Tingkat cemaran mikroorganisme pada daging ayam dan daging sapi dari pasar tradisional di provinsi Jawa Barat berdasarkan jumlah total mikroorganisme, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli

TINGKAT
T
T CEMAR
RAN MIK
KROORGA
ANISME PADA
P
DA
AGING
A
AYAM
DA
AN DAGIING SAPII DARI PA
ASAR TRA
ADISION
NAL DI
P
PROVINSI
I JAWA BARAT
B
BERDASA

ARKAN JU
UMLAH TOTAL
T
MIKROOR
M
RGANISM
ME, Staphyylococcus aureus,
DAN Esscherichiaa coli

FUJJI MAGH
HFIRAH SEMESTA
A

FAKUL
LTAS KED
DOKTER
RAN HEW
WAN
INST
TITUT PE

ERTANIA
AN BOGOR
R
B
BOGOR
2011

ABSTRACT 
FUJI MAGHFIRAH SEMESTA. Level of Microorganisms Contamination in
Chicken and Beef Meat from Traditional Markets in West Java Province Based on
Total Plate Count, Staphylococcus aureus count, and Escherichia coli count. Under
direction of HERWIN PISESTYANI and AGATHA WINNY SANJAYA.
This study was aimed to determine the level of microorganisms contamination
in chicken and beef meat from traditional markets in West Java.
A total of 36
samples of chicken meat and 24 samples of beef meat were taken purposively from
traditional markets in West Java. The average of Total Plate Count (TPC),
Staphylococcus aureus, and Escherichia coli in chicken meat were 4.5 x 106cfu/g,
5.3 x 105 cfu/g, and 2.3 x 101 MPN/g. The average of TPC, S. aureus, and E. coli in
beef meat were 3.9 x 106 cfu/g, 1.5 x 106 cfu/g, and

2.6 x 101 MPN/g. Comparing
to the Indonesian Standard National (SNI) minimal requirement, the result showed
that TPC in chicken meat was 47.22%, for S. aureus and E. coli were 97.22% and
69.44% above SNI 3924:2009, in other hands TPC, S. aureus, and E. coli in beef
meat were 58.3%, 100%, and 66.67%, above SNI 3932:2008.
Keywords: level of microorganisms contamination, chicken meat, beef meat,
Province of West Java

RINGKASAN
FUJI MAGHFIRAH SEMESTA. Tingkat Cemaran Mikroorganisme pada Daging
Ayam dan Daging Sapi dari Pasar Tradisional di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan
Jumlah Total Mikroorganisme, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.
Dibimbing oleh HERWIN PISESTYANI dan AGATHA WINNY SANJAYA.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang selalu mendapat
perhatian untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Bahan makanan dengan protein
tinggi banyak terdapat pada bahan makanan yang berasal dari hewan, salah satunya
daging. Daging yang umum dikonsumsi dapat diperoleh dari ternak ruminansia
besar dan kecil (sapi, kerbau, domba, kambing), ternak unggas (ayam, itik), dan
aneka ternak (kelinci, kuda, rusa, babi). Sebagai bahan pangan, daging memiliki
potensi bahaya yaitu biologi, fisik, dan kimia. Bahaya-bahaya tersebut dapat terjadi

selama proses pemeliharaan ternak, proses penyediaan sejak penyembelihan hingga
pemotongan karkas, dan proses pengolahan menjadi produk olahan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat cemaran mikroorganisme pada
daging ayam dan daging sapi di Provinsi Jawa Barat, yang dilaksanakan pada bulan
September sampai dengan Oktober 2009. Sampel daging ayam dan daging sapi
berasal dari pasar tradisional di 12 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Jumlah
sampel ditentukan secara purposif dari setiap kota/kabupaten, yaitu masing-masing
dua sampel daging sapi dan tiga sampel daging ayam. Pemeriksaan cemaran
mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui jumlah total mikroorganisme, S.
aureus, dan E. coli menggunakan metode hitungan cawan (Compendium of Methodes
for The Microbiological Examination of Food 2001). Data yang diperoleh dianalisis
dengan pendekatan deskriptif.
Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging ayam adalah
4.5 x 106 cfu/g dengan nilai minimum 6.6 x 104 cfu/g untuk Kabupaten Tasikmalaya
dan nilai maksimum 1.2 x 107 cfu/g untuk Kota Bandung. Pada pemeriksaan daging
sapi nilai rataan jumlah mikroorganisme adalah 3.9 x 106 cfu/g dengan nilai
minimum 1.2 x 105 cfu/g untuk Kabupaten Bandung dan nilai maksimum 1.1 x 107
cfu/g untuk Kota Bekasi. Rataan yang diperoleh dari pemeriksaan jumlah S. aureus
pada daging ayam adalah 5.3 x 105 cfu/g dengan nilai minimum 8.0 x 102 cfu/g untuk
Kabupaten Tasikmalaya dan nilai maksimum 3.1 x 106 cfu/g untuk Kabupaten

Bogor. Pada pemeriksaan sampel daging sapi, jumlah rataan S. aureus adalah 1.5 x
106 cfu/g dengan nilai minimum 1.9 x 104 cfu/g untuk Kabupaten Bandung dan nilai
maksimum 6.2 x 106 cfu/g untuk Kabupaten Indramayu. Pemeriksaan terhadap
jumlah MPN E. coli pada sampel daging ayam memiliki nilai rataan jumlah E. coli
adalah 2.3 x 101 MPN/g. Kota Bandung dan Kabupaten Tasikmalaya merupakan
daerah dengan nilai E. coli minimum yaitu 3.0 x 100 MPN/g, sedangkan kota
Sumedang memiliki nilai E. coli maksimum yaitu 5.3 x 101 MPN/g. Pada
pemeriksaan sampel daging sapi, rataan jumlah E. coli adalah 2.6 x 101 MPN/g.
Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah
dengan nilai E. coli minimum yaitu 3.0 x 100 MPN/g, sedangkan kota Sukabumi
memiliki nilai E. coli maksimum yaitu 8.0 x 101 MPN/g.
Jumlah mikroorganisme pada daging ayam dan daging sapi di 12
kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat setelah dibandingkan dengan syarat mutu
mikroorganisme (SNI 3924:2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam; SNI

3932:2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi), maka diperoleh nilai persentase
cemaran yang sesuai SNI dan tidak sesuai SNI. Persentase tingkat cemaran
mikroorganisme yang tidak sesuai SNI 3924:2009 dengan penghitungan jumlah
mikroorganisme pada sampel daging ayam adalah 47.22%, penghitungan S. aureus
adalah 97.22%, dan penghitungan E. coli adalah 66.67%. Persentase tingkat

cemaran mikroorganisme yang tidak sesuai SNI 3932:2008 pada sampel daging sapi
dengan penghitungan jumlah mikroorganisme, S. aureus, dan E. coli berturut-turut
adalah 58.3%, 100%, dan 66.67%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa masih
tingginya tingkat cemaran mikroorganisme pada daging ayam dan daging sapi di
Provinsi Jawa Barat.
Kata kunci: tingkat cemaran mikroorganisme, daging ayam, daging sapi, Provinsi
Jawa Barat

TINGKAT CEMARAN MIKROORGANISME PADA DAGING
AYAM DAN DAGING SAPI DARI PASAR TRADISIONAL DI
PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN JUMLAH TOTAL
MIKROORGANISME, Staphylococcus aureus,
DAN Escherichia coli
LE

FUJI MAGHFIRAH SEMESTA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Tingkat Cemaran
Mikroorganisme pada Daging Ayam dan Daging Sapi dari Pasar Tradisional di
Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Total Mikroorganisme, Staphylococcus
aureus, dan Escherichia coli adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011
Fuji Maghfirah Semesta

B04070017

 
 
 
 
 
 
 
 

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
 
 

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian

: Tingkat Cemaran Mikroorganisme pada Daging Ayam dan
Daging Sapi dari Pasar Tradisional di Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan Jumlah Total Mikroorganisme, Staphylococcus
aureus, dan Escherichia coli
: Fuji Maghfirah Semesta
: B04070017

Nama Mahasiswa
NRP

Disetujui

drh. Herwin Pisestyani, M.Si


Prof. Dr. drh. A. Winny Sanjaya, MS

Pembimbing 1

Pembimbing 2

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Tanggal lulus :

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat, dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang
berjudul Tingkat Cemaran Mikroorganisme pada Daging Ayam dan Daging Sapi dari
Pasar Tradisional di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Total Mikroorganisme,

Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Penulisan skripsi ini merupakan tugas
akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu drh. Herwin Pisestyani, M.Si dan
Ibu Prof. Dr. drh. A. Winny Sanjaya, MS selaku dosen pembimbing yang telah tanpa
lelah dan penuh kesabaran membimbing penulis untuk menyelesaikan penulisan ini
dengan baik. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
Bapak Dr. drh. Denny W. Lukman, M.Si; Bapak Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si;
dan Ibu Maya Masitha N, S.Pt, M.Si atas dukungan dan bimbingannya selama
penelitian. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Tedi
Subarkah, A.Md dan Bapak Yuhendra yang telah banyak membantu penelitian ini.
Kepada teman-teman satu penelitian (Rifqy, Wulan, Ellangga, Inda, Eddy, Ningrum,
Putra) penulis berterima-kasih atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kakek, Nenek, Mama, dan adik
tersayang (Nirmana), serta keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang telah
diberikan. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada pihak Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Barat atas kerja samanya pada penelitian ini sehingga
berjalan lancar dan teman-teman Gianuzzi Angkatan 44 Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) yang telah bersama-sama menempuh pendidikan
di FKH IPB.
Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2011

Fuji Maghfirah Semesta

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1989 di Makassar, Sulawesi Selatan.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Moch. Roesny
ADE dan Ibu Rusnaniar.
Penulis mengawali sekolah dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Islam
Athirah Makassar dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 6 Makassar pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas Negeri 17 Makassar pada tahun 2004 dan diselesaikan pada
tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan
(FKH). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa
Kabinet Sinergis (2008-2009) dan Kabinet Katalis sebagai Kepala Departemen
Kominfo (2009-2010), Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa
Akuatik (HKSA) FKH IPB, dan Komunitas Seni Teatrikal dan Ilmiah (STERIL)
FKH IPB.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL......................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................. ..1
Hipotesis Penelitian .......................................................................................... ..3
Tujuan Penelitian .............................................................................................. ..3
Manfaat Penelitian ............................................................................................ ..3
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Sapi ...................................................................................................... ..4
Daging Ayam ................................................................................................... ..4
Cemaran Mikroorganisme pada Daging........................................................... ..5
Penghitungan Jumlah Total Mikroorganisme dengan Metode Total Plate
Count (TPC) ..................................................................................................... ..7
Penghitungan Jumlah Staphylococcus aureus dengan Metode Total Plate
Count (TPC) ..................................................................................................... ..8
Penghitungan Jumlah Escherichia coli dengan Metode Most Probable
Number (MPN) ................................................................................................. 10
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................... 13
Alat dan Bahan ................................................................................................. 13
Jumlah Sampel ................................................................................................. 13
Prosedur Pengujian ........................................................................................... 14
Pengujian Jumlah Total Mikroorganisme dan Staphylococcus
aureus dengan Metode Total Plate Count (TPC).............……………...14
Pengujian Most Probable Number (MPN) Escherichia coli…………....16
Analisa Pengujian ............................................................................................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Mikroorganisme .................................................................................. 19
Tingkat Cemaran Mikroorganisme Daging Ayam dan Daging Sapi ............... 21
Pencegahan Cemaran Mikroorganisme ........................................................... 25
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ........................................................................................................... 27
Saran ................................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 28
LAMPIRAN............................................................................................................... 31
 

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Lokasi dan jumlah sampel daging sapi dan daging ayam yang diambil
di Provinsi Jawa Barat ...............................................................................

14

2. Pemeriksaan jumlah cemaran mikroorganisme pada daging ayam dan
daging sapi di 12 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat .........................

19

3. Syarat mutu mikroorganisme daging ayam dan daging sapi .....................

21

4. Cemaran mikroorganisme pada daging ayam dan daging sapi (%)...........

21

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Koloni S. aureus pada media VJA ............................................................

16

2. Tabung yang menunjukkan hasil positif (keruh dan terdapat gas) pada
EC broth ....................................................................................................

17

3. Koloni E. coli pada media LEMB agar .....................................................

18

4. Persentase tingkat cemaran mikroorganisme pada daging ayam di
Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan SNI 3924:2009 ......................

23

5. Persentase tingkat cemaran mikroorganisme pada daging sapi di Provinsi
Jawa Barat dibandingkan dengan SNI 3932:2008 ....................................

23

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil pemeriksaan jumlah total mikroorganisme pada daging ayam dan
daging sapi di 12 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat .......................

31

2. Hasil pemeriksaan jumlah S. aureus pada daging ayam dan daging sapi
di 12 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat ...........................................

31

3. Hasil pemeriksaan jumlah E. coli pada daging ayam dan daging sapi
di 12 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat ...........................................

32

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan dan minuman (UU RI No. 7 tahun 1996 tentang
Pangan). Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang selalu
mendapat perhatian untuk kesejahteraan kehidupan manusia, selain sebagai
sumber gizi perlu diperhatikan juga keamanan pangan dan mutu dari produk
pangan tersebut (Djaafar et al. 2006).
Bahan makanan dengan protein tinggi banyak terdapat pada bahan makanan
asal hewan, salah satunya adalah daging. Daging merupakan bahan pangan yang
penting dalam memenuhi kebutuhan gizi.

Menurut Soeparno (1992) daging

didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk pengolahan
jaringan-jaringan yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Daging yang umum dikonsumsi dapat
diperoleh dari ruminansia besar dan kecil (sapi, kerbau, domba, kambing), ternak
unggas (ayam, itik), dan aneka ternak (kelinci, kuda, rusa, babi).
Daging merupakan bahan pangan yang memiliki potensi bahaya yaitu
biologi, fisik, dan kimia, oleh karena itu daging harus aman dan terbebas dari
bahan-bahan berbahaya yang dapat berupa cemaran kimia, mikroba, dan bahan
lainnya (Nugroho 2005). Bahaya biologi dapat disebabkan oleh mikroorganisme
patogen ataupun mikroorganisme pembusuk. Mikroorganisme dapat mencemari
daging melalui air, debu, udara, tanah, alat-alat pengolahan, juga dari ekskreta
manusia atau hewan. Bahaya kimia ditimbulkan oleh adanya cemaran residu
antibiotik, hormon atau pestisida, dan bahaya fisik disebabkan oleh cemaran
logam dan lain-lain.

Bahaya-bahaya tersebut dapat terjadi selama proses

pemeliharaan ternak, proses penyediaan sejak penyembelihan hingga pemotongan
karkas, dan proses pengolahan menjadi produk olahan (Usmiati 2010).

2
 

Permintaan masyarakat terhadap daging saat ini disertai oleh adanya
kecemasan masyarakat terhadap kasus bahaya pangan, contohnya kasus antraks
(penyakit ternak yang disebabkan oleh mikroba patogen bakteri Bacillus
anthracis) pada daging (domba, kambing, sapi) yang dapat menular kepada
manusia dan menyebabkan kematian (Usmiati 2010). Fenomena yang masih
banyak terjadi di Indonesia, yaitu kurangnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terutama pedagang mengenai penanganan pangan asal hewan yang
higienis.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap penanganan dan

pendistribusian daging, karena belum memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh,
dan halal (ASUH). Penerapan higiene dan sanitasi yang buruk dalam penanganan
daging

dapat

mengakibatkan

daging

terkontaminasi

mikroorganisme.

Mikroorganisme dapat berkembang biak dengan mudah pada daging disebabkan
daging merupakan bahan makanan yang kaya akan kandungan air dan protein
(perishable food).

Tingginya cemaran mikroorganisme pada daging dapat

menurunkan kualitas daging dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan
konsumen.

Berkaitan dengan hal tersebut, harus dilakukan upaya untuk

menyediakan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).
Salah satunya adalah dengan pengawasan melalui program monitoring dan
surveilans residu dan cemaran mikroorganisme (Dartini et al. 2003; Handayani et
al. 2004).
Tingginya kebutuhan dan konsumsi daging ayam dan daging sapi dari
masyarakat Provinsi Jawa Barat, mengharuskan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
melalui Dinas Peternakan untuk melindungi kesehatan masyarakat dengan
melakukan

program

monitoring

dan

surveilans

residu

dan

cemaran

mikroorganisme dengan pemeriksaan cemaran mikroorganisme pada daging,
khususnya daging ayam dan daging sapi yang berasal dari pasar tradisional. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan pihak yang
berwenang untuk menentukan kebijakan-kebijakan dalam bidang kesehatan
masyarakat.

3
 

Hipotesa Penelitian
Hipotesa penelitian ini adalah tingkat cemaran mikroorganisme pada daging
ayam dan daging sapi dari pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat diduga telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia 3924:2009 tentang Mutu Karkas dan
Daging Ayam dan Standar Nasional Indonesia 3932:2008 tentang Mutu Karkas
dan Daging Sapi. Pendugaan ini dilakukan berdasarkan pengujian jumlah total
mikroorganisme, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran mikroorganisme
pada daging ayam dan daging sapi dari beberapa pasar tradisional di Provinsi
Jawa Barat dengan menghitung jumlah total mikroorganisme, Staphylococcus
aureus, dan Escherichia coli.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran kualitas
daging dari beberapa pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat dan informasi
mengenai pentingnya pengawasan terhadap cemaran mikroorganisme pada daging
ayam dan daging sapi sebagai upaya untuk perlindungan terhadap kesehatan
masyarakat.

4
 

TINJAUAN PUSTAKA
Daging Sapi
Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas,
organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak
menimbulkan gangguan bagi yang memakannya (Soeparno 1992).

Daging

digunakan sebagai penganekaragaman sumber pangan karena daging dapat
menimbulkan kepuasaan dan kenikmatan bagi yang memakannya. Kandungan
gizi dari daging sangat lengkap sehingga keseimbangan gizi dapat terpenuhi.
Daging yang biasa dikonsumsi oleh manusia adalah daging yang berasal dari sapi,
kerbau, kambing atau domba, babi, kuda, unggas, dan ikan serta organisme lain
yang hidup di darat dan di laut.
Komposisi kimia daging terdiri dari air 75%, protein 19%, lemak 2.5%, dan
substansi bukan protein terlarut 3.5% yang meliputi karbohidrat, garam organik,
substansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin (Lawrie 1995). Menurut Lukman
et al. (2009) secara umum daging terdiri dari 75% air, 19% protein, 2.5% lemak,
dan komposisi lain sebesar 3.30% yang terdiri dari nitrogen non protein,
karbohidrat, dan mineral.
Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging,
serta sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan
pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang tinggi pada daging disebabkan oleh
asam amino esensialnya yang lengkap.

Daging mengandung energi yang

ditentukan oleh kandungan lemak intraseluler di dalam serabut-serabut otot.
Daging juga mengandung kolesterol meskipun dalam jumlah yang relatif lebih
rendah dibandingkan dengan jeroan dan otak. Secara umum, daging merupakan
sumber mineral seperti kalsium, fosfor, zat besi, serta vitamin B kompleks, tetapi
rendah vitamin C (Lawrie 2003).

Daging Ayam
Daging ayam merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi,
memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak, serta harga yang relatif
murah. Berdasarkan alasan tersebut, daging ayam lebih banyak diminati oleh

5
 

masyarakat jika dibandingkan dengan daging sapi. Struktur daging ayam sama
halnya seperti daging hewan lainnya, sangat kompleks dan sangat luas. Lemak
pada daging ayam banyak ditemukan di bawah kulit. Kandungan asam lemak
tidak jenuhnya juga lebih besar daripada daging hewan lainnya.
Menurut Lukman et al. (2009) komposisi daging ayam memiliki protein
yang sangat tinggi khususnya bagian dada yaitu 23.3%, kandungan air 74.4%,
lemak 1.2%, dan abu sebesar 1.1%. Warna daging ayam terutama bagian dada
biasanya berwarna putih-kuning-keabuan, sedangkan warna bagian kaki relatif
lebih gelap atau merah coklat. Warna daging ayam dipengaruhi oleh ras, umur,
letak otot, penanganan sebelum dan sesudah pemotongan.

Nilai pH juga

berpengaruh pada kualitas daging ayam, yaitu terhadap warna, keempukan, dan
daya ikat air. Nilai pH daging ayam setelah 24 jam (pasca mati) adalah 5.5-5.9
(Lukman et al. 2009).

Cemaran Mikroorganisme pada Daging
Penyebaran mikroorganisme yang tumbuh pada bahan pangan asal hewan
dan hasil olahannya pada umumya terdiri dari bakteri, jamur/kapang, virus dan
terdapat juga binatang satu sel. Daging memiliki karakter yang sama seperti
bahan makanan manusia yang lainnya, disukai oleh mikroorganisme dan dapat
dicemari oleh mikroorganisme tersebut. Invasi mikroorganisme tersebut dalam
daging (infeksi) menyebabkan produk tersebut tidak menarik akibat terjadi
beberapa perubahan (pembusukan). Mikroorganisme yang dapat menyebabkan
daging busuk dapat diperoleh melalui infeksi hewan hidup (penyakit endogenous)
atau dengan kontaminasi daging pasca mati (penyakit eksogenous) (Lawrie 2003).
Daging merupakan produk peternakan yang memiliki kandungan gizi yang
tinggi, sehingga daging menjadi media yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme.

Mikroorganisme yang berkembang adalah

mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan maupun mikroorganisme yang
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengkonsumsi daging
tersebut. Mikroorganisme dapat terbawa sejak ternak masih hidup atau masuk di
sepanjang rantai pangan hingga ke piring konsumen (Gorris 2005).

6
 

Pertumbuhan mikroorganisme dalam daging, dapat menyebabkan perubahan
yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna,
ataupun daya simpannya. Pertumbuhan mikroorganisme dalam daging juga dapat
mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga daging
tersebut tidak layak dikonsumsi (Siagian 2002). Daging memiliki potensi bahaya
yaitu biologi, fisik, dan kimia.

Dari ketiga potensi bahaya tersebut, yang

berhubungan erat dengan daya simpan daging karena menyebabkan pembusukan
dan bahaya pangan adalah adanya cemaran mikroba (Mukartini et al. 1995).
Kehadiran bakteri pada kasus food-borne infection atau food poisoning
kemungkinan berasal dari hewan atau manusia yang mencemari bahan makanan
yang dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat. Hal ini menyebabkan bahan
makanan merupakan sumber potensial untuk tercemar bakteri dan menjadi tidak
aman untuk dikonsumsi. Bahan makanan, baik dalam bentuk padat ataupun cair,
sangat mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme (Hobbs 1970).
Daging merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan
oleh mikroorganisme. Kerusakan daging ditandai oleh adanya perubahan bau dan
timbulnya lendir yang biasanya terjadi jika jumlah mikroorganisme menjadi
jutaan atau ratusan sel per 1 cm2 luas permukaan daging. Dosis dari bakteri untuk
mampu menginfeksi atau memproduksi toksin berbeda-beda, tergantung resistensi
dari tiap-tiap hewan atau manusia yang memakan bahan makanan tersebut (Hobbs
1970).
Menurut Usmiati (2010), kerusakan daging oleh mikroorganisme terutama
disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan tanda-tanda
sebagai berikut :
a.

Pembentukan lendir.

b.

Perubahan warna.

c.

Perubahan bau menjadi busuk karena terjadi pemecahan protein dan
terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti ammonia, H2S,
mercaptan, dan senyawa lain-lain.

d.

Perubahan rasa menjadi asam dan pahit karena pertumbuhan bakteri
pembentuk asam dan senyawa pahit.

e.

Terjadi ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging.

7
 

Soeparno

(1992)

menyatakan

bahwa

faktor

yang

mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme pada daging disebabkan oleh:
a.

Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi
oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat.

b.

Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, keberadaan
oksigen, dan keadaan fisik daging.

Pengujian mikroorganisme untuk makanan tidak dilakukan untuk semua
parameter uji, tetapi hanya mengacu pada persyaratan untuk bahan makanan
tertentu, misalnya daging ayam (SNI 3924:2009), meliputi Total Plate Count
(TPC), MPN Coliform, MPN E.coli, identifikasi Salmonella, dan angka
Staphylococcus aureus.

Penghitungan Jumlah Total Mikroorganisme dengan Metode
Total Plate Count (TPC)
Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil dan bersel tunggal
(mikroorganisme). Mikroorganisme sangat mudah ditemukan dimana saja, di
tanah, air, debu, dan pada udara. Terdapat beribu-ribu perbedaan tipe dan bentuk
mikroorganisme tergantung fungsi dan kegunaannya. Beberapa bakteri ada yang
dapat digunakan sebagai bahan untuk pupuk, dapat juga sebagai flora normal
dalam tubuh manusia dan hewan, dan dapat membantu proses fermentasi seperti
produksi bir atau wine dan pengolahan keju.

Jumlah mikroorganisme yang

berbahaya dan menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan hanya sedikit
dibandingkan total populasi mikroorganisme (Pelczar & Chan 2008).
Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap
bahwa setiap koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung
jumlah koloni dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada pada bahan pangan
asal hewan dan hasil olahannya.

Jumlah mikroorganisme pada suatu bahan

pangan asal hewan dan hasil olahannya dapat dihitung dengan berbagai macam
cara, tergantung pada bahan pangan dan jenis mikroorganismenya.

Jumlah

mikroorganisme dihitung secara keseluruhan baik yang mati atau yang hidup atau
hanya untuk menentukan jumlah mikroorganisme yang hidup saja, hal ini
tergantung pada metode yang digunakan. Jumlah mikroorganisme yang hidup

8
 

ditentukan setelah larutan bahan atau biakan mikroorganisme diencerkan dengan
faktor pengenceran tertentu dan ditumbuhkan dalam media dengan cara tertentu
tergantung dari macam dan sifat-sifat mikroorganisme (Gobel et al. 2008).
Penghitungan jumlah total mikroorganisme merupakan salah satu aspek
dalam pengujian cemaran mikroorganisme untuk menunjukkan jumlah kandungan
mikroorganisme dalam suatu produk, agar produk yang beredar di masyarakat
terjamin keamanannya.

Metode Total Plate Count (TPC) merupakan suatu

pengujian yang digunakan untuk menentukan daya simpan suatu produk, ditinjau
dari besar kecilnya tingkat cemaran mikroorganisme pada produk tersebut.
Pengujian TPC merupakan cara yang paling sensitif dalam menghitung
jumlah total cemaran mikroorganisme. Keuntungannya antara lain:
a. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung.
b. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus.
c. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba lainnya, khususnya
koloni yang tumbuh dari satu sel mikroba dengan penampakan pertumbuhan
spesifik.
Menurut Widyastika (2008), disamping keuntungan-keuntungan tersebut,
pengujian TPC juga memiliki kelemahan, yaitu:
a. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroorganisme yang
sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu
koloni.
b. Media dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda.
c. Mikroorganisme yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada media padat dan
membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar.
d. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari atau hingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung.

Penghitungan Jumlah Staphylococcus aureus dengan Metode
Total Plate Count (TPC)
Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram positif dengan ciri-ciri
morfologi tidak berkapsul, tidak membentuk spora, tidak motil, dapat bersifat
aerobik ataupun anaerobik fakultatif, serta bersifat patogen.

Staphylococcus

9
 

aureus tumbuh baik pada suhu 37 oC. Batas suhu pertumbuhan S. aureus adalah
15 oC dan 40 oC, sedangkan suhu pertumbuhan optimumnya adalah 35 oC.
Staphylococcus aureus bersifat anaerob fakultatif, dapat tumbuh dalam udara
yang mengandung hidrogen, dan pH optimum pertumbuhannya adalah 7.4
(Dianasari 2009).
Adapun klasifikasi S. aureus menurut Songer dan Post (2005) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
Divisio
Kelas
Ordo
Familia
Genus
Spesies
Staphylococcus

: Protista
: Protophyta
: Schizomycetes
: Eubacteriales
: Enterobacteriaceae
: Staphylococcus
: Staphylococcus aureus

aureus

dapat

memfermentasi

manitol

dan

dapat

menghemolisis sel darah merah. Staphylococcus aureus mengandung polisakarida
dan protein yang bersifat antigenik.

Antigen ini merupakan kompleks

peptidoglikan asam teikhoat yang dapat menghambat fagositosis, dan bagian ini
yang diserang bakteriofaga.

Staphylococcus aureus bersifat lisogenik karena

mengandung faga yang tidak berpengaruh pada dirinya sendiri, tetapi
menyebabkan lisis pada anggota dari spesies yang sama (Dianasari 2009).
Keberadaan S. aureus dalam makanan bisa bersumber dari kulit, mulut, atau
rongga hidung pengolah pangan, sehingga mudah mencemari makanan.
Pencemaran makanan oleh Staphylococcus biasanya dapat ditunjukkan bahwa
galur Staphylococcus di dalam makanan yang tercemar sama dengan yang ada
pada tubuh orang yang menangani pangan tersebut (Pelczar & Chan 2008).
Pertumbuhan bakteri S. aureus pada pangan dan olahannya dapat
mengancam kesehatan masyarakat karena beberapa galur S. aureus memproduksi
enterotoksin yang dapat menyebabkan kasus keracunan pangan (food poisoning).
Pangan yang tercemar atau mengandung S. aureus enterotoksigenik sangat
berbahaya bagi kesehatan konsumen karena tidak adanya mikroorganisme pesaing
lainnya yang biasanya dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan
pembentukan toksin dari S. aureus. Enterotoksin yang diproduksi S. aureus lebih
tahan terhadap panas dibandingkan sel bakterinya.

10
 

Lukman dan Purnawarman (2009) menyatakan bahwa tujuan pemeriksaan
S. aureus dan atau toksinnya pada pangan antara lain:
a. Mengkonfirmasi apakah bakteri ini sebagai agen penyebab keracunan pangan.
b. Menentukan apakah pangan mengandung atau merupakan sumber potensial
stafilokoki enterotoksigenik.
c. Memberikan gambaran terjadinya pencemaran setelah pengolahan, yang
biasanya berkaitan dengan adanya kontak antara produk olahan dan manusia
atau kontak produk olahan dengan alat pengolahan yang tidak bersih atau alat
tercemar.
Penghitungan Jumlah Escherichia coli dengan Metode
Most Probable Number (MPN)
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, anaerobik fakultatif, dan
tidak berspora. Escherichia coli menggunakan campuran fermentasi asam di
dalam kondisi anaerobik, menghasilkan asam laktat, succinate, etanol, asetat, dan
karbondioksida. Selama memfermentasi, bakteri ini menghasilkan gas hidrogen.
Pada fermentasi ini diharapkan jumlah hidrogen menjadi lebih rendah.
Escherichia

coli

hanya

dapat

melakukan

proses

ini

ketika

hidrogen

mengkonsumsi organisme seperti methagon atau adanya reduksi sulfat-bakteri
(Sartika et al. 2005).
Berdasarkan taksonominya, Songer dan Post (2005) mengklasifikasikan
E. coli sebagai berikut:
Kingdom
Phylum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Bacteria
: Proteobacteria
: Gamma Proteobacteria
: Enterobacteriales
: Enterobacteriaceae
: Escherichia
: Escherichia coli

Pertumbuhan optimal E. coli terjadi pada suhu 37 oC. Dalam kondisi
normal, E. coli membentuk koloni pada saluran gastrointestinal. Escherichia coli
dapat bertahan pada selaput lendir usus besar. Escherichia coli tipe patogen
mempunyai kemampuan untuk mensintesa semua komponen-komponen selnya

11
 

dari glukosa. Escherichia coli merupakan organisme fakultatif yang utama di
saluran gastrointestinal pada manusia (Sartika et al. 2005).
Pengujian
mengalami

kuantitatif

kesulitan

pada

menggunakan
pengujian

metode

suatu

hitungan

pangan

yang

cawan

akan

mengandung

mikroorganisme kurang dari 10 cfu per ml/gram, namun dengan metode MPN
masalah tersebut dapat diatasi (Lukman & Purnawarman 2009).
Metode MPN adalah cara untuk memperkirakan (estimasi) jumlah sel
mikroorganisme dalam suatu pangan, dengan memupuk suatu tingkat pengenceran
ke dalam tiga atau lima tabung berisi media cair. Metode ini berguna untuk
pemeriksaan koliform, khususnya pada air dan limbah cair, dan umumnya untuk
pangan. Metode MPN digunakan pula untuk mengisolasi dan menghitung jumlah
bakteri stafilokoki, streptokoki, Vibrio parahaemolyticus, Salmonella (Lukman &
Purnawarman 2009).
Nilai penghitungan MPN suatu pangan dilakukan dengan menggunakan
tabel MPN. Nilai-nilai yang dicantumkan dalam tabel MPN dihitung atas dasar
asumsi bahwa mikroorganisme menyebar merata (homogen) dalam pangan.
Mikroorganisme mungkin hanya berada pada salah satu tempat tertentu (tidak
merata) pada jenis pangan yang padat atau semi padat.

Lemak dan partikel

pangan yang tidak larut akan mencegah kehomogenan, oleh karena itu nilai MPN
sangat baik untuk contoh dari suatu pangan yang berbentuk cair (Lukman &
Purnawarman 2009).
Penggunaan media cair dalam MPN sangat bermanfaat untuk merangsang
resusitasi dan pertumbuhan mikroorganisme, serta dapat menggunakan volume
contoh yang lebih besar. Hasil terbaik diperoleh jika tabung berisi pengenceran
yang terendah memperlihatkan adanya pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan
tabung berisi pengenceran tertinggi tidak

memperlihatkan pertumbuhan

(Lukman & Purnawarman 2009).
Metode MPN adalah metode yang menggunakan media cair dalam wadah
berupa tabung reaksi. Metode ini meliputi tiga pengujian diantaranya adalah uji
penduga (Presumtive Test), uji penguat (Confirmative Test), dan uji pelengkap
(Completed Test).

Penghitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang

positif yaitu tabung yang mengalami perubahan pada medianya, baik itu berupa

12
 

perubahan warna atau terbentuknya gelembung gas pada dasar tabung durham.
Berdasarkan hasil perubahan tersebut, nilai MPN kemudian dicari pada tabel
MPN (Gobel et al. 2008).

13
 

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel daging ayam
dan daging sapi berasal dari pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat (Tabel 1). Penelitian ini berlangsung dari bulan September sampai
dengan Oktober 2009.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah penangas air, autoklaf, lemari
pendingin, freezer, timbangan analitik, inkubator 35 °C – 37 °C, ose, pinset,
gunting, scapel, cawan petri 100 x 12 mm, tabung reaksi 20 ml, pipet volumetrik 1
ml, tabung Durham, tube shaker (pengocok tabung), plastik bening, spidol, label,
cool box, stomacher, dan tabung erlenmeyer.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel daging ayam dan
daging sapi, Plate Count Agar (PCA) (Acumedia Standard Methods Agar 7157A),
Vogel Johnson Agar (VJA), media cair Lauryl sulfate tryptose broth (Pronadisa
Cat.1310.00), Levine’s eosine methylene blue agar (LEMB agar) (Oxoid CM
0069 B), Buffered Peptone Water (BPW) 0.1% (Pronadisa Cat.1402.00), Koser’s
citrate medium tryptone broth (Oxoid CM 0087 B), Methyl Red Voges-Proskauer
broth (MRVP) (Oxoid CM 0043 B), dan Nutrien Agar (NA) (Oxoid CM 0003 B).
 

Jumlah Sampel
Jumlah

sampel

ditentukan

secara

purposif

di

pasar

dari

setiap

kabupaten/kota, yaitu masing-masing dua sampel daging sapi dan tiga sampel
daging ayam dari setiap kabupaten/kota. Rasio pengambilan sampel daging ayam
dan sapi disesuaikan dengan rasio tingkat konsumsi daging tersebut pada
masyarakat Provinsi Jawa Barat.

Jumlah keseluruhan sampel yang diperiksa

sebanyak 60 sampel daging, yang terdiri dari 24 sampel daging sapi dan 36

14
 

sampel daging ayam (Tabel 1). Setiap sampel dimasukkan ke dalam kantong
plastik steril, kemudian kantong plastik diberi label dan disimpan dalam cool box
berisi es. Sampel diuji maksimum 24 jam setelah pengambilan.

Tabel 1

No

Lokasi dan jumlah sampel daging sapi dan daging ayam yang diambil
di Provinsi Jawa Barat
Kabupaten/Kota

Daging sapi

Daging ayam

Jumlah total

1. Kota Bekasi

2

3

5

2. Kabupaten Purwakarta

2

3

5

3. Kabupaten Bogor

2

3

5

4. Kota Bogor

2

3

5

5. Kota Sukabumi

2

3

5

6. Kabupaten Bandung

2

3

5

7. Kota Bandung

2

3

5

8. Kabupaten Cianjur

2

3

5

9. Kabupaten Sumedang

2

3

5

10 Kabupaten Tasikmalaya

2

3

5

11. Kota Cirebon

2

3

5

12. Kabupaten Indramayu

2

3

5

24

36

60

Prosedur Pengujian
Pengujian Jumlah Total Mikroorganisme dan Staphylococcus aureus dengan
Metode Total Plate Count (TPC)
Pengujian TPC dan S. aureus pada daging ayam dan daging sapi dilakukan
dengan metode menurut Compendium of Methods for the Microbiological
Examination of Food (Andrew et al. 2001).
1. Persiapan sampel
Sampel sebanyak 25 gram ditimbang secara aseptis, dan ditambahkan 225
ml larutan BPW 0.1%, kemudian dihaluskan/diblender sampai halus
menggunakan stomacher.

15
 

2. Pengenceran
Pengenceran yang digunakan pada analisis TPC dan S. aureus adalah
pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5.
3. Pour Plating
Masing-masing pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri steril yang
telah diberi label sebelumnya (sesuai dengan angka pengenceran). Media
Plate Count Agar (PCA) untuk pengujian TPC dan media Vogel Johnson
Agar (VJA) untuk penghitungan S. aureus, dituangkan ke dalam masingmasing cawan petri sebanyak 10-15 ml, lalu dihomogenkan dengan cara
digeser-geser di meja membentuk angka 8 beberapa kali supaya media
merata ke seluruh permukaan dan dibiarkan memadat.

Cawan petri

kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik.
4. Inkubasi
 Pengujian Metode Total Plate Count (TPC)
Inkubasi cawan petri dilakukan dengan posisi terbalik pada suhu 35 oC
selama 24 jam ± 2 jam.
 Pengujian Staphylococcus aureus
Inkubasi cawan petri dilakukan dengan posisi terbalik pada suhu 35
sampai 37 oC selama 45-48 jam.
5. Pembacaan/perhitungan
 Pengujian Metode Total Plate Count (TPC)
Penghitungan dilakukan pada semua koloni dalam cawan petri yang
berisi 25-250.
 Pengujian Staphylococcus aureus
Koloni khas S. aureus pada agar VJA yaitu bulat, licin/halus, konveks,
basah, berwarna abu-abu sampai hitam pekat dengan dikelilingi oleh
zona opak (opaque zone).

16
 

Gambbar 1 Kolonni S. aureus pada
p
media V
VJA.

P
Pengujian
M Probab
Most
ble Number (MPN) Esccherichia colli
Penguj
ujian MPN Escherichiaa coli padaa daging ayyam dan daaging sapi
d
dilakukan

dengan

m
metode

mennurut Comp
pendium

of

Methods

for

the

M
Microbiolog
gical Examin
nation of Foood (Andrew et al. 2001).
a. Uji Preesumtif Koliiform
1. Tabbung reaksi berisi media cair steril pada rak taabung (3 tabbung setiap
tinggkat pengen
nceran). Peengenceran yang dilaakukan sam
ma dengan
penngenceran paada metode TPC
T dan S. aureus.
a
2. Setiap tingkatt pengenceeran (pengeenceran 100-3, 10-4, dan 10-5)
diinnokulasikan ke dalam tiga tabung
g berisi meddia cair sterril.

Rasio

voluume contohh dan volumee media yan
ng biasa diguunakan adallah 1:10 (1
baggian contoh dimasukkann ke dalam 10
1 bagian media).
m
Laruutan contoh
dari setiap pen
ngenceran diimasukkan ke
k dalam tigga tabung beerisi 10 ml
laurryl sulfate broth steril yaang dilengkaapi dengan taabung Durhaam.
3. Tabbung-tabungg tersebut kem
mudian diinkkubasikan pada
p
suhu 355 oC selama
48±
±2 jam. Tabbung yang m
menunjukkann hasil posittif (keruh daan terdapat
gas) diambil unntuk dilakukaan uji lanjutaan konfirmaasi koliform.
b. Uji Ko
onfirmasi Kooliform
1. Setiap tabung positif
p
dari ppengujian presumtif koliiform dipinddahkan satu
d
tabungg berisi 10 ml
m briliant ggreen lactosee bile broth
osee penuh ke dalam
sterril yang dilen
ngkapi denggan tabung duurham.
2. Tabbung-tabungg tersebut diiinkubasi paada suhu 35 oC selama 48±2 jam.
Tabbung yang menunjukkan
m
n hasil positiif (keruh dann terdapat gaas) diambil
untuuk dilakukann uji lanjutann konfirmasii koliform feekal.

17
 

c. Uji Konfirmasi Koliform fekal
1. Setiap tabung positif dari pengujian presumtif koliform dipindahkan satu
ose penuh ke dalam tabung berisi 10 ml EC broth steril yang dilengkapi
dengan tabung durham.
2. Tabung-tabung tersebut diinkubasi pada suhu 35 oC selama 48±2 jam.
Tabung yang menunjukkan hasil positif (keruh dan terdapat gas) diambil
untuk dilakukan uji lanjutan konfirmasi Escherichia coli.

Gambar 2 Tabung yang menunjukkan hasil positif (keruh dan terdapat gas) pada
EC broth.
d. Uji Konfirmasi Escherichia coli
1. Setiap tabung EC broth yang positif dari pengujian konfirmasi koliform
fekal diambil satu ose penuh kemudian digoreskan pada Levine’s eosine
methylene blue agar dan diinkubasi selama 24±2 jam pada suhu 35 oC.
2. Dua koloni spesifik E. coli (bulat, berwarna gelap di bagian tengah,
dengan atau tanpa kilauan hijau) diambil dari setiap cawan petri, dengan
menyentuhkan ujung ose di bagian tengah koloni dan digoreskan pada
agar miring PCA. Agar miring diinkubasi pada suhu 35 oC selama 18-24
jam, dan dilanjutkan pada pengujian IMViC, pembentukan gas (dengan
lauryl sulfate tryptose broth), dan pewarnaan gram.
3. Ditentukan hasil yang positif setelah dilakukan pengujian IMViC,
pembentukan gas (dengan lauryl sulfate tryptose broth), dan pewarnaan
gram kemudian ditentukan hasil yang positif. Hasil yang menunjukkan
bakteri kokus atau kokoid, gram negatif, membentuk gas dari fermentasi
laktosa, dan mempunyai pola + + - - atau - + - - pada uji IMViC
dinyatakan sebagai E. coli kemudian dihitung MPN E. coli per ml/gram.

18
 

Gambar 3 Koloni E. coli pada media LEMB agar.

Analisa Pengujian
Data yang diperoleh dari setiap pengujian dianalisa dengan pendekatan
deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

19
 

Analisa Mikroorganisme
Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging
sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk
rataan jumlah mikroorganisme daging ayam adalah 4.5 x 106 cfu/g dengan nilai
minimum 6.6 x 104 cfu/g untuk Kabupaten Tasikmalaya dan nilai maksimum
1.2 x 107 cfu/g untuk Kota Bandung. Pada pemeriksaan daging sapi nilai rataan
jumlah mikroorganisme adalah 3.9 x 106 cfu/g dengan nilai minimum 1.2 x 105
cfu/g untuk Kabupaten Bandung dan nilai maksimum 1.1 x 107 cfu/g untuk Kota
Bekasi. Hasil pemeriksaan rataan jumlah mikroorganisme pada daging ayam dan
daging sapi yang dijual di pasar-pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2

Pemeriksaan jumlah cemaran mikroorganisme pada daging ayam dan
daging sapi di 12 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat
Jumlah cemaran mikroorganisme

Jenis
sampel

Daging
ayam

Daging
sapi

Jenis
pemeriksaan
mikrobiologi

Maksimum

Minimum

Rataan
Nilai

Kota/Kab.
7

Nilai

Kota/Kab.

TPC (cfu/g)
S. aureus (cfu/g)

6

4

4.5 x 10
5.3 x 105

1.2 x 10
3.1 x 106

Bandung
Bogor

6.6 x 10
8.1 x 102

Tasikmalaya
Tasikmalaya

E. coli (MPN/g)

2.3 x 101

5.3 x 101

Sumedang

3.0 x 100

Tasikmalaya
Bandung

TPC (cfu/g)

3.9 x 106

1.1 x 107

Bekasi

1.2 x 105

Bandung

S. aureus (cfu/g)

1.5 x 10

6

6.2 x 10

6

4

E. coli (MPN/g)

2.6 x 101

8 x 101

Indramayu

1.9 x 10

Bandung

Sukabumi

3.0 x 100

Bandung
Bandung
Tasikmalaya

Pemeriksaan jumlah S. aureus digunakan sebagai salah satu persyaratan
pada pengukuran tingkat cemaran mikroorganisme pada makanan. Keberadaan
S. aureus pada daging mentah dapat diduga, karena mikroorganisme ini
merupakan mikroflora utama pada kulit hewan dan manusia.

Rataan yang

diperoleh dari pemeriksaan jumlah S. aureus pada daging ayam adalah 5.3 x 105
cfu/g dengan nilai minimum 8.0 x 102 cfu/g untuk Kabupaten Tasikmalaya dan

20
 

nilai maksimum 3.1 x 106 cfu/g untuk Kabupaten Bogor. Pada pemeriksaan
sampel daging sapi, jumlah rataan S. aureus adalah 1.5 x 106 cfu/g dengan nilai
minimum 1.9 x 104 cfu/g untuk Kabupaten Bandung dan nilai maksimum 6.2 x
106 cfu/g untuk Kabupaten Indramayu.
Pemeriksaan terhadap jumlah MPN E. Coli pada sampel daging ayam
memiliki nilai rataan jumlah E. coli adalah 2.3 x 101 MPN/g. Kota Bandung dan
Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah dengan nilai E. coli minimum yaitu
3.0 x 100 MPN/g, sedangkan kota Sumedang memiliki nilai E. coli maksimum
yaitu 5.3 x 101 MPN/g. Pada pemeriksaan sampel daging sapi, rataan jumlah
E. coli adalah 2.6 x 101 MPN/g. Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan
Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah dengan nilai E. coli minimum yaitu
3.0 x 100 MPN/g, sedangkan kota Sukabumi memiliki nilai E. coli maksimum
yaitu 8.0 x 101 MPN/g.
Berdasarkan hasil di atas, terlihat bahwa nilai maksimum dan nilai
minimum jumlah cemaran mikroorganisme terdapat pada kota/kabupaten yang
berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya proses
pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Unggas (RPU)
yang belum menerapkan sanitasi dan higiene yang benar atau adanya perbedaan
kondisi selama pendistribusian daging ayam atau sapi dari tempat pemotongan
menuju pasar tradisional.

Sanitasi dari pasar tradisional di tiap-tiap

kota/kabupaten dan perbedaan penerapan higiene personal dari pedagang dapat
menjadi faktor adanya perbedaan nilai maksimum dan minimum dari jumlah
cemaran mikroorganisme.
Jumlah cemaran mikroorganisme (Tabel 2), apabila dibandingkan dengan
syarat mutu mikroorganisme pada daging ayam (SNI 3924:2009) dan daging sapi
(SNI 3932:2008), rataan yang diperoleh dalam penelitian berada di atas batas
maksimum SNI. Pencemaran mikroorganisme pada daging dapat terjadi saat di
peternakan (sebelum dan setelah pemotongan), tempat penjualan, dan sampai ke
meja makan (Djaafar & Rahayu 2007).

Tingkat Cemaran Mikroorganisme Daging Ayam dan Daging Sapi

21
 

Badan Standar Nasional (BSN) telah menetapkan syarat mutu maksimum
jumlah mikroorganisme pada daging ayam (SNI 3924:2009) dan daging sapi (SNI
3932:2008) yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3

Syarat mutu mikroorganisme daging ayam dan daging sapi

No.

Jenis uji mikrobiologi

Satuan

Persyaratan

1.
2.
3.

Total Plate Count
Staphylococcus aureus
Eschericia coli

cfu/g
cfu/g
MPN/g

Maksimum 1x106
Maksimum 1x102
Maksimum 1x101

Jumlah mikroorganisme pada daging ayam dan daging sapi di 12
kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat setelah dibandingkan dengan syarat mutu
mikroorganisme (SNI 3924:2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam dan
SNI 3932:2008 tentang Mutu karkas dan Daging Sapi), maka diperoleh nilai
persentase cemaran yang sesuai SNI dan tidak sesuai SNI. Tingkat cemaran
mikroorganisme pada daging ayam dan daging sapi dari pasar tradisional di 12
kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4

Cemaran mikroorganisme pada daging ayam dan daging sapi (%)