dikatakan dapat merusak telur yang kontak dengan obat ini sehingga tidak dapat menginfeksi lagi Maisonneuve dkk, 1985; Wagner dan Pena-Chavaria, 1974.
Hal ini dapat menyebabkan makin berkurangnya kemungkinan transmisi telur yang dikeluarkan bersama tinja setelah pengobatan infeksi reinfeksi.
Pengurangan transmisi ini akan lebih baik bila telur yang masih ada dalam gonad dipengaruhi oleh obat cacing, sehingga cacing yang tidak dapat diekspulsi
pada pengobatan menghasilkan telur yang tidak dapat berkembang menjadi bentuk infektif. Penurunan transmisi dapat dilihat dengan angka reinfeksi. Oleh
karena itu maka dilakukan pemantauan perkembangan telur serta jumlah telur T trichiura pasca pengobatan dengan antihelmintik golongan benzimidazole seperti
albendazole dan mebendazole yang mana diketahui mempunyai efek ovisidal dan larvasidal sehingga menurunkan transmisi reinfeksi telur dalam tanah menjadi
latar belakang penelitian ini.
I.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka diteliti bagaimana pengaruh albendazol 400 mg dosis tunggal dan mebendazol 500 mg dosis tunggal
terhadap perkembangan telur T trichiura pada murid SD Belawan.
I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum
Untuk membandingkan pengaruh albendazol dan mebendazol terhadap perkembangan telur T trichiura pada anak di SD Belawan.
Universitas Sumatera Utara
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui efek ovisidal larvasidal albendazol 400 mg dosis tunggal dan mebendazol 500 mg dosis tunggal terhadap perkembangan telur T
trichiura. 2. Untuk mengetahui perkembangan telur T trichiura setiap minggu selama
sebulan setelah pemberian albendazol 400 mg dosis tunggal dan mebendazol 500 mg dosis tunggal.
I.4. Manfaat Penelitian
1. Untuk mendapatkan obat yang lebih efektif dan efisien dalam upaya menurunkan transmisi telur yang infeksius, sehingga dapat menurunkan angka
reinfeksi trichuriasis. 2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi ilmiah dalam
penanganan infeksi T trichiura dan akan bermanfaat untuk meningkatkan upaya peningkatan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan pada anak di
Indonesia. 3. Membantu program Departemen Kesehatan khususnya Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam memberantas penyakit menular terutama kecacingan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Kecacingan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing, dimana dapat terjadi infeksi ringan maupun infestasi berat. Infeksi
kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas nematoda usus khususnya yang penularan melalui tanah, diantaranya A lumbricoides, T
trichiura, dan cacing tambang A duodenale dan N americanus serta Strongyloides stercolaris Beaver dkk, 1984; Kazura, 2000.
. II.2.
Trichuris trichiura
Nama lain cacing ini adalah Trichocephalus dispar atau cacing cambuk merupakan salah satu nematoda usus yang penting pada manusia. Cacing
Trichuris ini termasuk family Trichinellidae, genus Trichiuris. Hospes definitifnya adalah manusia dan habitat normalnya di sekum dan kolon asendens
Beaver dkk, 1984; Kazura, 2000. Infeksi cacing cambuk T trichiura lebih sering terjadi di daerah panas,
lembab, dan sering terjadi bersama-sama dengan infeksi Ascaris. Jumlah cacing dapat bervariasi, apabila jumlahnya sedikit pasien biasanya tidak terpengaruh
dengan adanya cacing ini Brown, 1982 Termasuk golongan nematoda yang hidup di kolon asendens dan sekum caecum dengan satu spikulum dengan
bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk kedalam mukosa usus. Pejamu utama T trichiura adalah manusia yang terinfeksi bila menelan telur yang
mengandung larva Dent dkk, 2007; Pasaribu dkk, 2008. Cacing betina
Universitas Sumatera Utara