Imunitas alamiah dan Pertahanan Tubuh Terhadap M. tuberculosis

Gambar 2.4 Pengenalan mikobakterium oleh pattern recognition receptors PRRs Beberapa PRR seperti NOD-like receptors dan C-type lectin receptors, memediasi pengenalan M.tuberculosis. NOD2, merupakan anggota NOD- like receptors, mengenali N-glycolyl MDP di dalam sitoplasma sel M.tuberculosis. DC-SIGN dan dectin-1 merupakan anggota dari C-type lectin receptors, berperan pada pengenalan mikobakterium. Selain itu, Mincle menunjukkan pengenalan terhadap TDM merupakan suatu glikolipid dari dinding sel mikobakterium Saiga et al., 2010.

2.3 Imunitas alamiah dan Pertahanan Tubuh Terhadap M. tuberculosis

Tahap pertama dalam aktivasi pertahanan tubuh alamiah dimulai dengan pola pengenalan patogen. PAMPs dari M.tuberculosis dikenali oleh PRRs spesifik yang akan memacu produksi sitokin proinflamasi dan kemokin, fagositosis dan pembunuhan mikobakterium, dan mempresentasikan antigen Kleinnijenhuis et al., 2011. Setelah mikobakterium yang ada pada aerosol terhisap melalui udara pernafasan kemudian masuk ke paru, kuman ditangkap oleh makrofag yang ada dalam alveolar. Mikobakterium yang lolos dari pemecahan intraseluler oleh makrofag bisa berkembang biak dan menghancurkan makrofag, setelah pengeluaran kemokin yang dapat merangsang pergerakan monosit atau sel inflamasi lainnya ke paru. Sel inflamasi seperti monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang siap untuk memakan mikobakterium namun tidak menghancurkan kuman tersebut Van Crevel et al., 2002. Pada tahap infeksi ini, mikobakterium berkembang secara logaritmik dan akumulasi produk makrofag dalam darah, namun terjadi kerusakan jaringan paru yang sedikit. Dua sampai tiga minggu setelah infeksi, terjadi perkembangan imunitas sel T dan timbul antigen- specific T lymphocyte, berproliferasi dalam lesi awal atau tuberkel, mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti interferon-  IFN yang akan mengaktivasi makrofag untuk membunuh mikobakterium intraseluler. Keadaan ini menyebabkan pertumbuhan mikobakterium terhenti dan granuloma pada lesi primer akan menghambat pertumbuhan mikobakterium ekstraseluler. Granuloma mengandung jaringan nekrotik kaseosa sentral, menimbulkan kavitas dan penyebaran secara aerogen kuman mikobakterium Kleinnijenhuis et al., 2011. Makrofag adalah sel yang sangat penting dalam kejadian tersebut diatas, terlibat dalam proses pagositosis, membunuh kuman mikobakterium dan mengawali imunitas sel T adaptif. Fagositosis kuman mikobakterium melibatkan reseptor yang berbeda-beda seperti scavenger receptors, mannose receptor MR, dan complement receptors. Proses fagosistosis bisa melibatkan uptake basil mikobakterium setelah opsonisasi dengan faktor komplemen dan tanpa opsonisasi. Studi invitro menunjukkan bahwa hampir 80 pagositosis M.tuberculosis melalui opsonisasi komplemen diperantarai oleh complement receptor 3 CR3. Proses pagositosis tanpa melalui opsonisasi penting pada inpeksi primer paru, karena faktor komplemen sebagian besar tidak ada pada daerah alveolar Kleinnijenhuis et al., 2011. Makrofag dapat mengeliminasi mikobakterium melalui mekanisme yang berbeda seperti produksi oksigen rekatif dan nitrogen species, asidifikasi fagosom, dan fusi fagosom dengan lisosom Van Crevel et al., 2002. Nasib mikobakterium intraseluler juga dipengaruhi oleh proses autofagi, merupakan proses seluler melalui komponen sitoplasma, termasuk organela dan patogen intraseluler, kemudian diasingkan dalam double-membrane-bound autophagosome dan dibawa ke lisosom untuk dihancurkan Kundu dan Thompson, 2008. Aktivasi dari autofagi menunjukkan maturasi dari fagosom, peningkatan asidifikasi fagosom, dan peningkatan pembunuhan mikobakterium dalam makrofag Gutierrez et al, 2004. Interaksi antara M.tuberculosis dengan sel sistem imun alamiah dan adaptif menghasilkan sekresi kemokin dan sitokin, yang paling penting yaitu TNF- , sitokin keluarga interleukin-1 IL- 1β, IL-18, IL-12, dan IFN . TNF penting dalam proses pembentukan granuloma, merupakan mekanisme penting dalam membatasi replikasi basil tuberkulosis. IFN  mengaktivasi makrofag untuk membunuh dan membatasi pertumbuhan mikobakterium. IFN  juga meningkatkan ekspresi molekul MHC klas II untuk meningkatkan presentasi antigen ke sel T. IFN  disekresikan oleh sel NK, sel T CD4+, dan sel T CD8+ pada pengeluaran IL- 12 dan IL-18 endogen oleh makrofag dan sel dendritik. Ditunjukkan bahwa individu yang mengalami defisiensi reseptor IFN  atau IL-12 terjadi peningkatan kepekaan terhadap infeksi mikobakterium Kleinnijenhuis et al., 2011. Beberapa subset makrofag telah diidentifikasi dengan berbagai peran penting masing-masing. Dua subset utama yaitu classical phenotype dan nonclassical alternative phenotype. Diferensiasi melalui jalur klasik diinduksi oleh produk mikroba atau IFN  menghasilkan induksi efek antimikroba dan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF , IL-1β, IL-12 p40, dan IL-23 Verreck et a.l, 2004; Verreck et al., 2006. Keadaan yang berbeda dijumpai pada subset makrofag nonclassical yaitu gangguan aktivitas antimikroba dan produksi IL-12. Subset ini memiliki kapasitas presentasi antigen yang jelek dan dapat menekan imunitas seluler dengan memproduksi IL-10 Verreck et al., 2006.

2.4 Proses Fagositosis dan Fusi Fagolisosom