Ketidakmampuan anak GPPH dalam mengendalikan gerak tubuhnya berdampak pada kegagalannya dalam mengikuti tuntutan akademik. Anak seringkali tidak dapat menyelesaikan tugas, nilai yang diperoleh rendah,
dan mengganggu proses belajar mengajar di kelas. Bila perilaku tersebut tidak ditangani sejak dini, kedepannya hal tersebut dapat mengganggu kehidupannya secara umum.
Permasalahan pada anak GPPH adalah keterbatasannya dalam mengendalikan tubuhnya atau keterbatasan dalam kemampuan motor control. Keterbatasan tersebut ditunjukkan dengan seringnya anak menggerakan anggota
tubuhnya, seperti tangan dan kaki, duduk tidak tenang, dan mengubah posisi saat berada dalam posisi duduk. Oleh karena itu, untuk menanggulangi permasalahan tersebut diperlukan penanganan yang bentujuan untuk
meningkatkan pengendalian geraknya.
Bentuk latihan menggunakan rocking chair yang dikembangkan oleh Valett 1974 tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan suatu kemampuan, yaitu pengendalian gerak melalui pemberian tugas diam dan bergerak secara
bersamaan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran akan tampilan perilaku aktual yang ia tunjukkan melalui pendekatan psikoedukasional. Kedua hal ini membuat bentuk latihan tersebut cocok diberikan pada anak yang
mengalami GPPH.
Rocking chair sebagai peralatan utama dalam penelitan memiliki prinsip gerak teratur dan beritme. Gerak teratur
yang dimaksud adalah rocking chair secara konsisten dan berulang bergerak dengan pola tertentu, yaitu ke depan dan ke belakang. Gerakan beritme pada rocking chair yang dimaksud adalah ketika ada orang yang
menggerakkannya ke depan, ia akan bergerak juga ke belakang secara otomatis dengan kecepatan yang sama. Gerakan ritmik dan berulang dari rocking chair tersebut dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi gerak
pada individu yang menggunakannya.
II. Kajian Pustaka
2.1. Gangguan Pemusatan Perhatian disertai Hiperaktivitas GPPH Pengertian
Anak yang dikatakan GPPH adalah mereka yang mengalami masalah dalam gangguan perilaku yang ditandai dengan inatensi gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi, impulsif berbuat dan berbicara
tanpa memikirkan akibatnya, dan hiperaktif yang tidak sesuai dengan umurnya. Gangguan ini merupakan salah satu gangguan yang paling sering dijumpai pada masa anak-anak dan dapat terus berlanjut hingga remaja dan
dewasa Barkley, 2006.
Hiperaktivitas paling sering dijumpai sebagai kegelisahan, tidak bisa diam restless, tangan dan kaki selalu bergerak dan tubuh secara menyeluruh bergerak tidak sesuai situasi. Gerakan-gerakan tersebut tanpa tujuan,
tidak sesuai dengan tugas yang sedang dikerjakan atau situasi yang ada. Perilaku anak dengan gangguan ini sangat dikendalikan oleh imbalan dari luar yang segera dapat diperoleh. Gejala hiperaktivitas bukan merupakan
gejala yang terpisah dari impulsivitas. Orangtua dan guru sering mengungkapkan gejala impulsivitas sebagai anak yang usil, mengganggu temannya, sering tidak sabar, cepat bosan, ataupun sering tidak sabar menunggu
giliran Dwijo, 2009; dalam Eva Nila Krisnawati, 2011.
Gejala Utama GPPH GPPH adalah suatu gangguan perilaku yang memiliki gejala utama berupa ketidakmampuan anak untuk
memusatkan perhatian inatensi, impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan ciri-ciri tahapan perkembangan anak Flick, 1998; Barkley, 1988; dan Silver, 1999. Tampilan penting dari gangguan ini berupa
pola menetap akan inatensi dan atau hiperaktif-impulsif yang lebih sering dan lebih berat dari yang biasa terobservasi pada individu dengan level perkembangan yang sama. Adapun penjelasan dari dua gejala utama
tersebut adalah sebagai berikut: a.
Inatensi Inatensi atau pemusatan perhatian yang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan
perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain Flick, 1998; Barkley, 1988; dab Silver,
1999. b.
Hiperaktivitas dan Impulsivitas Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan
sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana ke mari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik. Anak yang hiperaktif berkaitan
dengan gerakan motorik yang berlebihan. Biasanya gerakan tersebut tidak terarah dan tidak tepat dengan
tuntutan tugas. Kualitas dari gerakan terlihat energik secara berlebihan, ceroboh, tidak teratur dan kurang bertujuan. Masalah hiperaktivitas ini tidak akan terlihat atau dikenali sebelum anak ditempatkan pada situasi
yang menuntutnya untuk diam lama dan mengendalikan perilaku atau gerakannya dalam rentang waktu yang lama. Pada situasi kelas yang terstruktur tentu saja perilaku hiperaktivitas ini akan menjadi masalah yang sangat
jelas tidak dapat disangkal.
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakanmelakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan
segera dan tanpa pertimbangan. Mereka mengalami keadaan dimana mereka tidak dapat mengendalikan tingkah laku dirinya dan tidak membuat perencanaan terlebih dahulu sebelum berperilaku. Contoh nyata dari gejala
impulsif adalah tidak sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan, menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan, dan tidak bisa menunggu giliran. Sisi lain dari
impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Penyebab Munculnya Keluhan GPPH GPPH merupakan suatu gangguan yang bersifat multifaktorial. Banyak faktor yang dianggap sebagai penyebab
gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan IQ, terjadinya disfungsi metabolism, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik,
sosial dan pola pengasuhan anak oleh orangtua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Berdasarkan pemikiran dari Sears Thompson 1998, dan Barkley 1998 maka penyebab munculnya GPPH
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Faktor fisikneurologis
Banyak bukti yang menunjukkan berkurangnya kegiatan pada daerah ‐daerah tertentu di otak sebagai penyebab
yang paling mungkin dari sebagian besar bentuk gangguan pemusatan perhatian Martin, 2007:77. Menurut Barkley 2006:220, secara umum fungsi kerja otak yang kurang optimal terjadi pada bagian frontal lobe
khususnya pada kortek prefrontal sehingga menyebabkan masalah dalam melakukan atensi fungsi kognitif dan pengendalian, serta koordinasi gerak tubuh fungsi motorik. Dalam penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan EEGs dan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah prefontral kanan yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon
‐respon yang tidak relevan dan fungsi‐fungsi tertentu Barkley, 2006:221. Bagian otak tersebut memiliki kemampuan fungsi eksekutif yang bertugas untuk mengatur
rangsang dan mengarahkan tindakan agar mencapai tujuan yang terarah. Pada anak GPPH tidak dapat menggunakan fungsi eksekutif tersebut secara penuh untuk mengelola dirinya Rief, 2005.
Menurut Lewis 2002, anak yang mengalami GPPH memiliki area cortical yang belum sepenuhnya aktif. Fungsi cortical area ini berkaitan dengan atensi, kontrol impuls, dan mengintegrasikan stimulus. Area tersebut
dapat distimulasi sehingga fungsinya sebagai pemusat perhatian, pengontrol impuls, dan perencanaan mengalami peningkatan.
Anak yang mengalami GPPH memiliki permasalahan dalam perkembangan area korteks tersebut. Permasalahan tersebut dapat disebabkan oleh area korteks yang belum sepenuhnya aktif akibat adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter yaitu dopamine, norephinephrine, dan serotonine. Keadaan ini membuat anak GPPH sulit memusatkan perhatiannya pada stimulus penting yang spesifik dan terhambatnya kemampuan mempertahankan
atensi.
Sedangkan penelitian dengan menggunakan PET untuk mengukur metabolisme gula di dalam sel ‐sel otak orang
dewasa yang mengalami GPPH sejak masa kanak ‐kanak menunjukkan bahwa premotor cortex dan superior
prefrontal cortex yang terlibat dalam pengaturan perhatian dan kontrol motoriknya lebih rendah 8
dibandingkan dengan kelompok kontrol Martin, 2007:72 2.
Permasalahan Psikologis Faktor psikologis ini berkaitan dengan kurangnya pemberian treatment ataupun stimulasi yang dapat membantu
anak untuk dapat mengendalikan atensi dan tampilan perilaku secara mandiri. Selain itu juga dapat disebabkan karena faktor lingkungan psikososial yang kurang mendukung, seperti kesibukan orang tua sehingga memiliki
kualitas interaksi yang kurang kondusif bagi anak, kejadian fisik yang menimbulkan stres, temperamen anak, ataupun kurangnya contoh perilaku yang menunjukkan pengendalian perilaku secara tepat Barkley, 2006:231
Walaupun masih terus diperdebatkan, namun berdasarkan pendapat beberapa ahli, yaitu Vallet 1974, Flick 1998, dan Barkley 2006 terdapat suatu pernyataan yang sama mengenai faktor penyebab munculnya gejala
GPPH, yaitu lebih merupakan suatu interaksi antara kemungkinan kontribusi dari gangguan aktivitas fungsi otak dan dipengaruhi oleh keunikan pengalaman dari lingkungan individu sehingga membentuk suatu bentuk perilaku
GPPH yang berbeda ‐beda.
Behavioral Disinhibition pada Anak GPPH Kondisi rendahnya kemampuan untuk melakukan pengendalian perilaku dan mengontrol impuls dalam dirinya
untuk melakukan perilaku yang sesuai dengan situasi sosial dan memilah stimulus yang penting disebut dengan behavioralcongnitive disinhibition.
Kondisi inilah yang menghambat proses atensi selectived and sustained attention
, kontrol motorik hyperactivity dan impulsivity, dan regulasi emosi temper dan agresivitas Lewis, 2002; Ellison Clikeman, 2007.
Sedangkan sumber lain mengatakan bahwa masalah pada behavioral inhibition menjadi pusat masalah setidaknya untuk dua subtipe gangguan GPPH Barkley, 1997; Pennington Ozonoff, 1996; Quay, 1988a,
1988b. Menurut Barkley 2006 masalah utama pada anak dengan GPPH adalah kurang terlibatnya response inhibition
. Kekurangan ini mengarah pada bermasalahnya pemfungsian executive function yang bergantung pada inhibition agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Terjadinya masalah kedua dan kekurangan utama
pada behavioral inhibition mengakibatkan berkurangnya efektivitas motor behavioral control dan self-directed action
. Behavior Inhibition System
BIS pada anak yang mengalami GPPGPPH berbeda dengan anak normal dimana berkurang tingkat sensivitasnya terhadap sinyal yang menunjukkan kondisi aktualnya saat itu. Masalah ini terkait
dengan kurangnya self-awareness, dimana anak seringkali memberikan respon yang tidak sesuai dengan tuntutan tugas sehingga anak sering terlihat melakukan aktivitas yang dinilai tidak relevan dengan tuntutan tugas activity
level dan kurangnya kontrol internal internal control. Dengan menumbuhkan self-awareness pada anak yang
mengalami GPPH dinilai merupakan cara yang lebih efektif dalam mengaktifkan BIS Barkley, 1997. Valett 1974, Flick 1998, dan Silver 1999 mengemukakan bahwa self-awareness itu sendiri memiliki arti sebagai
kondisi dimana individu menyadari kondisi aktual performance dirinya dan juga secara terbuka menerima perlu adanya perbaikan akan kondisinya tersebut
Executive Function pada Anak GPPH Permasalahan pada Behavior Inhibition System BIS memunculkan permasalah kedua, yaitu permasalahan pada
kemampuan neuropsychological yang biasa disebut dengan executive function. Executive fuction EF sendiri merujuk pada fungsi kognitif pusat yang memiliki peran penting bagi diri seorang individu untuk mengatur
berbagai tugas di kehidupan sehari-hari. Salah satu model dari EF terdiri dari 6 kluster fungsi kognitif yang bermasalah pada individu dengan GPPH. Keenam kluster tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1 Executive function impaired in ADDADHD Brown, 2001
Pada kluster 1 Activation, permasalahan yang muncul pada individu dengan GPPH adalah mereka sulit untuk memulai dan tidak dapat membuat prioritas. Mereka lebih sering menunda pekerjaan yang harus mereka lakukan
pada detik-detik akhir waktu pengerjaan atau disebut juga dengan prokrastinasi. Prokrastinasi lebih banyak muncul ketika tugas tersebut tidak menarik bagi individu tersebut.
Pada kluster 2 Focus, individu dengan GPPH mengalami kesulitan untuk mengarahkan perhatiannya pada suatu tugas terutama ketika tugas tersebut merupakan tugas yang diminta oleh orang lain bukan tugas yang
Executive Function
bekerja bersama dalam berbebagai kombinasi
Organizing , prioritizing,
and activating to
works Focusing,
sustaining, and shifting
attention to task
Regulating alertness,
sustaining effort, and
processing speed
Managing frustration
and modulating
emotion Utilizing
working memori and
accessing recall
Monitoring and self
regulating action
1. Activation 2. Focus
3. Effort 4. Emotion
5. Memory 6. Action
sesuai dengan minatnya. Mereka juga mudah terdistraksi dan sulit untuk memindahkan fokusnya pada hal lain ketika ia sudah dapat fokus pada suatu hal hyperfokus.
Pada kluster 3 Effort, individu terlihat mengalami kesulitan ketika harus mempertahankan perhatiannya dalam waktu lama. Mereka akan lebih mudah mempertahankan perhatiannya ketika kegiatan yang dilakukan bersifat
motorik. Mereka harus merasakan sendiri dirinya bergerak, mendengarkan suara mereka sendiri, dan berpartisipasi secara aktif pada kegiatan tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan waktu lama untuk
menyelesaikan tugas dan tidak dapat menyesuaikan kecepatan dirinya dengan tuntutan tugas.
Pada kluster 4 Emotion, individu mengalami kesulitan dalam mengatasi frustrasi dan meregulasi emosinya. Walaupun DSM-V tidak menyebutkan symptom yang berkaitan dengan emosi pada GPPH, banyak individu
dengan GPPH memperlihatkan kesulitan dalam mengatur emosinya.
Pada kluster 5 Memory, individu dengan GPPH memperlihatkan kemampuan yang baik dalam mengakses memori jangka panjangnya, namun memori jangka pendekdan working memory-nya buruk sehingga ia
seringkali melupakan hal yang mau ia kerjakan atau bicarakan.
Pada kluster 6 Action, individu dengan GPPH mengalami kesulitan dalam mengendalikan dirinya sehingga tingkah laku yang ia perlihatkan mengesankan bahwa tingkah laku tersebut tidak dipikirkan terlebih dahulu.
Mereka seringkali memperlihatkan tingkah laku yang tidak terarah, tidak bertujuan, restless, wild, dan impulsive. Keenam kluster di atas bekerja secara bersama-sama dalam berbagai kombinasi. Individu yang didiagnosa GPPH
memperlihatkan kesulitan kronis yang cukup signifikan pada beberapa kluster di atas. Impairmen pada kluster fungsi kognisi di atas biasanya akan muncul secara bersamaan atau berkaitan satu sama lain. Di sisi lain, kluster
fungsi kognitif tersebut juga akan mengalami kemajuan secara bersamaan. Ketika individu dengan GPPH mendapatkan penanganan dan memperlihatkan kemajuan yang positif pada salah satu kluster di atas, maka
kelima kluster lainnya juga akan memperlihatkan kemajuan ke arah positif.
Pengendalian gerak pada Anak GPPH Nigg 2006 mengindikasikan bahwa anak yang mengalami GPPH memiliki kesulitan dalam pengendalian gerak
dan timing. Bentuk masalah pengendalian gerak yang sering diperlihatkan adalah gerakan tubuh dan anggota tubuh yang berlebihan dan tidak perlu restless, fidget, and unnecessary gross body movement. Berdasarkan
hasil studi terbaru yang dilakukan oleh Denckla diketahui bahwa bentuk gerak tubuh yang diperlihatkan oleh anak GPPH berhubungan dengan kegagalannya dalam mekanisme inhibisi Mostofsky et al, 2003.
Mekanisme inhibisi tersebut erat kaitannya dengan executive function, sebagaimana dinyatakan oleh Fuster 1980,1989 bahwa terdapat 3 hal yang dapat menggambarkan pengaruh executive function terhadap motor
control atau pengendalian gerak, yaitu 1 informasi yang tersimpan dalam ingatan mengenai pengalaman dan
tindakan yang sudah pernah dilakukan, yang memberikan pengaruh terhadap tindakan yang akan dilakukan selanjutnya, 2 pengaturan antisipasi dari premotor dan fungsi motor, dan 3 inhibisi motor impulse. Kekurangan
anak GPPH dalam kontrol inhibisi yang diperlukan untuk menunda respon, menghentikan respon, dan pengendalian terhadap hal yang dapat mengganggu interference control merupakan alasan mengapa anak
dengan GPPH menunjukkan ciri-ciri distracability, hyperactivity, dan impulsivity Barkley, 1996.
Inatensi pada GPPH bukanlah gejala utama melainkan gejala kedua, yang merupakan konsekuensi dari bermasalahnya behavioral inhibition dan interference control. Kurangnya kemampuan sustained attention pada
anak GPPH tampil dalam bentuk masalah di goaltask-directed persistence akibat kurangnya inhibition interference control dan executive function yang penting bagi pengendalian diri dan ketekunan dalam
mengerjakan tugas task-persistence Barkley, 2006.
Treatment untuk Anak GPPH Kapplan Saddock 2003 mengemukakan bahwa terdapat penanganan bersifat medis berupa farmakoterapi
dan juga penanganan psikososial berupa pemberian intervensi untuk mengubah perilaku, baik yang dilakukan oleh ahli terapi, orangtua, guru, dan berbagai pihak terkait. Penanganan secara medis saja dikatakan belum
memuaskan untuk mengubah perilaku yang bermasalah pada anak GPPH.
Penelitian menunjukkan bahwa medikasi yang digunakan untuk mengendalikan perilaku impulsif dan kesulitan atensi lebih efektif jika dikombinasikan dengan terapi perilaku. Dalam perkembangannya muncul bentuk terapi
perilaku yang lebih menekankan keterlibatan aktif anak dalam penumbuhan kesadaran self-awareness akan perilaku yang kurang efektif pada penderita GPPH. Valett 1974, Flick 1988, dan Silver 1999
mengemukakan bahwa self-awareness itu sendiri memiliki arti sebagai kondisi dimana anak menyadari kondisi aktual performance dirinya dan juga secara terbuka menerima perlunya perbaikan akan kondisinya tersebut.
Dengan adanya keterlibatan aktif dalam memunculkan kesadaran dan penerimaan diri ini, maka merupakan dasar untuk melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih adaptif dan efektif.
Salah satu pendekatan yang bertitik berat pada keterlibatan aktif anak yang mengalami masalah atau gangguan adalah pendekatan psikoedukasional, yang dapat ditujukan bagi anak-anak dengan masalah neurologis, retardasi
mental, masalah emosional, dan gangguan perilaku lainnya yang dikarakteristikan oleh perilaku inatensi, distractibility
, hiperaktif,
dan rendahnya
self-control Vallet,
1969. Dengan
demikian pendekatan
psikoedukasional ini dapat diterapkan bagi anak yang mengalami GPPH.
2.2. Pendekatan Psikoedukasional dan penerapannya pada treatment GPPH Pendekatan psikoedukasional termasuk ke dalam bentuk penanganan psychodynamic behavior-management,
yaitu upaya pengubahan perilaku yang memperhatikan keterkaitan antara faktor dalam diri, faktor lingkungan, dan juga berbagai peristiwa yang terjadi dalam rentang kehidupan subjek. Dengan demikian, dalam
penanganannya, pendekatan ini menitikberatkan pada pentingnya penanganan secara individual pada tiap individu yang bermasalah.
Pendekatan psikoedukasional memandang pendamping sebagai seorang guru, dan anak sebagai muridnya. Seperti dalam proses belajar, maka guru hanya mengenalkan dan membantu jalannya pembelajaran, sedangkan
persyaratan utama tercapainya keberhasilan terletak pada keterlibatan aktif dari murid dalam proses belajar. Dengan demikian seperti yang dikatakan oleh Valett 1974 terdapat pergeseran pemaknaan “anak bermasalah”,
yaitu dari anak yang mencari pertolongan untuk keluar dari masalahnya menjadi seorang anak yang dipandang mampu untuk secara aktif terlibat dalam proses belajar, bahkan mampu mengarahkan proses belajarnya sendiri,
daripada hanya secara pasif menerima perlakuan dari pendamping.
Pendekatan psikoedukasional memandang permasalahan anak sebagai akibat dari kurangnya penguasaan terhadap tampilan perilaku yang dibutuhkan untuk dapat menjalani kehidupan secara adaptif dan efektif Vallet,
1974. Pendekatan ini memperhatikan pada keterkaitan antara proses kognitif dan juga afektif dalam upaya pemunculan perilaku. Faktor utama yang dituju dalam pendekatan ini adalah kesadaran anak self-awareness
akan adanya perilaku yang tidak efektif, dan menyadarkan bahwa ia memiliki kemampuan untuk belajar meningkatkan perilaku tersebut ke arah yang lebih efektif.
Self-awareness merupakan hal pokok di dalam belajar. Masalah yang sering muncul pada tahap ini adalah tidak
adanya perilaku yang berorientasi pada tujuan. Masalah umum yang berkaitan dengan tingkat awareness pada anak GPPH adalah tidak adanya perilaku yang mengarah pada tujuan goal-directedness, adanya masalah dalam
tingkat aktivitas dimana anak seringkali memberikan respon yang tidak sesuai dengan tuntutan tugas sehingga anak sering terlihat melakukan aktivitas yang dinilai tidak relevan dengan tuntutan tugas activity level dan
kurangnya kontrol internal internal control.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari treatment yang diberikan tidak sekedar untuk melatih keterampilan atau kemampuan tertentu, namun juga ditujukan untuk menumbuhkan adanya pengendalian diri melalui
kesadaran akan tampilan perilaku aktual dan kemampuan yang dimilikinya. Upaya penumbuhan self-awareness tidak hanya terbatas pada pelaksanaan suatu teknik namun selalu disertai dengan diskusi dua arah yang juga
menuntut keterlibatan aktif anak dalam membahas tampilan perilakunya saat ini. Umpan balik dinilai penting terutama saat anak menampilkan perilaku yang salah. Umpan balik yang diberikan harus diingat oleh anak untuk
membantu perencanaan tampilan perilaku yang lebih efektif yang selanjutnya akan menghasilkan perubahan perilaku untuk mencapai kondisi yang diinginkan Barkley, 1998; dalam Laila Qodariah, 2010.
Dalam proses kognitif, umpan balik yang diperoleh anak ditangkap sebagai sinyal adanya perilaku yang tidak efektif pada dirinya. Umpan balik menunjukkan diskrepansi antara tuntutan kondisi aktual dengan kondisi
tampilan perilaku yang dipengaruhi dorongan internal serta ketepatan pencapaian hasil.
Dengan menggunakan informasi yang sudah pernah terjadi, maka akan membantu anak untuk meregulasi tingkah laku saat ini present behavior serta membantu mengantisipasi terhadap kejadian mendatang future
events . Interaksi antara kejadian dan respon yang ditampilkan pada masa lalu yang terjadi pada diri anak akan
diaktifkan kembali dan disimpan dalam ingatan jangka panjang untuk mempersiapkan anak di masa depan dengan arah terus menumbuhkan self-awareness anak.
Tujuan ini dapat menjawab permasalahan bahwa GPPH adalah gangguan dalam tampilan perilaku. Hal ini berarti kebutuhan penangan pada anak dengan GPPH bukanlah semata-mata pada keterampilan begaimana suatu
perilaku dapat ditampilkan, namun lebih kepada kesadaran bahwa mereka membutuhkan pengubahan tampilan perilaku yang lebih efektif, dan juga kesadaran bahwa mereka memiliki kemampuan untuk belajar
mengendalikan tampilan perilaku mereka sendiri.
2.3. Prinsip pelatihan untuk anak dengan GPPH