Analisis Pemasaran Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

(1)

ANALISIS PEMASARAN UBI JALAR

(Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip,

Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Yosia BSMS Silalahi

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pemasaran Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015 Yosia BSMS Silalahi NIM H44099001


(4)

(5)

4

ABSTRAK

YOSIA BSMS SILALAHI. Analisis Pemasaran Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh ADI HADIANTO dan FITRIA DEWI RASWATIE.

Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian terpenting di Indonesia. Sektor pertanian salah satu kunci dalam pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai kunci dalam pemantapan ketahanan pangan nasional. Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi ubi jalar di Jawa Barat. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi saluran pemasaran yang terjadi dan menganalisis saluran pemasaran yang efisien, dengan menggunakan analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan analisis keuntungan resiko terhadap biaya pemasaran. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan adalah purposive sampling untuk petani dan metode snowball untuk lemabaga pemasaran yang terlibat. Lembaga pemasaran yang terlibat adalah kelompok tani, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Hasil dari analisis, didapatkan saluran pemasaran 5 adalah saluran yang paling efisien bagi petani produsen dengan nilai marjin pemasaran terkecil sebesar Rp 800,00, farmer’s share terbesar sebesar 73,33 persen dan total biaya pemasaran terkecil sebesar Rp 320,00. Dengan mengetahui saluran pemasaran yang efisien dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Saran pada penelitian ini adalah petani produsen diharapkan mampu melakukan kegiatan usahataninya dengan lebih baik, mencari informasi harga di tingkat konsumen agar posisi tawar menawar lebih kuat. Pedagang pengecer perlu memberikan kepastian harga sehingga konsumen dan petani mengetahui harga yang pasti dan tidak terjadi tawar menawar harga ubi jalar. Lembaga pemasaran dapat memperluas pasar dengan membuat outlet dan bekerjasama dengan lembaga pemasaran yang menjual produk olahan ubi jalar. Saran penelitian selanjutnya adalah meningkatkan nilai tambah ubi dan meningkatkan total penjualan pada saluran 5 (saluran pemasaran yang efisien bagi petani).

Kata Kunci: analisis pemasaran, efisiensi pemasaran, farmer’s share, saluran pemasaran ubi jalar.


(6)

(7)

6

ABSTRACT

YOSIA BSMS SILALAHI. Ubi Jalar Marketing Analysis (Case Study: The Farmers Gorup of Hurip, Cikarawang Village, Subdistrict of Dramaga, District of Bogor, West Java). Supervised by ADI HADIANTO and FITRIA DEWI RASWATIE.

Sweet potato is one of the most vital agricultural commodity in Indonesia. Agricultural sector is one of the key in eradicating poverty, providing employment opportunity, and also strengthening food security of a nation. Cikarawang village, Sub-district of Dramaga, Bogor Regency is the center producer of sweet potato in West Java. The objective of this study is to identify the underlying market chain and to analyze the efficiency of market chain toward cost. The data used in this research is data primary and secondary data. Methods used is purposive methods of sampling for farmers and snowball sampling for marketing agencies . Marketing agency involved is the Group of farmers, traders and retailers Gatherer. The result of analysis, obtained marketing outlets 5 is the channel that most efficient for farmer‟s producers with the value of the smallest margins of 800 rupiah, farmer‟s largest share 73,33 percent, and total marketing cost smallest of 320 rupiah. By knowing marketing channel efficiently can increase income and welfare of farmers. Advice on this research are farmers producers are expected to perform the activities of usahataninya better, a seeking for information price to the consumer to posittions bargaining stronger. Traders a retailer needs to give certainty the price so consumers and farmers know about the price of a definite and not occurring bargaining the price of sweet potato. Marketing institutions can expand the market by making the outlet and engaged with their marketing who sells the processed products sweet potato. Advice the next research is to increase the added value of yams and increase total sales on a tract 5 ( marketing outlets efficient for farmers ).

Keywords: effieciency of marketing, farmer‟s share, marketing analysis, marketing channel of sweet potato


(8)

(9)

8

ANALISIS PEMASARAN UBI JALAR

(Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Yosia BSMS Silalahi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(10)

(11)

(12)

(13)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pemasaran Ubi Jalar (Studi Kasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran pemasaran ubi jalar yang tercipta di Desa Cikarawang, menganalisis fungsi-fungsi pemasaran ubi jalar, dan menganalisis saluran mana yang lebih efisien berdasarkan marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing satu yang telah membimbing penulis dalam penulisan karya ini dan ibu Fitria Dewi Raswatie SP, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberi masukan kepada penulis. Selain itu penulis berterima kasih kepada kedua orangtua Bastian Silalahi, SE, MM, MH dan Jeanny HV Hutauruk, SE, MM, Ak, CA karena telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis selama proses penulisan. Terimakasih kepada kakak Ruth Silalahi, S.Sos, SH, MH, adik Juniartha Gladys dan seluruh sanak saudara yang turut serta membantu dan mendukung penulis. Tak lupa juga penulis berterima kasih kepada sahabat dan kerabat Zeta, Ocon, Kims, Fira, Daus, Sindu, Derry, Suri, Irawan, Handi, Adit, Isiw, Tyo, Upe, Dinar, Deanty, Gerry, dan seluruh kerabat yang turut membantu dalam proses penulisan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Bogor, Agustus 2015 Yosia BSMS Silalahi H44099001


(14)

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Budidaya Ubi Jalar ... 7

2.1.1. Syarat tumbuh dan cara tanam ... 8

2.1.2. Penanganan panen dan pasca panen ... 8

2.2. Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran ... 9

2.3. Fungsi Pemasaran ... 10

2.4. Efisiensi Pemasaran ... 10

2.5. Marjin Pemasaran ... 12

2.6. Farmer’s Share ... 12

2.7. Rasio Keuntungan terhadap Biaya ... 13

2.8. Penelitian Terdahulu ... 13

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 25

3.1.1. Konsep Pemasaran ... 25

3.1.2. Lembaga Pemasaran ... 26

3.1.3. Saluran Pemasaran ... 27

3.1.4. Fungsi-Fungsi Pemasaran ... 30

3.1.5. Efisiensi Pemasaran ... 31

3.1.6. Marjin Pemasaran ... 32

3.1.7. Farmer’s Share ... 34

3.1.8. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran ... 34

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

IV. METODE PENELITIAN ... 39

4.1. Lokasi dan Waktu ... 39

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 39

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 40

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 40

4.4.1. Analisis Saluran Pemasaran ... 41

4.4.2. Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran ... 42


(16)

viii

4.4.4. Analisis Farmer’s Share ... 44

4.4.5. Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran .. 45

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 47

5.1. Sejarah Desa ... 47

5.2. Karakteristik Wilayah ... 47

5.3. Karakteristik Petani Responden ... 49

5.4. Karakteristik Lembaga Pemasaran ... 52

5.5. Gambaran Umum Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 53

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

6.1. Sistem Pemasaran ... 59

6.2 Lembaga, Saluran Pemasaran, dan Fungsi ... 60

6.2.1 Lembaga Pemasaran ... 60

6.2.2 Saluran Pemasaran ... 62

6.2.3 Fungsi Pemasaran ... 68

6.3 Identifikasi Marjin Pemasaran, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran ... 75

6.3.1 Marjin Pemasaran ... 75

6.3.2 Farmer’s Share ... 79

6.3.3 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran ... 80

6.3.4 Efisiensi Pemasaran ... 83

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 89

7.1. Simpulan ... 89

7.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN ... 95

RIWAYAT HIDUP ... 107

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Lapangan pekerjaan umum penduduk usia 15 tahun keatas... 1

2 Luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar ubi jalar di Jawa Barat tahun 2013... 3

3 Produksi Ubi Jalar Di Indonesia ... 4

4 Penelitian Terdahulu ... 20

5 Jumlah Penduduk di Desa Cikarawang Tahun 2011-2013 Berdasarkan Mata Pencaharian ... 48 6 Karakteristik Petani Hurip Ubi Jalar di Desa Cikarawang Tahun


(17)

2012 ... 49

7 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Umur di Desa Cikarawang Tahun 2015 ... 50

8 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cikarawang Tahun 2015 50 9 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Cikarawang Tahun 2015 ... 51

10 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Pengalaman Bertani di Desa Cikarawang Tahun 2015 ... 51

11 Mata Pencaharian Penduduk di Desa Cikarawang Tahun 2011-2013 ... 52

12 Karakteristik Lembaga Pemasaran Responden berdasarkan Umur 53 13 Karakteristik Lembaga Pemasaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 53

14 Fungsi Pemasaran Masing-Masing Lembaga Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang Tahun 2015 ... 69

15 Analisis Marjin Pemasaran Ubi Jalar pada Sistem Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang Bulan April 2015 ... 76

16 Farmer’s Share pada Sistem Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang April 2015 ... 80

17 Besaran Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor .... 81

18 Nilai Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar pada Tiap Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ... 84

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Konsep Marjin Pemasaran ... 33

2 Kerangka pemikiran operasional ... 37

3 Skema sistem pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 59

4 Sistem saluran pemasaran 1 Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 62

5 Sistem saluran pemasaran 2 Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 63

6 Sistem saluran pemasaran 3 Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 65

7 Sistem saluran pemasaran 4 Ubi Jalar di Desa Cikarawang ... 66


(18)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuesioner penelitian petani ubi jalar ... 96 2 Kuesioner penelitian perdagangan ubi jalar ... 99 3 Data Petani Responden Pebelitian Analisis Pemasaran Ubi Jalar di

Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. ... 102 4 Data Lembaga Responden Penelitian Analisis Pemasaran Ubi Jalar

di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ... 102 5 Rincian Biaya Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang,

Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ... 103 6 Dokumentasi Penelitian Analisis Pemasaran Ubi Jalar di Desa


(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor seperti tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan. Sub sektor tanaman pangan memberikan kontribusi penting karena peranannya yang dibutuhkan dalam mencapai swasembada pangan melalui program diversifikasi pangan.

Diversifikasi pangan tidak berarti menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi dengan lebih banyak jenis pangan yang dapat dikonsumsi. Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar dalam ketahanan pangan. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 Pasal 1 tentang ketahanan pangan, mengatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama (juta orang) Tahun 2012-2014 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Lapangan pekerjaan umum penduduk usia 15 tahun keatas

Lapangan Pekerjaan Utama 2012 (juta orang)

2013 (juta orang)

2014 (juta orang)

Pertanian 39,59 39,22 38,97

Industri 15,61 14,96 15,26

Konstruksi 6,85 6,35 7,28

Perdagangan 23,52 24,10 24,83

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 5,05 5,10 5,11

Keuangan 2,70 2,90 3,03

Jasa Kemasyarakatan 17,33 8,45 18,42

Lainnya 1,85 1,68 1,73

Jumlah 112,50 112,76 114,63

Sumber: BPS (2015a)

Struktur lapangan pekerjaan (Tabel 1) hingga Agustus 2014 tidak mengalami perubahan, di mana Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Sektor Jasa Kemasyarakatan, dan Sektor Industri masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan


(20)

2

positif dan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu sektor pertanian salah satu kunci dalam pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai kunci dalam pemantapan ketahanan pangan nasional. Pertumbuhan Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan pada triwulan II tahun 2014 (Rp 91.022.000.000,00) dibandingkan triwulan I tahun 2014 (Rp 88.636.700.000,00) tumbuh 2,69 persen (BPS 2015b). Salah satu komoditas pertanian Indonesia yang saat ini mempunyai potensi besar untuk dikembangkan adalah komoditas ubi jalar.

Ubi jalar (Ipomea batatas L.) adalah salah satu komoditas yang cukup banyak terdapat di Indonesia. Ubi jalar adalah jenis umbi-umbian yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan umbi-umbi yang lain dan merupakan sumber karbohidrat keempat di Indonesia, setelah beras, jagung, dan ubi kayu (Widyaningtyas dan Susanto 2015). Produksi ubi jalar cenderung naik setiap tahun, meskipun tidak terlalu signifikan dan jumlah produksinya jauh di bawah tanaman umbi-umbian lain. Pada tahun 2014, luas panen tanaman ubi jalar mencapai 156.758 Ha dengan tingkat produktivitas 152,00 (Kw/Ha) dan total produksi sebanyak 2.382.658 ton (BPS 2015c). Ubi jalar dikonsumsi sebagai makanan tambahan atau sampingan bahkan dianggap sebagai makanan kampungan, kecuali di Irian Jaya dan Maluku, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok (Zuraida dan Supriati 2001).

Produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor pada tahun 2009-2013 masing-masing bernilai 58.309 ton, 56.476 ton, 59.574 ton, 64.882 ton, 82.935 ton, dan 50.180 ton dengan luas lahan yang sudah digunakan sebesar 3.105 Ha (BKPM 2014). Sebagai tanaman palawija yang memiliki potensi produksi ± 25-40 ton/ha dan waktu tanam yang relatif singkat (3,5 - 6 bulan), saat ini ubi jalar merupakan tanaman umbi-umbian yang paling produktif (Widhi dan Dahrul 2008).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentral ubi jalar. Hal ini dapat dilihat dari segi luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar. Ubi jalar di Kabupaten Bogor menempati posisi tertinggi kedua setelah Kabupaten Kuningan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.


(21)

Tabel 2. Luas tanam, luas panen, produksi, dan hasil per hektar ubi jalar di Jawa Barat tahun 2013

Kabupaten

Tahun 2013 Luas Panen

(Ha)

Produksi (ton)

Hasil Per Hektar (Kw/Ha)

Bogor 3.105 50.180 161,61

Sukabumi 1.149 12.393 107,85

Garut 7.564 178.770 236,34

Tasikmalaya 1.871 17.621 94,17

Kuningan 5.205 118.267 227,21

Sumedang 1.437 15.777 109,79

Sumber: BPS Jawa Barat (2014)

Salah satu wilayah penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah Desa Cikarawang. Desa Cikarawang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di desa Cikarawang terdapat empat kelompok tani yang bergerak di komoditas padi, kacang tanah, dan ubi jalar. Kelompok tani tersebut antara lain kelompok tani Hurip, Setia, Mekar, dan Subur Jaya.

Produktivitas ubi jalar yang tinggi di Desa Cikarawang menandakan minat petani yang tinggi dalam mengusahakan usahatani ubi jalar. Minat petani yang tinggi dalam budidaya ubi jalar perlu dukungan dengan adanya efisiensi dalam saluran pemasaran. Tingkat produksi yang rendah dan cenderung stagnan menunjukkan bahwa pemanfaatan komoditas ubi jalar belum dilakukan dengan optimal. Ditambah lagi dengan adanya pandangan masyarakat bahwa ubi jalar identik dengan makanan rakyat kurang mampu sehingga ubi jalar kurang popular di kalangan masyarakat menengah ke atas. Diperlukan peningkatan citra ubi jalar sebagai makanan bermartabat tinggi, tidak lagi diposisikan sebagai makanan lapisan masyarakat bawah. Beberapa Negara seperti: Amerika Serikat, Eropa, dan Asutralia, ubi jalar justru menjadi makanan istimewa. Ekspor ubi jalar goreng ke Jepang dari Indonesia secara kontinu dalam jumlah yang besar menunjukkan bahwa masyarakat Jepang mengapresiasi ubi jalar sebagai makanan yang layak. Adanya kesadaran masyarakat Indonesia untuk tidak merasa malu mengonsumsi ubi jalar dipastikan akan meningkatkan permintaan ubi jalar dan diversifikasi bahan pangan nasional (Zuraida 2009).

Perbedaan harga dapat terjadi dikarenakan ada lembaga pemasaran yang terlibat dalam aktivitas pemasaran ubi jalar dari petani hingga ke konsumen akhir.


(22)

4

Setiap lembaga yang terlibat akan mengambil keuntungan dan mengeluarkan biaya permasaran terkait fungsi yang dilakukan. Besarnya keuntungan dan biaya pemasaran yang dikeluarkan dari setiap lembaga pemasaran tersebut akan meningkatkan harga jual dari lembaga pemasaran. Sehingga terjadi perbedaan harga di petani produsen dengan konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka akan semakin banyak pengambilan keuntungan yang terjadi akibatnya harga jual menjadi naik. Tingkat efisiensi saluran pemasaran dapat mempengaruhi tingkat pendapatan, pengeluaran, serta penerimaan pendapatan usahatani, sehingga petani produsen menjadi sejahtera dan mampu meningkatkan perekonomian nasional. Atas dasar hal ini penelitian mengenai analisis pemasaran ubi jalar perlu dilakukan.

1.2. Rumusan Masalah

Jawa Barat merupakan provinsi sentral produksi ubi jalar terbesar di Indonesia dibanding provinsi lainnya, misalnya: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Papua, Jawa Tengah, Jawa timur. Berikut merupakan data produksi ubi jalar di Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produksi Ubi Jalar Di Indonesia

Provinsi Produksi Ubi Jalar (ton)

2011 2012 2013 2014

Sumatera Utara 146.622 116.671 186.583 191.104

Sumatera Barat 159.865 134.453 124.881 98.120

Jawa Barat 471.737 485.065 436.577 429.378

Jawa Tengah 179.303 183.694 166.978 157.972

Jawa Timur 312.449 393.199 411.957 217.545

Papua 412.878 405.520 345.095 348.438

Sumber: BPS (2015d)

Desa Cikarawang merupakan sentral produksi ubi jalar di Kecamatan Dramaga. Tingginya produktivitas ubi jalar di Desa Cikarawang tidak setara dengan pendapatan petani produsen di desa tersebut. Aspek pemasaran ditentukan oleh peranan lembaga-lembaga pemasaran, semakin banyak pihak yang terlibat dalam pemasaran akan semakin banyak perlakuan yang diberikan dan semakin banyak pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga pemasaran. Beberapa lembaga pemasaran yang berperan tersebut diantaranya adalah petani produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Lembaga


(23)

pemasaran dalam pemasaran ubi jalar berfungsi sebagai penghubung yang akan menentukan harga dari komoditas ubi jalar tersebut.

Sistem pemasaran ubi jalar berkaitan dengan peran lembaga pemasaran dalam menyampaikan ubi jalar dari tangan produsen ke tangan konsumen. Oleh karena itu, hal ini memiliki keterkaitan pada perbedaan lokasi dan kegiatan lembaga pemasaran yang mengakibatkan penyebaran harga dan keuntungan antar lembaga pemasaran menjadi tidak merata. Adanya lembaga pemasaran akan menyebabkan harga ubi jalar berubah setelah sampai di konsumen, di mana yang menjadi penyebab hal tersebut adalah setiap lembaga pemasaran berusaha melakukan fungsi pemasaran yang menambah nilai guna (utilitas) dari ubi jalar tersebut sehingga memperbesar biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran biasanya dibebankan kepada pihak produsen dan konsumen dengan cara meningkatkan harga konsumen atau menekan harga produsen.

Kelompok Tani Hurip adalah salah satu kelompok tani ubi jalar di Desa Cikarawang yang memiliki permasalahan pemasaran. Kelompok tani Hurip sebenarnya mampu memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen. Akan tetapi terdapat beberapa kendala yang membuat kelompok tani ini tidak dapat memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen sehingga membuat kelompok tani ini harus berhubungan dengan pedagang yang dapat membantu menyalurkan produk tersebut. Kendala yang dihadapi oleh kelompok tani tersebut adalah produk yang dijual sifatnya mudah rusak (bulky) dan cepat busuk (perishable). Kendala lain yang dihadapi adalah jarak lokasi pemasaran dari areal usahatani yang dimiliki oleh kelompok tani, sehingga memerlukan penanganan, mulai dari penyimpanan, pengangkutan dan bongkar muat. Hal tersebut dapat mengakibatkan biaya yang dikeluarkan oleh kelompok tani tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperolehnya.

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dipaparkan di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 Bagaimana saluran serta fungsi pemasaran ubi jalar yang ada di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor?

2 Bagaimana efisiensi pemasaran ubi jalar pada setiap saluran pemasaran di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor?


(24)

6

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1 Mengidentifikasikan dan menganalisis sistem pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang melalui saluran pemasaran, dan fungsi-fungsi pemasaran.

2 Menganalisis efisiensi pemasaran ubi jalar melalui marjin pemasaran, farmer’s share dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran di setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:

1 Petani dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat sebagai bahan informasi untuk melaksanakan kerjasama yang saling menguntungkan dalam pemasaran ubi jalar.

2 Pemerintah daerah khususnya Pemerintah Daerah Kecamatan Dramaga sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan dalam perbaikan sistem pemasaran ubi jalar.

3 Pembaca hasil penelitian ini, sebagai tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan komoditas ubi jalar sekaligus memberikan gambaran usahatani ubi jalar di lokasi penelitian.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sistem pemasaran di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis mengenai saluran pemasaran, lembaga dan fungsi pemasaran, marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran dan sistem pemasaran ubi jalar. Data yang digunakan adalah data penjualan ubi jalar dan musim panen terakhir yang terjadi pada Desember 2014-Februari 2015.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Ubi Jalar

Ubi jalar (sweet potato) atau ketela rambat diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Dalam bahasa latin ubi jalar disebut Ipomoea batatas. Tanaman ini masuk dalam ordo Solanaceae dengan famili Convolvulaceae. Dalam famili ini, hanya ubi jalar yang merupakan tanaman penghasil pati, memiliki umbi yang manis, dan ditanam dengan area panen sangat luas (Septianingrum 2009).

Ubi jalar termasuk tanaman tropis dan tumbuh baik pada daerah temperatur yang panas dan udara yang lembab. Temperatur maksimal dan minimum agar tanaman ubi jalar dapat tumbuh adalah 29,6°C dan 18,5°C dengan suhu optimalnya adalah 27°C. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan ubi jalar perbulan adalah sekitar 35 sampai 235 mm dan umur panen ubi jalar rata-rata 4 bulan. Ubi jalar tidak memerlukan tanah yang subur, karena pada tanah yang subur yang tumbuh lebat hanyalah daun dan batangnya. Ubi jalar umumnya tumbuh baik pada lahan berpasir atau kering dan dapat dibudidayakan tanpa adanya irigasi (Kussuma 2008).

Aneka umbi seperti ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk diolah dan dikembangkan menjadi aneka ragam produk olahan. Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang dapat tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia. Sebagai sumber pangan, tanaman ini mengandung energi, β-karoten, vitamin C, niacin, riboflavin, thiamin, dan mineral. Oleh karena itu, komoditas ini memiliki peran penting, baik dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri pangan maupun pakan ternak (Ambarsari, et al 2009).

Pada tahun 1960-an penanaman ubi jalar sudah meluas ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 Indonesia merupakan Negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia. Sentra produksi ubi jalar di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sumatera Utara (Juarsa 2007).


(26)

8

2.1.1. Syarat tumbuh dan cara tanam

Ubi jalar dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan apabila persyaratan iklimnya sesuai selama pertumbuhannya. Suhu minimum untuk pertumbuhannya adalah 10°C, suhu maksimum 40°C dan suhu optimumnya adalah 21°C – 27°C. Secara geografis tanaman ubi jalar dapat tumbuh baik mulai dari 40° lintang utara sampai 32° lintang selatan (Jedeng 2011).

Jawa dan beberapa sentral produksi ubi jalar umumnya ditanam di lahan sawah irigasi dan nonirigasi pada musim kemarau setelah panen padi dan lahan tegalan. Penanaman ubi jalar di lahan tegalan umumnya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan (Zuraida dan Supriyati 2001).

2.1.2. Penanganan panen dan pasca panen

Penanganan pascapanen ubi jalar meliputi kegiatan penentuan saat panen, pemanenan, pengupasan kulit, pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. a. Pemanenan

Ubi jalar dipanen setelah tanaman berumur 5-6 bulan, dengan ciri-ciri daunnya sudah tampak menguning/mulai mengering. Tata cara panen ubi jalar melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tentukan pertanaman ubi jalar yang telah siap panen.

2. Potong (pangkas) batang ubi jalar dengan sabit atau parang, kemudian singkirkan.

3. Galilah guludan dengan cangkul hingga terkuak ubinya. 4. Ambil dan kumpulkan ke tempat pengumpulan.

5. Bersihkan ubi dari tanah atau kotoran dan akar yang masih menempel.

6. Lakukan seleksi dan sortasi berdasarkan ukuran dan warna kulit ubi serta pisahkan ubi sehat dengan ubi terserang hama atau penyakit.

7. Masukkan kedalam wadah untuk diangkut. b. Pascapanen

Ubi jalar biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar. Sedapat mungkin hindarkan ubi dari luka atau memar saat panen. Umbi hasil panen dikemas dalam bentuk ikatan (2 – 5 kg) atau dalam keranjang (2 -10 kg). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan ubi jalar adalah :


(27)

1. Sebaiknya disimpan di ruang bersuhu kamar antara 27º - 30º C dengan kelembaban udara antara 85 persen – 90 persen. Disimpan di ruang gelap dengan mengikutsertakan tangkai ubi yang agak panjang atau disimpan di dalam pasir dan abu dengan mengangin-anginkan.

2. Disimpan di ruang khusus atau gudang yang kering, sejuk dan peredaran udaranya baik dengan cara menumpahkan ubi di lantai gudang, kemudian timbun dengan pasir kering atau abu tertutup. Atau disimpan di atas para-para yang ditempatkan di dapur yang biasanya terkena asap setiap hari yang berasal dari tungku, hal ini dapat menghindarkan dari serangan hama terutama boleng.

2.2. Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran

Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang-barang, jaa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan kelompok sasaran yang memenuhi tujuan pelanggan dan organisasi. Hal ini berarti dalam pemasaran tercakup serangkaian kegiatan analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atas barang, jasa dan gagasan dengan tujuan utama kepuasan pihak-pihak yang terlibat (Wahjono 2013).

Kotler (2008), mendefinisikan pemasaran merupakan suatu proses social yang mana di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Istilah pemasaran dan tata niaga di negara kita dipakai silih berganti dan mempunyai batasan yang sama, yaitu kegiatan ekonomi yang berfungsi menyalurkan produk dari produsen hingga ke konsumen akhir (Nuraeni, et al 2006), sedangkan menurut Wulandari (2009) lembaga pemasaran adalah individu atau kelompok yang melakukan fungsi pemasaran. Setiap proses yang terjadi pada setiap lembaga menggambarkan fungsi dari lembaga tersebut pada proses pemasaran.

Saluran pemasaran mempunyai tugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran mengatasi tiga macam jenjang penting yaitu waktu, ruang, dan pemilikan (Arinong dan Kadir 2008). Saluran pemasaran pada prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke konsumen melalui lembaga


(28)

10

pemasaran. Peran lembaga pemasaran sangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karakteristik barang yang dipasarkan (Prasetyo 2008). Saluran distribusi adalah perantara-perantara para pembeli dan penjual, yang dilalui oleh perpindahan-perpindahan barang milik sejak dari produsen ke tangan konsumen (Prasetyo 2008).

2.3. Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran yaitu melihat dan membandingkan tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran itu sendiri adalah pedagang yang ikut menyampaikan barang dan jasa produsen ke konsumen melalui saluran pemasaran tertentu (Prasetyo 2008).

Permasalahan yang dihadapi oleh suatu perusahaan sering timbul, seperti menurunnya volume penjualan, tidak tercapainya target penjualan, persaingan yang semakin tajam dan meningkat, sulitnya penemu ide baru untuk mengembangkan produk yang disukai. Hal tersebut menuntut suatu perusahaan untuk menyusun suatu rangkaian kebijaksanaan di bidang pemasaran (Kuswarak 2010).

Perbaikan pemasaran pada dasarnya adalah upaya perbaikan posisi tawar produsen terhadap pedagang, pedagang terhadap konsumen, dan sebaliknya. Perbaikan pemasaran juga memperebutkan keuntungan dalam perdagangan, baik pada pasar domestik maupun internasional secara adil dan transparan yang bebas dan kompetetif (Mahatama dan Farid 2013).

2.4. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran dapat didefiniskan sebagai peningkatan rasio output-input yang dapat dicapai dengan cara, yaitu pertama, output tetap konstan sedangkan input mengecil; kedua, output meningkat sedangkan input tetap konstan; ketiga, output meningkat dalam kadar yang lebih tinggi daripada peningkatan input; dan keempat, ouput menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan input (Rahim dan Hastuti, 2007).

Pemasaran yang efisien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran tercapai jika sistem tersebut dapat


(29)

memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran, yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga- lembaga pemasaran (Anita, et al 2012).

Salah satu aspek pemasaran yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan arus barang dari produsen ke konsumen adalah efisiensi pemasaran, karena melalui efisiensi pemasaran selain terdapat perbedaan harga yang diterima petani sampai barang tersebut dibayar oleh konsumen akhir, juga kelayakan pendapatan yang diterima petani maupun lembaga pemasaran (Suherty 2009). Efisiensi pemasaran akan terjadi apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetesi pasar yang sehat (Cristoporus dan Sulaeman 2009).

Efisiensi pemasaran sangat penting supaya masing-masing lembaga mendapatkan keuntungan sesuai apa yang telah mereka keluarkan (output). Jika tidak ada efisiensi pemasaran maka ada pihak atau lembaga yang dirugikan karena mungkin lembaga tersebut telah mengeluarkan output lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang didapatkannya dan begitu juga sebaliknya, lembaga yang mengeluarkan ouput lebih kecil tetapi mendapatkan keuntungan yang besar, dan akan terjadi lah kesenjangan keuntungan yang diperoleh (Febriani 2011).

Istilah efisiensi pemasaran sering digunakan dalam menilai prestasi kerja (performance) proses pemasaran. Hal ini mencerminkan konsensus bahwa pelaksanaan proses pemasaran harus berlangsung secara efisien. Teknologi atau prosedur baru hanya boleh diterapkan bila meningkatkan efisiensi proses pemasaran (Jumiati, et al 2013).


(30)

12

2.5. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen. Marjin ini akan diterima oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut (Daniel 2002). Panjang-pendeknya atau bagus-jeleknya saluran pemasaran dapat dilihat dari besar-kecilnya marjin pemasaran, bukan berdasarkan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat, karena marjin pemasaran merupakan penampakan dari kontribusi biaya dan keuntungan yang terjadi dalam pemasaran suatu komoditi (Yuprin 2009).

Marjin pemasaran sering digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada berbagai saluran dapat berbeda, karena tergantung pada panjang pendeknya saluran pemasaran dan aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan serta keuntungan yang diharapkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran (Suherman, et al 2011). Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen atau merupakan jumlah biaya pemasaran dengan keuntungan yang diharapkan oleh masing-masing lembaga pemasaran (Mukson, et al 2005).

2.6. Farmer’s Share

Farmer’s share yaitu persentase harga yang diterima petani dibandingkan dengan harga jual pada pedagang pengecer. Farmer’s share dalam suatu kegiatan pemasaran dapat dijadikan dasar atau tolak ukur efisiensi pemasaran. Semakin tinggi tingkat persentase farmer’s share yang diterima petani maka dikatakan semakin efisien kegiatan pemasaran yang dilakukan dan sebaliknya semakin rendah tingkat persentase farmer’s share yang diterima petani, maka akan semakin rendah pula tingkat efisiensi dari suatu pemasaran (Rosmawati 2011).

Farmer’s share mempunyai hubungan negative dengan marjin pemasaran sehingga semakin tinggi marjin pemasaran, maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Semakin tinggi farmer’s share berfungsi untuk mengukur seberapa besar bagian yang diterima oleh petani ketika melakukan pemasaran komoditi pertanian.


(31)

2.7. Rasio Keuntungan terhadap Biaya

Rasio keuntungan dan biaya (R/C) juga dapat digunakan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran dari suatu komoditas, hal ini dikarenakan pembanding oppurtunitty cost dari biaya adalah keuntungan. Sistem pemasaran secara teknis dikatakan efisien jika rasio keuntungan dan biayanya semakin besar dan nilainya bernilai positif atau lebih besar dari nol (>0) (Limbong dan Sitorus, 1987).

2.8. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Hutabarat (2012) mengenai sistem pemasaran komoditas brokoli di Desa Tugu, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor yang bertujuan menganalisis sistem pemasaran brokoli yang dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, saluran pemasaran dari komoditas brokoli akan melalui beberapa saluran pemasaran yaitu : Saluran I: Petani produsen–Pedagang Pengumpul Desa–Pedagang Besar–Pedagang Pengecer–Konsumen Akhir. Saluran II: Petani produsen–Pedagang Besar– Pedagang Pengecer–Konsumen Akhir. Saluran III: Petani produsen –Pedagang Pengecer–Konsumen Akhir. Pada penelitian ini, fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pada lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas di mana fungsi-fungsi pemasaran yang terjadi pada penelitian ini sudah berjalan cukup baik di mana fungsi-fungsi pemasaran yang terjadi memberikan nilai tambah kepada produk sehingga memiliki nilai dan kegunaan yang lebih tinggi.

Untuk menilai efisiensi pemasaran dilakukan secara kuantitatif dengan alat analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dari biaya. Tingkat farmer’s share terendah dan marjin pemasaran tertinggi pada pemasaran brokoli di Desa Tugu, kecamatan Cisarua, kabupaten Bogor terdapat pada saluran I yaitu sebesar 33,33 persen dan 66,67 persen. Hal ini dikarenakan saluran I merupakan saluran terpanjang dari tiga saluran yang ada.

Setelah dilakukan analisis terhadap farmer’s share, tingkat farmer’s share tertinggi dan marjin pemasaran terendah terdapat pada saluran III yaitu sebesar 76,92 persen dan 23,08 persen. Hal ini dikarenakan saluran tiga adalah saluran


(32)

14

terpendek di antara tiga saluran yang terbentuk. Dari hal ini dapat dilihat bahwa panjang pendeknya suatu rantai pemasaran mempengaruhi besarnya marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Karena semakin panjang rantai pemasaran, maka semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan untuk memasarkan suatu produk.

Rasio keuntungan dari biaya tertinggi terdapat pada saluran I yaitu sebesar 2,16. Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat dilihat bahwa saluran I merupakan saluran pemasaran komoditas brokoli yang paling efisien di Desa Tugu Utara. Hal ini dapat dilihat berdasarkan sebaran harga yang tidak berbeda secara signifikan dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran yaitu sebesar 2,16 di mana untuk tiap rupiah biaya yang dikeluarkan, akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2.16.

Penelitian yang dilakukan Prihatin (2012) mengenai analisis pemasaran kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan yang bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran dan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh lembaga-lembaga pemasaran, serta efisiensi pemasaran yang terjadi dalam proses pemasaran produk dari produsen sampai kepada konsumen. Dari hasil analisis, terdapat lima saluran pemasaran kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam yang melibatkan beberapa lembaga yaitu pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul pasar lokal, pedagang pengumpul pasar luar kota, pedagang pengecer (lokal) dan pedagang pengecer luar kota (nonlokal).

Lembaga-lembaga yang terkait dalam usaha memasarkan produk tersebut menjalankan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda-beda dan menghadapi struktur pasar yang berbeda pula. Selain itu, perilaku pasar yang dihadapi oleh tiap lembaga pemasaran juga berbeda. Sistem pemasaran kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam secara keseluruhan belum efisien.

Penelitian mengenai pemasaran kubis yang dilakukan merupakan penelitian mengenai bagaimana efisiensi pemasaran yang dilakukan untuk menyampaikan komoditas kubis dari petani produsen sampai tingkat konsumen akhir. sebagai penelitan yang bertujuan menganalisis efisiensi pemasaran, penelitian ini


(33)

menggunakan alat analisis kualitatif yang meliputi analisis lembaga dan saluran pemasaran, dan fungsi-fungsi pemasaran, serta menggunakan analisis kuantitatif yang meliputi marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (π/c).

Saluran pemasaran I dan saluran III merupakan saluran yang relatif lebih efisien jika dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini berdasarkan pertimbangan atas perhitungan farmer’s share, marjin pemasaran dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Pada saluran pertama didapatkan besarnya marjin pemasaran sebesar Rp 1.000,00 dan pada saluran ketiga sebesar Rp 2.000,00 untuk bagian yang diterima petani produsen pada saluran pertama yaitu sebesar 50 persen dan untuk saluran ketiga yaitu sebesar 33,33 persen, dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, didapatkan untuk saluran pertama sebesar 3,44 yang merupakan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran yang terbesar dibandingkan saluran yang lain.

Penelitian yang dilakukan Putro (2014) mengenai pemasaran tebu di Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah di mana penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi, struktur, dan efisiensi pemasaran tebu di setiap saluran pemasaran. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa saluran pemasaran tebu yang terbentuk di Desa Trangkil ada empat saluran yaitu: saluran pemasaran 1) Petani produsen – Kelompok Tani – Pabrik Gula. Saluran pemasaran 2) Petani produsen – Penempur – Pabrik Gula. Saluran pemasaran 3) Petani produsen – Penebas – Pabrik Gula. Saluran pemasaran 4) Petani produsen – Pabrik Gula.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi saluran, fungsi, lembaga, dan struktur pasar pada sistem tataniaga tebu, serta menganalisis efisiensi operasional tataniaga tebu dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Pengamatan dan wawancara dilakukan kepada petani di Kecamatan Trangkil dengan metode purposive sampling, sedangkan metode mengikuti alur komoditi dilakukan kepada lembaga tataniaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 saluran tataniaga dengan lembaga, fungsi, dan struktur pasar yang berbeda pada setiap salurannya. Berdasarkan marjin tataniaga,


(34)

16

farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan saluran tataniaga satu merupakan saluran yang paling efisien.

Fungsi pemasaran yang terjadi di lembaga pemasaran yang ikut dalam proses pemasaran tebu adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, fungsi fasilitas berupa penanggungan resiko, sortasi, pembiayaan, pengolahan dan informasi pasar. Berdasarkan marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran menunjukkan saluran pemasaran satu yang paling efisien. Hal ini dapat dilihat dari marjin pemasaran yang terendah, farmer’s share yang tertinggi dan saluran pemasaran ini memberikan keuntungan terhadap biaya yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan Widayanti (2008) dengan judul Analisis Pendapatan Usahati dan Pemasaran Ubi Jalar di Desa Bandorasa Kulon, Kecamatan Kuningan, Kabupaten Kuningan, Jawa barat. Penelitian analisis pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar bertujuan untuk: (1) menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon, (2) menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dan farmer’s share. Penelitian dilaksanakan pada Januari-Maret 2008. Pemilihan responden petani dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan jumlah petani 21 orang. Sementara itu, penentuan responden pedagang dilakukan dengan mengikuti arus pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen. Jumlah pedagang yang dijadikan responden berjumlah 9 orang yang terdiri dari 5 orang pedagang pengumpul 1, 2 orang pedagang pengumpul 2, dan 2 orang pedagang pengecer yang berada di Pasar Cikarang dan Pasar Induk Kramat Jati.

Penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah

Rp 11.406.061,00 sedangkan biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764,00 sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp

6.151.154,00 dan pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297,00. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17, sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa


(35)

Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih dari satu. Apabila harga ubijalar mengalami penurunan yaitu menjadi Rp 200,00 dan Rp 300,00, maka nilai R/C atas biaya tunai untuk masing-masing harga adalah 0,46 dan 0,68 sedangkan bnilai R/C atas biaya total untuk masing-masing harga adalah 0,29 dan 0,44 sehingga usahatani ubi jalar tidak menguntungkan bagi petani karena nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total kurang dari satu.

Saluran pemasaran yang terjadi di Desa Bandorasa Kulon ada 3 saluran yang terdiri dari saluran 1 : petani– pedagang pengumpul 1 – pedagang pengumpul 2 – pedagang pengecer – konsumen, saluran 2 : petani – pedagang pengumpul 2 – pedagang pengecer – konsumen dan saluran 3 : petani – pedagang pengumpul 1 – pedagang pengumpul 2 – pabrik (konsumen). Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda-beda. Petani dan pedagang pengumpul 1 menghadapi struktur pasar oligopsoni sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul 2 dan pedagang pengecer mengarah ke pasar oligopoli. Marjin pemasaran terkecil terjadi pada saluran tiga, yaitu sebesar Rp 600,00 per kilogram dan marjin pemasaran terbesar terjadi pada saluran satu, yaitu Rp 1.525/kg. Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 60 persen, sedangkan Farmer’s share terkecil terdapat pada saluran satu yaitu 39 persen, sehingga saluran pemasaran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran pemasaran tiga.

Untuk mengantisipasi ketidakstabilan harga, petani perlu membuat perencanaan produksi yang lebih baik lagi, yaitu dalam pengaturan tanam dan panen yang bertujuan untuk mengantisipasi kelangkaan dan melimpahnya produk dipasar dan juga untuk mengatasi fluktuasi harga ubi jalar. Untuk mengatasi masalah pemasaran, Petani perlu mencari alternatif pemasaran ubi jalar yang lain, misalnya dengan melakukan penjualan secara kolektif dalam upaya meningkatkan harga jual di tingkat petani.

Tiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran masing-masing. Berdasarkan analisis marjin pemasaran, saluran pemasaran 2 memiliki marjin pemasaran terkecil. Dari ketiga saluran pemasran yang ada, lembaga pemasaran yang memperoleh keuntungan serta biaya pemasaran terbesar adalah


(36)

18

pedagang pengecer, sedangkan pengumpul 2 memperoleh keuntungan serta biaya pemasaran terkecil.

Penelitian yang dilakukan Purba (2010) dengan judul Analiis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus: Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, dan menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah yang dipilih merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari – April 2010.

Responden dalam penelitian ini adalah petani dan pedagang. Petani yang menjadi responden berjumlah 30 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik snowball sampling. Sementara pedagang yang menjadi responden berjumlah sembilan orang yang dipilih juga dengan menggunakan teknik snowball sampling. Melalui metode snowball sampling dilakukan penelusuran terhadap saluran tataniaga ubi jalar mulai dari tingkat petani responden sampai ke pedagang pengecer (retail) untuk mengidentifikasi dan menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar. Dengan berbagai informasi dan data yang diperoleh maka dihitung keuntungan, biaya pemasaran, marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

Terdapat lima lembaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, yaitu petani selaku produsen ubi jalar, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda. Saluran tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga ubi jalar ada tiga saluran, yaitu saluran tataniaga 1 (petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – konsumen/pabrik keripik); saluran tataniaga 2 (petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen); dan saluran tataniaga 3 (petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang


(37)

grosir – konsumen). Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga tataniaga berbeda-beda dimana petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli.

Saluran tataniaga 1 merupakan saluran yang relatif lebih efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325,00 per kilogram dan persentase farmer’s share terbesar yaitu 74,51 persen. Sementara saluran tataniaga yang relatif kurang efisien adalah saluran tataniaga 2 karena memiliki marjin tataniaga terbesar yaitu sebesar Rp 1.550,00 per kilogram dan persentase farmer’s share terkecil yaitu sebesar 38 persen.

Petani ubi jalar sebaiknya membentuk kelompok tani guna menjual hasil panennya secara bersama-sama dan mencari alternatif tujuan penjualan sehingga meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani. Selain itu, untuk dapat meningkatkan pendapatannya, petani atau kelompok tani dapat melakukan nilai tambah (value added) terhadap ubi jalar sehingga menghasilkan produk-produk lain seperti tepung, saos, keripik, dan lain-lain yang berbahan baku ubi jalar.

Penelitian mengenai pemasaran umumnya ditujukan untuk melihat efisiensi sistem pemasaran pada komoditas yang diteliti. Sehingga untuk untuk menilai efisiensi di dalam suatu saluran pemasaran dapat dianalisis melalui dua sisi yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis lembaga dan saluran pemasaran, dan fungsi-fungsi pemasaran. Analisis secara kuantitatif efisiensi pemasaran diukur dari marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (π/c).

Dari penelitian terdahulu (Tabel 4) yang dilakukan oleh Hutabarat (2012), Prihatin (2012), Putro (2014), dan Widayanti (2008) memiliki persamaan di mana penelitian yang dilakukan adalah untuk melihat efisiensi pemasaran yang terjadi terhadap komoditas yang dijadikan sebagai objek penelitian. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian terdahulu memiliki persamaan di mana untuk menganalisis efisiensi pemasaran dari komoditas yang diteliti digunakan alat analisis kualitatif dan kuantitatif. Untuk menganalisis efisiensi pemasaran secara kualitatif digunakan alat analisis lembaga dan saluran pemasaran, dan


(38)

fungsi-20

fungsi pemasaran. Sedangkan untuk menganalisis efisiensi pemasaran secara kuantitatif digunakan alat analisis marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.

Perbedaan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian Hutabarat (2012), Prihatin (2012), Putro (2014), Widayanti (2008), dan Purba (2010) adalah perbedaan tempat dan waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama bulan Februari hingga April 2015. Komoditas yang menjadi objek penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutabarat (2012), Prihatin (2012) dan Putro (2014), komoditas yang menjadi objek penelitian ini adalah ubi jalar. Metode yang digunakan sama dengan metode yang digunakan pada penelitian yang dilakukan Hutabarat (2012), Prihatin (2012), Putro (2014), Widayanti (2008), dan Purba (2010) dengan tujuan untuk mencari pemasaran yang efisien.


(39)

21 Tabel 4 Penelitian terdahulu

No Judul&Peneliti Permasalahan Tujuan Metode Hasil

1. Hutabarat (2012) melakukan penelitian mengenasi sistem tataniaga komoditas brokoli di Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor

Besarnya margin tataniaga yang terbentuk dan fluktuasi harga

Menganalisis sistem tataniaga brokoli yang dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara

1.Lembaga dan saluran tataniaga

2.Fungsi-fungsi tataniaga 3.Margin tataniaga 4.Farmer;s Share

5.Rasio Keuntungan Terhadap Biaya

1.Terdapat tiga pola saluran tataniaga brokoli di Desa Tugu Utara. Adapun saluran tersebut adalah sebagai berikut: salutan satu: Petani - Pedagang Pengumpul Desa - Pedagang Besar - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir, saluran dua: Petani - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir

2.Saluran tataniaga brokoli yang paling efisien adalah saluran satu. Hal ini dapat dilihat berdasarkan sebaran harga yang tidak berbeda secara signifikan yaitu sebesar Rp 12.000,00/Kg, dan rasio keuntungan terhadap biaya yaitu sebesar 2,16.

2. Prihatin (2012) Analisis Tataniaga Kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan

Posisi tawar-menawar sering tidak seimbang di mana petani dikalahkan dengan kepentingan lembaga tataniaga lain serta fluktuasi harga

Menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh lembaga-lembaga tataniaga, serta struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi serta efisiensi tataniaga yang terjadi

1.Lembaga dan saluran tataniaga

2.Fungsi-fungsi tataniaga 3.Margin tataniaga

4.Farmer’s Share

5.Rasio keuntungan terhadap biaya

1.Terdapat lima saluran yang terbentuk dalam tataniaga kubis yaitu (1) petani – pedagang pengumpul tingkat desa - pedagang pengumpul pasar lokal – pedagang pemgecer (local) – konsumen akhir (local), (2) petani – pedagang pengumpul tingkat desa – pedagang pengumpul pasar luar kota (non-lokal) - pedagang pengecer luar kota (non-lokal) – konsumen akhir (non-lokal), (3) petani - pedagang pengumpul pasar luar kota (non-lokal) – pedagang pengecer luar kota (non lokal) – konsumen akhir (non lokal), (4) petani – pedagang pengecer (lokal) – konsumen akhir (lokal), (5) petani – konsumen akhir (lokal)

2.Hasil analisis tataniaga menunjukkan bahwa masing-masing lembaga memiliki sebaran margin dan keuntungan yang berbeda-beda sesuai fumgsi tataniaga yang dilakukan. Nilai margin tataniaga terbesar terbentuk pada saluran II dan saluran III yaitu 66,67 persen. Pada saluran I dan IV nilai


(40)

margin tataniaga yaitu 50,00 persen, 45,00 persen. Pada saluran V tidak terbentuk margin tataniaga karena petani menjual kubis langsung ke konsumen akhir (lokal). Farmer’s share terbesar diperoleh pada saluran V yaitu 100,00 perse. Saluran II dan saluran II merupakan saluran tataniaga dengan nilai farmer’s share terendah yaitu 33,33 persen. Pada saluran I dan saluran IV nilai farmer’s share nya masing-masing yaitu 50,00 persen dan 55,00 persen. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang terbesar terdapat pada saluran I yaitu 3,44 dan yang terendah terdapat pada saluran IV yaitu 2,63. Pada saluran II dan saluran III nilai rasio keuntungan terhadap biaya yaitu 2,68 dan 2,74. Volume penjualan terbesar terdapat pada saluran III yaitu 134,4 ton, sedangkan volume penjualan terkecil terdapat pada saluran II yaitu 4,00 ton. Pada saluran I volume penjualan menempati urutan terbesar kedua yaitu 117,4 ton. Volume penjualan pada saluran IV dan saluran V yaitu 16,15 ton dan 40,45 ton. Berdasarkan uraian tersebut maka saluran yang relatif lebih efisien yaitu saluran I dan Saluran III.

3. Putro (2014) Analisis Tataniaga Tebu di Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah

Posisi tawar (bargaining position) rendah dalam pendistribusian tebu sehingga petani membutuhkan peran pedagang perantara dalam mendistribusikan tebu ke pabrik gula. Peran pedagang perantara tersebut menimbulkan

Menganalisis sistem tataniaga tebu di Kecamatan Trangkil, Menganalisis tingkat efisiensi sistem tataniaga pada saluran tataniaga tebu di Kecamatan Trangkil dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share,

1.Lembaga dan saluran tataniaga

2.Fungsi-fungsi tataniaga 3.Margin tataniaga 4.Farmer’s share

5.Rasio keuntungan terhadap biaya

1.Penelitian ini mengambil responden sebanyak 33 petani dengan volume tebu sebesar 504.880 kuintal. Terdapat empat saluran tataniaga tebu yang berada di Kecamatan Trangkil. Saluran pertama dilalui oleh tiga lembaga tataniaga yaitu, petani tebu, kelompok tani, dan pabrik gula yang diikuti sebanyak 16 petani atau sebesar 48,5 persen. Saluran kedua tataniaga tebu melalui tiga lembaga tataniaga yaitu petani tebu, penebas, dan pabrik gula yang diikuti oleh empat petani atau


(41)

23 struktur pasar yang tidak

sempurna.

dan rasio biaya dan keuntungan

sebesar 12,1 persen. Saluran ketiga tataniaga tebu melalui tiga lembaga tataniaga yaitu petani tebu, penempur, dan pabrik gula yang diikuti oleh tiga petani atau 34 sebesar 9,1 persen. Saluran tataniaga yang terakhir diikuti oleh 10 petani atau sebesar 30,0 persen yang merupakan saluran tataniaga terpendek yaitu petani dan pabrik gula. 2.Berdasarkan analisis marjin tataniaga pada saluran tataniaga satu dan empat sebesar 0 persen. Saluran tataniaga satu dan empat memiliki volume penyaluran tebu sebesar 430.280 kuintal dan 439.280 kuintal. Analisis farmer’s share menunjukkan bahwa saluran tataniaga satu dan empat yang paling efisien yaitu sebesar 100 persen. Sedangkan analisis rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan bahwa saluran satu telah memberikan keuntungan terhadap biaya terbesar yaitu 3,49. Nilai rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1/kuintal tebu akan memberikan keuntungan sebesar Rp 3,49/kuintal tebu.

4. Widayanti (2008) Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Ubi Jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat

Selisih antara harga jual yang diterima petani ubi jalar di Desa Bandorasa dengan harga yang diberlakukan pedagang (marjin pemasaran) cukup besar, dimana posisi petani diantara pelaku ekonomi adalah sebagai penerima harga (price taker). Marjin pemasaran yang semakin besar pada umumnya akan

1.Menganalisis

keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulo

2.Menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dan

1.Analisis Pendapatan Usahatani

2.Analisis Saluran Pemasaran

3.Analisis Lembaga Pemasaran

4.Analisis Struktur, Perilaku dan Keragaan pasar

5.Analisis Marjin Pemasaran

6.Analisis Farmer’s share

1.Penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764,00 sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154,00 dan pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297,00. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17, sedangkan nilai R/Catas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan.

2.Saluran pemasaran yang terjadi di Desa Bandorasa Kulon ada 3 saluran yang terdiri dari saluran I:petani>pedagang pengumpul


(42)

menyebabkan persentase bagian yang diterima petani akan semakin kecil.

farmer’s share 1>pedagang pengumpul 2>pedagang

pengecer>konsumen, saluran 2:petani>pedagang pengumpul 2>pedagang pengecer>konsumen, saluran 3:petani>pedagang pengumpul 1>pedagang pengumpul 2>pabrik

3.Marjin pemasaran terbesar pada saluran 1 yaitu Rp 1.525,00 per kilogram, marjin pemasaran terkecil pada saluran 3 sebesar Rp 600,00 per kilogram.

4.Farmer’s share tertinggi pada saluran 3 yaitu

sebesar 60 persen, sedangkan farmer’s share terkecil terdapat pada saluran 1 yaitu sebesar 39 persen.

5.Saluran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran 3.

5. Purba (2010) Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus: Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat).

Rendahnya harga yang diterima oleh petani dari sistem tataniaga, tinggi marjin tataniaga dan banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat.

1.Menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

2.Menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

1.Lembaga dan saluran tataniaga

2.Fungsi-fungsi tataniaga 3.Marjin tataniaga

4.Farmer’s share

5.Rasio Keuntungan terhadap biaya

1.Terdapat lima lembaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, yaitu petani selaku produsen ubi jalar, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Setiap lembaga tataniaga tersebut melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda. Saluran tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga ubi jalar ada tiga saluran. Struktur pasar pada petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli.

Berdasarkan hasil analisis marjin tataniaga dan

farmer’s share, salurantataniaga ubi jalar di Desa

Gunung Malang yang relatif lebih efisien adalah saluran tataniaga 1, sedangkan saluran yang relatif kurang efisien adalah saluran tataniaga 2


(43)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep yang digunakan dalam mencari kebenaran deduktif atau mencari kebenaran umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasarkan pada teori-teori mengenai konsep pemasaran, lembaga pemasaran, saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, dan efisiensi pemasaran. Efisiensi pemasaran yang dikaji adalah efisiensi pemasaran secara operasional yang meliputi marjin pemasaran, farmer’s share, biaya pemasaran, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.

3.1.1. Konsep Pemasaran

Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran (Rachmawati 2011).

Pemasaran merupakan rangkaian tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah atau membentuk input produk mulai dari titik produsen sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri dari proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh grosir, pedagang pegecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond 1977) dalam (Tarigan 2014). Kohls dan Uhl (2002) dalam Hapsary (2014), mendefinisikan pemasaran pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani produsen) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Kohls dan Uhl (2002) dalam Hapsary (2014) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem pemasaran yaitu ;

1. Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi pemasaran apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam pemasaran.


(44)

Fungsi-fungsi tersebut adalah Fungsi-fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), Fungsi-fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (The Institual Approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Pelaku-pelaku ini adalah pedagang perantara (merchant middleman) yang terdiri dari pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.

3. Pendekatan Sistem (The Behavior System Approach)

Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam pemasaran dan kombinasi dari fungsi pemasaran. Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power system, dan the communication system.

Melalui penjelasan dari para ahli mengenai pengertian pemasaran, dapat diambil sintesa bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial di mana individual maupun kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan melalui penciptaan dan pertukaran sesuatu yang bernilai secara bebas dengan pihak lain (Purnomo 2009). Dalam prosesnya, pemasaran melibatkan lembaga-lembaga pemasaran yang melakukan serangkaian fungsi-fungsi untuk menyampaikan barang maupun jasa sehingga dapat diterima oleh konsumen.

3.1.2. Lembaga Pemasaran

Novitasari (2014), menjelaskan bahwa lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran di mana barang bergerak dari produsen sampai konsumen. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa.

Limbong dan Sitorus (1987), menjelaskan lembaga pemasaran yang merupakan suatu badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pemasaran atau pemasaran menurut fungsinya dapat dibedakan atas :

a) Lembaga fisik pemasaran yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik, misalnya badan pengangkut/transportasi.


(45)

a. Lembaga perantara pemasaran yaitu suatu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran.

b) Lembaga fasilitas pemasaran yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti bank desa, kredit, desa, KUD.

Lembaga –lembaga pemasaran menurut penguasaan terhadap barang dan jasa terdiri dari :

a) Lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang. Misalnya agen, perantara dan broker.

b) Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang. Contohnya pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir, importir.

Umumnya lembaga pemasaran komoditas pertanian terdiri dari petani produsen, pedagang pengumpul di tingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer, dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan biro-biro periklanan, lembaga keuangan dan lain sebagainya. Lembaga ini memiliki peranan penting dalam proses penyampaian komoditas pertanian yang bersifat musiman, bulky (volume produk besar dengan nilai yang kecil), dan tidak tahan disimpan lama. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontinu. Semakin efisien sistem pemasaran hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah rantai pemasarannya.

3.1.3. Saluran Pemasaran

Pemasaran suatu produk di dalam prosesnya melibatkan beberapa badan maupun lembaga yang saling berhubungan dan melakukan fungsi untuk menyampaikan barang maupun jasa dari produsen sampai ke konsumen di mana keterkaitan antara lembaga-lembaga pemasaran ini membentuk saluran pemasaran. Saluran pemasaran adalah usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen yang didalamnya terlibat beberapa lembaga pemasaran yang menjalankan fungsi-fungsi pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987).


(46)

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu :

1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, kosentrasi pasar secara geografis, volume pesanan dan kebiasaan pembeli.

2. Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.

3. Pertimbangan internal perusahaan yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman penjualan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen dan pertimbangan biaya.

Hanafiah dan Saefuddin (2006) memberikan gambaran bahwa panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui suatu komoditas tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

1. Jarak antara produsen dan konsumen

Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.

2. Cepat tidaknya produk rusak

Sifat produk yang cepat rusak menuntut penerimaan yang cepat pula ditangan konsumen, sehingga menghendaki saluran yang pendek dan cepat.

3. Skala produksi

Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula. Hal ini tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dengan demikian dibutuhkan pedagang perantara dan saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang. 4. Posisi keuangan pengusaha

Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung memperpendek saluran pemasaran.

Menurut Kotler dan Armstrong (2008), saluran pemasaran merupakan serangkaian lembaga yang melakukan fungsi yang digunakan untuk menyalurkan


(47)

produk dan status kepemilikian dari produsen ke konsumen. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan barang-barang dan sering melakukan sebagian kegiatan pemasaran, sementara itu pedagang menyalurkan komoditas dalam waktu tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Hal ini berarti bahwa saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut. Beberapa faktor yang harus pertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu:

1. Pertimbangan Pasar

Siapa konsumen, rumah tangga atau industri besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli.

2. Pertimbangan barang

Berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan.

3. Pertimbangan dari segi perusahaan

Sumber modal, kemampuan dan pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan penjual.

Dari beberapa definisi yang diungkapkan para ahli, didapat sintesa bahwa saluran pemasaran merupakan himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran sehingga barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Petani produsen merupakan bagian dari saluran pemasaran produk agribisnis, sehingga kelompok petani produsen harus dimasukkan kedalam saluran pemasaran untuk menganalisis efisiensi pemasaran komoditas yang diteliti.

Dalam proses menyampaikan produk dari produsen (petani produsen) sampai kepada konsumen, saluran pemasaran yang terdiri dari lembaga-lembaga pemasaran yang saling menjalankan fungsi-fungsinya haruslah ideal. Saluran pemasaran dapat dikatakan ideal apabila proses perpindahan komoditas dari produsen sampai kepada konsumen terjadi secara efisien. Efisiensi di dalam


(48)

pemasaran produk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fungsi pemasaran, jarak lokasi pemasaran, dan lembaga pemasaran yang terlibat. Dengan melakukan analisis terhadap faktor-faktor ini, dapat dilihat tingkat efisiensi yang terjadi di dalam sistem pemasaran pada suatu komoditas untuk kemudian dapat melakukan upaya peningkatan efisiensi dalam memasarkan produk dari petani produsen sampai kepada konsumen.

3.1.4. Fungsi-Fungsi Pemasaran

Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan fungsi pemasaran sebagai kegiatan-kegiatan atau tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Fungsi pemasaran dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu:

1. Fungsi Pertukaran

Kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti mencari pasar, menetapkan jumlah, kualitas serta menentukan saluran pemasaran yang paling sesuai.

2. Fungsi Fisik

Suatu tindakan langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu.

Fungsi ini terdiri dari:

a) Fungsi penyimpanan yaitu untuk membuat komoditas selalu tersedia pada saat konsumen menginginkannya.

b) Fungsi pengangkutan yaitu pemindahan, kegiatan membuat komoditas selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan.

c) Kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditas asal.

3. Fungsi Fasilitas

Semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen.


(49)

Fungsi fasilitas terdiri dari:

a) Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar.

b) Fungsi penanggungan resiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan resiko fisik dan resiko pasar.

c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperluas proses pemasaran.

d) Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna.

3.1.5. Efisiensi Pemasaran

Sistem pemasaran yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan Sitorus, 1987). Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu tanpa mengurangi kepuasaan konsumen akan output barang dan jasa, menunjukkan efisiensi. Setiap kegiatan fungsi pemasaran memerlukan biaya yang selanjutnya diperhitungkan ke dalam harga produk. Lembaga pemasaran menaikkan harga per satuan kepada konsumen atau menekan harga di tingkat produsen. Dengan demikian efisiensi pemasaran perlu dilakukan melalui penurunan biaya pemasaran.

Mubyarto (1989) menyatakan bahwa sistem pemasaran yang efisien akan tercapai jika :

1. Mampu menyampaikan barang dari produsen ke konsumen dengan biaya semurah-murahnya

2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang itu.

Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui dua cara yaitu efisiensi operasional dan harga. Menurut Dahl dan Hammond (1977) dalam Tarigan (2014) efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi,


(50)

penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan pemasaran. Dengan menggunakan konsep biaya pemasaran, suatu sistem pemasaran dikatakan efisiensi bila dapat dilaksanakan dengan biaya yang rendah.

Salah satu aspek pemasaran yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan arus barang dari produsen ke konsumen adalah efisiensi pemasaran, karena melalui efisiensi pemasaran selain terlihat perbedaan harga yang diterima petani sampai barang tersebut dibayar oleh konsumen akhir, juga kelayakan pendapatan yang diterima petani maupun lembaga pemasaran yang terlibat dalam aktivitas pemasaran (Suherty 2009).

3.1.6. Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran dapat juga didefinisikan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Semua kegiatan pemasaran memerlukan biaya yang disebut biaya pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987). Biaya pemasaran meliputi semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem pemasaran komoditas ubi jalar.

Menurut Dahl dan Hammond (1977) dalam Tarigan (2014) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Nilai marjin pemasaran (value or marketing marjin) merupakan perkalian antara marjin pemasaran dengan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Q (r,f) yang mengandung pengertian marketing cost (biaya-biaya pemasaran) dan marketing changes (keuntungan lembaga pemasaran).


(1)

Lampiran 3 Data Petani Responden Pebelitian Analisis Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

No Nama Jenis

Kelamin Umur Pendidikan

Lama Bertani (tahun)

Luas Lahan (m²)

1 Napi L 60 SLTA 10 1.000

2 Madyusa P 45 SD 10 3.000

3 Eddin P 35 SLTA 8 2.000

4 Suherman L 43 SLTA 8 1.000

5 Jani L 65 SD 55 4.000

6 Jamsari L 65 SD 55 4.000

7 Amsar L 65 SD 55 4.000

8 Amuh L 72 SD 55 10.000

9 Sriamah P 60 SD 8 1.000

10 Fatimah P 48 SD 6 1.000

11 Inah P 44 SLTP 2 10.000

12 Euis P 40 SLTP 2 1.000

13 Amas L 80 SD 60 20.000

14 Arni P 42 SLTA 1 1.000

15 Indri P 31 SLTA 2 1.000

16 Mihara P 45 SLTA 2 1.000

17 Mina P 53 SD 8 1.000

18 Titin P 40 SLTA 8 1.000

19 Norma P 42 SLTA 8 1.000

20 Yayah L 34 SLTA 6 10.000

21 Anita P 32 SLTP 12 300

22 Naki P 41 SD 14 20.000

23 Uus P 41 SLTP 8 2.000

24 Doing L 73 SD 18 1.000

25 Andung L 68 SD 20 5.000

26 Wahyuolin L 37 SLTA 1 1.000

27 Sutisna L 48 SLTP 2 2.500

28 Samin L 62 SLTA 10 1.000

29 Mista L 80 SD 60 2.000

Lampiran 4 Data Lembaga Responden Penelitian Analisis Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

No Nama Jenis

Kelamin Umur Pendidikan Keterangan

1 Ahmad Basari L 48 SLTA Pedagang Pengumpul

2 Sopian L 54 SLTA Pedagang Pengecer

3 Pepen L 63 SLTA Pedagang Pengecer

4 Mamat L 50 SLTA Pedagang Pengecer


(2)

Lampiran 5 Rincian Biaya Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

Lembaga Pemasaran Saluran Pemasaran Saluran 1 (Rp/Kg) Saluran 2 (Rp/Kg) Saluran 3 (Rp/Kg) Saluran 4 (Rp/Kg) Saluran 5 (Rp/Kg) Petani

Biaya tenaga kerja 200,00 200,00 200,00 200,00 200,00

Biaya pengemasan 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00

Poktan

Biaya tenaga kerja 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00

Biaya pengangkutan 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00

Biaya bongkar muat 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00

Pedagang pengumpul

Biaya pengangkutan 150,00 - - -

-Biaya retribusi 10,00 - - -

-Biaya bongkar muat 25,00 - - -

-Biaya lapak 50,00 - - -

-Biaya tenaga kerja 50,00 - - -

-Pedagang pengecer

Biaya tenaga kerja 40,00 45,00 50,00 40,00

-Biaya pengangkutan 30,00 150,00 100,00 125,00

-Biaya pengemasan 20,00 15,00 20,00 25,00

-Biaya bongkar muat 50,00 50,00 50,00 50,00

-Biaya Retribusi 10,00 20,00 10,00 20,00

-Biaya lapak 50,00 50,00 40,00 60,00


(3)

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian Analisis Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Produk olahan Ubi Jalar Pupuk dan obat-obatan

Tempat kumpul Poktan Bapak Poktan Desa Cikarawang

Gudang Ubi Jalar Hasil panen Ubi Jalar


(4)

Alat pertanian Survei di Pasar Minggu

Survei di Pasar Kramat Jati Survei di Pasar Ciputat


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Yosia Bhisuk Sabungan Manaek Sarjono Silalahi, dilahirkan di Padang, Provinsi Sumatra Barat pada tanggal 30 Desember 1991 dari ayah Bastian Silalahi, SE, MM, MH dan ibu Jeanny HV Hutauruk SE, MM, Ak, CA. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Kakak penulis bernama Ruth CRA Silalahi S.Sos, SH, MH dan adik penulis bernama Juniartha Gladys.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 65 Jakarta Barat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur UTM dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selain itu, penulis juga mengambil Minor Ekonomi Lingkungan dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Pada tahun 2011 penulis pindah mayor ke Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada kegiatan organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Penulis masuk ke dalam SAPMA (Satuan Pelajar dan Mahasiswa) Pemuda Pancasila. Penulis kemudian menjadi ketua komisariat SAPMA Pemuda Pancasila periode 2010-2012. Penulis juga aktif pada berbagai kegiatan kepanitiaan yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.