41
seharusnya dilaksanakan di antara waktu sembahyang, misalnya di antara Lohor dan Azhar atau di antara Azhar dan Mahgrib Kleden, 2004:2009.
Fakta di atas menunjukkan bahwa keberadaan dan berbagai aktivitas kesenian dalam masyarakat untuk bisa tetap eksis dalam kondisi masyarakat seperti
itu mesti dilakukan perubahan dan penyesuaian dengan kondisi serta norma-norma yang ada dan berlaku secara mayoritas. Terjadinya perubahan dan penyesuaian
tersebut tidak saja pada kesenian lokal, namun juga kesenian-kesenian lainnya yang terdapat di Lombok termasuk kesenian Bali. Untuk mendukung teori reproduksi
budaya digunakan juga teori konfigurasi sebagai pisau analisis atas permasalahan pertama yaitu yang terkait dengan bentuk reproduksi seni kakebyaran Bali di Kota
Mataram. Bahwa dalam proses reproduksi seni kakebyaran tersebut di samping mereproduksi bentuk seni pertunjukan yang hampir sama dengan di daerah asalnya
Bali, terjadi juga beberapa perubahan yang bersifat konfiguratif dalam perkembangan seni kakebyaran di Kota Mataram. Beberapa bentuk komposisi
kakebyaran ditata kembali dan dimodifikasi untuk digunakan mengiringi tari-tarian Sasak dan tembang pesasakan dan dramatari.
2.3.2 Teori Identitas
Kota Mataram merupakan wilayah yang multikultur. Masyarakatnya sangat plural dengan berbagai bentuk budaya etnis. Sebagaimana dikatakan Jorn K
Braman, jika di sana hadir situasi multibudaya maka di sana pulalah kita memerlukan identitas budaya dalam Liliweri, 2007:69. Dari pernyataan tersebut,
identitas menjadi objek yang sangat penting untuk dibahas mengingat pluralitas
42
budaya masyarakat di Kota Mataram telah menimbulkan berbagai persoalan seperti diskriminasi, primodialisme, etnosentris, logosentris, melebarnya dikotomi
mayoritas dan minoritas di dalam kehidupan masyarakat. Kata “identitas” secara etimologi berasal dari kata “identity” bermakna
berikut ini. 1 Kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang
mirip satu sama lainnya 2 Kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama di antara dua orang atau
dua benda 3 Kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama di antara
dua orang individualitas atau dua kelompok atau benda. 4 Untuk menyatakan dan memahami kata identitas dengan kata identik,
misalnya menyatakan bahwa sesuatu itu mirip satu dengan yang lainnya Liliweri, 2002:69.
Lebih lanjut, kata “identitas” seringkali digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berkaitan dengan ciri-ciri, data diri atau catatan pribadi seseorang,
identitas sosial, identitas kelompok dan identitas budaya. Pengertian identitas dalam konteks budaya dapat dipahami sebagai rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah
kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batas-batasnya tatkala dibandingkan dengan karakteristik atau ciri-ciri kebudayaan orang lain.
Kenneth Burke dalam Liliweri, 2002:72 menjelaskan bahwa untuk menentukan identitas budaya itu sangat tergantung pada “bahasa” bahasa sebagai unsur
kebudayaan non-material, bagaimana representasi bahasa menjelaskan sebuah
43
kenyataan atas semua identitas yang dirinci kemudian dibandingkan. Bahasa diakui sebagai refleksi dari sebuah kenyataan hidup manusia tetapi di saat yang sama dia
membuat seleksi atas kenyataan dan bahkan membelokkan kenyataan itu sendiri. Dalam konteks sejarah, Jonathan Rutherford dalam Pilliang, 2004:280
menjelaskan identitas merupakan sebuah mata rantai yang menghubungkan nilai- nilai sosial budaya masa lalu dengan masa sekarang. Identitas merupakan ikhtiar
dari masa lalu, yang membentuk masa kini dan mungkin juga masa mendatang. Sedangkan dalam konteks sosial, identitas merupakan sesuatu yang dimiliki secara
bersama-sama oleh sebuah komunitas atau kelompok masyarakat tertentu, yang sekaligus membedakan mereka dari komunitas atau kelompok lainnya. Masyarakat
etnis Bali merupakan salah satu dari kelompok etnis dari berbagai etnis yang ada di Kota Mataram. Terdapat berbagai aspek kehidupan yang menjadi ciri identitasnya
seperti dalam kehidupan sosial, tradisi budaya, agama serta beberapa aspek lainnya. Berbagai ciri identitas tersebut menjadi pembeda dengan kelompok masyarakat
etnis lainnya. Terdapat fenomena yang menarik ketika etnis Bali mengalami kebingungan
menentukan identitas baik itu identitas pribadi maupun identitas budaya mereka. Dari kebingungan tersebut akhirnya muncul pertanyaan “apakah saya orang Bali ?”
atau “apakah saya orang Lombok ?” Lamanya keberadaan etnis Bali tinggal di Lombok atau di Kota Mataram khususnya sering kali menimbulkan pertanyaan
sebagaimana tertulis di atas terkait dengan identitas diri mereka, karena ada beberapa di antaranya sudah tidak mengetahui asal-usulnya di Bali. Adanya
kebingungan dalam menentukan identitas merupakan sebuah pertanda terjadinya
44
krisis identitas di kalangan masyarakat etnis Bali. Jean Boudrillard 1989 dalam Abdilah, 2002:28 mengatakan kondisi masyarakat yang plural dan majemuk sering
menyebabkan suatu subjek kehilangan identitasnya “in the desert one loose one’s identity”
Walaupun personalitas, tradisi, budaya dan berbagai aspek kehidupan lainnya masih sama dengan tradisi dan budaya Bali namun masyarakat etnis Bali di
Kota Mataram tidak pernah dianggap sebagai etnik Bali ketika mereka berkunjung ke Bali. Demikian pula sebaliknya di Lombok, dengan berbagai atribut dan prilaku
budaya yang dilakoni dalam kehidupan mereka, di Lombok mereka tetap dianggap sebagai etnik Bali. Dari fenomena tersebut akhirnya muncul identitas baru atas diri
mereka dengan istilah “balok” yang diartikan sebagai identitas etnis Bali yang ada di Lombok. Giddens dalam Barker, 2000:171 menyebut identitas diri sebagai
proyek. Maksudnya adalah bahwa identitas merupakan sesuatu yang kita ciptakan, seuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak maju ketimbang sesuatu yang datang
kemudian. Proyek identitas membangun apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita, bersama dengan apa yang kita pikir,
kita inginkan lintasan harapan kita ke depan. Terjadinya perubahan atas identitas tersebut searah dengan pandangan
Stuart Hall yang mengatakan bahwa identitas tidak pernah stabil, tidak pernah sempurna, ia selalu di dalam proses menjadi becoming, ia selalu dibangun dari
dalam. Identitas bersifat historis, dan segala sesuatu yang bersifat historis pada hakekatnya akan mengalami perubahan yang terus menerus, sesuai dengan
perubahan yang terjadi pada tingkat wacana sosial dalam Pilliang, 2004:280.
45
Berbagai atribut yang disandang serta berbudaya Bali, menunjukkan bahwa masyarakat tersebut masih sangat setia, mencintai dan menghormati para leluhur
yang telah menggenerasikan mereka di Lombok. Makanya berbagai atribut budaya serta tradisi tersebut masih dipertahankan dan berkembang pada saat ini untuk
memperkuat identitas mereka sebagai orang Bali. Salah satu tradisi yang dipertahankan untuk menguatkan identitas mereka adalah dengan berkesenian.
Berbagai bentuk kesenian dibangun untuk diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Dari berbagai bentuk kesenian yang paling populer saat ini adalah seni
kakebyaran. Seni kakebyaran merupakan salah satu ikon seni dan budaya Bali.
Reproduksi seni kakebyaran berarti memroduksi kembali ikon seni yang beridentitas seni budaya Bali. Direproduksinya seni kakebyaran oleh orang-orang
Bali ketika berada di luar wilayah Bali semata-mata adalah sebagai upaya untuk tetap melestarikan dan melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam seni
budaya, melanjutkan tradisi yang diwarisi oleh para pendahulunya dari masa yang lalu ketika berada di Bali dan saat berada di wilayah yang baru, dan selanjutnya
mengembangkannya di masa yang akan datang. Tegasnya, reproduksi seni kakebyaran merupakan upaya untuk mempertahankan identitas budaya Bali ketika
berada di wilayah dan komunitas masyarakat yang secara mayoritas memiliki budaya yang berbeda.
Mengamati berbagai fenomena yang terkait dengan reproduksi seni kakebyaran di Kota Mataram, teori identitas menjadi teori yang sangat penting
karena reproduksi seni kakebyaran merupakan salah satu bentuk reproduksi
46
budaya. Di dalamnya terdapat persoalan yang berkaitan dengan identitas diri, identitas etnis dan identitas budaya. Bergayut dengan pandangan Abdullah, bahwa
reproduksi kebudayaan merupakan proses penegasan identitas budaya yang dilakukan oleh pendatang yaitu orang Bali, yang berfungsi untuk menegaskan
keberadaan kebudayaan asalnya. Penegasan identitas sangat penting untuk dilakukan tatkala berada di wilayah yang masyarakatnya plural. Adanya penegasan
tersebut adalah penting untuk menghindari terjadinya krisis identitas, mengetahui dan memahami perbedaan identitas masing-masing etnik sehingga nantinya
terbangun sikap toleransi dan saling harga-menghargai di antara kelompok- kelompok yang ada.
2.3.3 Teori Semiotika