : “Populasi adalah objek atau subjek yang memiliki karakteristik tertentu sesuai informasi yang ditetapkan oleh peneliti, sebagai unit analisis penelitian”.
(6)
6
Populasi dalam penelitian ini adalah data laporan SPT wajib pajak selama periode tahun 2007 – 2013 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut.
3.4.2 Sampel
Dengan meneliti secara sampel, diharapkan hasil yang telah diperoleh akan memberikan kesimpulan gambaran sesuai dengan karakteristik populasi.
Menurut Umi Narimawati (2010:38) adalah sebagai berikut : “Sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih untuk menjadi unit pengamatan dalam penelitian”.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Menurut Sugiyono (2011:68) menjelaskan bahwa : “Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu”.
Dengan demikian sampel yang diambil adalah berupa data laporan SPT wajib pajak selama periode tahun 2009 - 2013 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut.
3.4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Untuk dapat memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti penulis mengadakan penelitian yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut. Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada Februari 2015 sampai dengan Agustus 2015.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung diperusahaan yang menjadi objek penelitian. Data yang diperoleh merupakan data sekunder yang diperoleh dengan cara mencatat data yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut. Berdasarkan penelitian ini diharapkan akan memperoleh data mengenai jumlah SPT wajib pajak, surat paksa, dan penerimaan pajak.
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan atau studi literatur dengan cara mempelajari, meneliti, mengkaji serta menelah literatur berupa buku-buku (text book), peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, artikel, situs web dan penelitian-penelitian sebelumnya yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti. Studi kepustakaan ini bertujuan untuk memperoleh sebanyak mungkin teori yang diharapkan akan dapat menunjang data yang dikumpulkan dan pengolahannya lebih lanjut dalam penelitian ini.
3.6 Metode Pengujian Data 3.6.1 Metode Analisis
Peneliti melakukan analisa terhadap data yang telah diperoleh dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis verifikatif.
1. Uji Asumsi Klasik
Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat pada regresi berganda, maka perlu dilakukan pengujian asumsi klasik. Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum menggunakan Multiple Linear Regression sebagai alat untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel yang diteliti. Beberapa asumsi itu diantaranya :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah model regresi mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Asumsi normalitas merupakan persyaratan yang sangat penting pada pengujian kebermaknaan (signifikansi) koefisien regresi. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian secara statistik.
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan suatu situasi dimana beberapa atau semua variabel bebas berkorelasi kuat.
(7)
7
c. Uji Heteroskedastisitas
Situasi heteroskedastisitas akan menyebabkan penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien dan hasil taksiran dapat menjadi kurang atau melebihi dari yang semestinya. Dengan demikian, agar koefisien-koefisien regresi tidak menyesatkan, maka situasi heteroskedastisitas tersebut harus dihilangkan dari model regresi.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar observasi yang diukur berdasarkan deret waktu dalam model regresi atau dengan kata lain error dari observasi yang satu dipengaruhi oleh error dari observasi yang sebelumnya. Akibat dari adanya autokorelasi dalam model regresi, koefisien regresi yang diperoleh menjadi tidak effisien, artinya tingkat kesalahannya menjadi sangat besar dan koefisien regresi menjadi tidak stabil.
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Regresi berganda berguna untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan antara dua buah variabel bebas (X) atau lebih dengan sebuah variabel terikat (Y).
Menurut Jonathan Sarwono (2006:79) pengertian regresi linear berganda adalah : “Regresi linear berganda mengestimasi besarnya koefisien-koefisien yang dihasilkan dari persamaan yang bersifat linear yang melibatkan dua variabel bebas untuk digunakan sebagai alat prediksi besarnya nilai variabel tergantung”.
3. Analisis Korelasi
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linier antara dua variabel. Korelasi juga tidak menunjukkan hubungan fungsional. Dengan kata lain, analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependen dengan variabel independen. Dalam analisis regresi, analisis korelasi yang digunakan juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen selain mengukur kekuatan asosiasi (hubungan).
4. Analisis Koefisien Determinasi
Analisis Koefisiensi Determinasi (KD) digunakan untuk melihat seberapa besar variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) yang dinyatakan dalam persentase.
3.6.2 Pengujian Hipotesis
Rancangan pengujian hipotesis ini dinilai dengan penetapan hipotesis nol dan hipotesis alternatif penelitian uji statistik dan perhitungan nilai uji statistik, perhitungan hipotesis, penetapan tingkat signifikan dan penarikan kesimpulan.
Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis nol (Ho) tidak terdapat pengaruh
yang signifikan dan Hipotesis alternatif (Ha) menunjukkan adanya pengaruh antara variabel
bebas dan variabel terikat.
3.6.3 Penarikan Kesimpulan
Daerah yang diarsir merupakan daerah penolakan, dan berlaku sebaliknya. Jika thitung
dan Fhitung jatuh di daerah penolakan (penerimaan), maka Ho ditolak (diterima) dan Ha diterima
(ditolak).
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil penelitian berkaitan dengan pengaruh Kepatuhan Formal Wajib Pajak dan Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak.
4.1.1 Analisis Koefisien Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variable bebas dan terikat dengan menggunakan pendekatan koefisien korelasi.Berikut hasil korelasi dari masing – masing variable dalam penelitian ini.
1. Nilai korelasi antara kepatuhan formal wajib pajak dengan penerimaan pajak adalah sebesar 0,668 dan termasuk dalam kategori hubungan yang kuat ada pada interval
(8)
8
korelasi antara 0,60–0,79. Koefisien korelasi bertanda positif yang menujukan bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah, artinya semakin baik kepatuhan formal wajib pajak, maka akan semakin besar pula jumlah penerimaan pajak.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat antara kepatuhan formal wajib pajak dengan penerimaan pajak.
2. Nilai korelasi antara penagihan pajak dengan penerimaan pajak adalah sebesar 0,495 dan termasuk dalam kategori hubungan yang cukup kuat ada pada interval korelasi antara 0,40–0,39. Koefisien korelasi bertanda positif yang menujukan bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah, artinya semakin baik penagihan pajak, maka semakin besar pula jumlah penerimaan pajak.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara penagihan pajak dengan penerimaan pajak.
4.1.2 Analisis Koefisien Determinasi
Secara parsial kepatuhan formal wajib pajak memberikan kontribusi pengaruh sebesar 37,3% terhadap penerimaan pajak, sedangkan penagihan pajak memberikan pengaruh sebesar 12,1%, sehingga total pengaruh yang diberikan keduanya adalah sebesar 49,4%.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Kepatuhan Formal Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan untuk pengaruh kepatuhan formal wajib pajak terhadap penerimaan pajak diperoleh hasil yang mencerminkan bahwa kepatuhan formal wajib pajak memiliki hubungan yang kuat terhadap penerimaan pajak, hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis korelasi yaitu sebesar 0,668 dimana angka tersebut bearada pada interval korelasi antara 0,60–0,79. Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara kepatuhan formal wajib pajak dengan penerimaan pajak adalah searah, artinya apabila kepatuhan formal wajib pajak meningkat maka akan diikuti dengan semakin meningkatnya penerimaan pajak di KPP Pratama Garut.
Besar pengaruh kepatuhan formal wajib pajak terhadap penerimaan pajak yaitu sebesar 37,3%. Sementara sisanya yaitu sebesar 62,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Penelitian ini menjawab fenomena yang terjadi pada KPP Pratama Garut yang bertolak belakang dengan teori, dimana saat kepatuhan formal wajib pajak meningkat, penerimaan pajak justru mengalamin penurunan, dan begitupun sebaliknya. Salah satunya seperti yang terjadi pada tahun 2013 Triwulan IV dimana kepatuhan formal wajib pajak meningkat sebesar 0,24%, sedangkan penerimaan pajak justru mengalamai penurunan sebesar 2,62%. Oleh karena itu, dapat diindikasikan ada faktor lain yang mempengaruhi penerimaan pajak selain kepatuhan formal wajib pajak.
Serta thitung untuk variabel kepatuhan formal wajib pajak diperoleh sebesar 2,892. Nilai ini
lebih besar dari ttabel yakni sebesar 2,110, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengujian hipotesis
memberikan hasil menolak Ho dan menerima Ha, yang menunjukan bahwa secara parsial kepatuhan formal wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Garut.
Hasil penelitian juga didukung oleh landasan teori pada pembahasan sebelumnya yang menyatakan bahwa wajib pajak yang memenuhi kepatuhan formal adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir (Siti Kurnia Rahayu, 2010:139). Dengan penekanan penerimaan pajak sebagai kontribusi terbesar penerimaan negara diharapkan semua wajib pajak di Indonesia berpredikat patuh, yang akan berimplikasi pada optimalisasi penerimaan pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010:143).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Divianto (2013) yang menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan dan membayar pajak merupakan salah satu unsur pokok dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak. Semakin patuh wajib pajak maka resiko kehilangan penerimaan semakin rendah karena wajib pajak sadar akan menghitung pajak terutangnya sesuai dengan kondisi yang
(9)
9
sesungguhnya dan sebaliknya, semakin tidak patuh wajib pajak semakin tinggi resiko kehilangan penerimaan pajak.
4.2.2 Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan untuk penagihan pajak terhadap penerimaan pajak diperoleh hasil yang mencerminkan bahwa penagihan pajak memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap penerimaan pajak, hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis korelasi yaitu sebesar 0,495 dimana angka tersebut bearada pada interval korelasi antara 0,40–0,59. Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara penagihan pajak dengan penerimaan pajak adalah searah, artinya apabila penagihan pajak meningkat maka akan diikuti dengan semakin meningkatnya penerimaan pajak di KPP Pratama Garut.
Besar pengaruh penagihan pajak terhadap penerimaan pajak yaitu sebesar 12,1%. Sementara sisanya yaitu sebesar 87,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Penelitian ini menjawab fenomena yang terjadi pada KPP Pratama Garut yang bertolak belakang dengan teori, dimana saat penagihan pajak meningkat, penerimaan pajak justru mengalamin penurunan, dan begitupun sebaliknya. Salah satunya seperti yang terjadi pada tahun 2012 Triwulan II dimana penagihan pajak menurun sebesar 0,73%, sedangkan penerimaan pajak justru mengalamai peningkatan sebesar 37,29%. Oleh karena itu, dapat diindikasikan ada faktor lain yang mempengaruhi penerimaan pajak selain penagihan pajak.
Serta thitung untuk variabel penagihan pajak diperoleh sebesar 1,263. Nilai ini lebih kecil
dari ttabel yakni sebesar 2,110, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengujian hipotesis
memberikan hasil menerima Ho dan menolak Ha, yang menunjukan bahwa secara parsial kepatuhan formal wajib pajak tidak berpengaruh tidak signifikan terhadap penerimaan pajak, walaupun tidak berpengaruh signifikan penagihan pajak cukup mempengaruhi sebagian dari penerimaan pajak pada KPP Pratama Garut.
Hasil penelitian juga didukung oleh landasan teori pada pembahasan sebelumnya yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah tunggakan pajak dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya yaitu dengan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa salah satunya dengan memberitahukan surat paksa (Waluyo, 2009:238). Penagihan pajak mempunyai fungsi dalam mengamankan penerimaan negara. Apabila banyak utang pajak yang tidak tertagih maka akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. Oleh karena itu, tindakan penagihan pajak harus dilakukan secara efektif dan efisien untuk menjaga penerimaan Negara (Ida Zuraida, L.Y Hari Sih Advianto, 2011:139).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Zakiah M Syahab dan Hantoro Arif Gisjianto (2008) yang hasil penelitiannya menunjukan bahwa surat paksa berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, pengembangan hipotesis atas dasar teori-teori yang berhubungan, serta hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas sebagaimana telah disajikan pada bab sebelumnya, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian menunjukan kepatuhan formal wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Garut. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat kepatuhan formal wajib pajak maka akan semakin tinggi pula penerimaan pajak di KPP Pratama Garut.
2. Berdasarkan penelitian menunjukan penagihan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Garut. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat penagihan pajak yang dilakukan maka akan semakin tinggi pula penerimaan pajak di KPP Pratama Garut.
(10)
10
5.2 Saran
5.2.1 Saran Operasional
Setelah penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian tentang Pengaruh Kepatuhan Formal Wajib Pajak dan Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut, maka penulis akan memberikan saran sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kepatuhan formal wajib pajak perlu diadakannya suatu kebijakan yaitu, adanya sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan pegawai pajak terhadap wajib pajak dengan meningkatkan informasi melalui media cetak maupun media elektronik, informasi yang diberikan harus secara berkala dan diperbaharui agar wajib pajak yang kurang paham menjadi paham akan kewajibannya. Terutama pada saat pelaporan SPT wajib pajak harus paham betul akan tata cara pengsian SPT dengan baik, serta mengetahui waktu pelaporannya.
2. Untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui penagihan pajak, disarankan kepada wajib pajak untuk tidak menghindari kewajiban perpajakannya dengan membayar hutang pajaknya dengan tepat waktu, sedangkan untuk pegawai pajak agar terus mengawasi wajib pajak yang bermasalah terkait belum membayar atau melunasi kewajiban perpajakannya melalui surat paksa yang diterbitkan, selain itu untuk petugas perpajakan agar mensosialisasikan mengenai pentingnya perpajakan secara berkala, agar wajib pajak yang kurang paham dapat mengerti pentingnya pajak sebagai sumber penerimaan negara.
5.2.2 Saran Akademis
Disarankan agar peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian yang sama, dengan menambah indikator, metode yang sama tetapi unit analisis, populasi dan sampel yang berbeda agar diperoleh kesimpulan yang mendukung dan memperkuat teori dan konsep yang telah dibangun sebelumnya, baik oleh peneliti maupun peneliti sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus Paseleng, A.T. Poputra, S.J. Tangkuman. 2013. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado
Andi Supangat. 2006. Statistika Untuk Ekonomi dan Bisnis. Bandung : Pustaka
Ardiani Ika Sulistyawati, Dian Indriana Tri Lestari, Novi Widi Tiandari. 2012. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Perpajakan Dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak
Bambang Brodjonegoro. 2015. Ini Penyebab Target Pajak Tak Tercapai. Diakses melalui : http://www.tempo.co/read/news/2015/04/08/087656213/Ini-Penyebab-Target-Pajak-Tak-Tercapai
Boediono. 2011. Biayai Program Pemerintah, Penerimaan Pajak Belum Maksimal. Diakses melalui : http://economy.okezone.com/read/2011/06/13/20/467772/biayai-program-pemerintah-penerimaan-pajak-belum-maksimal
Dahnil Anzar Simanjuntak. 2015. Ini Alasan Penerimaan Pajak di Indonesia tak Maksimal.
Diakses melalui : http://www.jpnn.com/read/2015/01/11/280691/Ini-Alasan-Penerimaan-Pajak-di-Indonesia-tak-Maksimal
Divianto. 2013. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Kpp Pratama Baturaja. Jurnal Ekonomi Dan Informasi Akuntansi JENIUS
(11)
11
Devano, Sony, Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan Konsep, Teori dan Isu. Jakarta : PT Kencana
Erly Suandy. 2001. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat Erly Suandy. 2008. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat
Euphrasia Susy Suhendra. 2010. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Jurnal Ekonomi Bisnis
Fuad Rachmany. 2012. Tunggakan Tahun Ini Bisa Mencapai Rp 48 Triliun. Diakses melalui : http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=12516&q=&hlm=1
Fuad Rachmany. 2013. Dirjen Pajak:Tiga Alasan Penerimaaan Pajak Rendah. Diakses melalui : http://www.beritasatu.com/ekonomi/151417-dirjen-pajak-tiga-alasan-penerimaaan-pajak-rendah.html
Gujarati Damondar. 2003. Ekonomi Dasar. Jakarta : Erlangga
Gunadi. 2007. Pajak Internasional. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Husein Umar. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Salemba Empat
Ida Zuraida, L.Y Hari Sih Advianto. 2011. Penagihan Pajak. 2011: Ghalia Indonesia
John Hutagaol. 2007. Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Akuntabilitas Vol. 6. No.2 Hal 186-193 ISSN 1412-0240
John Hutagaol. 2007. Perpajakan Isu-isu Kontemporer. Jakarta : Salemba Empat. Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000
Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta : Andi Ofset
Maria M. Ratna Sari, Ni Nyoman Afriyanti. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pph Pasal 25/29 Wajib Pajak Badan Pada Kpp Pratama Denpasar Timur
Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian, Cetakan Kelima. Jakarta : Ghalia Indonesia
Moh. Zain. 2005. Manajemen Perpajakan. Jakarta : Salemba Empat Moh. Zain. 2007. Manajemen Perpajakan. Jakarta : Salemba Empat
Muhamad Riski Nindar, Sifrid S. Pengemanan, Harijanto Sabijono. 2014. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Jurnal EMBA Vol.2 No.1 Maret 2014, Hal. 1-10 ISSN 2303-1174
Muljono Djoko. 2010. Hukum Pajak, Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, Yogyakarta : Andi Offset
(12)
12
Safri Nurmantu. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta : Kelompok Yayasan Obor
Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati. 2009. Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu
Ridwan dan Sunarto, H. 2007. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis, Cetakan 1. Bandung : Alfabeta
Republik Indonesia,Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000
Ronny Bako. 2014. Momentum Kebangkitan Pajak. Diakses melalui :
http://www.harianterbit.com/hantercitizen/read/2015/02/18/19800/58/27/Momentum-Kebangkitan-Pajak
Sarwono, Jonathan. 2005. Teori dan Praktik Riset Pemasaran dengan SPSS. Yogyakarta : Andi Yogyakarta
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu Siahaan, Marihot P. 2004. Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Sigit Priyadi Pramudito. 2015. Januari 2015, Realisasi Penerimaan Pajak Lebih Rendah Rp 7
Triliun dari Target. Diakses melalui :
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/02/12/203454626/Januari.2015.Realisasi.Pe nerimaan.Pajak.Lebih.Rendah.Rp.7.Triliun.dari.Target
Simanjuntak, Timbul Hamonangan & Mukhlis, Imam. 2012. Dimensi ekonomi perpajakan dalam pembangunan ekonomi. Jakarta : Raih asa sukses
Sony Devano, Siti Kurnia Rahayu. 2006.Perpajakan Konsep, Teori, Isu, Edisi 1, Cetakan 1.
Jakarta : Kencana
Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : Alfabeta Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000
Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikasi. Bandung : Agung Media
(13)
13
Waluyo. 2009. Perpajakan Indonesia Edisi 8. Jakarta : Salemba Empat
Widi Widodo. 2010. Morlitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak. Bandung : Alfabeta
Zakiah M Syahab & Hantoro Arief Gisijanto. 2008. Pengaruh Penagihan Pajak dan Surat Paksa Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Jurnal Ekonomi Bisnis. No. 2, Vol 13
(14)
PENGARUH KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK
DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP
PENERIMAAN PAJAK
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut)
THE INFLUENCE OF TAX FORMAL COMPLIANCE AND
TAX COLLECTION TO TAX REVENUES
(
Case Study on
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mata Kuliah Skripsi Akuntansi Jenjang S1
Program Studi Akuntansi
Disusun oleh :
AFRYADIN RUSDYANI
21111054
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(15)
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
...
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
...
ii
SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
...
iii
ABSTRACT
...
iv
ABSTRAK
...
v
KATA PENGANTAR
...
vi
DAFTAR ISI
...
ix
DAFTAR GAMBAR
...
xii
DAFTAR TABEL
...
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
...
xv
BAB I PENDAHULUAN
...
1
1.1
Latar Belakang Penelitian
...
1
1.2
Identifikasi Masalah
...
6
1.3
Rumusan Masalah
...
6
1.4
Maksud dan Tujuan Penelitian
...
7
1.4.1
Maksud Penelitian
...
7
1.4.2
Tujuan Penelitian
...
7
1.5
Kegunaan Penelitian
...
7
1.5.1
Kegunaan Praktis
...
7
1.5.2
Kegunaan Akademis
...
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PENELITIAN DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
...
10
2.1
Kajian Pustaka
...
10
2.1.1
Kepatuhan Formal Wajib Pajak
...
10
2.1.1.1
Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
...
10
(16)
x
2.1.1.3
Pengertian Kepatuhan Formal Wajib Pajak
...
12
2.1.1.4
Indikator Kepatuhan Formal Wajib Pajak
...
13
2.1.2
Penagihan Pajak
...
13
2.1.2.1
Pengertian Penagihan Pajak
...
13
2.1.2.2
Dasar Hukum Penagihan Pajak
...
15
2.1.2.3
Surat Paksa
...
16
2.1.2.4
Indikator Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
...
19
2.1.3
Penerimaan Pajak
...
19
2.1.3.1
Pengertian Penerimaan Pajak
...
19
2.1.3.2
Sumber Penerimaan Pajak
...
20
2.1.3.3
Faktor
-
faktor Penerimaan Pajak
...
21
2.1.3.4
Indikator Penerimaan Pajak
...
22
2.2
Kerangka Pemikiran
...
22
2.2.1
Pengaruh Kepatuhan Formal Wajib Pajak terhadap
Penerimaan Pajak
...
22
2.2.2
Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak
...
23
2.3
Hipotesis
...
24
BAB III METODELOGI PENELITIAN
...
26
3.1
Metodelogi Penelitian
...
26
3.2
Operasionalisasi Variabel
...
30
3.3
Sumber Data
...
32
3.4
Populasi, Sampel dan Tempat serta Waktu Penelitian
...
34
3.4.1
Populasi
...
34
3.4.2
Penarikan Sampel
...
34
3.4.3
Tempat dan Waktu Penelitian
...
35
3.5
Metode Pengumpulan Data
...
36
3.6
Metode Pengujian Data
...
37
3.6.1
Metode Analisis
...
37
3.6.2
Pengujian Hipotesis
...
45
(17)
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
...
50
4.1
Hasil Penelitian
...
50
4.1.1
Hasil Penelitian Deskriptif
...
51
4.1.1.1
Analisis Deskriptif Kepatuhan Formal Wajib Pajak
...
51
4.1.1.2
Analisis Deskriptif Penagihan Pajak
...
54
4.1.1.3
Analisis Deskriptif Penerimaan Pajak
...
56
4.1.2
Hasil Penelitian Verifikatif
...
58
4.1.2.1
Uji Asumsi Klasik
...
58
4.1.2.2
Analisis Regresi Linear Berganda
...
63
4.1.2.3
Analisis Koefisien Korelasi
...
64
4.1.2.4
Analisis Koefisien Determinasi
...
66
4.1.3
Pengujian Hipotesis
...
67
4.2
Pembahasan
...
71
4.2.1
Pengaruh Kepatuhan Formal Wajib Pajak Terhadap
Penerimaan Pajak
...
71
4.2.2
Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
...
74
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
...
78
5.1
Kesimpulan
...
78
5.2
Saran
...
79
5.2.1
Saran Operasional
...
79
5.2.2
Saran Akademis
...
80
DAFTAR PUSTAKA
...
81
(18)
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirobbil’alamin
segala puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT atas segala karunia dan ridhoNya, serta shalawat beserta salam
semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.
Penulisan Skripsi yang berjudul Pengaruh Kepatuhan Formal Wajib Pajak
Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak, disusun sebagai salah satu
syarat jenjang Strata Satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE)
pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer
Indonesia.
Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan serta pengalaman
penulis. Namun penulis mengharapkan semoga Skripsi ini dapat memberi manfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pihak lain yang memerlukan.
Atas segala petunjuk dan bimbingan yang telah penulis dapatkan maka
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar
-besarnya kepada :
1.
Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, Msc, selaku Rektor Universitas Komputer
Indonesia.
2.
Prof. Dr. Hj Dwi Kartini, SE.,Spec,Lic, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Komputer Indonesia.
(19)
vii
3.
Dr. Siti Kurnia Rahayu, SE,M.Ak.,Ak.,CA, selaku Ketua Program Studi
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia dan selaku
Dosen Wali.
4.
Dr. Ely Suhayati, SE.,M.Si.,Ak.,CA selaku Dosen Pembimbing, Dr. Siti
Kurnia Rahayu, SE,M.Ak.,Ak.,CA selaku Dosen Penguji I, dan Sri Dewi
Anggadini, SE.,M.Si.,Ak selaku Dosen Penguji II yang penuh keikhlasan
berkenan memberikan bimbingan, membina dan mengarahkan penulis
sehingga skripsi ini dapat selesai.
5.
Adi Rachmanto, S.Kom.,M.Kom selaku Sekretaris Program Studi
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
6.
Mamah Hj. Rohayani, Bapak H. Rustandar, Diani dan Nail yang tiada
henti memberikan do’a, kasih sayang dan dorongan baik secara moril
maupun materil.
7.
Ibu ketua kelas yang paling cantik Megawati Mamangkey yang senantiasa
selalu mendukung dan memberikan informasi seputar perkuliahan.
8.
Keluarga tercinta kelas AK
-
2 khususnya terima kasih atas kebersamaan
dan kekompakkannya, umumnya mahasiswa Program Studi Akuntansi
Angkatan 2011.
9.
Bapak Kayat dan Teh Ety selaku bapak dan ibu kostan yang bersedia
menampung dan memberikan dukungan baik moral maupun moril kepada
penulis.
10.
Warung Nasi Galuh dan Nasi Goreng Couple “Pelangi” yang selalu
dengan sigap menyediakan makanan selama proses penyusunan skripsi ini.
(20)
viii
11.
Semua pihak yang ikut membantu dan terlibat dalam penyusunan Skripsi
ini yang tidak dapat dituliskan satu persatu.
Dengan segala keterbatasan, penulis mohon maaf apabila terdapat tulisan
yang kurang berkenan. Semoga apa yang telah penulis sajikan dalam Laporan ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak yang
membaca.
Akhir kata, semoga kebaikan mereka yang telah diberikan kepada penulis
mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amin
Bandung, Agustus 2015
Penulis
Afryadin Rusdyani
NIM.21111054
(21)
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
Kajian pustaka berisi studi pustaka terhadap buku, artikel, jurnal ilmiah,
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Uraian kajian
pustaka diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran atau konsep yang akan
digunakan dalam penelitian. Adapun tinjauan pustaka pada penelitian ini meliputi
konsep mengenai kepatuhan formal wajib pajak, penagihan pajak dan penerimaan
pajak.
2.1.1
Kepatuhan Formal Wajib Pajak
2.1.1.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:139) kepatuhan perpajakan adalah
sebagai berikut :
“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib p
ajak dalam
pemenuhan perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan
yang berlaku dalam suatu negara”.
Pengertian kepatuhan wajib pajak menurut Safri Nurmantu dikutip oleh
Siti Kurnia Rahayu (2010:138), yaitu :
“Kepatuhan
perpajakan yang didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban
perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya”.
Menurut Norman D. Nowak dikutip oleh Zain Mohammad dalam buku
Manajemen Perpajakan (2007:31), menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak
(22)
11
adalah :
“S
uatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban
perpajakan, tercermin dalam situasi dimana :
1.
Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua
ketentuan perundang-undangan perpajakan
2.
Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas
3.
Menghitung pajak yang terhitung dengan benar
4.
Membayar pajak ya
ng terutang tepat pada waktunya”.
Sedangkan menurut Simon James yang dikutip oleh Gunadi (2007:4),
menyatakan bahwa :
“Pengertian kepatuhan pajak (
tax compliance
) adalah Wajib
Pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban
pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu
diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan,
ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun
administrasi”.
Dari keempat penjelasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta
melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan.
2.1.1.2 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 kepatuhan
wajib pajak dapat diidentifikasi dari :
1.
Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis
pajak dalam 2 tahun terakhir;
2.
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak;
3.
Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun
terakhir;
4.
Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan
dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan
(23)
12
pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk
masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%;
5.
Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun
terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian
sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
Menurut Nasucha Chaizi yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu
(2010:139), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari yaitu :
1.
Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri;
2.
Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan;
3.
Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak
terutang; dan,
4.
Kepatuhan dalam pembayaran dan tunggakan.
Selain Menurut Nasucha Chaizi di atas ukuran kepatuhan wajib pajak
menurut Suandy Erly (2001:103), yaitu :
1.
Patuh terhadap kewajiban intern, yakni dalam pembayaran
atau laporan masa, SPT masa, SPT PPN setiap Bulan.
2.
Patuh terhadap ketentuan material, yakni norma-norma yang
menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang
dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak dasar
pengenaan pajak, hapusnya piutang pajak.
3.
Patuh terhadap ketentuan yuridis formal, yakni saat dan
tempat terutangnya pajak, hak-hak fiskus untuk mengawasi
wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa
yang
menimbulkan
utang
pajak,
menyelnggarakan
pembukuan sebagaimana mestinya.
2.1.1.3 Pengertian Kepatuhan Formal Wajib Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menyatakan bahwa :
“
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak
memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan
dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas
waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
(SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak
telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT
PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret”.
(24)
13
Sedangkan menurut Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu (2006:110)
menyatakan bahwa :
“
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan
dalam Perundang-Undangan Perpajakan. Misalnya memiliki
NPWP bagi yang berpenghasilan dan tidak terlambat
melaporkan SPT Masa mau
pun Tahunan sebelum batas waktu”.
Kemudian menurut Safri Nurmantu
(2005:70)
menyatakan bahwa :
“
Kepatuhan Formal merupakan suatu keadaan dimana wajib
pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai
dengan ketentuan undang-
undang perpajakan”.
2.1.1.4 Indikator Kepatuhan Formal Wajib Pajak
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini mengenai kepatuhan formal
menggunakan dasar pemikiran dari penjelasan menurut Siti Kurnia Rahayu
(2010:138) yang mengatakan bahwa :
“Wajib pajak
yang memenuhi kepatuhan formal adalah wajib
pajak yang mengisi Surat Pemberiathuan (SPT) sesuai
ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu
berakhir”.
Untuk mengetahui kepatuhan formal wajib pajak digunakan
indikator sebagai berikut :
Jumlah Lembar SPT Masuk x 100% Jumlah WP Terdaftar
(Surat Edaran Dirjen Pajak SE 18/PJ/2006 tanggal 27 Juli 2006)
2.1.2
Penagihan Pajak
2.1.2.1 Pengertian Penagihan Pajak
Pengertian Penagihan Pajak menurut Erly Suandy (2008:173) adalah
“Penagihan pajak merupakan
serangkaian tindakan agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan
(25)
14
pajak
dengan
cara
menegur
atau
memperingatkan,
melaksanakan
penagihan
seketika
dan
sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan
menjual barang yang telah
disita”
.
Menurut Moeljohadi dalam Siti Kurnia Rahayu, (2010:197) menyatakan
bahwa :
“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan dari aparatur
jenderal, berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik sebagian/
seluruhnya kewajiban perpajakannya yang menurut undang-
undang perpajakan yang berlaku”.
Sedangkan menurut Djoko Muljono (2010:158) penagihan pajak adalah :
“P
enagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung
pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak salah
satunya dengan cara memberitahukan surat paksa
”.
Dari ketiga penjelasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
Penagihan Pajak adalah tindakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak yang
terutang menurut undang-undang perpajakan yang berlaku.
Tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap wajib
pajak dan atau penanggung pajak dapat dilakukan dengan dua cara berikut :
1.
Penagihan Aktif
Penagihan aktif yakni penagihan yang dilakukan oleh fiskus setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT) atau sejenisnya, keputusan pembetulan,
keputusan keberatan, putusan banding yang mengakibatkan jumlah pajak
(26)
15
yang kurang dibayar tidak dilunasi oleh wajib pajak sehingga diterbitkan
surat teguran, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan hingga
pelaksanaan penjualan barang yang disita melalui lelang barang milik
penanggung pajak.
2.
Penagihan Pasif
Penagihan pasif yakni penagihan yang dilakukan oleh fiskus
sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dari surat tagihan pajak, SKPKB,
SKPKBT atau sejenisnya, keputusan pembetulan, keputusan keberatan,
putusan banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang dibayar
melalui imbauan, baik dengan surat maupun dengan telepon atau media
lainnya.
2.1.2.2 Dasar Hukum Penagihan Pajak
1.
UU Nomor 16 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6
tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
2.
UU Nomor 19 tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 19 tahun
1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.
3.
Keputusan Menteri keuangan No 562/KMK. 04/2000 ditetapkan tanggal
26 Desember 2000 tentang syarat-syarat tata cara pengangkatan dan
pemberhentian juru sita pajak.
4.
Keputusan Menteri keuangan No 561/KMK. 04/2000 tentang tata cara
pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus dan pelaksanaan surat
paksa.
(27)
16
5.
Keputusan Menteri keuangan nomor : 147/KMK. 04/1998 sebagai mana
telah diubah dengan keputusan Menteri keuangan 21/KMK. 01/1999
tentang menunjukan pejabat untuk penagihan pajak pusat, tata cara dan
jadwal waktu pelaksanaan penagihan pajak.
6.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 135 tahun 2000 tentang
tata cara penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa.
2.1.2.3 Surat Paksa
Pengertian surat paksa menurut Mardiasmo (2009:121) :
“Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan
biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah mem
punyai kekuatan hukum tetap”.
Sedangkan Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2009:70) menyebutkan
bahwa :
“S
urat paksa dalam hukum disebut
parate ecsecutie
yang berarti
bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa
proses pengadilan negeri. Surat paksa karena mempunyai
kekuatan eksekutorial dan mempunyai kekuatan hukum pasti,
dimana fiskus (pejabat pemungut pajak) dalam melaksanakan
kewajibannya mempunyai hak
parate ecsecutie
”.
Pengertian surat paksa juga telah diatur dalam Undang-undang Nomor 19
Tahun 2000 :
“Surat paksa adalah surat perintah
membayar utang pajak dan
biaya
penagihan pajak”.
Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran, surat peringatan
atau surat lain yang sejenis dikeluarkan oleh pejabat. Menurut pasal 8 (UU
(28)
17
Penagihan Pajak dengan Surat paksa) menyatakan bahwa surat paksa diterbitkan
apabila sebagai berikut :
1.
Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah
diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.
2.
Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika
dan sekaligus, atau
3.
Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Berdasarkan Pasal 10 ayat 3 (UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa),
surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak kepada
sebagai berikut :
a.
Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain
yang memungkinkan.
b.
Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak tidak dapat
dijumpai.
c.
Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus
harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan
harta warisan belum dibagi.
d.
Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
(29)
18
Berdasarkan Pasal 10 ayat 4 (UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa),
surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada sebagai
berikut :
a.
Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,
pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di
tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan,
atau
b.
Pegawai tetap di tempat kedudukan atau di tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah
seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf ( a ).
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada
kurator, hakim pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan jika Wajib Pajak
dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, maka surat paksa diberitahukan kepada
orang atau badan yang dibebani untuk pemberesan atau likuidasi. Jika tidak dapat
dilaksanakan surat paksa disampaikan melalui pemerintah daerah setempat.
Dalam hal wajib pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha,
atau tempat kedudukannya, maka penyampaian surat paksa dilaksanakan dengan
cara menempelkan surat paksa pada papan pengumuman kantor pejabat yang
menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang
ditetapkan oleh keputusan menteri atau keputusan kepala daerah.
Penagihan pajak dengan Surat Paksa harus dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan pajak.
Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa terhadap wajib pajak saat ini
(30)
19
berdasarkan undang Nomor 19 tahun 2000 tentang perubahan
Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi :
1.
Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
2.
Dasar Penagihan;
3.
Besarnya Tunggakan/ Utang Pajak; dan
4.
Perintah untuk membayar.
Oleh karena itu sepanjang wajib pajak membayar utang pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan jangka waktu yang ditentukan, terhadap wajib
pajak bersangkutan tidak akan dilakukan tindakan apapun. Akan tetapi, apabila
ternyata wajib pajak lalai dalam melakukan kewajibannya membayar pajak lewat
dari jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan, fiskus akan melakukan
serangkaian tindakan penagihan pajak diatas.
2.1.2.4 Indikator Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Untuk mengetahui penagihan pajak dengan surat paksa digunakan
indikator sebagai berikut :
Jumlah Lembar Realisasi Surat Paksa x 100% Jumlah Lembar Target Surat Paksa
(Agustinus Paseleng, Agus T. Poputra, Steven J. Tangkuman, 2013)
2.1.3
Penerimaan Pajak
2.1.3.1 Pengertian Penerimaan Pajak
Menurut Moh. Zain (2005:105) definisi Penerimaan Pajak sebagai berikut:
“
Penerimaan
pajak
merupakan
gambaran
partisispasi
masyarakat dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan Negara apabila kontribusi penerimaan pajak
semakin besar terhadap pembangunan, hal tersebut berarti
(31)
20
bahwa pajak yang telah dipungut dari masyarakat akan
dikembalikan secara tidak langsung kepada masyarakat dalam
bentuk penyediaan sarana dan prasaran publik, menyediakan
lapangan kerja, memberikan rasa aman dan nyaman
”.
Pengertian Penerimaan Pajak menurut Timbul Hamonangan Simajuntak
dan Mukhlis Imam (2012:30) sebagai berikut :
“Penerimaan Negara dari pajak merupakan satu komponen
penting dalam
rangka kemandirian pembiayaan pembangunan”.
Dan Pengertian Penerimaan Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:45)
sebagai berikut :
“Pajak Negara yang terdiri dari dari Pajak Penghasilan,Pajak
Pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak, Bea Materai, Bea
perolehan tanah dan bangunan, Penerimaan Negara yang berasal
dari Migas”.
Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Penerimaan Pajak dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan untuk
menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara
efektif dan efisien.
2.1.3.2 Sumber Penerimaan Pajak
1.
Pajak Penghasilan
Pengertian Pajak Penghasilan menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:91)
sebagai berikut :
“Pajak penghasilan adalah pajak yang terhutang sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang wajib dipotong dan disetorkan oleh
pemberi kerja. Jadi PPh merupakan pajak atas penghasilan berupa
upah, gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak
dalam negeri”.
(32)
21
2.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai menurut Siti Kurnia Rahayu
(2010:231) sebagai berikut :
“PPN diterapkan dengan UU No.18 tahun 2007 merupakan
pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (
Valu Added
)
yang timbul akibat dipakainya faktor- faktor produksi setiap
jalur
perusahaan
dalam
menyiapkan,
menghasilkan,
menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian
pelayanan jasa kepada konsumen”.
2.1.3.3 Faktor-Faktor Penerimaan Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:27) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan pajak sebagai berikut:
1.
“Kepastian Peraturan Perundang
-Undangan dalam Bidang perpajakan
haruslah jelas, sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun
oleh pembayar pajak. Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau
tafsiran mengenai pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya
pembayaran pajak itu sendiri. Di sisi lain, pembayar pajak akan merasa
bahwa sistem pemungutan sangat berbelit-belit dan cenderung merugikan
dirinya sebagai pembayar pajak.
2.
Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan Undang-undang
perpajakan merupakan suatu cara atau alat pemerintah dibidang perpajakan
yang memiliki suatu sasaran tertentu atau untuk mencapai suatu tujuan
tertentu dibidang sosial dan ekonomi.
3.
Sistem Administrasi Perpajakan yang tepat hendaklah merupakan prioritas
tertinggi karena kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya
secara efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya
melalui pemungutan pajak.
4.
Kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah beserta aparat
perpajakan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya optimalisasi
penerimaan pajak.
5.
Kesadaran dan pemahaman warga Negara rasa nasionalisme tinggi,
kepedulian kepada Bangsa dan Negara, serta tingkat pengetahuan
perpajakan masyarakat yang memadai, maka secara umum akan makin
mudah bagi wajib pajak untuk patuh kepada peraturan perpajakan.
6.
Kualitas petugas pajak sangat menentukan efektifitas undang-undang dan
peraturan perpajakan. Petugas perpajakan memiliki reputasi yang baik
sepanjang yang menyangkut kecakapan teknis, efisien, dan efektif dalam
hal kecepatan, tepa
t dan keputusan yang adil”.
(33)
22
2.1.3.4 Indikator Penerimaan Pajak
Untuk mengetahui penagihan pajak dengan surat paksa digunakan
indikator sebagai berikut :
Realisasi Penerimaan Pajak x 100% Target Penerimaan Pajak
(Siti Kurnia Rahayu, 2010:27)
2.2
Kerangka Pemikiran
2.2.1
Pengaruh Kepatuhan Formal Wajib Pajak Terhadap Penerimaan
Pajak
Konsep yang menghubungakan Kepatuhan Formal Wajib Pajak dengan
Penerimaan Pajak dalam penelitian ini menggunakan pernyataan menurut Widi
Widodo (2010:67) yaitu :
“Jika angka
kepatuhan pajak rendah, maka secara otomatis akan
berdampak pada rendahnya penerimaan pajak sehingga
menurunka
n tingkat penerimaan APBN pula”.
Dan menggunakan pernyataan menurut Diaz Priantara (2012:109)
sebagai berikut :
“
Peran serta wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat
diharapkan, kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak
merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan
pajak
”
.
Serta menggunakan pernyataan menurut Siti Kurnia Rahayu
(2010:143) sebagai berikut :
“Dengan penekanan
penerimaan pajak sebagai kontribusi
terbesar penerimaan negara diharapkan semua wajib pajak di
Indonesia berpredikat patuh, yang akan berimplikasi pada
optimalisasi penerimaan pajak, pengurangan biaya Wajib Pajak
(34)
23
(
compliance cost
) dan biaya bagi pemerintah (
administrative
cost
) dalam kewajiban administrasi perpajakan
”.
Teori diatas didukung oleh hasil penelitian dari Euphrasia Susy Suhendra
(2010) yaitu sebagai berikut :
“
Semakin patuh wajib pajak badan dalam melaporkan dan
melunasi kewajiban perpajakannya maka akan semakin
meningkatkan penerimaan pajak pada kantor pelayanan pajak
”
.
2.2.2
Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Konsep yang menghubungkan Penagihan Pajak dengan penerimaan pajak
dalam penelitian ini menggunakan pernyataan menurut Ida Zuraida, L.Y Hari Sih
Advianto (2011:139) sebagai berikut :
“Penagihan pajak mempunyai fungsi dalam
mengamankan
penerimaan negara. Apabila banyak utang pajak yang tidak
tertagih maka akan berpengaruh terhadap penerimaan negara.
Oleh karena itu, tindakan penagihan pajak harus dilakukan
secara efektif dan efisien untuk menjaga penerimaan negara”.
Dan menggunakan pernyataan menurut Waluyo (2009:238) sebagai
berikut :
“Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu
menunjukan jumlah yang sangat besar. Peningkatan jumlah
tunggakan pajak ini dapat diimbangi dengan kegiatan
pencairannya yaitu dengan penagihan pajak yang mempunyai
kekuatan hukum yang memaksa dengan demikian diharapkan
secara umum penerimaan pajak di bidang perpajakan semakin
meningkat terhadap tunggakan pajak maka perlu dilaksanakan
penagihan”.
Teori diatas didukung oleh hasil penelitian dari Ardiani Ika
Sulistyawati, Dian Indriana Tri Lestari dan Novi Widi Tiandari (2008) yaitu
sebagai berikut :
(35)
24
“
Penagihan pajak dan surat paksa pajak berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan
di KPP Pratama Kanwil DJP Jakarta Pusat Dari ketiga variabel
independen yang diamati ternyata kedua variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPh Badan
”
.
Berdasarkan telaah teoritis dan pengembangan hipotesis yang dibuat maka
penelitian ini dapat membangun Paradigma Penelitian. Dengan Paradigma
Penelitian, penulis dapat menggunakannya sebagai panduan untuk hipotesis
penelitian yang selanjutnya dapat digunakan dalam mengumpulkan data analisis.
Paradigma Peenelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian
2.3
Hipotesis
Dalam hipotesis penelitian, yaitu merupakan dugaan sementara menurut
sampel yang harus diuji dan dibuktikan kebenarannya, namun dalam hal
pendugaannya menggunanakan statistika untuk menganalisisnya.
Menurut Sugiyono (2007:93), mengemukakan bahwa :
“Hipotesis
penitian merupakan jawaban sementara terhadap
yang diberikan, baru didasarkan pada teori yang relevan bukan
didasarkan pada faktor-faktor yang diperoleh dari pengumpulan
data”
.
Widi Widodo (2010:67) Siti Kurnia
Rahayu
(2010:143) Penerimaan Pajak
(Y)
Penagihan Pajak (X2)
Waluyo (2009:238) Ida Zuraida, L.Y
Hari Sih Advianto (2011:139)
Kepatuhan Formal Wajib Pajak
(36)
25
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis mengambil
keputusan sementara (hipotesis) dalam penelitian ini adalah :
H1 : Kepatuhan formal wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
H2 : Penagihan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
(37)
81
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus Paseleng, A.T. Poputra, S.J. Tangkuman. 2013.
Efektivitas Penagihan
Pajak Dengan Surat Teguran Dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado
Andi Supangat. 2006.
Statistika Untuk Ekonomi dan Bisnis
. Bandung : Pustaka
Ardiani Ika Sulistyawati, Dian Indriana Tri Lestari, Novi Widi Tiandari. 2012.
Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Perpajakan Dan Kepatuhan
Wajib Pajak Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak
Bambang Brodjonegoro. 2015.
Ini Penyebab Target Pajak Tak Tercapai
. Diakses
melalui
:
http://www.tempo.co/read/news/2015/04/08/087656213/Ini-Penyebab-Target-Pajak-Tak-Tercapai
Boediono. 2011.
Biayai Program Pemerintah, Penerimaan Pajak Belum
Maksimal.
Diakses
melalui
:
http://economy.okezone.com/read/2011/06/13/20/467772/biayai-program-pemerintah-penerimaan-pajak-belum-maksimal
Dahnil Anzar Simanjuntak. 2015.
Ini Alasan Penerimaan Pajak di Indonesia tak
Maksimal.
Diakses
melalui
:
http://www.jpnn.com/read/2015/01/11/280691/Ini-Alasan-Penerimaan-Pajak-di-Indonesia-tak-Maksimal
Divianto. 2013.
Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap
Penerimaan Pajak Penghasilan Kpp Pratama Baturaja
. Jurnal Ekonomi
Dan Informasi Akuntansi JENIUS
Devano, Sony, Siti Kurnia Rahayu. 2006.
Perpajakan Konsep, Teori dan Isu.
Jakarta : PT Kencana
Erly Suandy.
2001.
Perencanaan Pajak
. Jakarta: Salemba Empat
Erly Suandy.
2008.
Perencanaan Pajak
. Jakarta: Salemba Empat
Euphrasia Susy Suhendra. 2010.
Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan
.
Jurnal Ekonomi Bisnis
(1)
Lampiran Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Afryadin Rusdyani Tempat, tanggal lahir : Garut, 24 April 1993 Jenis Kelamin : Laki-laki
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Nama Ayah : H. Rustandar
Nama Ibu : Rohayani
Alamat Rumah : Kp. Sukatani Ds. Sukatani 03/03 Kec. Cisurupan Kab. Garut – Garut
Telepon : 085795771887
Pendidikan Formal
Tahun 1999-2005, SD Negeri Sukatani 1, Tahun 2005-2008, SMP Negeri 1 Cikajang, Tahun 2008-2011, SMA Neger 16 Garut,
Tahun 2011-sekarang, Universitas Komputer Indonesia Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi.
Yang Menyatakan
Afryadin Rusdyani NIM. 21111054
(2)
iv ABSTRACT
Tax revenue is a picture of participation from the community in the implementation of government financing and development of the State. Tax revenues are affected by formal taxpayer compliance and tax collection that require monitoring function of taxation and also measuring devices if the taxpayer has been obedient in implementing its obligations as a taxpayer one reporting SPT, at the time of tax collection many taxpayers are still shy away from its obligations untunk pay off tax arrears despite having been given a forced letter.
The purpose of this study was to determine the effect of formal taxpayer compliance and tax collection to tax revenue on the Tax Office Pratama Garut. In this research using descriptive analysis and verification. This study uses a case study to 1 the Tax Office Pratama and the data used was during the 2009-2013 period. This study is processed using the Statistical Product Service Solutions (SPSS).
The results showed that the Formal Taxpayer Compliance , Tax Billing powerful influence on Tax Revenue Tax Office Primary in Garut.
(3)
v ABSTRAK
Penerimaan pajak merupakan gambaran partisispasi masyarakat dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan Negara. Penerimaan pajak dipengaruhi oleh kepatuhan formal wajib pajak dan penagihan pajak yang memerlukan fungsi pemantauan perpajakan dan juga alat ukur apakah wajib pajak telah patuh dalam melaksanakan kewajibannya sebagai wajib pajak salah satunya dalam pelaporan SPT, pada saat dilakukan penagihan pajak banyak wajib pajak yang masih menghindar dari kewajibannya untunk melunasi tunggakan pajaknya meski telah telah diberikan surat paksa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepatuhan formal wajib pajak dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan verifikatif. Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan 1 KPP Pratama dan data yang digunakan adalah selama periode 2009-2013. Penelitian ini diproses menggunakan Statistical Product Service Solutions (SPSS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kepatuhan Formal Wajib Pajak, Penagihan Pajak berpengaruh kuat terhadap Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut.
Kata Kunci : Kepatuhan Formal Wajib Pajak, Penagihan Pajak, Penerimaan Pajak.
(4)
(5)
(6)