Dominasi Lembaga Kredit dalam Pasar Modal di Wilayah Pedesaan (Studi Kasus Pada Lembaga Kredit BRI Unit, BKK dan LEmbaga Non Formal Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah)

DOMlNASl LEMBAGA KREDIT DALWM PASAR MODAL
DI WILAVAW PEDESAAN
( Studi Kasus Pada Lembega Kredit B R I Unit, B K K dan Lembaga Non Formal

Oleh

ADlYOSO AJI
A. 15 0489

PROGRAM STUDY EKONOMI PERTAYIAV SUMREXDAYA
JUltUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EK3NOIVII PERTANIAN
FAKULTAS PEKTANIAN

INSTITUT PERTANIAN UOGOR
1995

DOMINASI LEMBAGA KREDIT DALAM PASAR MODAL
DI WILAYM PEDESAAN

Studi Kasus Pada Lembaga Kredit BRI Unit, BKK dan Lembaga Non Formal
Kecamatan Baturetno Kabupaten IVonogiri Jawa Tengah


Oleh
ADIYOSO A31
A. 25 0489

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995

ADIYOSO AJI Dominasi Lembaga Kredit Dalam Pasar Modal Di Wilayah Pedesaan
(Studi Kasus Pada Lembaea Kredit BRI Unit. Badan Kredit Kecamatan. Kredit Non
~ o r m a l - d iKecamatan Bituretno Kabupaten Wono Giri Jawa Tengah di bawah
bimbingan AFFENDI ANWAR
Untuk me~ngkatkan ketersediaan sumberdaya modal di pedesaan dan
mengembangkan kegiatan ekonomi yang lebih maju, pemerintah baik pemerintah

pusat maupun daerah menetapkan kebijaksanaan untuk mendirikan lembaga keuangan (perbankan) di pedesaan antara lain adalah BRI Unit (Bank Rakyat Indonesia
Unit), BKK (Badan Kredit Kecamatan) dan BPR (Bank Perkreditan Rakyat).
Di wilayah pedesaan, terutama di tempat yang terisolir seperti wilayah
upland lahan kering, mudah timbul pasar modal keuangan yang dimonopoli (spatial

monipoly) dan didominasi oleh pelepas uang dengan suku bunga yang tinggi.
Dalam praktek lapang ini akan dicoba untuk diungkapkan :
1. Bagaimana dominasi dari lembaga kredit dalam segmentasi pasar modal di wila-

yah pedesaan.

2. Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam mengambil
kredit pada suatu lembaga perkreditan di pedesaan.

3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keragaan berbagai lembaga perkreditan
tersebut di pedesaan.
4. Tingkat s u h bunga yang terjadi pada lembaga kredit di suatu wilayah pedesaan

dan faktor-faktor yang menentukannya.
Dominasi atau eratnya hubungan lembaga kredit dengan masyarakat desa

dapat dilihat dari empat faktor yang saling berhubungan di bawah iN.

1. Segmentasi pasar modal yang meliputi jumlah nasabah, jumlah kredit tersalur dan
lain-lain.

2. Jangkauan lembaga kredit tersebut pada golongan masyarakat pedesaan yang

meliputi tingkat pendidikan nasabah, pendapatan dan lain-lain.

3. Persepsi masyarakat terhadap keragaan lembaga kredit.

4. Tingkat pengambilan kredit masyarakat
Tingkat pengambilan kredit pada dasarnya merupakan cerminan dari permintaan masyarakat terhadap lembaga kredit. Semakii sering masyarakat mengambil
kredit dari lembaga tersebut dikatakan mempunyai tingkat pengambilan yang tinggi.
Tingkat pengambilan kredit masyarakat dipengamhi oleh berbagai faktor atau variabe1 sebagai berikut, yaitu :
1. Faktor yang terdapat pada lembaga kredit tersebut yang dapat dilihat dari kelem-

bagaamya misalnya biaya transaksi informasi, prosedur, ada tidaknya agunan dan
lain-lain.
2. Faktor-faktor yang terdapat dalam peminjamnya yang dapat dilihat dari karakter-


istik nasabah misalnya adalah pengalaman usaha, pendapatan bersih dan lain-lain.
Dari jumlah kredit tersalur di pedesaan terlihat bahwa lambaga kredit formal
(BRI Unit) dan BKK masih mendominasi segmentasi pasar modal di wilayah pedesaan. Demikian juga pada jumlah nasabah atau peminjam kreditnya memiliki proporsi yang hampir seirnbang.
Akan tetapi apabila dilihat dari tingkat pengambilan kreditnya, lembaga non
formal yaitu kosipa masih lebih tinggi domininasinya ,yang artinya bahwa lebih
sering masyarakat desa mengunjungi lembaga kredit tersebut atau mengambil kredit
di banding dengan lembaga formal.
Secara keselumhan golongan masyarakat yang paling rendah di pedesaan dari
segi tingkat pendidikan dan tingkat pendapatannya belum sepenuhnya terjangkau
oleh lembaga kredit formal baik itu BRI Unit ataupun BKK.

Padahal keragaan

kelembagaan lembaga kredit formal masih bisa memungkinkan untuk menjangkau

golongan tersebut. Dari alasan responden atau masyarakat untuk tidak meminjam
kredit formal paling banyak bukan terletak pada hambatan prosedurbnya dan persyaratan akan tetapi pada kekurang pengetahuan masyarakat pada lembaga kredit tersebut. Di sini juga terlihat bahwa lembaga kredit formal kurang 'aktif dalam menjangkau kelompok sasaran.
Banyak faktor yang mempengamhi tingkat pengambilan kredit masyarakat
pada lembaga kredit di pedesaan yang berpengamh nyata antara lain adalah frekuensi

angsuran, pendapat bersih, pengalaman usaha, waktu pencairan, ketiadaan agunan
dan biaya transaksi informasi.
Dan dari hasil analisis juga dapat diinterprestasikan bahwa masyarakat desa
umumnya lebih menyukai lembaga kredit dengan frekuensi angsuran yang lebih
banya, waktu pencairan yang lebih cepat, peniadaan agunan dan kecilnya biaya
transaksi informasi.
Sedang suku bunga yang terjadi dalam pasar mmodal di pedesaan lehii bayak
dipengamhi 3 faktor yaitu Opponunity Cost dana dipinjarnkan , biaya transaksi dan
informasi dan resiko ketidak-pastian kredit.

DOMlNASl LEMBAGA KREDIT DALWM PASAR MODAL
DI WILAVAW PEDESAAN
( Studi Kasus Pada Lembega Kredit B R I Unit, B K K dan Lembaga Non Formal

Oleh

ADlYOSO AJI
A. 15 0489

PROGRAM STUDY EKONOMI PERTAYIAV SUMREXDAYA

JUltUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EK3NOIVII PERTANIAN
FAKULTAS PEKTANIAN

INSTITUT PERTANIAN UOGOR
1995

DOMINASI LEMBAGA KREDIT DALAM PASAR MODAL
DI WILAYM PEDESAAN

Studi Kasus Pada Lembaga Kredit BRI Unit, BKK dan Lembaga Non Formal
Kecamatan Baturetno Kabupaten IVonogiri Jawa Tengah

Oleh
ADIYOSO A31
A. 25 0489

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada


JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995

ADIYOSO AJI Dominasi Lembaga Kredit Dalam Pasar Modal Di Wilayah Pedesaan
(Studi Kasus Pada Lembaea Kredit BRI Unit. Badan Kredit Kecamatan. Kredit Non
~ o r m a l - d iKecamatan Bituretno Kabupaten Wono Giri Jawa Tengah di bawah
bimbingan AFFENDI ANWAR
Untuk me~ngkatkan ketersediaan sumberdaya modal di pedesaan dan
mengembangkan kegiatan ekonomi yang lebih maju, pemerintah baik pemerintah
pusat maupun daerah menetapkan kebijaksanaan untuk mendirikan lembaga keuangan (perbankan) di pedesaan antara lain adalah BRI Unit (Bank Rakyat Indonesia
Unit), BKK (Badan Kredit Kecamatan) dan BPR (Bank Perkreditan Rakyat).
Di wilayah pedesaan, terutama di tempat yang terisolir seperti wilayah
upland lahan kering, mudah timbul pasar modal keuangan yang dimonopoli (spatial

monipoly) dan didominasi oleh pelepas uang dengan suku bunga yang tinggi.
Dalam praktek lapang ini akan dicoba untuk diungkapkan :
1. Bagaimana dominasi dari lembaga kredit dalam segmentasi pasar modal di wila-


yah pedesaan.

2. Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam mengambil
kredit pada suatu lembaga perkreditan di pedesaan.

3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keragaan berbagai lembaga perkreditan
tersebut di pedesaan.
4. Tingkat s u h bunga yang terjadi pada lembaga kredit di suatu wilayah pedesaan

dan faktor-faktor yang menentukannya.
Dominasi atau eratnya hubungan lembaga kredit dengan masyarakat desa
dapat dilihat dari empat faktor yang saling berhubungan di bawah iN.

1. Segmentasi pasar modal yang meliputi jumlah nasabah, jumlah kredit tersalur dan
lain-lain.

2. Jangkauan lembaga kredit tersebut pada golongan masyarakat pedesaan yang

meliputi tingkat pendidikan nasabah, pendapatan dan lain-lain.


3. Persepsi masyarakat terhadap keragaan lembaga kredit.

4. Tingkat pengambilan kredit masyarakat
Tingkat pengambilan kredit pada dasarnya merupakan cerminan dari permintaan masyarakat terhadap lembaga kredit. Semakii sering masyarakat mengambil
kredit dari lembaga tersebut dikatakan mempunyai tingkat pengambilan yang tinggi.
Tingkat pengambilan kredit masyarakat dipengamhi oleh berbagai faktor atau variabe1 sebagai berikut, yaitu :
1. Faktor yang terdapat pada lembaga kredit tersebut yang dapat dilihat dari kelem-

bagaamya misalnya biaya transaksi informasi, prosedur, ada tidaknya agunan dan
lain-lain.
2. Faktor-faktor yang terdapat dalam peminjamnya yang dapat dilihat dari karakter-

istik nasabah misalnya adalah pengalaman usaha, pendapatan bersih dan lain-lain.
Dari jumlah kredit tersalur di pedesaan terlihat bahwa lambaga kredit formal
(BRI Unit) dan BKK masih mendominasi segmentasi pasar modal di wilayah pedesaan. Demikian juga pada jumlah nasabah atau peminjam kreditnya memiliki proporsi yang hampir seirnbang.
Akan tetapi apabila dilihat dari tingkat pengambilan kreditnya, lembaga non
formal yaitu kosipa masih lebih tinggi domininasinya ,yang artinya bahwa lebih
sering masyarakat desa mengunjungi lembaga kredit tersebut atau mengambil kredit
di banding dengan lembaga formal.
Secara keselumhan golongan masyarakat yang paling rendah di pedesaan dari

segi tingkat pendidikan dan tingkat pendapatannya belum sepenuhnya terjangkau
oleh lembaga kredit formal baik itu BRI Unit ataupun BKK.

Padahal keragaan

kelembagaan lembaga kredit formal masih bisa memungkinkan untuk menjangkau

golongan tersebut. Dari alasan responden atau masyarakat untuk tidak meminjam
kredit formal paling banyak bukan terletak pada hambatan prosedurbnya dan persyaratan akan tetapi pada kekurang pengetahuan masyarakat pada lembaga kredit tersebut. Di sini juga terlihat bahwa lembaga kredit formal kurang 'aktif dalam menjangkau kelompok sasaran.
Banyak faktor yang mempengamhi tingkat pengambilan kredit masyarakat
pada lembaga kredit di pedesaan yang berpengamh nyata antara lain adalah frekuensi
angsuran, pendapat bersih, pengalaman usaha, waktu pencairan, ketiadaan agunan
dan biaya transaksi informasi.
Dan dari hasil analisis juga dapat diinterprestasikan bahwa masyarakat desa
umumnya lebih menyukai lembaga kredit dengan frekuensi angsuran yang lebih
banya, waktu pencairan yang lebih cepat, peniadaan agunan dan kecilnya biaya
transaksi informasi.
Sedang suku bunga yang terjadi dalam pasar mmodal di pedesaan lehii bayak
dipengamhi 3 faktor yaitu Opponunity Cost dana dipinjarnkan , biaya transaksi dan
informasi dan resiko ketidak-pastian kredit.