Analisis Conjoint Preferensi Lembaga Kredit Formal Dalam Pemberian Kredit Usahatani di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Kredit
Kredit berasal dari bahasa Yunani, credere, yang berarti kepercayaan. Dengan
demikian istilah kredit memiliki arti khusus, yaitu meminjamkan uang (atau
penundaan pembayaran). Apabila orang mengatakan membeli secara kredit maka
hal itu berarti si pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga
(Untung, 2000).
Prinsip penyaluran kredit adalah prinsip kepercayaan dan kehati-hatian. Indikator
kepercayaan ini adalah kepercayaan moral, kepercayaan komersil, finansial dan
agunan. Kepercayaan dibedakan atas kepercayaan murni dan kepercayaan reserve
(Hasibuan, 2011).
Menurut Suyatno et al (2007) unsur-unsur yang terdapat dalam kredit yaitu
kepercayaan, waktu, degree of risk dan prestasi :
a. Kepercayaan yaitu keyakinan si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.
b. Waktu yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur

waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada
sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang
akan datang.

8
Universitas Sumatera Utara

9

c. Degree of risk yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat
dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit
diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan
manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur
ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah unsur risiko maka
timbullah jaminan dalam pemberian kredit.
d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi
juga dapat bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modern
sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang
menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.

2.1.2 Bank, BMT dan Credit Union Sebagai Lembaga Kredit Formal
1) Bank
Pengertian Bank menurut Kasmir (2012:42) “ Badan Usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak”.
2) Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan
baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infak dan sedekah. Sedangkan
baitul tamwil

sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial

(Sudarsono, 2004:64). Dalam pengertian lebih jelasnya Baitul Maal Wa Tamwil
yaitu rumah pengembangan

harta yang melakukan kegiatan pengembangan

Universitas Sumatera Utara


10

usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi
pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan
menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. Baitul maal menerima titipan dana
zakat, infaq dan sedekah
peraturan dan amanah.

serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan
BMT juga merupakan organisasi bisnis yang juga

berperan sosial sebagai lembaga bisnis. BMT lebih mengembangkan usahanya
pada sektor keuangan yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan,
yakni

menghimpun

dana anggota dan


calon

anggota (nasabah)

serta

menyalurkannya pada sector ekonomi yang halal dan menguntungkan. Namun
demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada
sektor riil maupun sektor keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga
keuangan bank. Karena BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada aturan
perbankan (Ridwan, 2003:126).
3) Credit Union (CU)
Koperasi kredit atau Credit Union atau biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga
keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh
anggotanya, dan yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya sendiri.
Credit Union berbeda dengan koperasi atau lembaga perbankan umumnya.
Manfaat CU bagi anggota adalah mengubah pola pikir. Maksudnya, dari yang
terbiasa instan/ langsung memanfaatkan uang saat mendapat pinjaman menjadi
menciptakan modal dahulu dengan menabung secara rutin. Menabung sistem CU
berbeda dengan menabung secara ‘tradisional’ di lembaga lain, misalnya bank,

setelah menabung, uang itu ditarik untuk dipergunakan.Tetapi di CU lebih modern
karena ada dana yang tersimpan.

Universitas Sumatera Utara

11

Konsep Koperasi kredit (Credit Union) memiliki tiga prinsip utama yaitu:
1) asas swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya)
2) asas setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota), dan
3) asas pendidikan dan penyadaran (membangun watak adalah yang utama;
hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).
Menurut Carolina dan Sutarto (2013) sesuai dengan visi, misi, falsafah, asas dan
prinsip-prinsip Credit Union yang dimiliki, CU mempunyai fungsi dan peran
sebagai berikut:
a. Membangun dan mengembangkan potensi kemampuan ekonomi anggota
Credit Union pada khususnya dan masyarakat pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.
b. Berperan aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia
masyarakat.

c. Memperkokoh perekonomian anggota dan masyarakat sebagai usaha dasar
kekuatan dan ketahanan perekonomian sosial.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Preferensi
Preferensi adalah kesukaan, pilihan atau sesuatu yang lebih disukai konsumen.
Konsumen memiliki sikap berbeda-beda dalam memandang atribut yang dianggap
relevan penting, dan akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang
memberikan manfaat-manfaat yang dicarinya (Kotler, 2005).

Manajemen kredit yang merupakan pengelolaan kredit yang baik mulai dari
perencanaan jumlah kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit,

Universitas Sumatera Utara

12

analisis pemberian kredit sampai kepada pengendalian dan pengawasan kredit
yang macet (Kasmir, 2009 ). Manajemen kredit disebut juga Rencana kebijakan
kredit yang telah disusun juga digunakan sebagai acuan dalam menilai seberapa
besar nilai keberhasilan penyaluran kredit.


Agar produk yang dibuat dapat diterima pasar, maka penciptaan produk haruslah
memperhatikan tingkat kualitas yang sesuai dengan keinginan nasabahnya.
Produk yang berkualitas tinggi artinya memiliki nilai yang lebih baik
dibandingkan dengan produk pesaing atau sering disebut produk plus. Bagi dunia
perbankan produk plus harus selalu dapat diciptakan setiap waktu, agar dapat
menarik calon nasabah yang lama (Kasmir,2009).

Strategi pengembangan produk baru penting mengingat tidak selamanya produk
yang kita tawarkan laku dipasar. Oleh karena itu, pihak bank perlu
mengembangkan produk baru. Produk yang ditawarkan dipasar haruslah
memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabahnya. Jadi, setiap produk selalu
diarahkan guna memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut (Kasmir,2000). Jadi
dalam merumuskan kebijakan kredit harus memenuhi kebutuhan dan keinginan
nasabahnya. Keinginan nasabah kredit/Preferensi nasabah kredit dapat dilihat dari
atribut agunan, prosedur peminjaman, tenggang waktu antara pinjaman dan
realisasi, lokasi, jangka waktu pengembalian, tingkat suku bunga, biaya
administrasi, prosedur cicilan, persyaratan peminjaman dan plafon kredit.
Sehingga atribut yang menjadi preferensi nasabah jugalah yang menjadi atribut
lembaga kredit dalam menentukan kebijakan lembaga kredit.


Universitas Sumatera Utara

13

2.2.2 Teori Perkreditan dan Perbankan
Sumber kredit pertanian dapat diperoleh dari lembaga kredit formal maupun
lembaga kredit non-formal. Lembaga kredit formal diantaranya terdiri atas Bank
Perkreditan Rakyat, Koperasi, Bank Konvensional ataupun Lembaga kredit yang
bersifat memiliki landasan hukum dan peraturan serta kegiatan keuangannya
diawasi otoritas perbankan khusus. Lembaga kredit non-formal diantaranya terdiri
atas bank keliling, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, dan lain sebagainya
(Nugraha A, 2014).
Lembaga Kredit formal merupakan lembaga kredit yang bersifat memiliki
landasan hukum dan peraturan serta kegiatan keuangannya diawasi otoritas
perbankan khusus. Lembaga kredit formal umumnya menyediakan dana dengan
suku bunga rendah, yaitu BRI Unit Desa 24% - 36% per tahun. Namun demikian,
petani kecil tidak bisa mengakses kredit di lembaga kredit formal dikarenakan
beberapa kendala:
1) Jenis agunan berupa sertifikat tanah dan bangunan. Persyaratan ini sulit

dipenuhi petani, terutama petani gurem (berlahan sempit dan petani penggarap)
karena mereka umumnya tidak memiliki sertifikat tanah dan bangunan.
2) Waktu pengembalian kredit secara bulanan, sehingga tidak sesuai dengan
karakteristik usaha tani tanaman semusim yang mempunyai waktu penerimaan
(grace period) musiman.
3) Prosedur pengajuan kredit sangat formal, rumit, membutuhkan waktu lama, dan
perlu biaya transportasi dan biaya administrasi.
(Hastuti,2004; Ashari dan Friyatno, 2006; Nurmanaf,2007)

Universitas Sumatera Utara

14

Kekurangan lain dari lembaga pembiayaan komersial adalah lembaga tersebut
tidak melakukan pengawasan terhadap penggunaan kredit yang disalurkan
(sepenuhnya tergantung pada nasabah) dan tidak ada pembinaan terhadap kegiatan
usaha yang dijalankan nasabah. Lembaga tersebut juga berlokasi di ibu kota
kecamatan sehingga sulit diakses oleh masyarakat tani yang umumnya berada di
wilayah pedesaan. Bagi pelaku usaha, proses transaksi membutuhkan biaya,
antara lain biaya mencari informasi, biaya negosiasi, dan biaya administrasi

(Syukur et al. 2003).
Berbeda dengan lembaga kredit formal, lembaga lembaga kredit nonformal
merupakan lembaga yang menjalankan fungsi lembaga keuangan namun tidak
berlandaskan kekuatan hukum yang negara tetapkan. Dalam prakteknya lembaga
kredit nonformal ini biasanya beroperasi di desa atau masyarakat kalangan bawah.
Lembaga kredit non formal adalah lembaga yang memberikan kredit yang tidak
mensyaratkan agunan dan prosedur perolehan sangat mudah, meskipun lembaga
ini menetapkan suku bunga yang tinggi antara 24% - 80% per tahun.
Pola pelayanan lembaga nonformal pada umumnya lebih sesuai dengan
karakteristik petani, yaitu kredit tanpa agunan atau hanya berlandaskan
kepercayaan, bentuk kredit uang tunai, lama pinjaman 1−12 bulan dengan waktu
pengembalian kapan saja bergantung ketersediaan uang,umumnya setelah panen.
(Syukur et al. 2003).
Lembaga nonformal banyak diakses petani di pedesaan, antara lain karena
aktivitas perkreditan informal biasanya dilakukan oleh perorangan yang memiliki
hubungan sosial lebih dekat dengan masyarakat desa. Sementara pada sisi lain,
lembaga penyaluran kredit formal umumnya hanya berlokasi di pusat-pusat

Universitas Sumatera Utara


15

kecamatan dan kredit yang disalurkan juga menuntut kepercayaan teknis bank
serta proses administrasi yang rumit bagi masyarakat pedesaan (Sam Ratulangi
1987 dalam Irawan 1989).
Beberapa alasan petani memilih lembaga informal menurut Syafa’at dan Djauhari
(1992) dan Nurmanaf (2007) adalah:
1) Prosedur pengajuan kredit sangat sederhana, tidak seperti lembaga formal yang
prosedurnya rumit (rigid), terutama untuk petani gurem.
2) Relatif tidak ada biaya transaksi
3) Perolehan kredit lebih mudah, cepat, dan jumlah kredit yang diterima sesuai
dengan pengajuan.
2.2.3 Analisis Conjoint
Analisis Conjoint adalah teknik multivariat yang digunakan secara khusus untuk
mengetahui bagaimana preferensi konsumen terhadap suatu produk atau jasa dan
untuk membantu mendapatkan kombinasi atau komposisi atribut-atribut suatu
produk atau jasa baik baru maupun lama yang paling disukai konsumen. Atribut
atribut merupakan elemen – elemen yang terdapat pada suatu produk yang
berfungsi mendeskripsikan karakter produk tersebut (Hair et al., 2006).
Analisis conjoint termasuk kedalam kelompok metode dependen multivariat,
sehingga dalam analisisnya diperlukan variabel bebas dan variabel tergantung.
Variabel bebas merupakan faktor, dan variabel tergantung merupakan preferensi
dari konsumen dalam memberikan penilaian terhadap faktor-faktor suatu produk,
jasa, atau ide yang dinilainya (Sarwono, 2006).

Universitas Sumatera Utara

16

Asumsi pada analisis conjoint berbeda dengan analisis multivariat lainnya, proses
conjoint tidak membutuhkan uji asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, dan
lainnya (Santoso, 2012).
Proses dasar conjoint analysis :
1. Menentukan Perancangan Atribut dan Level
Menentukan faktor sebagai atribut spesifik kemudian level sebagai bagian -bagian
dari faktor sebuah subjek. Dalam analisis conjoint, perancangan atribut yang
berpengaruh merupakan bagian dari mengenali atau mengidentifikasi atribut
dengan tingkatan / level, masing – masing dipergunakan untuk membuat suatu
stimuli.
2. Mendesain Stimuli
Kombinasi antara faktor dengan level disebut sebagai satu stimuli atau treatment .
Ada dua cara merancang kombinasi taraf atribut (stimuli), yaitu pendekatan
kombinasi berpasangan (pairwise combination) dan kombinasi lengkap (full
profile). Dalam penelitian ini, digunakan kombinasi lengkap (full profile). Oleh
karena jumlah stimuli terlalu banyak untuk dievaluasi oleh responden maka
digunakan teknik fractional factorial design melalui konsep orthogonal SPSS
untuk membantu mereduksi kombinasi stimuli dari 64 kemungkinan stimuli
tersebut agar tidak semua kombinasi harus dianalisis lebih lanjut.
3. Mengumpulkan Pendapat Responden terhadap Setiap Stimuli yang Ada
Responden akan memberikan rating terhadap stimuli yang ada. Penilaian rating
menggunakan skala ordinal yang terukur berupa skala likert dengan angka
1=sangat tidak suka sekali, 2 = tidak suka sekali, 3 = cukup suka, 4 = suka sekali,

Universitas Sumatera Utara

17

5 = sangat suka sekali. Dari stimuli yang terbentuk, proses kemudian dilanjutkan
dengan proses konjoin. Pendapat setiap responden ini disebut sebagai utility yang
dinyatakan dengan angka dan menjadi dasar perhitungan conjoint.
4. Melakukan Proses Conjoint dengan Masukan Data yang Ada
Dari pendapat responden atas sekian stimuli yang telah dikumpulkan dilakukan
proses conjoint dengan bantuan perangkat lunak SPSS untuk memperkirakan
(prediksi) kombinasi atribut kredit yang diinginkan responden. Output yang
dihasilkan dari proses analisis conjoint berupa nilai utilitas dan nilai kepentingan.
Nilai utilitas merupakan nilai yang menunjukkan kecenderungan pemilihan
konsumen terhadap kombinasi taraf (stimuli) yang disukai. Nilai kepentingan
merupakan nilai yang menunjukkan atribut kredit yang paling penting sehingga
mendasari petani untuk memilih kredit.
5. Uji Keakuratan
Dari hasil conjoint yakni untuk mengukur tingkat ketepatan prediksi dari hasil
analisis dimana hasil conjoint tidak berbeda jauh dengan pendapat responden
yang sebenarnya. Tingkat uji keakuratan dicerminkan dengan adanya korelasi
yang tinggi dan siginifikan antara hasil estimasi dengan aktual. Sementara itu
untuk menguji hasil conjoint dilakukan dengan sejumlah holdout sample sebagai
penguji hasil apakah proses conjoint yang menggunakan sampel tersebut bisa
selaras jika digunakan pada populasi.
Secara teoritis jumlah stimuli akan sangat banyak jika faktor dan level juga
bervariasi.

Universitas Sumatera Utara

18

Untuk jumlah stimuli yang terlalu banyak bisa dilakukan pengurangan stimuli
dengan ketentuan stimuli minimal :
Minimum stimuli = jumlah level – jumlah faktor + 1
Asumsi pada analisis conjoint berbeda dengan analisis multivariat lainnya, proses
conjoint tidak membutuhkan uji asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, dan
lainnya (Santoso, 2012).
Dalam evaluasi model, hasil analisis conjoint ini untuk akurasi baik individu
maupun agregat. Tujuan keduanya ialah memastikan seberapa konsisten model
memprediksi preferensi yang diberikan responden. Untuk memeriksa kecocokan
model keseluruhan dapat digunakan nilai korelasinya. Semakin tinggi korelasinya
semakin cocok atau semakin baik modelnya. Untuk data ranking dilihat korelasi
antara ranking aktual dan prediksi dengan Taun Kendall, sedangkan data rating
digunakan korelasi Pearson (Hair,et al, 2006).
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian Oleh Imaddudin Juarwan (2013) dengan judul “Analisis Preferensi
Konsumen Terhadap Atribut Sayuran Organik di Kota Bogor”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen dan proses pengambilan
keputusan pembelian dengan menggunakan analisis deskriptif, serta menganalisis
preferensi atribut yang terdapat pada sayuran organik serta kombinasi atribut
mana yang paling disukai oleh konsumen dengan menggunakan analisis konjoin.
Atribut yang akan diteliti antara lain; atribut harga, kemasan, label, dan
keberagaman/variasi sayuran organik. Data yang digunakan merupakan data
primer diperoleh dari hasil kuesioner terhadap 100 responden diolah

Universitas Sumatera Utara

19

menggunakan alat analisis deskriptif dan analisis konjoin dengan perangkat lunak
SPSS for windows. Hasil penelitian didapatkan bahwa harga merupakan atribut
yang paling penting dalam produk sayuran organik. Sedangkan kombinasi yang
paling disukai konsumen adalah sama dengan rata-rata harga sayur konvensional,
kemasan kotak plastik, memiliki label organik, dan mempunyai banyak
keberagaman/variasi jenis sayuran organik.
Penelitian Oleh Tria Firmansyah, (2015) dengan judul “Analisis Persepsi dan
Preferensi Konsumen Terhadap Jeruk Keprok Garut di Kabupaten Garut, Jawa
Barat”. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui karakteristik konsumen, persepsi
konsumen, dan preferensi konsumen terhadap jeruk keprok garut. Dari hasil sampling
didapat bahwa karakteristik umum konsumen jeruk keprok garut sebagian besar
adalah wanita, yang mayoritas berasal dari kecamatan yang tidak jauh dari pusat
Kota, berusia 25 – 35 tahun dengan penghasilan rata – rata diatas Rp 2 000 000, dan
sudah menikah. Konsumen memandang akan jeruk keprok garut ialah bahwa jeruk
garut memiliki rasa manis segar dengan sedikit rasa keasaman, harga yang relatif
terjangkau, memiliki kadar air cukup tinggi, dengan warna kulit buah kuning
kehijauan yang cukup bersih, serta memiliki aroma harum yang kuat dan khas, dan
cukup mudah ditemui di wilayah perkotaan di Kabupaten Garut. Preferensi konsumen
diukur dengan metode konjoin yang menunjukan bahwa konsumen lebih condong
memilih jeruk keprok garut dengan kombinasi atribut harga yang murah yaitu
berkisar pada harga terendah di pasar Rp 13 000 – 17 000, rasa yang manis, kadar air
yang sedang, warna kulit yang kuning kehijauan, dan aroma yang harum.

Universitas Sumatera Utara

20

2.4 Kerangka Pemikiran
Petani di Indonesia masih banyak yang kekurangan dana untuk melakukan usaha
taninya. Permasalahan terhadap permodalan merupakan salah satu masalah yang
penting bagi petani. Untuk dapat melanjutkan usahatani karena kekurangan
modal, maka petani melakukan pinjaman dengan kredit melalui lembaga kredit.
Preferensi merupakan salah satu bagian dari perilaku konsumen. Preferensi
merupakan sesuatu pilihan yang lebih disukai oleh konsumen. Pilihan konsumen
terhadap produk tersebut ditentukan oleh atribut-atribut yang terdapat dalam
produk tersebut. Lembaga Kredit Formal tentu saja memiliki preferensi yang
berbeda-beda antara lembaga kredit formal yang satu dengan yang lainnya
terhadap atribut-atribut tersebut.
Atribut yang diidentifikasi mempengaruhi preferensi lembaga kredit adalah
agunan, prosedur peminjaman, tenggang waktu antara pinjaman dan realisasi,
lokasi, jangka waktu pengembalian, tingkat suku bunga, biaya administrasi,
prosedur cicilan, persyaratan peminjaman dan plafon kredit. Atribut-atribut
tersebut akan dianalisis dengan analisis conjoint sehingga akan diperoleh atribut
mana yang paling diutamakan lembaga kredit formal untuk mendapatkan solusi
kredit yang dinginkan lembaga kredit formal. Selanjutnya, preferensi lembaga
kredit formal dibandingkan dengan preferensi lembaga kredit nonformal.
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas maka dapat dibuat skema
kerangka pemikiran.

Universitas Sumatera Utara

21

Kredit Pertanian

Lembaga Pemberi Kredit

Lembaga Kredit Fomal

Lembaga Kredit Non Formal

Atribut Kredit :
 Agunan
 Prosedur Pinjaman
 Persyaratan Peminjaman
 Plafon Kredit
 Tenggang Waktu Realisasi
Kredit
 Lokasi Lembaga Kredit
 Jangka Waktu
Pengembalian Kredit
 Tingkat Suku Bunga

Atribut Kredit :
 Agunan
 Prosedur Pinjaman
 Persyaratan Peminjaman
 Plafon Kredit
 Tenggang Waktu Realisasi
Kredit
 Lokasi Lembaga Kredit
 Jangka Waktu
Pengembalian Kredit
 Tingkat Suku Bunga

Teknik
Multivariat
dengan
Analisis
Conjoint

Preferensi
Lembaga Kredit
Formal
Terhadap
Kredit

Perbandingan

Keterangan:
: Menyatakan Hubungan
: Adanya Pengaruh
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara