Pengaruh Standar Operasional Prosedur Budidaya Terhadap Pendapatan Usahatani Bunga Krisan Di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Sukabumi

PENGARUH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
BUDIDAYA TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI
BUNGA KRISAN DI DESA LANGENSARI KECAMATAN
SUKARAJA SUKABUMI

BAMBANG YOGA PERDANA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul pengaruh standar
operasional prosedur budidaya terhadap pendapatan usahatani bunga krisan di
Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Sukabumi adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Bambang Yoga Perdana
NIM H34110008

ABSTRAK
BAMBANG YOGA PERDANA. Pengaruh Standar Operasional Prosedur
Budidaya Terhadap Pendapatan Usahatani Bunga Krisan di Desa Langensari
Kecamatan Sukaraja Sukabumi. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.
SOP budidaya krisan merupakan pedoman terperinci budidaya krisan yang
sesuai dengan prinsip GAP. Tujuan dari penelitian ini menganalisis pengaruh SOP
budidaya terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani krisan di Desa
Langensari Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. Uji T independen terhadap
biaya, penerimaan dan pendapatan antara petani SOP dan non-SOP menunjukan
perbedaan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dimana biaya,
penerimaan dan pendapatan usahatani krisan petani SOP lebih tinggi dibanding

petani non-SOP. Begitu juga nilai R/C total petani SOP lebih tinggi dibanding
petani non-SOP, pada petani SOP sebesar 1.85 sedangkan pada petani non-SOP
sebesar 1.29.
Kata kunci: SOP,Biaya, Penerimaan, Pendapatan, R/C.

ABSTRACT
Standard operating procedure (SOP) of chrysanthemum cultivation is
detailed guidelines which are in accordance with GAP principles. The purpose of
this study is to analyze the effect of cultivation SOP on Chrysanthemum farmers
cost, revenue, and income in Lengensari Village, Sukaraja,Sukabumi. T-test
independent of cost, revenue and income between SOP farmers and Non-SOP
farmers indicated the significant differences at 95 percent level of confidence.
Cost, revenue, and income of SOP farmers is higher those of Non-SOP farmers,
likewise the value of R/C total of SOP farmers is higher that of Non-SOP farmers.
R/C total of SOP farmers is 1.85 and Non-SOP farmers is 1.29.
Key words : Standard operating procedure, Cost, Revenue, Income, R/C.

PENGARUH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
BUDIDAYA TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI
BUNGA KRISAN DI DESA LANGENSARI KECAMATAN

SUKARAJA SUKABUMI

BAMBANG YOGA PERDANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MENEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul skripsi

Nama
NIM


: Pengaruh
Standar Operasional Prosedur Budidaya
Terhadap Pendapatan Usahatani Bunga Krisan di Desa
Langensari Kecamatan Sukaraja Sukabumi
: Bambang Yoga Perdana
: H34110008

Disetujui oleh

Dr Amzul Rifin, SP.MA
Pembimbing

Disetujui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini

merupakan hasil penelitian di lapangan yang dilaksanakan sejak bulan November
2014 sampai dengan bulan Februari 2015. Judul penelitian ini adalah Pengaruh
Standar Operasional Prosedur Budidaya terhadap Pendapatan Usahatani Bunga
Krisan di Desa Langensari Sukabumi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Amzul Rifin, SP.MA selaku
pembimbing, Dr Ir Ratna Winandi, MS dan Yanti Nuraeni Muflikh, SP selaku
dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Ibu Ayang sebagai ibu kost di lokasi penelitian, Prof
Dr Budi Marwoto, MS. APU salah satu penyusun SOP budidaya krisan Badan
Penelitian Tanaman Hias, Bapak Yandi Rustandi selaku ketua Gapoktan Asri
Tani, Bapak H. Abdulah sebagai ketua RW Kampung Pasirhalang, Bapak Ujang
Saepuloh, Bapak Feri Ferdian, Bapak Ruslana, Farhat dan semua sahabat di
Kampung Pasirhalang yang telah memberi banyak informasi dan saran. Ungkapan
terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua
Bapak Agus Koswara dan Ibu Erma Rohama serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya. Selain itu penulis juga berterimakasih kepada Riana
Puspa Putri yang telah banyak membantu selama penelitian, kepada teman-teman
Asrama Putra C1 lorong 7 (Ilham, Yaya, Tendy, David, Ikbal, Dana dll), temanteman Agribisnis angkatan 48, Teman-teman satu bimbingan skripsi (Opal,
Gilang, Kibo, Pingkan, Poppy) dan semua sahabat di IPB yang tidak bisa
disebutkan satu-satu. Terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015
Bambang Yoga Perdana

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

x

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN


xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

1
1
3
4

TINJAUAN PUSTAKA

4

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani

Penerimaan Usahatani
Biaya Usahatani
Pendapatan Usahatani
Efisiensi Usahatani (R/C ratio)
Uji T Dua Sampel
Standar Operasional Prosedur Budidaya Krisan
Pedoman Budidaya yang Baik
Kerangka Pemikiran Operasional

7
7
7
8
8
9
9
10
10
11
12


METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Efisiensi Usahatani
Uji T Independen
Penilaian Penerapan SOP/GAP
Definisi Operasional dan Asumsi Dasar

13
13
13
13
13
13
14
14

16
17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum Desa Langensari
Kondisi Geografis
Kondisi Sosial
Karakteristik Petani Responden
Usia
Tingkat Pendidikan

18
18
18
19
20
20
21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Penerapan SOP Budidaya Krisan Petani Desa Langensari

22
22

Penilaian Tingkat Penerapan SOP Petani Krisan Desa Langensari
Kriteria Anjuran (A)
Kriteria Sangat Anjuran (SA)
Kriteria Wajib (W)
Perbandingan Kegiatan Usahatani dan Pascapanen
Penyiapan Lokasi Budidaya Krisan
Penyiapan Greenhouse
Penyiapan Lahan
Penyiapan Stek Pucuk (Bibit)
Penanaman
Pemeliharaan Tanaman
Panen
Pascapanen
Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Krisan
Lahan
Bibit
Pupuk
Obat-Obatan
Peralatan
Tenaga Kerja
Struktur Biaya Usahatani Krisan
Struktur Penerimaan Usahatani Krisan
Analisis Pendapatan Usahatani Krisan
Analisis Efisiensi Usahatani
Uji T Independen

23
24
26
28
29
29
30
33
34
35
36
39
41
43
43
44
45
47
51
53
55
56
57
57
58

KESIMPULAN DAN SARAN

60

DAFTAR PUSTAKA

61

RIWAYAT HIDUP

76

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Produksi Tanaman Florikultura Indonesia (Bunga Hias)
Produksi, luas tanam dan jumlah greenhouse budidaya krisan Jawa
Barat
Kategori penilaian penerapan SOP/GAP
Spesifikasi lahan Desa Langensari
Pekerjaan penduduk Desa Langensari
Pendidikan Penduduk Desa Langensari
Perbandingan usia petani SOP dan non-SOP
Tingkat pendidikan petani SOP dan non-SOP
Perbandingan rata-rata penerapan anjuran petani SOP dan non-SOP
Perbandingan penerapan kriteria anjuran (A) petani SOP dan non-SOP
Perbandingan penerapan kriteria sangat anjuran (SA) petani SOP dan nonSOP

1
2
16
18
19
20
21
21
23
25
27

Perbandingan penerapan kriteria wajib (W) petani SOP dan non-SOP
Investasi konstruksi greenhouse petani SOP dan non-SOP
Investasi sarana pendukung greenhouse
Pengoprasian jaringan penyinaran (lampu) Petani SOP dan non-SOP
Konsumsi energi listrik per siklus produksi petani SOP dan non-SOP
Pemanenan bunga petani SOP dan non-SOP
Hasil panen bunga krisan per 500 m2 berdasarkan grade petani SOP dan
non-SOP
Hasil penen bunga krisan berdasarkan tipe bunga petani SOP dan nonSOP
Kegiatan pascapanen bunga krisan
Perbandingan perlakuan pascapanen petani SOP dan non-SOP
Biaya pascapanen petani SOP dan non-SOP
Luas lahan budidaya bunga krisan petani SOP dan non-SOP
Status kepemilikan lahan petani SOP dan non-SOP
Sumber perolehan bibit petani SOP dan non-SOP
Penggunaan bibit petani SOP dan non-SOP per lahan 500 m2
Aplikasi pupuk kandang dan kapur pertanian petani SOP dan non-SOP
Penggunaan pupuk cair petani SOP dan non-SOP
Penggunaan faktor produksi obat-obatan
Jenis pestisida petani SOP dan non-SOP
Perbandingan penggunaan ZPT petani SOP dan non-SOP
Peralatan produksi usahatani bunga krisan petani SOP dan non-SOP
Perbandingan penggunaan tenaga kerja petani SOP dan non-SOP per
500 m2 per musim tanam
Penerimaan usahatani krisan per 500 m2 selama musim tanam 2014
Analisis pendapatan petani SOP dan non-SOP
Analisis efisiensi usahatani petani SOP dan non-SOP
Tests of Normality Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Petani SOP dan
non-SOP

29
31
32
37
37
39
40

Uji T independen biaya, penerimaan dan pendapatan petani SOP dan non-SOP

59

40
41
42
42
43
43
44
44
45
47
47
48
50
52
54
56
57
58
58

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9a
9b
10

Penyiapan greenhouse
Daya Lampu neon petani SOP dan non-SOP
Penyiapan tanah
Penyiapan stek pucuk
Penanaman bunga krisan
Proses pemanenan bunga krisan
Penggunaan pupuk kimia padat petani SOP dan non-SOP
Perbandingan harga beli pupuk padat kimia
Merek dagang pestisida cair petani SOP dan non-SOP
Merek dagang pestisida cair petani SOP dan non-SOP
Penggunaan pestisida padat petani SOP dan non-SOP

30
32
34
35
36
41
46
46
49
49
50

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Syarat Mutu Bunga Krisan Potong
Kriteria Waktu Panen
Luas Lahan Budidaya Krisan Kab. Sukabumi
Investasi peralatan sarana pendukung per 500 m2 greenhouse
Format Penilaian GAP Dasar-dasar Usahatani
Format Penilaian GAP Dasar-dasar Budidaya
Format Penilaian GAP Kegiatan budidaya tanaman hias dan bunga
Format Penilaian GAP Alsintan, Pengaduan, Pencatatan dan Evaluasi
Internal
Perbandingan struktur biaya petani SOP dan non-SOP
SOP Penyiapan Sarana dan Prasarana Produksi krisan
SOP Proses Produksi budidaya krisan
SOP Panen dan Pascapanen

63
64
64
65
66
67
69
70
71
72
72
74

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Standar operasional prosedur (SOP) budidaya krisan adalah acuan teknis
terperinci budidaya krisan yang produktif, efisien dan ramah lingkungan dalam
rangka peningkatan produktivitas, mutu hasil dan keuntungan ekonomis bagi
petani secara berkelanjutan. Acuan teknis ini memuat mengenai tatacara
penyiapan sarana dan prasarana produksi, proses produksi, panen dan penanganan
pasca panen, penentuan standar mutu hingga pencatatan. SOP budidaya krisan
merupakan pedoman budidaya yang baik dan benar untuk menghasilkan produk
yang bermutu tinggi, efisien dan ramah lingkungan. SOP budidaya krisan juga
memudahkan penelusuran prosedur manakala terjadi penyimpangan dalam proses
produksi, sehingga kesalahan proses produksi dapat diperbaiki untuk mendapat
produk dengan standar mutu yang telah ditetapkan (Direktorat Budidaya dan
Pascapanen Florikultura, 2013).
Bunga krisan adalah salah satu komoditas unggulan subsektor florikultura
Indonesia. Sebagai salah satu komoditas unggulan, dari subsistem produksi bunga
krisan memerlukan acuan teknis agar proses produksi dapat berjalan efektif dan
efisien, sehingga dalam hal ini peran SOP budidaya krisan menjadi sangat
penting. Diharapkan dengan adanya SOP budidaya krisan dapat mempertahankan
aspek keberlanjutan usaha, meningkatkan produktivitas, dan juga menjadikan
Indonesia sebagai sentra produksi krisan yang berdaya saing tinggi.
Produksi dan sumbangan devisa krisan terhadap Indonesia cukup tinggi
dibanding bunga potong lainnya. Tabel 1 memperlihatkan total produksi sembilan
bunga potong Indonesia, krisan adalah bunga dengan produksi tertinggi dibanding
bunga potong lainnya sejak tahun 2009 sampai tahun 2014. Produksi bunga krisan
mengalami pertumbuhan rata-rata 34.85 persen per tahun sejak 2009 hingga 2014.
Bahkan pada tahun 2014 produksi bunga krisan potong mencapai 57.33 persen
dari total produksi sembilan bunga potong lainnya.
Tabel 1 Produksi Tanaman Florikultura Indonesia (Bunga Hias)
Jenis
Tanaman
Anggrek

Produksi Tanaman Florikultura (Tangkai)
2014

2013

2012

2011

2010

2009

24 633 789

20 277 071

20 727 891

15 490 256

14 050 445

16 205 949

Anthurium

2 310 154

4 044 012

6 731 211

4 724 730

7 655 542

3 833 100

Anyelir

2 962 777

3 164 326

5 299 671

5 130 332

7 607 588

5 320 824

Gerbera

7 545 255

7 735 806

9 854 787

10 543 445

9 693 487

5 185 586

Gladiol

1 874 470

2 581 063

3 417 580

5 448 740

10 064 082

9 775 500

Heliconia

1 162 666

2 043 579

3 306 604

2 791 257

2 961 385

4 124 174

Krisan

425 855 467

387 208 754

397 651 571

305 867 882

185 232 970

107 847 072

Mawar

172 512 474

152 066 469

68 624 998

74 319 773

82 351 332

60 191 362

Sedap Malam

104 007 708

104 975 942

101 197 847

62 535 465

59 298 954

51 047 807

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)

2

Dilihat dari nilai ekonominya, kontribusi krisan terhadap devisa negara pada
Desember 2013 adalah sebesar 71 459 USD kemudian pada periode Januari 2014
kontribusinya menjadi 64 122 USD. Nilai ini merupakan sumbangan devisa
terbesar kedua setelah anggrek pada subsektor florikultura (PUSDATIN, 2014).
Sentra produksi krisan Indonesia terletak di Jawa Barat, yang menyumbang
48 persen produksi krisan nasional (BPS, 2013). Tabel 2 menunjukan sentra
produksi krisan di Jawa Barat tersebar di beberapa wilayah kabupaten, salah
satunya di Sukabumi. Saat ini budidaya krisan Kabupaten Sukabumi menempati
produksi terbesar kedua di Jawa Barat setelah Kabupaten Cianjur.
Produksi, luas tanam dan jumlah greenhouse budidaya krisan Jawa
Barat
Jumlah
Luas Tanam
Produksi/Musim
Kabupaten/Kota
Greenhouse
(m2)
(Tangkai)
Cianjur
1 210
812 000
41 834 240
Sukabumi
526
250 000
12 880 000
Bandung Barat
189
103 250
5 225 000
Bogor
26
18 000
777 500
Bandung
32
17 200
775 336
Tabel 2

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Jawa Barat (2013)

Kemudian di Kabupaten Sukabumi itu sendiri, sentra produksinya terletak
di Desa Langensari. Kontribusi luas tanam budidaya krisan Desa Langensari
mencapai 36.27 persen dari total luas tanam yang ada di Kabupaten Sukabumi
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sukabumi, 2013).
Dalam rangka meningkatkan produksi krisan Desa Langensari, Balai
Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Sukaraja Sukabumi
bekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) dan Gapoktan Asri
Tani Jaya Desa Langensari melaksanakan transfer teknologi berupa pengenalan
budidaya krisan yang baik dan benar sesuai dengan SOP. Ketiga pihak tersebut
bekerjasama melakukan introduksi SOP budidaya krisan melalui perannya
masing-masing, BP3K berperan sebagai penyebar informasi melalui penyuluhan
mengenai cara budidaya sesuai dengan SOP, pihak BP3K rutin melaksanakan
penyuluhan setiap hari rabu dengan mengumpulkan para ketua Poktan serta
anggotanya di Desa Langensari. Balithi berperan melaksanakan penelitian dan
pengembangan bunga krisan, hasil dari penelitian itu sendiri dintroduksikan
kepada petani dibantu oleh pihak BP3K dan Gapoktan Asri Tani Jaya Desa
Langensari untuk diterapkan dalam budidayanya. Sebenarnya proses introduksi
dan penyuluhan mengenai praktek budidaya sesuai SOP sudah sejak lama
dilakukan oleh pihak BP3K sebelum kerjasama yang dilakukan dengan pihak
Gapoktan Asri Tani Jaya dan Balithi, namun sejak awal tahun 2014 proses
introduksi SOP budidaya krisan semakin rutin dilaksanakan dengan
mengumpulkan petani serta kunjungan langsung ke lapangan untuk
menyosialisasikan praktek budidaya yang baik dan benar.
Walaupun introduksi SOP budidaya krisan sudah rutin dilaksanakan, namun
tingkat penerapan SOP budidaya krisan petani Desa Langensari masih rendah.
Penerapan SOP budidaya krisan yang masih rendah menyebabkan produksi bunga

3

krisan petani Desa Langensari tidak bermutu. Sehingga ketika bunga tersebut
dijual harganya menjadi rendah, yang akhirnya pendapatan petani pun menjadi
rendah.

Perumusan Masalah
Bentuk tidak diterapkannya SOP oleh petani Desa Langensari dapat dilihat
mulai dari proses penyiapan sarana prasaran, proses produksi hingga panen dan
pascapanen. Dalam penyiapan sarana prasaran misalnya saja penyiapan
greenhouse. Masih banyak petani yang tidak mengikuti SOP terutama pada bahan
penutup dinding greenhouse yang digunakan. Bahan penutup dinding greenhouse
anjuran SOP adalah bahan yang dapat menjaga sirkulasi udara, seperti yang
terbuat dari net screen atau ram kawat. Namun saat ini banyak petani yang masih
menggunakan plastik sebagai bahan penutup dinding greenhouse, bahkan ada
yang tidak menggunakan penutup dinding sama sekali. Dalam proses produksi
bentuk tidak diterapkannya SOP terlihat dari pemberian pupuk dan kapur petanian
yang tidak sesuai dosis anjuran, penggunaan bibit tidak berkualitas dan sanitasi
lingkungan yang tidak dilakukan dengan cara yang benar. Kemudian dalam
pascapanen bentuk tidak diterapkannya SOP dapat terlihat dari perlakuan bunga
krisan setelah panen yang kurang baik sehingga menyebabkan banyak bunga yang
rusak sebelum sampai ke konsumen.
Dampak langsung tidak diterapkannya SOP oleh petani krisan Desa
Langensari menjadikan mutu krisan yang dihasilkan menjadi rendah. Mutu yang
rendah membuat harga jual menjadi murah yang akhirnya penerimaan petani
menurun. Rendahnya mutu juga mengakibatkan kuantitas penjualan krisan
berkurang, karena bunga krisan bermutu rendah cenderung mudah rusak saat
dilakukan perlakuan pada saat panen dan pascapanen sehingga tidak banyak
bunga yang dapat dijual. Selain itu krisan mutu rendah juga membuat petani
kebingungan mencari pembeli, karena banyak konsumen yang tidak mau
menerima bunga dengan kualitas rendah. Disisi lain, tingkat kesegaran bunga
krisan hanya dapat bertahan satu sampai dua minggu setelah panen, jika semakin
lama dibiarkan maka mutunya akan semakin menurun. Keadaan ini memaksa
petani menjual bunga krisan yang sudah dipanen walaupun dengan harga yang
rendah. Pada akhirnya dengan tidak diterapkannya SOP membuat usaha budidaya
krisan menjadi kurang menguntungkan.
Dampak lebih lanjut, karena usaha budidaya krisan kurang menguntungkan
banyak petani krisan Desa Langensari meninggalkan usahanya dan mengganti
dengan menanam komoditas lain. Bahkan ada sebagian petani yang beralih
profesi menjadi tukang ojek, karyawan pabrik dan kerja cathering. Keadaan ini
menambah rentetan masalah yang dihadapi petani, karena dengan trend beralih
profesi menyebabkan tenaga kerja menjadi sulit didapatkan terutama untuk
budidaya tanaman krisan. Tidak hanya sampai disitu, sulitnya mendapatkan
tenaga kerja membuat tenaga kerja yang sudah ada menjadi naik harganya.
Hasilnya untuk memproduksi bunga krisan akan membutuhkan biaya lebih tinggi
dari sebelumnya. Jika diasumsikan modal petani tetap maka dengan semakin
tingginya harga tenaga kerja akan membuat produksi secara keseluruhan menurun

4

di Desa Langensari. Oleh karena itu penerapan SOP budidaya krisan perlu
digalakan agar tidak terjadi permasalahan seperti yang saat ini terjadi.
Berdasarkan permasalahan di atas diketahui bahwa SOP budidaya
mempengaruhi mutu bunga yang akhirnya diduga berdampak pula terhadap
pendapatan usahatani dan produksi bunga krisan Desa Langensari. Tingkat
penerapan SOP budidaya krisan petani Desa Langensari masih rendah karena ada
anggapan dengan menerapkan SOP budidaya hanya menambah biaya seperti
untuk penggunaan bibit berkualitas, sistem penerangan yang prima, penggunaan
pestisida berkualitas, hingga manajemen tenaga kerja yang efektif. Namun disisi
lain penerapan SOP budidaya juga dipercaya dapat meningkatkan penerimaan
petani melalui peningkatan harga jual dari produksi krisan bermutu yang
dihasilkan. Sehingga muncul keraguan apakah penerapan SOP budidaya krisan
terbukti dapat meningkatkan pendapatan petani atau menurukan pendapatan
petani akibat peningkatan biaya operasional. Oleh karena itu belum dapat
dibuktikan apakah penerapan SOP memberikan dampak positif atau sebaliknya
terhadap pendapatan usahatani bunga krisan. Untuk itu peningkatan penerimaan
dan biaya terkait penerapan SOP budidaya krisan perlu dianalisis lebih mendalam,
untuk memberikan informasi yang lengkap apakah penerepan SOP ini akan
menguntungkan atau tidak jika dlihat dari pendapatan usahatani yang dihasilkan.
Berdasarkan permasalahan tersebut rumusan masalah yang ingin diteliti adalah:
1. Bagaimana pengaruh SOP budidaya terhadap biaya, penerimaan dan
pendapatan usahatani bunga krisan di Desa Langensarai Kecamatan
Sukaraja Kabupaten Sukabumi?
2. Bagaimana perbandingan biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani
krisan antara petani yang menerapkan SOP dan yang tidak menerapkan
SOP budidaya krisan di Desa Langensarai Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Sukabumi?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Menganalisis pengaruh SOP budidaya terhadap biaya, penerimaan dan
pendapatan usahatani bunga krisan di Desa Langensari Kecamatan
Sukaraja Kabupaten Sukabumi.
2. Membandingakan biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani bunga
krisan petani yang menerapan SOP dan yang tidak menerapakan SOP
budidaya krisan di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Kabupaten
Sukabumi.

TINJAUAN PUSTAKA
Krisan adalah tanaman perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas
(golden flower), pertama kali didudidayakan di Cina sebagai tanaman hias dan
obat (Oktavia, 2002). Bunga potong krisan merupakan komoditas unggulan
subsetor florikultura yang banyak diminati dekorator, florist, hotel, restoran

5

maupun rumah tangga. Kebutuhan bunga krisan dalam rangkaian bunga mencapai
30 sampai 65 persen, penggunaannya yang tinggi karena bentuk mahkota dan
warna yang bagus, bunga ini juga termasuk murah harganya. Masa panen tanaman
ini cukup singkat, sekitar 3-4 bulan kuncup bunga sudah bermunculan (Direktorat
Budidaya dan Pascapanen Florikultura, 2013). Saat ini bunga potong krisan
dipasar nasional cukup populer dan menduduki urutan tertinggi kedua setelah
anggrek (PUSDATIN, 2014). Pemasaran bunga krisan di Indonesia melalui
beberapa saluran tataniaga, Purwono (2014) melakukan analisis tataniaga bunga
krisan di Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur hasilnya menunjukan terdapat
empat saluran tataniaga bunga krisan. saluran yang memberikan keuntungan
terbesar pada petani adalah saluran III yaitu dari petani ke pedagang besar (grosir)
dan terakhir ke konsumen akhir. Dimana dengan saluran tersebut petani
mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 473 per tangkai dengan nilai marjin sebesar
Rp. 1 313 per tangkai.
Kualitas dan mutu bunga krisan potong adalah faktor yang sangat
mempengaruhi harga jual (Sari, 2010). Karena mutu adalah faktor yang
menentukan segmen pasar yang akhirnya berpengaruh terhadap harga jual yang
diterima petani. Krisan dengan kualitas tinggi dengan grade AA atau A biasanya
untuk segmen pasar ekonomi kelas atas, semakin berkualitas harganya akan
semakin tinggi (Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura, 2013). Untuk
itu peningkatan produksi bunga krisan harus disertai dengan perbaikan teknologi
budidaya atau Standar Operasional prosedur (SOP) untuk meningkatkan mutu
produksi dan harga jual produk. Menurut Sandriawati, et al (2013) Terdapat
beberapa faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi budidaya
bunga krisan potong seperti luas lahan, pendidikan formal, pendidikan Non
Formal, tingkat partisifasi dalam kelompk tani, sumber informasi, tingkat
kosmopolitan, sifat usahatani, keadaan kelompok tani dan kearifan penyuluh.
Faktor internal dan eksternal kategori tinggi yang berpengaruh terhadap penerapan
teknologi budidaya adalah pendidikan non formal, tingkat partisifasi petani dalam
kelompok tani, sumber informasi dan keadaan kelompok tani.
Standar operasional prosedur (SOP) budidaya krisan dapat menjadi acuan
dasar bagi petani untuk mendapat produk krisan potong yang baik, bermutu
tinggi, efisien dan ramah lingkungan (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012).
Penerapan SOP budidaya yang baik dan benar akan menentukan mutu produk
yang dihasilkan, karena dalam SOP budidaya krisan dimuat tatacara penyiapan
sarana dan prasarana produksi, proses produksi, panen dan pasca panen,
penentuan standar mutu hingga pencatatan (Direktorat Budidaya dan Pascapanen
Florikultura, 2012). Salah satu aspek penting dalam SOP budidaya adalah
penanganan panen serta pasca panen, hasil bunga krisan potong memiliki rata-rata
persentase grade A (54.2%) lebih tinggi dibandingkan dengan persentase
B(22.8%) dan grade C (18.3%) dengan penanganan panen dan pasca panen yang
baik (Syaifurrahmah, 2011). Aspek penting dalam penanganan pascapanen adalah
peningkatan kesegaran bunga krisan, menurut Suradinata (2012) penggunaan
Benzyl Amino Purine (BAP) dapat meningkatkan kesegaran bunga krisan.
Penggunaan BAP mampu mempertahankan kualitas bunga krisan dengan cara
menghambat terjadinya proses perubahan warna mahkota dan cakram bunga,
memperpanjang bunga cakram mekar dan memperpanjang lama bunga mekar.
Penelitian lain tentang mempertahankan kesegaran bunga krisan pada proses

6

pascapanen juga dilakukan oleh Wiraatmaja, et al (2007). Hasil penelitiannya
menunjukan penggunaan larutan perendam sukrosa dan asam sitrat pada
konsentrasi yang tepat dapat meningkatkan kesegaran bunga krisan. konsentrasi
asam sitrat yang optimal terhadap lama kesegaran bunga krisan pada masingmasing konsentrasi sukrosa adalah 365 ppm, 285 ppm dan 344 ppm dengan lama
kesegaran bunga 9.34 hari, 12.61 hari dan 11.91 hari dan 10.23 hari. sedangkan
konsesntrasi sukrosa yang optimal terhadap lama kesegaran bunga krisan pada
masing-masing konsentrasi asam sitrat adalah 2.82%, 3.33% dan 2.07% dengan
lama kesegaran 11.33 hari, 11.88 hari, 13.02 hari dan 9.93 hari.
SOP budidaya penting untuk diperhatikan dalam usaha budidaya bunga
potong krisan, karena SOP budidaya berpengaruh terhadap mutu bunga yang
dihasilkan. Dan mutu bunga itu sendiri pada akhirnya akan mempengaruhi
pendapatan usahatani. Sehingga dalam hal dapat dikatakan bahwa SOP budidaya
berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani perlu
dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan petani dalam
berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Besarnya pendapatan usahatani
merupakan ukuran keberhasilan usahatani. Petani dapat mengetahui gambaran
keadaan aktual usahatani melalui analisis pendapatan usahatani, sehingga dapat
melakukan evaluasi dalam perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan
datang (Cempaka, 2013). Diterapkan atau tidaknya SOP budidaya berpengaruh
terhadap pendapatan usahatani, untuk itu perlu dibandingkan pendapatan
usahatani antara usaha budidaya krisan menggunakan SOP dan non-SOP. Metode
perbandingan pendapatan usahatani dapat dilihat dari komponen penerimaan,
biaya serta efisiensi usahatani yang dapat dilihat dari nilai R/C rationya
(Poetryani, 2011).
Perbandingan pendapatan usahatani tanaman hias bunga potong terkait
dengan penerapan SOP pernah dilakukan oleh Wulandari (2009), dimana hasilnya
menunjukan bahwa budidaya bunga hias potong dengan menerapkan SOP terbukti
lebih efisien dibandingkan yang tidak menerapkan SOP yang terlihat dari nilai
R/C ratio-nya yang lebih besar. Selanjutnya untuk membuktikan perbedaan antara
pendapatan usahatani yang dilakukan dengan metode berbeda dapat dilakukan
dengan serangkaian uji statistik. Penelitian lain yang juga terkait dengan SOP
budidaya juga dilakukan oleh Maharani (2012), hasilnya menunjukan pendapatan
rata-rata per hektar petani pisang mas kirana di Kecamatan Sendoro Kabupaten
Lumajang Jember yang menerapkan SOP budidaya lebih tinggi dari yang tidak
menerapkan SOP budidaya. Begitupun hasil dari penelitian Lisanti (2014),
menunjukan usahatani tomat berbasis standar operasional prosedur (SOP) lebih
efektif dan efisien dibanding dengan usahatani tomat konvensional. Hal ini
dibuktikan dengan nilai pendapatan dan nilai R/C ratio petani SOP yang lebih
tinggi dibandingkan dengan usahatani tomat petani konvensional.
Penelitian lain yang juga masih terkait dengan standar operasional prosedur
pada komoditas pertanian juga pernah dilakukan oleh Widianingsih (2008).
Komoditas yang diteliti adalah Pepaya California, dimana hasilnya menunjukan
tingkat pendapatan atas biaya total usahatani pepaya petani SOP lebih tinggi
dibanding petani non-SOP. Hal ini dikarenakan produksi petani SOP lebih tinggi
dibanding petani non-SOP. Begitupun nilai R/C ratio petani SOP lebih tinggi
dibanding petani non-SOP, dimana pada petani SOP R/C ratio tunai bernilai 3.26
sementara R/C ratio total bernilai 3.02 sedangkan pada petani non-SOP R/C ratio

7

tunai bernilai 3.06 sementara R/C ratio total bernilai 2.46. Begitupun penelitian
Hartati (2010) juga masih mengenai penerapan SOP, komoditas yang diteliti
adalah mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa
Barat. Hasilnya menunjukan terdapat perbedaan keragaan usahatani antara petani
SOP dan non-SOP. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada aktivitas pemupukan,
pemangkasan, penyiangan, pengairan, pengendalian OPT, pemanenan hingga
pascapanen. Dari segi biaya, petani SOP lebih tinggi dibanding petani non-SOP.
Namun dari segi penerimaan petani SOP juga lebih tinggi dibanding petani nonSOP, hal ini dikarenakan petani SOP dapat melakukan pemanenan diluar musim
karena penerapan standar operasional prosedur (SOP). Kemudian penelitian
terkait penerapan SOP pada komoditas petanian juga dilakukan oleh Dalimunthe
(2008), komoditas yang diteliti adalah Nenas. Hasilnya menunjukan bahwa
penerapan SOP terbukti dapat meningkatkan produksi dan produktivitas serta
kualitas hasil yang akan meningkatkan harga jual bagi petani. Begitupun jika
dilihat dari nilai pendapatan, pendapatan atas biaya total petani nenas SOP sebesar
Rp. 22 635 500 sementara pendapatan atas biaya tunai Rp. 36 400 500 sedangkan
pada petani non-SOP pendapatan total sebesar Rp. 17 720 000 sementara
pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp. 26 165 000.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengalokasikan sumberdaya yang ada dengan efektif dan efisien untuk
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Efektif bila petani
menggunakan sumberdaya yang ada sebaik-baiknya dan efisien jika pemanfaatan
sumberdaya menghasilkan output yang melebihi input (Soekartawi, 2006).
Analisis usahatani bermanfaat tidak hanya untuk petani tetapi juga untuk
penyuluh pertanian, para mahasiswa dan juga pihak lain yang berkepentingan
terhadap analisis usahatani. Menurut Soekartawi, et al (2011) ada empat elemen
penting yang diperlukan dalam penelitian usahatani yang efektif yaitu: 1)
pengetahuan yang cukup mengenai teori, 2) pengetahuan praktis, 3) strategi
penelitian yang efetif dan sumberdaya penelitian yang cukup, 4) administrasi
penelitian.
Usahatani juga dapat diartikan bagaimana seseorang mengusahakan dan
mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai
modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Usahatani merupakan
ilmu yang mempelajari cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan
mengkoordinasikan faktor produksi sehingga menghasilkan produksi seefektif dan
seefisien mungkin (Suratiyah, 2006). Kemudian usahatani juga dapat dikatakan
sebagai ilmu terapan yang mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya
secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil
maksimal (Shinta, 2011).

8

Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani adalah nilai dari perkalian antara total produksi
dengan harga satuan produk usahatani (Hernanto, 1991). Total produksi dalam
usahatani dapat berupa produk yang dijual maupun produk yang tidak dijual.
Produk yang tidak dijual misalnya digunakan untuk konsumsi rumah tangga,
digunakan kembali dalam usahatani, produk yang digunakan untuk pembayaran
dan produk yang disimpan digudang pada akhir tahun (Soekartawi, 2011).
Sehingga dalam hal ini penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
 Penerimaan tunai (PT)
Penerimaan tunai usahatani adalah nilai produk yang dijual petani.
 Penerimaan total (TR)
Nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik nilai produk
yang dijual (PT) maupun nilai produk yang tidak dijual (PNJ).
Berdasarkan uraian di atas penerimaan usahatani dapat dirumuskan sebagai
berikut:
TR
=PxQ
= P x (KJ + KNJ)
= (P*KJ) + (P*KNJ)
= PT + PNT
Keterangan:
P
= harga produk
Q
= produksi total (KJ + KNJ)
KJ
= produk yang dijual
KNJ = produk yang tidak dijual
PT
= penerimaan tunai
PNT = penerimaan tidak tunai
Biaya Usahatani
Biaya usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai dalam
proses produksi tetapi tidak termasuk tenaga kerja petani. Kemudian dalam ilmu
usahatani biaya juga dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh
jumlah produksi, contohnya adalah biaya untuk pajak. Biaya variabel adalah biaya
yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi, contohnya biaya untuk tenaga
kerja, pupuk dan lain-lain (Soekartawi 2006, 2011).
Pengembangan konsep biaya dalam usahatani juga dikemukakan Hernanto
(1991), bahwa biaya usahatani dapat juga diklasifikasikan menjadi biaya tunai dan
biaya non-tunai. Biaya tunai didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan
untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, seperti biaya pembelian sarana
produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga
kerja. Biaya non-tunai merupakan nilai pemakaian barang dan jasa yang
dihasilkan yang berasal dari usahatani itu sendiri, seperti penggunaan tenaga kerja
dalam keluarga, penggunaan pupuk kompos yang berasal serasah daun komoditas
yang diusahakan, penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri dan lain
sebagainya.

9

Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara total penerimaan dan semua
biaya. Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani
dari pengunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri
atau modal pinjaman yang diinvestasikan dalam kegiatan usahtani (Soekartawi
2006, 2011).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan dan biaya dalam
usahatani (Suratiyah, 2011), yaitu:
 Faktor internal dan faktor eksternal
Faktor internal seperti umur petani, pendidikan, pengalaman,
keterampilan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan dan modal. Faktor
eksternal seperti input (ketersediaan dan harga) dan output (permintaan
dan harga)
 Faktor manajemen
Petani sebagai manajer harus dapat mengambil berbagai pertimbangan
ekonomi sehingga dapat mendatangkan hasil yang maksimal. Mengingat
faktor internal tertentu dan faktor eksternal yang selalu berubah-ubah.
Pendapatan usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat
dipakai membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi, 2011).
Namun perlu diperhatikan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukan
usahatani berjalan efisien, karena bisa saja pendapatan usahatani yang besar juga
diimbangi oleh biaya yang besar pula. Sehingga dalam proses pembandingan
penampilan usahatani perlu digunakan ukuran efisiensi usahatani seperti R/C
ratio.
Efisiensi Usahatani (R/C ratio)
Retern cost ratio atau R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dan
biaya (Soekartawi, 2006). Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut:
a= R/C
R= Py*Y
C= FC + VC
a= ((Py* Y)/(FC+VC))
Keterangan:
R = penerimaan
C = biaya
Py = harga output
Y = output
FC = biaya tetap
VC = biaya tidak tetap (variable cost)
Nilai R/C ratio dapat menunjukan ukuran efisiensi suatu usahatani. Semakin
besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan. Rasio antara besar
penerimaan dengan total biaya (R/C) dalam usahatani bisa digunakan untuk
melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan (profitable) atau tidak. Nilai
R/C menunjukan besaran penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang
dikeluarkan dalam produksi usahatani. Jika nilai R/C meningkat maka
menunjukan adanya peningkatan penerimaan dan semakin efisien biaya yang

10

digunakan. Nilai R/C > 1, menujukan bahwa penerimaan lebih besar daripada
biaya yang dikeluarkan sehingga usaha menguntungkan atau profitable untuk
dijalankan. Nilai R/C = 1, menunjukkan bahwa penerimaan sama dengan biaya
yang dikeluarkan atau usaha berada pada posisi impas. Sedangkan nilai R/C < 1,
menunjukkan bahwa penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan
sehingga usaha yang dijalankan tidak menguntungkan.
Uji T Dua Sampel
Berdasarkan hubungan antar populasinya, uji t dapat digolongkan kedalam
dua jenis uji, yaitu dependent sample t-test dan independent sample t-test.
Dependent sample t-test adalah jenis uji statistika yang bertujuan untuk
membandingkan rata-rata dua grup yang saling berpasangan. Sampel berpasangan
dapat diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama namun
mengalami dua pengukuran yang berbeda, contohnya pengukuran sebelum dan
sesudah dilakukan sebuah perlakuan. Kemudian untuk Independent sample t-test
adalah jenis uji statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup
yang tidak saling berpasangan atau tidak saling berkaitan. Tidak saling
berpasangan dapat diartikan bahwa penelitian dilakukan untuk dua subjek sampel
yang berbeda.
Penggunaan uji-t yang membandingkan dua buah mean perlu diperhatikan
bentuk hipotesis yang membandingkan kedua mean tersebut. Menurut Nazir
(2003) ada tiga cara untuk merumuskan hipotesis, yaitu:
 Ho : u1 = u2, dengan hipotesis alternatif HA : u1 ≠ u2
 Ho : u1 > u2, dengan HA : u1 ≤ u2
 Ho : u1 < u2, dengan HA : u1 ≥ u2
Hipotesis yang sering digunakan adalah hipotesis pertama, yaitu hipotesis
yang menyatakan bahwa mean dari populasi 1 sama dengan mean populasi 2,
dengan hipotesis alternatif bahwa mean populasi 1 tidak sama dengan populasi 2.
Ini namanya adalah hipotesis nul. Uji-t perlu dilakukan karena perbedaan dua
mean yang terlihat berbeda secara nominal belum tentu berbeda secara statistik.
Standar Operasional Prosedur Budidaya Krisan
Kesadaran masyarakat internasional terhadap keamanan dan lingkungan
semakin meningkat. Begitu pula pada komoditas krisan, tidak hanya produksi
yang berkualitas baik yang diperhatikan tetapi juga aspek lingkungan dalam
melakukan produksi bunga krisan menjadi aspek yang sangat penting. Dalam
sistem perdangan internasional, hal ini menjadi isu penting yang digunakan
sebagai barier non tarif oleh negara-nagara maju terhadap produk dari negaranegara berkembang. Kondisi ini dapat diantisipasi oleh negara berkembang seperti
Indonesia dengan memproduksi bunga krisan dengan menerapkan SOP agar dapat
memenuhi preferensi konsumen internasional.
Tuntutan konsumen global saat ini tidak saja diarahkan pada peningkatan
mutu, tetapi juga proses produksi yang ramah lingkungan maka dari itu prosedur
proses produksi yang baik dan benar serta ramah lingkungan menjadi sangat
penting. Pada subsektor florikultura, khususnya pada komoditas krisan terdapat
Standar operasional prosedur (SOP) budidaya krisan yang diperlukan untuk
menjaga 1) produktivitas, 2) kelestarian lingkungan, 3) keamanan dan
keselamatan petani dan 4) keamanan konsumen. Dengan mengacu pada SOP

11

budidaya petani dapat memenuhi standar mutu sesuai dengan preferensi
konsumen dalam negeri maupun internasional (Direktorat Budidaya dan Pasca
Panen Florikultura, 2012). Dalam SOP budidaya krisan terdapat acuan teknis
mulai dari penyiapan saran dan prasarana, proses produksi, panen dan pasca
panen, standar mutu hingga pencatatan.
Standar operasional prosedur (SOP) krisan merupakan acuan dasar bagi
pelaksanaaan budidaya krisan di lapangan. Dengan mengacu pada SOP, petani
dapat membudidayakan krisan potong secara baik dan benar untuk menghasilkan
produk bermutu tinggi yang efisien dan ramah lingkungan. Penerapan SOP
merupakan indikator menuju produk yang berdaya saing sehingga penjaminannya
melalui telusur balik dari prinsip-prinsipnya dapat dilakukan dengan jelas
(Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura, 2012).
Krisan sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor
yang memberi kontribusi terhadap devisa negara. Saat ini peluang pangsa pasar
internasional bagi bunga krisan Indonesia masih terbuka lebar. Pasokan bunga
krisan di pasar dunia didominasi oleh pelaku usaha yang berasal dari Belanda,
Colombia dan Italy yang mencapai total ekspor lebih dari 60 persen dari
perdagangan dunia. Indonesia juga memiliki peluang besar menjadi pengekspor
bunga krisan karena beberapa daerah Indonesia memiliki lahan yang luas serta
iklim dan cuaca yang cukup baik untuk tumbuh perkembangan bunga krisan.
Untuk menjadi pelaku usaha yang berdaya saing pada komoditas bunga krisan
Indonesia sudah memiliki peluang dari segi lingkungan, kemudian untuk
mewujudkan Indonesia menjadi produsen krisan yang berdaya saing juga perlu
didukung dari teknik produksi yaitu harus dilakukan dengan cara yang baik dan
benar. Budidaya krisan yang baik dan benar salah satunya dapat dilakukan dengan
menerapkan SOP budidaya krisan, sehingga dalam hal ini SOP budidaya krisan
menjadi sangat penting untuk mewujudkan Indonesia sebagai produsen krisan
yang berdaya saing.
Pedoman Budidaya yang Baik (Good Agricultural Practices On Floriculture)
Pada era perdagangan global saat ini, baik pada sektor pertanian maupun
sektor lainnya tidak lagi mengandalkan hambatan tarif tetapi sudah lebih
cenderung pada hambatan teknis berupa persyaratan mutu, sanitary dan
phytosanitary. Kondisi ini menuntut produsen untuk meningkatkan daya saing
produknya agar dapat membentengi arus barang dari luar mengusai pasar dalam
negeri. Khusus pada sektor florikultura tepatnya komoditas krisan, salah satu
tanaman subsektor florikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan prospek
yang cerah sebagai komoditas ekspor maupun pemasaran dalam negeri.
Berhubungan dengan tuntutan perdagangan global saat ini, juga diperlukan
peningkatan kualitas serta produksi yang ramah lingkungan untuk mencegah
masuknya produk luar negeri menguasai pasar bunga krisan dalam negeri. Salah
satu solusi dari tuntutan tersebut adalah dengan menerapkan budidaya florikultura
yang baik (good agricultural practices on floriculture).
Tujuan dari diterpakannya budidaya florikulturan yang baik khusus pada
komoditas krisan tidak hanya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
tetapi juga untuk meningkatkan daya saing serta aspek keberlanjutan usaha
dengan memperhatikan aspek lingkungan. Ruang lingkup terlaksananya budidaya
yang baik mencakup beberapa aspek, yaitu mulai dari dasar usahatani, dasar

12

budidaya, teknik budidaya tanaman hias, peralatan dan mesin, pengaduan,
pencatatan hingga evaluasi internal.

Kerangka Pemikiran Operasional
Tujuan akhir yang ingin diperoleh petani dalam usahanya adalah pendapatan
yang maksimum. Namun mutu bunga krisan yang dihasilkan petani Desa
Langensari masih beragam, karena penerapan SOP yang belum diterapkan secara
menyeluruh oleh petani Desa Langensari. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi
tingkat pendaptan yang diterima oleh para petani. Karena setiap mutu memiliki
segmen pasar yang berbeda, yang pada akhirnya juga mempengaruhi harga.
Berdasarkan uraian tersebut, kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini
dapat dilihat gambar dibawah ini:

13

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Kabupaten
Sukabumi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa Desa Langensari merupakan salah satu sentra
produksi bunga krisan yang cukup besar produksinya baik skala kabupaten
maupun nasional. Penelitian disentra produksi bunga krisan menjadi penting,
karena produksi bunga krisan dilokasi ini juga mempengaruhi produksi nasional.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember 2014 sampai Februari 2015.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani bunga krisan
Desa Langensari. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur terkait
seperti data dari BPS, Dinas Pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Indonesia, Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura serta BP3K
Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi.

Metode Pengumpulan Data
Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu dengan melakukan
wawancara kepada petani krisan Desa Langensari. Selain itu, pengumpulan data
juga dilakukan dengan pengamatan langsung proses budidaya bunga krisan di
lokasi penelitian. Petani responden dalam penelitian ini berjumlah 35 orang.

Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif
dijabarkan secara deskriptif yaitu mengenai gambaran umum dan kondisi usaha
budidaya krisan. Sedangkan data kuantitatif diolah dengan menggunakan program
Microsoft Excel dan SPSS versi 11.5.

Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dan total biaya.
Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai
dan pendapatan atas biaya total.
Pendapatan atas biaya tunai dirumuskan sebagai berikut:




=



14

Keterangan:
� tunai = Pendapatan Tunai usahatani krisan
TR
= penerimaan total usahatani
BTU = biaya tunai usahatani krisan
Pendapatan atas biaya total dirumuskan sebagai berikut:


Keterangan:



=





� total = pendapatan total usahatani krisan
TR
= Penerimaan total usahatani krisan
BTO = Biaya Total

Analisis Efisiensi Usahatani
Pendapatan yang besar tak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh
karena itu analisa pendapatan perlu diikuti dengan pengukuran efisiensi. R/C rasio
merupakan salah satu ukuran efisiensi yang menggambarkan penerimaan untuk
tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio).
Pengukuran efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan
satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan
dengan jumlah biaya (R/C). R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari
R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total, yang secara sederhana dapat
diturunkan dari rumus:




�=
=

� � �


� � �




Keterangan:
R = Revenue atau penerimaan budidaya krisan (Rp)
C = Cost atau pengeluaran/biaya budidaya krisan (Rp)
Nilai R/C secara teoritis menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang
dikeluarkan akan memperoleh penerimaan, jika R/C rasio >1 maka kegiatan
usahatani menguntungkan untuk dijalankan. Akan tetapi apabila R/C t tabel atau saat
P value < α sebaliknya terima Ho bila nilai t hitung < t tabel atau saat P value > α.
Penilaian Penerapan SOP/GAP
Penerapan SOP petani dinilai menggunakan format penilaian pedoman
budidaya florikultura yang baik (good agricultural practices on floriculture),
kemudian untuk penilaian teknik budidaya spesifik komoditas krisan digunakan
standar operasional prosedur (SOP) budidaya krisan potong yang diterbitkan oleh
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura Direktorat Jenderal Hortikultura
Kementerian Pertanian.
Ruang lingkup penilaian penerapan good agricultural practices on
floriculture meliputi a