Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat

(1)

ANALISIS USAHATANI TOMAT

BERBASIS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG BARAT

YUDITHIA LISANTI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Yudithia Lisanti


(3)

ii

ABSTRAK

YUDITHIA LISANTI. Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS.

Potensi usahatani tomat tidak didukung oleh sumber daya lahan dan produktivitas yang masih berfluktuatif, sehingga Kementerian Pertanian RI menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan usahatani tomat. Penerapan SOP diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produksi, namun di sisi lain penerapan SOP dapat meningkatkan biaya produksi yang menurunkan pendapatan petani. Metode yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dan metode analisis kuantitatif. Metode analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis biaya dan penerimaan usahatani melalui analisis pendapatan usahatani, efisiensi input-output diukur melalui analisis R/C Ratio, dan faktor yang mempengaruhi produksi tomat dianalisis melalui fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis usahatani tomat berbasis SOP lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan analisis usahatani tomat konvensional.

Kata kunci: Analisis Cobb-Douglas, analisis usahatani, fungsi produksi, standar operasional prosedur, usahatani tomat

ABSTRACT

YUDITHIA LISANTI. Farm Analysis of Tomato Based on Standard Operating Procedure (SOP) in Lembang Sub-District, Bandung, West Java. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS.

Tomatoes’ farming potential is not supported by the resources of land and productivity has been fluctuating in recent year, so the Ministry of Agriculture Republic of Indonesia arrange Standard Operational Procedures (SOP) of tomato farming. SOP implementation is expected to increase farmer’s revenue through the production increase, but on the other side SOP implementation will increase the operational cost that decrease farmer’s revenue. The methods used in this study are a qualitative and quantitative analysis method. Qualitative analysis method is used to determine the general description.Quantitative analysis is used to analyze the cost and revenue by farm income analysis, input-output efficiency, and the factors that influence the production of tomato.The results show that analysis of a tomato farm based on Standar Operational Procedures (SOP) is more effective and efficient than the conventional tomato farm.

Key words: Cobb-Douglas analysis, farm analysis, production function, tomatoes’ farming


(4)

iii

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI TOMAT

BERBASIS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

DI KECAMATAN LEMBANG, BANDUNG BARAT

YUDITHIA LISANTI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(5)

iv

Judul Skripsi : Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat

Nama : Yudithia Lisanti NIM : H34114015

Disetujui oleh

Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP. M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen


(6)

1.11Skripsi: Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat

ama : Yudithia Lisanti

l\1 : H34] ]4015

Disetujui oleh

/ '

Prof. Dr. Muha mad Firdaus SP. M.Si Pe bimbing

Diketahui oleh

MS


(7)

v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta kita sebagai umatnya yang taat pada ajaran yang dibawanya hingga akhir hayat. Topik yang dipilih dalam penelitian ini ialah analisis usahatani dengan judul Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat.

Tomat merupakan tanaman hortikultura dalam golongan sayuran yang memiliki peluang dan potensi usaha yang baik. Peluang dan potensi usahatani tomat masih dapat dimanfaatkan dengan baik, salah satunya dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baku sebagai acuan kegiatan usahatani tomat. Namun penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) masih belum terbukti secara efektif dan efisien dibandingkan usahatani tomat konvensional, khususnya dari segi produksi dan biaya operasional. Efektifitas dan efisiensi tersebut dianalisis melalui perbandingan usahatani tomat dari kedua sistem usahatani tomat sebagai tolak ukur kesejahteraan petani tomat.

Penulisan karya ilmiah ini merupakan hasil usaha maksimal dari penulis. Saran dan kritik yang membangun demi perbaikan penulisan ini sangat diperlukan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014


(8)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul Analisis Usahatani Tomat Berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang, Bandung Barat sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan mulai dari persiapan hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen evaluator pada seminar kolokium serta masukan yang disampaikan untuk perbaikan penulisan karya ilmiah ini.

3. Dr. Ir. Wahyu Budi Priyatna, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen penguji pada sidang skripsi serta masukan yang disampaikan untuk perbaikan penulisan karya ilmiah ini.

4. Titi Wijayanti atas kesediaannya menjadi pembahas serta masukan yang disampaikan pada seminar hasil penelitian penulis.

5. Petani tomat Kecamatan Lembang yang telah bersedia memberikan tempat untuk melaksanakan kegiatan penelitian serta bantuan data dan informasi selama berada di lapangan.

6. Orangtua tercinta papa (Didi Ahmadi) dan mama (Tati Hartati), serta adik tersayang (Dila Adiningtyas) dan keluarga besarku atas perhatian, doa, nasehat, semangat, dan kasih sayang yang tak terhingga serta dukungan secara moril dan materiil yang telah dicurahkan kepada penulis.

7. Muhammad Awan Wibisono, terima kasih atas perhatian, kesabaran, dukungan, semangat, dan saran yang diberikan selama ini.

8. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian penelitian ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu atas segala dukungan, bantuan, dan doa.

Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan dari pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini memperoleh balasan yang sesuai dari Tuhan Yang Maha Esa atas semua wujud amal baik yang telah disumbangkan.

Bogor, Februari 2014


(9)

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Analisis Usahatani Tomat 8

Standar Operasional Prosedur (SOP) Usahatani Tomat 10

Perubahan Perilaku Pasar 10

Strategi Peningkatan Daya Saing Hortikultura 11

Maksud dan Tujuan Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) 12 Manfaat Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi Petani 13 Sosialisasi Standar Operasional Prosedur (SOP) 13

Fungsi Produksi Cobb-Douglas 14

KERANGKA PEMIKIRAN 14

Kerangka Pemikiran Teoritis 14

Teori Produksi 14

Analisis Pendapatan Usahatani 19

Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) 21 Konsep Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat 21

Kerangka Pemikiran Operasional 29

METODE PENELITIAN 32

Lokasi dan Waktu Penelitian 32

Jenis dan Sumber Data 32

Metode Penarikan Sampel 33

Metode Analisis Data 33

Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Tomat 34 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) 37 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tomat 37

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44

Gambaran Umum Kecamatan Lembang 44

Letak Administratif dan Kondisi Wilayah 44

Kondisi Kependudukan dan Pendidikan 44

Kepemilikan Lahan Keluarga Tani 45

Luas Lahan Usahatani 45

Alur Pemasaran 46

Fasilitas Pendukung 47

Karakteristik Petani Responden 47

Lokasi Petani 48

Jenis Kelamin Petani 48

Tingkatan Usia Petani 49


(10)

viii

Jenis Pekerjaan Usahatani 50

Luas Lahan Pertanian 50

Kepemilikan Lahan Pertanian 51

Karakteristik Usahatani Tomat 51

HASIL DAN PEMBAHASAN 53

Keragaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang 53

Penyemaian Benih 54

Pengolahan Lahan 55

Penanaman 55

Pemasangan Ajir 55

Perawatan Tanaman 55

Panen 56

Analisis Pendapatan Usahatani Tomat Berbasis SOP dan Usahatani

Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang 56

Analisis Struktur Biaya Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang 57 Analisis Penerimaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang 63 Analisis Pendapatan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang 64 Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani Tomat Berbasis SOP dan Usahatani Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang 65 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tomat Berbasis SOP dan Usahatani Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang 65

Evaluasi Model Dugaan 65

Interpretasi Model Dugaan 67

Pemenuhan Asumsi Ordinary Least Square (OLS) 70

SIMPULAN DAN SARAN 71

Simpulan 71

Saran 71

DAFTAR PUSTAKA 72

LAMPIRAN 75

RIWAYAT HIDUP 94

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan volume ekspor pertanian Indonesia tahun 2012 1 2 Perkembangan luas panen dan produktivitas komoditas hortikultura

di Indonesia tahun 2010-2011 2

3 Perkembangan volume ekspor komoditas sayuran Indonesia periode

2010-2011 4

4 Pendapatan usahatani komoditas sayuran di Indonesia tahun 2012 10 5 Perubahan output dari setiap penambahan input 15 6 Perhitungan Produk Marjinal / Marjinal Physical Product (MPP) 17 7 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani 19

8 Spesifikasi persyaratan mutu tomat segar 22

9 Pedoman perkiraan dosis pemupukan tomat berdasarkan lokasi tanam 27 10 Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan pengendalian OPT 28 11 Jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian 32


(11)

ix 12 Perhitungan analisis pendapatan dan R/C Rasio usahatani 36 13 Tabulasi data faktor produksi usahatani tomat 38 14 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Lembang

tahun 2013 45

15 Status kepemilikan lahan rata-rata kepala keluarga tani di Kecamatan

Lembang tahun 2013 45

16 Rata-rata luas lahan usahatani di Kecamatan Lembang tahun 2013 46 17 Luas tanam sayuran di Kecamatan Lembang tahun 2013 46 18 Fasilitas pendukung agribisnis di Kecamatan Lembang Tahun 2013 47 19 Penyebaran lokasi petani responden di Kecamatan Lembang 48 20 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan

kategori jenis kelamin 48

21 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan

kategori tingkatan usia 49

22 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan

pengalaman bertani 49

23 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan

kategori jenis pekerjaan usahatani 50

24 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan

kategori luas lahan pertanian (Ha) 51

25 Karakteristik petani responden di Kecamatan Lembang berdasarkan

kategori kepemilikan lahan pertanian 51

26 Sebaran sistem usahatani tomat di Kecamatan Lembang 52 27 Sebaran jenis tanaman polikultur selain tomat di Kecamatan

Lembang 52

28 Sebaran jenis tanaman tumpangsari selain tomat di Kecamatan

Lembang 52

29 Rata-rata penggunaan pupuk per 1 000 m2 pada usahatani tomat di

Kecamatan Lembang 57

30 Rata-rata penggunaan pestisida per 1 000 m2 pada usahatani tomat di

Kecamatan Lembang 59

31 Rata-rata penggunaan mulsa per 1 000 m2 pada usahatani tomat di

Kecamatan Lembang 59

32 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per 1 000 m2 dalam kegiatan

usahatani tomat di Kecamatan Lembang 60

33 Nilai rata-rata penyusutan peralatan per 1 000 m2 pada usahatani

tomat di Kecamatan Lembang 62

34 Rata-rata penerimaan usahatani tomat pada luas lahan 1 000 m2 di

Kecamatan Lembang 63

35 Analisis rata-rata pendapatan usahatani tomat per 1 000 m2 di

Kecamatan Lembang 64

36 Analisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat di


(12)

x

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi tomat nasional tahun 2000-2011 3

2 Kurva Produksi Total (PT) 16

3 Increasing Marginal Product 17

4 Decreasing Marginal Product 17

5 Kurva Produksi Total (PT), Produk Marjinal / Marjinal Physical Product (MPP), Produk Rata-Rata / Average Physical Product (APP) 18 6 Kerangka pemikiran operasional analisis usahatani tomat berbasis

Standar Operasional Prosedur (SOP) di Bandung Barat 31 7 Output Minitab fungsi produksi Cobb-Douglas 39 8 Output Minitab yang menunjukkan Goodness of Fit dari model

dugaan 40

9 Output Minitab yang menunjukkan signifikasi model dugaan 41 10 Output Minitab yang menunjukkan signifikasi variabel 41 11 Output Minitab yang menunjukkan ciri adanya multikolinearitas 43 12 Alur pemasaran komoditas sayuran di Kecamatan Lembang 47

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengeluaran rumah tangga per bulan untuk kelompok makanan tahun

1999, 2002-2011 75

2 Peta kabupaten/kota sentra dan pengembangan produksi tomat di

Jawa Barat 76

3 Produksi tomat tingkat provinsi di Indonesia 77 4 Produksi tomat tahun 2007-2011 menurut kabupaten dan kota di Jawa

Barat 78

5 Jenis hama, gejala serangan hama, serta pengendalian pada tanaman

tomat 79

6 Jenis penyakit, gejala serangan penyakit, serta pengendalian pada

tanaman tomat 81

7 Kriteria penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) usahatani

tomat 83

8 Penerapan kriteria SOP oleh petani tomat berbasis SOP di Kecamatan

Lembang 84

9 Penerapan kriteria SOP oleh petani tomat konvensional di Kecamatan

Lembang 85

10 Dokumentasi penelitian usahatani tomat di Kecamatan Lembang 86 11 Biaya rata-rata dan persentase biaya pada usahatani tomat di

Kecamatan Lembang pada luas lahan 1 000 m2 per musim tanam 92 12 Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat di


(13)

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Globalisasi ekonomi merupakan salah satu proses yang menyebabkan berbagai aspek perekonomian suatu negara semakin terintegrasi dengan perekonomian dunia. Pembentukan harga komoditas di setiap negara semakin terintegrasi dengan dinamika pasar dunia dan preferensi konsumen di seluruh negara semakin mengarah pada preferensi yang bersifat universal. Globalisasi ekonomi semakin membuka kesempatan untuk komoditas pertanian Indonesia. Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan sektor pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis makanan.

Sektor pertanian yang terdiri atas subsektor tanaman perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, dan subsektor peternakan sangat berperan dalam perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari volume ekspor yang dihasilkan. Berdasarkan perkembangan volume ekspor pertanian Indonesia yang tersaji Tabel 1 diketahui bahwa komoditas hortikultura merupakan komoditas yang berperan penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Hal itu dibuktikan oleh nilai kumulatif volume ekspor selama Tahun 2012, diketahui bahwa nilai kumulatif volume ekspor dari komoditas hortikultura merupakan komoditas ekspor yang terbesar kedua setelah komoditas perkebunan.

Tabel 1 Perkembangan volume ekspor pertanian Indonesia tahun 2012 SubSektor

Volume (kg) Pertumbuhan (%) Kumulatif Januari-Desember November Desember

Tanaman Pangan 32 419 648 32 365 517 -27.93 257 639 237 Hortikultura 35 132 332 28 111 215 -19.98 454 686 966 Perkebunan 3 498 046 544 2 866 103 968 -18.07 34 349 431 727 Peternakan 18 748 641 15 858 998 -15.40 201 533 588 Total Ekspor 3 584 347 165 2 933 439 698 -18.16 35 263 291 518 Sumber : BPS, diolah Pusat Data dan Informasi (2012)

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa dengan luas wilayah sebesar 1 910 931.32 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 237 641 326 jiwa1 dengan laju pertambahan penduduk rata-rata 10 tahun terakhir mencapai 1.3 persen2. Peningkatan jumlah penduduk yang juga diiringi dengan peningkatan pendapatan menyebabkan peningkatan jumlah serta jenis, kualitas, dan pengantaran (delivery). Sehingga makanan yang diperlukan adalah makanan yang beragam, bergizi, dan berimbang. Secara umum, Indonesia sebagai salah satu

1http://bps.go.id. 2011. Data Kependudukan Indonesia (Oktober 2011) 2


(15)

2

negara yang beriklim tropis mempunyai peluang yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian khususnya produk pangan.

Tanaman hortikultura meliputi tanaman sayuran, tanaman buah-buahan, tanaman biofarmaka (obat-obatan), dan tanaman hias. Komoditas hortikultura memiliki peranan yang penting bagi masyarakat Indonesia, yaitu sebagai sumber pendapatan, sebagai bahan pangan khususnya sumber vitamin (buah-buahan), mineral dan serat (sayuran), dan bumbu masak, serta sebagai sumber devisa negara untuk komoditas non migas. Peningkatan ekspor hortikultura tidak selalu didukung oleh peningkatan luas area panen di Indonesia. Pada perkembangan luas panen dan produktivitas komoditas hortikultura yang tersaji pada Tabel 2 menunjukkan secara umum luas area panen mengalami peningkatan, namun berbeda halnya dengan komoditas sayuran yang mengalami penurunan terbesar, yaitu sebesar 0.2 persen. Peningkatan permintaan pangan tidak didukung oleh sumberdaya alam seperti lahan untuk memproduksi pangan.

Tabel 2 Perkembangan luas panen dan produktivitas komoditas hortikultura di Indonesia tahun 2010-2011

Komoditi

Luas panen Produktivitas (kw/ha) Perkembangan (%)

Sa-tuan 2010 2011 2010 2011

Luas panen

Produk -tivitas Buah-

buahan Ha 719 763 724 868 5 936.64 279.51 0.01 -0.95 Sayuran Ha 1 340 884 1 072 115 1 985.60 3 129.52 -0.20 0.58 Biofarmaka m2 178 528 468 170 242 641 31.39 27.22 -0.05 -0.13 Tanaman

Hias m

2

19 020 157 27 182 451 164.38 191.27 0.43 0.16 Sumber : Kementerian Pertanian (2012)

Peningkatan permintaan sektor industri dan pariwisata juga mendorong permintaan sayuran dan buah-buahan dalam negeri secara umum. Perkembangan sektor tersebut menyebabkan munculnya pasar-pasar baru yang semakin luas dan lebih selektif dalam kualitas. Hal ini tercermin dari komoditas yang pada awalnya dipasarkan untuk keluarga, semakin meluas kepada industri pengolahan makanan atau restoran dan hotel berbintang yang pada umumnya memerlukan sayuran dalam jumlah cukup besar namun selektif dalam hal kualitas.

Pada Lampiran 1 dapat diidentifikasi bahwa sayuran merupakan komoditas kelompok makanan yang banyak dikonsumsi oleh rumah tangga setelah padi-padian, makanan jadi, dan tembakau. Pengeluaran rumah tangga untuk komoditas sayuran terus menurun hingga pada tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 1999. Direktorat Jenderal Hortikultura (2009) juga melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan konsumsi sayuran dalam negeri karena konsumsi sayuran perkapita di Indonesia saat ini sebesar 35.30 kg/kapita/tahun masih relatif rendah bila dibandingkan dengan rekomendasi FAO sebesar 65 kg/kapita/tahun. Dukungan dan upaya pemerintah dalam meningkatkan konsumsi sayuran tentunya menjadi peluang bagi usahatani sayuran di Indonesia, khususnya bagi usahatani tomat.

Tomat merupakan komoditas sayuran yang memiliki peranan penting bagi pertanian di Indonesia. Tomat diminati pasar karena rasanya yang khas, yakni


(16)

3 asam manis. Tomat biasa digunakan dalam bentuk segar maupun olahan. Tomat dalam bentuk segar dapat digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan, penghias makanan, maupun olahan lainnya (seperti pasta, saus, selai, manisan, dodol, velva, dan jus3). Kebutuhan tomat terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku tomat. Gambar 1 menunjukkan peranan tomat dalam sektor pertanian, yaitu kecenderungan peningkatan produksi tomat nasional pada periode 2000-2011. Peningkatan tersebut dimulai dari produksi tomat pada tahun 2000 sebesar 593 392 ton hingga mencapai 891 616 ton pada tahun 2010 dan 954 046 ton pada tahun 2011.

Gambar 1 Produksi tomat nasional tahun 2000-2011 Sumber : Kementerian Pertanian (2013)

Tabel 3 juga menunjukkan bukti bahwa tomat juga berperan dalam perekonomian nasional. Peranan tomat dalam perekonomian nasional dibuktikan dari pertumbuhan volume ekspor, yakni meningkat 12 persen dari tahun 2010. Namun peningkatan produksi tomat di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi tomat penduduk Indonesia, hal ini ditunjukkan dari volume impor tomat yang sebanyak 10,325 pada tahun 2010 dan 10,639 pada tahun 2011). Kondisi tersebut menjadikan peluang bahwa usahatani tomat masih memiliki peluang untuk dikembangkan dalam memenuhi konsumsi tomat dalam negeri. Secara nasional dan juga di Provinsi Jawa Barat, komoditas tomat merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki potensi yang dapat terus dikembangkan.

3


(17)

4

Tabel 3 Perkembangan volume ekspor komoditas sayuran Indonesia periode 2010-2011

Komoditas

Volume ekspor (ton)

Rata rata pertumbuhan

2010 2011

Volume impor (ton)

Rata rata pertumbuhan

2010 2011

2010 2011 2010 2011

Jamur 31 941 23 941 -25% 361 289 419 090 14% Cabe 3 234 13 792 326% 73 270 160 467 54% Kubis 9 332 7 148 -23% 53 250 104 704 49% Bawang

Merah 7 928 6 837 -14% 56 352 78 681 28% Kentang 6 931 5 876 -15% 33 692 41 868 20% Terung 2 388 1 482 -38% 20 200 28 887 30% Kacang kapri 949 1 433 51% 14 478 22 120 35%

Tomat 626 699 12% 10 325 10 639 3%

Jagung manis 306 534 75% 3 081 3 373 9%

Ketimun 284 214 -25% 2 447 3 285 26%

Bawang putih 74 60 -19% 1 228 2 179 44%

Bawang

Bombay 71 46 -35% 285 269 -6%

Wortel 34 43 26% 40 40 0%

Bunga kol 5 30 1 0

Sayuran

lainnya 74 003 71 882 -3% 221 430 298 682 26% Total sayuran 138 106 134 017 -3% 851 368 1 174 284 27% Sumber : Badan Pusat Statistik "Ekspor Impor 2010-2011" dan Pusat Data dan Informasi,

Kementerian Pertanian diolah oleh Direktorat (2013)

Pengembangan tomat dengan menerapkan berbagai aspek terkait dalam sistem industrinya akan dapat memacu usaha agribisnis tomat secara berkelanjutan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, salah satu usaha yang dapat dilakukana dalah dengan membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan produksi tomat. Mengingat begitu pentingnya keinginan dan kebutuhan pasar, diperlukan suatu pedoman umum dalam melakukan kegiatan usahatani yang terintegrasi dengan baik. Pendapatan merupakan unsur terpenting untuk dikembangkan dalam berbagai kegiatan usaha, termasuk dalam kegiatan pertanian. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji analisis perbandingan usahatani tomat berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP).

Rumusan Masalah

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop cultivation) serta budidaya atau pembesaran hewan ternak (raising) dengan maksud supaya tumbuh lebih baik dan memenuhi kebutuhan manusia.


(18)

5 Potensi dan peluang perkembangan pertanian pada subsektor hortikultura khususnya pada komoditas sayuran memiliki prospek serta potensi yang baik dan telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kemajuan perekonomian, pendidikan, peningkatan pendapatan dan kesadaran masyarakat untuk kesehatan dan lingkungan menyebabkan permintaan akan komoditas hortikultura ini semakin meningkat. Peningkatan permintaan tercermin pada Lampiran 1 yang menunjukkan bahwa komoditas sayuran merupakan kelompok makanan yang banyak dikeluarkan oleh rumah tangga setelah padi-padian, makanan jadi, dan tembakau.

Salah satu daerah produksi sayuran tertinggi yang juga memiliki objek wisata di Jawa Barat adalah Bandung. Didukung oleh keadaan agroklimatologis yang baik seperti dataran tinggi seluas 2,621,625 Ha4 serta curah hujan yang tinggi, menjadikan Bandung sebagai sentra produksi komoditas sayuran khususnya tomat seperti yang tercantum pada Lampiran 2. Pada Lampiran 4, diketahui bahwa Kabupaten Bandung merupakan produsen tomat terbesar di Jawa Barat dengan tren produksi yang meningkat. Selain itu, Bandung memiliki berbagai objek wisata yang berdampak positif pada kunjungan wisatawan baik domestik maupun wisatawan asing. Potensi objek wisata tersebut mendorong masyarakat untuk membuka usaha yang bergerak dalam bidang jasa, seperti penginapan, hotel, dan jenis usaha rumah makan. Berdasarkan fenomena di atas, maka tingkat kebutuhan terhadap produk-produk pertanian seperti sayur-sayuran juga mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan industri barang dan jasa.

Potensi pasar dan kondisi alam Indonesia sangat menjanjikan peluang yang potensial dalam pengembangan usahatani sayuran secara umum. Dalam pelaksanaannya, pendapatan usahatani yang diperoleh dari budidaya tumbuhan hortikultura ini tetap menjadi orientasi utama bagi petani dalam kegiatan usahataninya. Kemajuan perkembangan usahatani komoditas hortikultura tidak terlepas dari peranan input dan faktor-faktor produksi lain yang memiliki peran penting.

Seiring dengan pertumbuhan dunia bisnis, persaingan dalam memenuhi pasokan bahan baku pertanian semakin tinggi. Pada tahun 1999-2001 Kabupaten Bandung menjadi sentra penanaman tomat. Pahun 2002-2005 kabupaten Garut, Sukabumi, Ciamis, Tasikmalaya, Sumedang, dan Bogor mulai berkembang menjadi sentra penanaman tomat. Selain itu, konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan penduduk Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya kemampuan ekonomi, ketersediaan, dan pengetahuan tentang manfaat mengkonsumsi sayur dan buah (Aswatini, et al., 2008). Oleh karena itu, diperlukan pasokan bahan baku sayuran yang memenuhi standar kualitas dan konsistensi yang tinggi, kuantitas dan kontinuitas yang dapat dipastikan, dengan harga yang bersaing sehingga sesuai dengan keinginan dan kebutuhan kebutuhan pasar.

Permintaan produk tomat yang berkualitas semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendidikan, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang aman. Namun kualitas dan kontinuitas tomat yang dihasilkan tidak dapat dipastikan dengan baik.

4


(19)

6

Lampiran 4 menunjukkan bahwa produksi tomat yang dihasilkan di Kabupaten Bandung Barat masih berfluktuatif dan masih sering mengalami penurunan, seperti pada tahun 2009 dan 2011. Selain kualitas, konsistensi dan kontinuitas dari tomat yang dihasilkan harus terjamin. Konsistensi dan kontinuitas sangat berperan dalam pembentukan harga komoditas karena kestabilan harga memberikan manfaat bagi produsen dan konsumen, salah satunya memberikan kepastian pendapatan bagi petani. Hal ini menuntut petani untuk menerapkan teknologi budidaya yang tepat untuk dapat menghasilkan produk memiliki kualitas dan konsistensi kontinuitas yang tinggi serta kontinuitas dan kuantitas yang terjamin. Persaingan yang semakin ketat antar produsen menuntut pelaku usahatani tomat memiliki kesanggupan untuk melaksanakan kegiatan produksi dengan teknologi budidaya yang tepat sesuai prinsip Standar Operasional Prosedur (SOP).

Kegiatan usahatani bertujuan memperoleh keuntungan maksimal. Keuntungan yang maksimal hanya dapat dicapai apabila penggunaan faktor produksi dalam keadaan optimal, yaitu dengan mengacu kepada Standar Operasional Prosedur (SOP). Penggunaan faktor produksi secara optimal memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Diperlukan perbaikan kualitas yang dapat dilakukan melalui suatu pengendalian proses produksi yang dapat disusun dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk menghasilkan produk yang memenuhi harapan pasar dan peningkatan daya saing dengan komoditas tomat dari daerah maupun negara lainnya. Standar Operasional Prosedur (SOP) pada suatu kegiatan bertujuan mengetahui kesesuaian proses yang dilakukan perusahaan dengan standar yang telah ditentukan.

Ketersediaan teknologi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) tentunya diciptakan dengan tujuan mengembangkan kemajuan pertanian, salah satunya yaitu meningkatkan produksi tomat yang dihasilkan. Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada sistem usahatani tomat diasumsikan mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas tomat yang dihasilkan, sehingga turut meningkatkan penerimaan petani melalui peningkatan harga jual dan produksi tomat yang dijual. Di sisi lain penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) juga diasumsikan akan turut meningkatkan biaya produksi, seperti penggunaan bibit berkualitas, penambahan mulsa, pemberian pupuk dan pestisida berkualitas, hingga tenaga kerja yang efektif. Sehingga masih terdapat keraguan apakah penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) terbukti dapat meningkatkan pendapatan petani dengan peningkatan penerimaan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas produksi atau bahkan menurunkan pendapatan petani akibat peningkatan biaya operasional. Oleh karena itu, belum dapat dibuktikan apakah penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) memberikan dampak yang positif bagi peningkatan produksi pertanian yang secara langsung berdampak pada kesejahteraan petani. Peningkatan penerimaan dan peningkatan biaya perlu dianalisis sejauh mana berpengaruh dalam sistem usahatani tomat yang diterapkan petani. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka rumusan permasalahan yang dapat disimpulkan yaitu:


(20)

7 1. Apakah penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) secara signifikan

mampu meningkatkan pendapatan petani tomat?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Lembang?

Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Membandingkan analisis dan efisiensi pendapatan usahatani tomat konvensional dengan analisis usahatani tomat berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) di Kecamatan Lembang.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, yaitu:

1. Bagi petani tomat di Kecamatan Lembang, Bandung Barat penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan bahan pertimbangan mengenai kondisi usahatani tomat berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) dan usahatani tomat konvensional serta dapat memberikan alternatif usahatani tomat terbaik untuk meningkatkan pendapatan petani.

2. Bagi pemerintah setempat, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan untuk mengembangkan usahatani tomat.

3. Bagi kalangan akademis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi penulis sebagai pengalaman untuk latihan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada agroindustri sayuran segar di Kecamatan Lembang, Bandung Barat. Aspek yang akan dikaji dititikberatkan pada analisis usahatani tomat sehingga lingkup sayuran segar dibatasi hanya pada sayuran tomat, khususnya kepada petani yang melakukan usahatani tomat. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani serta nilai rasio penerimaan dan biaya (R/C Ratio). Penelitian juga membahas faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi tomat di tingkat petani yang dianggap sangat dominan pengaruhnya. Beberapa faktor produksi yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu benih tomat, tenaga kerja, pupuk, obat-obatan, pestisida.


(21)

8

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usahatani Tomat

Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengaloaksikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya. Usahatani dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) yang digunakan (Soekartawi et al., 2002).

Faktor-faktor produksi usahatani seringkali dinamakan sebagai unsur pokok usahatani. Faktor-faktor produksi tersebut adalah lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen (Soekartawi et al., 2002).

1. Lahan

Lahan merupakan bagian dari permukaan bumi yang digunakan untuk kegiatan produksi bidang pertanian: tanaman, ternak, dan ikan. Lahan pertanian biasa dijadikan indikator penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum semakin luas lahan yang digarap, semakin besar jumlah poduksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.

2. Tenaga kerja

Tenaga kerja juga merupakan faktor penting yang harus diperhitungkan dalam kegiatan produksi karena fungsinya sebagai pelaku kegiatan usahatani. Tenaga kerja sering diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha dan ikhtiar yang dijalankan untuk menghasilkan barang dan jasa. Namun selain manusia, jenis tenaga kerja lain yang biasa digunakan dalam kegiatan usahatani adalah tenaga kerja mesin dan tenaga kerja hewan ternak. Tenaga kerja manusia bersumber dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dibagi lagi menjadi tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja perempuan, serta tenaga kerja anak dengan batasan tenaga kerja anak-anak adalah berumur 14 tahun ke bawah. Ukuran tenaga kerja dinyatakan dalam Hari Orang Kerja (HOK).

3. Modal

Modal adalah barang ekonomi (berupa sumberdaya, kekayaan, dan aktiva) yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa. Modal usahatani dikelompokkan menjadi lahan, modal operasi jangka pendek (uang tunai, bibit, pupuk, dan obat-obatan), modal operasi jangka panjang (mesin, peralatan, bangunan, ternak, tanaman, maupun ikan). Dilihat dari kekayaan di usahatani, modal dikelompokkan menjadi aset tetap dan aset kerja.

4. Pengelolaan atau manajemen

Dalam kegiatan usahatani, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola seluruh rangkaian kegiatan usahatani. Rangkaian pengelolaan manajemen dimulai dari perencanaan (planning),


(22)

9 pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan evaluasi (evaluation).

Saptana [tahun terbit tidak diketahui] menyebutkan bahwa perkembangan produksi tomat sebelum krisis ekonomi (1986-1997) mengalami pertumbuhan produksi positif yang cukup tinggi 17,69 persen dan perkembangan produksi tomat setelah krisis ekonomi (1997-1999) tomat dan cabe juga masih tetap tumbuh cukup cepat yaitu 10,8 persen. Sementara pada periode 2000-2002 tomat tumbuh sekitar 0-0,56 persen per tahun.

Tarigan (2009) dalam penelitiannya mengenai risiko sayuran organik menyatakan bahwa tomat memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan brokoli. Risiko yang dihadapi dari usahatani tomat organik yang dilihat dari nilai

variance adalah sebesar 9 146 406 096 lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai

variance brokoli yaitu 69 658 337 940. Namun risiko yang timbul dari komoditas tomat lebih tinggi jika dibandingkan dengan cabai keriting dan bayam hijau. Untuk itu, diperlukan risiko portofolio dengan melakukan diversifikasi tanaman.

Koerdianto (2008) juga menunjukkan dampak kebijakan output terhadap usahatani tomat menyebabkan usahatani tomat di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Ciwidey menerima harga aktual output lebih kecil dari harga sosialnya. Sedangkan berdasarkan analisis terhadap kebijakan input menunjukan bahwa pemerintah memberikan subsidi atas input asing (tradable) dan domestik (non tradable), sehingga petani menerima harga aktual input tersebut lebih murah dari yang seharusnya dibayarkan jika tanpa adanya kebijakan. Secara umum kebijakan pemerintah terhadap input-output yang ada lebih menguntungkan usahatani kedua komoditas tersebut di Kecamatan Lembang. terjadinya peningkatan biaya produksi, penurunan harga output dan penurunan produksi yang dilakukan baik secara parsial maupun gabungan menyebabkan tingkat keuntungan yang semakin kecil dan nilai PCR dan DRC yang semakin besar mendekati satu. Namun, perubahan tersebut tidak sampai merubah keuntungan menjadi negatif (rugi) maupun merubah keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif menjadi tidak berdaya saing sehingga usahatani komoditas sayuran ini tetap layak untuk terus dikembangkan.

Dahlia (2002) dalam penelitiannya mengenai analisis finansial usahatani tomat apel hidroponik di Desa Sukaraja, Sukabumi menunjukkan hasil bahwa output yang dihasilkan selama satu tahun (dua kali penanaman) seluas satu hektar adalah sebesar Rp 1 012 440 000 dengan marjin sebesar Rp 531 690 000. Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan finansial pada tingkat diskonto 14 persen diperoleh nilai NPV, IRR, net B/C masing-masing Rp 695 966 303.33, 40 persen, 2.09, dan 1.31. Perhitungan tersebut mengindikasikan bahwa usahatani tomat yang dilakukan secara hidroponik layak dengan tingkat pengembalian investasi selama dua tahun satu bulan dua minggu. Analisis sensitivitas berdasarkan penurunan volume produksi dan harga output menunjukkan bahwa usahatani layak dilaksanakan, meskipun tidak layak pada tingkat suku bunga deposito bank mencapai 45 persen. Usahatani ini peka terhadap perubahan biaya variabel, harga output, dan perubahan volume produksi. Sehingga pelaku usahatani harus lebih berhati-hati dalam melakukan penetapan harga dan perjanjian kerjasma dengan pihak penghasil input karena sangat berpengaruh terhadap biaya variabel.


(23)

10

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bidang Bina Usaha Provinsi Jawa Barat (2012) menganalisis pendapatan usahatani komoditas sayuran di Indonesia. Komponen yang dianalisis yaitu hasil produksi (kg), harga komoditas (Rp/kg), nilai hasil/produksi (Rp), biaya pokok (Rp/kg), dan R/C Ratio. Dari hasil analisis pendapatan usahatani komoditas sayuran sebagaimana yang tertera pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa tomat merupakan komoditas sayuran yang memiliki pendapatan hasil tertinggi setelah pokcay, yaitu sebesar 25 000 kg dibandingkan pokcay 27 000 kg. Meski dilihat dari segi harga, harga tomat adalah Rp 3 350/kg jauh lebih rendah dibandingkan harga asparagus, bawang merah, maupun jamur yang mencapai Rp 22 500/kg untuk asparagus. Namun jika dilihat dari pendapatan usahatani yang diperoleh tomat sebesar Rp 53 367 500, tomat menempati urutan tertinggi kedua setelah cabai merah dengan pendapatan Rp 63 745 000. Berdasarkan perhitungan R/C Ratio yang diperoleh, tomat menghasilkan nilai R/C Ratio 2.76 yang memiliki arti bahwa untuk Rp 1 000 biaya yang dikeluarkan untuk usahatanni tomat, akan menghasilkan penerimaan Rp 2 760. R/C Ratio yang menunjukkan nilai positif dan lebih besar dari satu, mengindikasikan bahwa usahatani tomat merupakan usahatani yang menguntungkan dari segi penerimaan. Tabel 4 Pendapatan usahatani komoditas sayuran di Indonesia tahun 2012

No Komoditas sayuran Hasil (kg) Harga (Rp/kg) Nilai hasil/produksi (Rp) Total biaya produksi (Rp) Biaya pokok (Rp/kg) Pendapatan usahatani (Rp) R/C ratio 1 Kentang 58 000 000 55 275 000 2 725 000 1.05 2 Kubis 23 865 1 300 31 024 500 23 362 500 979 7 662 000 1.33 3 Cabai merah 11 800 7 200 84 960 000 21 215 000 1 798 63 745 000 4.00 4 Tomat 25 000 3 350 83 750 000 30 382 500 1 215 53 367 500 2.76 5

Bawang

merah 9 343 7 500 70 072 500 28 565 000 3 057 41 507 500 2.45 6 Buncis 14 482 1 800 26 067 600 12 525 000 865 13 542 600 2.08 7 Wortel 19 276 1 150 22 167 400 10 594 000 550 11 573 400 2.09 8 Pokcay 27 000 800 21 600 000 12 775 000 473 8 825 000 1.69 9 Asparagus 5 000 22 500 112 500 000 68 290 500 13 658 44 209 500 1.65 10

Bawang

putih 15 178 3 200 48 569 600 25 791 000 1 699 22 778 600 1.88 11 Brokoli 7 680 3 000 23 040 000 18 025 500 2 347 5 014 500 1.28 12 Jamur 1 200 9 000 10 800 000 7 970 000 6 642 2 830 000 1.36 13 Terung 16 000 1 400 22 400 000 17 607 500 1 100 4 792 500 1.27 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bidang Bina Usaha, Provinsi Jawa Barat (2012)

Standar Operasional Prosedur (SOP) Usahatani Tomat Perubahan Perilaku Pasar

Globalisasi perdagangan dunia menyebabkan perdagangan produk menekankan pada persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary and phytosanitary (SPS), serta jaminan kegiatan produksi dilakukan secara ramah lingkungan. Saat ini telah terjadi persaingan ketat dalam mengisi dan memasuki pasar modern, hotel-restoran-katering (HOREKA), industri, maupun pasar ekspor. Persyaratan mutu oleh beberapa pemerintah daerah (seperti adanya Perda Mutu Produk di Provinsi DKI Jakarta, persyaratan produk masuk ke kota Batam, dll),


(24)

11 pemasok ke pasar-pasar modern di kota-kota besar. Terutama dengan penerapan ASEAN-China AFTA di tahun 2010, maka untuk mengisi pasar ekspor ataupun masuknya produk dari negara lain akan terjadi persaingan dan persyaratan yang semakin berat dan ketat. Dengan demikian, aspek keamanan pangan, mutu, serta lingkungan sudah menjadi bagian integral dari sistem produksi sekaligus sebagai upaya meningkatkan daya saing.

Menghadapi era globalisasi ini, diperlukan suatu strategi agar tidak hanya menjadi penonton yang baik terhadap masuknya produk dari negara lain. Pangsa pasar dengan jumlah penduduk dan konsumen yang besar merupakan potensi yang tidak boleh direbut oleh negara lain. Kita harus mampu menjadi tuan rumah terhormat di negeri kita sendiri, dan harus bisa berdaulat terhadap produk hortikultura ditengah persaingan dan isu global. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya saing (competitiveness) produk dan pelaku usaha hortikultura nasional, yaitu dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada sistem budidaya yang dilakukan.

Marimin dan Muspitawati (2002) dalam penelitiannya mengenai kajian strategi peningkatan kualitas produk industri sayuran segar yang dilakukan di sebuah agroindustri sayuran di Bogor menyebutkan bahwa terdapat tiga atribut utama yang diharapkan oleh konsumen berdasarkan analisis Quality Function Development (QFD). Atribut tersebut adalah atribut yang diharapkan oleh konsumen dalam produk sayuran segar yaitu kesegaran, kebersihan, dan keamanan pangan. Langkah penerapan strategi yang dapat dilakukan berdasarkan analisis SWOT ialah upaya untuk mempertahankan kesegaran sayuran, yaitu melalui perbaikan cara penanganan bahan baku, pengemasan, dan penyimpanan yang baik. Cara penanganan yang baik telah dibuat dalam bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baku untuk diterapkan.

Strategi Peningkatan Daya Saing Hortikultura

Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT yang dilakukan Rosalina (2009) pada Kelompok Tani Sugih Tani di Kawasan Agropolitan Bogor, enam strategi yang perlu diterapkan untuk mengembangkan usaha sayuran organik adalah dengan mengoptimalkan upaya pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada, pembinaan kemampuan teknis petani, penggunaan bibit unggul dan pupuk yang berkualitas, pengendalian hama terpadu dan pembuatan atau penggunaan pestisida organik yang efektif bagi hama, serta pengecekan kondisi tanah secara berkala sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

Pengembangan Hortikultura5 dan Kinerja Strategis Pembangunan Hortikultura6 Tahun 2008 membahas program unggulan yang akan dilaksanakan untuk pengembangan komoditas di kawasan dan sentra produksi. Program unggulan dilakukan atas dasar upaya meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, dan daya saing produk hortikultura secara optimal. Pengembangan hortikultura ini difokuskan pada 6 (enam) pilar utama, yaitu (a) Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, (b) Penerapan manajemen rantai pasokan (Supply Chain

5

http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/111. Pengembangan Komoditas Hortikultura pada Tahun 2008 (diakses Maret 2013)

6

http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/215. Kinerja Strategi Pengembangan Hortikultura 2008 (diakses Maret 2013)


(25)

12

Management), (c) Penerapan norma budidaya pertanian yang baik (Good Agriculture Practice = GAP) dan Standar Operasional Prosedur (SOP), (d) Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura (FATIH) untuk pengembangna investasi, (e) Pengembangan kelembagaan usaha, dan (f) Peningkatan konsumsi dan akselerasi ekspor. Keenam pilar tersebut kemudian dirancang satu kesatuan yang saling terkait dan bergantung satu sama lain, sehingga tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaannya.

Maksud dan Tujuan Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Permentan nomor 48/Permentan/ OT.140/10/2009, tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agricultural Practices for Fruits and Vegetables) yang dikeluarkan pada tanggal 19 Oktober 2009, dan telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 21 Oktober 2009 dengan berita acara nomor 402. Permentan ini merupakan penyempurnaan terhadap Permentan no 61/2006 tentang pedoman budidaya buah yang baik dengan cakupan lebih luas dan muatan lebih besar.

Pedoman GAP Buah dan Sayuran merupakan panduan cara (tatalaksana) pengelolaan budidaya, mulai dari kegiatan pra tanam hingga penanganan pasca panen untuk menghasilkan produk yang aman konsumsi, bermutu baik, ramah lingkungan dan berdaya saing7. Panduan ini bersifat umum untuk buah dan sayur dan tidak spesifik komoditas, oleh karena itu perlu ditindak lanjuti dengan perumusan standar operasional prosedur (SOP) budidaya untuk spesifik komoditas dan spesifik lokasi.

Penerapan SOP dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan hortikultura. Selain itu, penerapan SOP yang spesifik lokasi, spesifik komoditas, dan spesifik pasar bertujuan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang akan dihasilkan agar mampu memenuhi kebutuhan konsumen dan memiliki daya saing yang tinggi. Sehingga dibuat dasar hukum mengenai penerapan SOP untuk sayuran di Indonesia yang diterbitkan oleh Permentan. SOP yang disusun untuk menjadi panduan umum dalam melaksanakan budidaya tanaman secara benar dan tepat, sehingga diperoleh produktivitas yang tinggi, mutu yang baik, keuntungan optimum, ramah lingkungan, usaha produksi yang berkelanjutan, serta memperhatikan aspek keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan petani (Dinas Pertanian Jawa Barat, 2009).

Tujuan penerapan SOP sebagaimana yang termaktub dalam Permentan 48/2009 adalah (1) Meningkatkan produksi dan produktivitas, (2) Meningkatkan mutu hasil produksi termasuk keamanan konsumsi, (3) Meningkatkan efisiensi produk dan daya saing, (4) Memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam, (5) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan, dan sistem produksi yang berkelanjutan, (6) Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan, (7) Meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar internasional, dan (8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen. Sedangkan sasaran yang akan dicapai adalah terwujudnya keamanan pangan, jaminan mutu, usaha agribisnis hortikultura berkelanjutan dan peningkatan daya saing.

7

http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/250. Penerapan GAP sebagai Terobosan Peningkatan Daya Saing Hortikultura (diakses Maret 2013)


(26)

13 Keluarnya Permentan 48/2009 merupakan suatu langkah terobosan untuk meningkatkan daya saing produk hortikultura, suatu langkah untuk memberdayakan pelaku usaha hortikultura, upaya untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan dan lestari. Penerapan SOP dapat dijadikan sebagai panduan dasar bagi pelaku usaha agribisnis buah dan sayur dalam menjalankan kegiatan budidaya tanaman, sebagai suatu sistem jaminan mutu, alat untuk berkompetisi dan melindungi pelaku usaha dalam memasuki perdagangan dunia, serta sebagai rangkaian terpadu penerapan Pengelolaan Rantai Pasokan (Supply Chain Management – SCM).

Manfaat Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi Petani

Adanya SOP merupakan proses pembelajaran bagi petani/pelaku usaha untuk berproduksi dengan kualitas baik dan performan menarik. Dengan diterapkannya SOP dan dikeluarkannya nomor registrasi kebun buah atau lahan usaha sayuran akan memberikan banyak keuntungan bagi pelaku usaha maupun konsumen. Adanya penerapan SOP akan memudahkan promosi dan memperkenalkan produk ke pedagang maupun konsumen, memudahkan dalam mempromosikan petani dan kebun/lahan usaha yang telah menerapkan SOP, memudahkan identifikasi sentra produksi hortikultura berkualitas. Peneraoan SOP akan memberikan kemudahan dalam jaminan mutu produk dan pelaku usaha, sekaligus memudahkan pelacakan (trace back) bila terjadi pengaduan terhadap produk. Dengan ini juga memudahkan pihak pelaku usaha berintegrasi langsung dengan produsen, sehingga dapat berdampak pada upaya mengefektifkan rantai pasokan.

Sosialisasi Standar Operasional Prosedur (SOP)

Penerapan budidaya yang baik (Good Agricultural Practices = GAP) yang sesuai dengan Standar Operasional Produksi (SOP) sudah merupakan tuntutan untuk diterapkan oleh pelaku agribisnis. Hal ini dapat dilihat dengan aturan yang telah diterapkan oleh beberapa negara, seperti Malaysia yang menerapkan SALM, Thailand yang menerapkan Q-System, Australia yang menerapkan Fresh Care, dan Eropa yang menerapkan EurepGAP. Di Indonesia, sosialisasi Norma Budidaya yang Baik (Good Agricultural Practices = GAP) sesuai dengan Standar Operating Procedure (SOP) sayuran yang telah berhasil dilaksanakan pada tahun 2008 adalah teerdiri atas sayuran 15 kali dilaksanakan di 15 provinsi yang mencakup 210 kelompok.

(Mujiburrahmad, 2011) dalam penelitiannya mengenai Analisis Produktivitas Usahatani Tomat Berbasis Agroklimat pada kasus dataran medium dan dataran tinggi, produktivitas usahatani tomat di dataran tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah medium. Usahatani secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi kesesuaian agroklimat, kesesuaian lahan, aspek budidaya dan penggunaan varitas. Pada dataran tinggi faktor dominan untuk menentukan produktivitas usahatani tomat adalah aspek budidaya dan kesesuaian iklim, sedangkan pada daerah medium faktor dominan adalah aspek budidaya dan varitas yang digunakan. Produktivitas usahatani di dapat ditingkatkan dengan pewilayahan yang sesuai agroklimat, lahan, menggunakan sarana produksi yang efektif, dan dengan menggunakan varitas unggul yang adaptif, usahatani tomat di


(27)

14

dua sentra produksi di atas sangat menguntungkan, akan tetapi keuntungan dari investasi ini jauh lebih besar di daerah dataran tinggi.

Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Penelitian yang berhubungan dengan perbandingan variabel produksi yang berbeda selain dianalisis dengan perhitungan pendapatan usahatani dan nilai R/C Ratio untuk menghitung efektivitas juga dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani untuk menghitung efisiensi. Anggraeni (2005) menganalisis penggunaan pestisida pada kegiatan usahatani padi di Desa Porwosari, Bogor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi padi pestisida dan non pestisida di Desa Purwosari adalah luas lahan, jumlah bibit, dan pupuk KCl. Selain itu Naqias (2012) dalam penelitiannya mengenai efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani pada komoditas padi varietas Ciherang menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata pada produksi padi adalah benih, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk NPK, dan tenaga kerja.

Penelitian ini mengacu pada kedua penelitian terdahulu yang telah dilakukan Anggreini (2005) dan Naqias (2012), yaitu menggunakan analisis efektivitas dan efisiensi usahatani dengan menghitung nilai pendapatan usahatani, nilai R/C ratio, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi melalui metode Cobb-Douglas. Perbedaan penelitian terlebih dahulu dengan penelitian ini adalah komoditas yang dianalisis, yakni terletak pada komoditas yang dianalisis. Pada penelitian terdahulu komoditas yang dianalisis adalah padi, sedangkan pada penelitian ini komoditas yang dianalisis adalah tomat dengan perbandingan sistem usahatani tomat yang diterapkan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi

Produksi merupakan proses transformasi dua input atau lebih menjadi satu produk atau lebih. Secara umum produksi merupakan upaya untuk menghasilkan sejumlah produk maksimum dari sejumlah sumberdaya yang tersedia. Produksi terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan dinamakan fungsi produksi.Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Diberbagai literatur, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah input, production factor, dan korbanan produksi (Soekartawi et al., 2002). Menurut Soekartawi et al. (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dibedakan menjadi kelompok, yaitu :

1. Faktor teknis, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk dan pestisida.


(28)

15 2. Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit dan sebagainya.

Soekartawi et al. (2002) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Fungsi produksi dengan njenis input X dan satu output Y secara sistematis dinyatakan sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, …, Xn) (1) Keterangan: Y = output (hasil produksi)

f = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi

Xi = input-input yang digunakan dalam proses produksi

Soekartawi (1986) menyebutkan bahwa fungsi produsi menggambarkan hubungan teknis antara input dan output dari proses produksi. Input-input berupa tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya yang mempengaruhi besar-kecilnya produksi yang dihasilkan. Dengan begitu produk yang dihasilkan dari proses produksi dapat diduga dengan mengetahui berapa banyak jumlah input yang digunakan. Jika Y adalah produk (output) dan X

i adalah input ke-i, maka besar kecilnya Y juga bergantung dari besar kecilnya X1, X2, …, Xn yang digunakan.

Selain itu, fungsi produksi juga dapat menunjukkan output maksimum yang dapat diproduksi oleh setiap kombinasi input. Hal ini menjelaskan hubungan fisik antara input dan output maksimum yang dapat diperoleh dengan sejumlah input tertentu. Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing return). Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi et al., 2002). Untuk mempelajari lebih jauh, dimulai dengan fungsi produksi satu output dan satu input (ceteris paribus) sebagai berikut:

Y = f (X1 | X2, X3, ..., Xn) (2) Fungsi produksi satu output dan satu input dapat diketahui dengan memplotkan data perubahan produksi. Data diplotkan dengan mencatat unit perubahan produksi yang dihasilkan (output) dari setiap penambahan input. Plot data disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5 Perubahan output dari setiap penambahan input Y Input X (unit) Output Y (unit)

... ... ... ... ... ...


(29)

16

X3 Y1

Y2

X4

Data yang telah diplotkan akan memberikan gambaran mengenai hubungan input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Hubungan input dan output pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing return). Soekartawi et. al. (2002) menyebutkan bahwa setiap tambahan unit input akan mengakibatkan penambahan proporsi output yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Sifat pertambahan produksi yang seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan pada akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun. Hubungan antar faktor produksi (X) dengan jumlah produksi (Y) disajikan pada Gambar 2.

Peningkatan teknologi serperti penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada usahatani tomat akan menyebabkan pergeseran kurva produksi total ke kanan atas dari PT menuju PT’. Seperti yang dijelaskan pada Gambar 2, penerapan teknologi pada penggunaan faktor produksi (input) X1 dan X2 yang sama mampu meningkatkan produksi (output) yang dihasilkan dari Y1 menuju Y2. Selain itu, pada tingkat produksi (output) yang sama Y3 dan Y4, peningkatan teknologi mampu menurunkan faktor produksi (input) yang digunakan. Penurunan faktor produksi (input), yaitu dari X3 menuju X4. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan teknologi mampu meningkatkan output yang dihasilkan pada penggunaan input yang sama dan mampu menurunkan input yang digunakan pada jumlah output yang sama.

Kurva produksi total dapat diidentifikasi mengenai dua sifat, yakni peningkatan produk marjinal (Increasing Marginal Product) dan penurunan produk marjinal (Decreasing Marginal Product) seperti yang tersaji pada Gambar 3 dan Gambar 4. Increasing Marginal Product memiliki arti bahwa setiap tambahan input yang sama, akan menghasilkan tambahan output yang besar. Sedangkan Decreasing Marginal Product mendeskripsikan setiap tambahan input yang sama, akan menghasilkan tambahan output yang menurun (lebih kecil).

Gambar 2 Kurva Produksi Total (PT)

PT

Input (X) Output (Y)

PT’

X1 dan X2 Y3 dan Y4


(30)

17

Produksi yang dihasilkan pada tingkat input tertentu dapat diduga melalui persamaan fungsi produksi, yaitu dengan menghitung nilai Produk Marjinal /

Marginal Physical Product (MPP). Soekartawi et. al. (2002) menjelaskan MPP adalah perubahan produksi (output) berupa penambahan atau pengurangan hasil yang diakibatkan oleh adanya penambahan unit input. Apabila MPP bernilai konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit input (X) dapat menyebabkan tambahan setiap unit output satu satuan (Y) secara proporsional. Apabila terjadi penambahan suatu penambahan satu-satuan unit input produksi (X), akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun (Y), maka peristiwa tersebut disebut law of diminishing return yang menyebabkan MPP menurun. Secara umum, nilai MPP dapat dihitung dengan menurunkan atau menghitung turunan pertama dari fungsi produksi terhadap variabel Xj. Secara matematis, kedua rumus MPP disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6 Perhitungan Produk Marjinal / Marjinal Physical Product (MPP)

Fungsi produksi Produk marjinal X1 Produk Marjinal X2

Satu variabel (Xj) Cobb-Douglas

Rata-rata yang dihasilkan dari kegiatan produksi dapat diduga melalui fungsi produksi, yaitu dengan menghitung nilai Produk Rata-Rata / Average Physical Product (APP). APP adalah rata-rata perubahan produksi (output) berupa penambahan atau pengurangan hasil akibat adanya penambahan satu unit input. Secara matematis, perhitungan APP dirumuskan sebagai berikut:

(3) Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai dari persentase perubahan input. Elastisitas produksi dirumuskan sebagai berikut: Gambar 3 Increasing Marginal Product Gambar 4 Decreasing Marginal Product

PT

Input (X) Output (Y)

PT

Input (X) Output (Y)


(31)

18

Ep = 1

Ep > 1 Ep < 1

Ep = 0

Soekartawi (2002) menyimpulkan, berdasarkan elastisitas produksi fungsi produksi dibagi atas tiga daerah yang tersaji pada Gambar 5, yaitu:

1. Daerah produksi I (daerah irrasional) dengan Ep lebih dari satu (Ep > 1), merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing rate dan PR akan meningkat. Pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum, karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan. Pada daerah I elastisitas produksi bernilai elastis, artinya besarnya persentase perubahan kuantitas produksi lebih besar dari persentase perubahan penggunaan faktor produksi (input).

2. Daerah produksi II (daerah rasional) dengan Ep antara I dan 0 (0 < Ep < 1), artinya penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. PT akan meningkat pada tahap decreasing rate. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu akan mencapai keuntungan maksimum. Pada daerah II elastisitas produksi bernilai inelastis, artinya perubahan produksi yang dihasilkan terkadang tanggap terhadap perubahan penggunaan faktor prosuksi (input) dalam kisaran nilai yang tidak besar.

3. Daerah produksi III (daerah irrasional) dengan Ep kurang dari nol (Ep < 0), artinya setiap penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi total. PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif, dan PR akan menurun. Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan tetap merugikan bagi petani yang berproduksi. Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai inelastis.

PT

I

II

III

dY/dX Output (Y)

Input (X)

PP

MPP

Input (X)

Gambar 5 Kurva Produksi Total (PT), Produk Marjinal / Marjinal Physical Product (MPP), Produk Rata-Rata / Average Physical Product (APP)


(32)

19 Soekartawi (2002) menyebutkan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat menyelesaikan persamaan yang mempunyai lebih dari tiga variabel input, perhitungannya sederhana karena dapat dibuat linier, dan dari hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi mencerminkan skala usaha produksi yang berlangsung. Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel lainnya yang bersifat menjelaskan disebut variabel independen (X). Menurut Soekartawi (2002), ada tiga alasan pokok mengguanakan fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu :

1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas

3. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant, atau increasing return to scale.

Analisis Pendapatan Usahatani

Usahatani merupakan salah satu aktivitas bisnis dengan mengelola sumberdaya yang tersedia untuk memperoleh keuntungan maksimum. Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Dalam kegiatan usahatani tersebut tidak lepas dari perhitungan untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh. Pendapatan yang diperoleh merupakan balas jasa dari kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan selama jangka waktu tertentu.

Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Secara umum, pendapatan dijadikan sebagai tolak ukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan berhasil atau gagal. Pendapatan juga merupakan

opportunity cost dari setiap penggunaan faktor produksi yang digunakan. Pendapatan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (keluarga petani) dan kebutuhan kegiatan usahatani selanjutnya. Pendapatan usahatani dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal usahatani yang disajikan pada Tabel 8. Tabel 7 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani

No. Faktor eksternal Faktor internal 1 Sarana transportasi Kesuburan lahan

2 Sistem tataniaga Luas lahan dan status penguasaan lahan

3 Penemuan teknologi baru Ketersediaan tenaga kerja keluarga dan modal usahatani

4 Fasilitas irigasi Tingkat pengetahuan serta keterampilan petani dan tenaga kerja

5 Tingkat harga output dan input Efisiensi penggunaan input 6 Ketersediaan lembaga perkreditan Lokasi tanaman dan pola tanam 7 Kebijaksanaan pemerintah Cara pemasaran output


(33)

20

Terdapat dua komponen pendapatan usahatani, yaitu penerimaan usahatani dan pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani terdiri dari nilai produk yang dijual, produk yang dikonsumsi, maupun produk yang digunakan untuk keperluan lain, serta kenaikan nilai inventoris. Sedangkan pengeluaran usahatani terdiri dari biaya tunai, biaya yang diperhitungkan, penurunan nilai inventaris, dan bunga modal.

1. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani merupakan nilai produk total usahatani yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani dibagi menjadi penerimaan tunai usahatani dari hasil penjualan produk usahatani, penerimaan yang diperhitungkan dari produksi yang tidak dijual secara tunai, serta penerimaan total usahatani yang diperoleh dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan.Secara umum, besaran penerimaan dituliskan dengan rumus berikut:

(5) Keterangan : TR = total penerimaan (Rp)

Py = harga output (Rp/unit)

Y = jumlah output yang dihasilkan (unit) 2. Pengeluaran Usahatani

Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai, pengeluaran yang diperhitungkan, dan pengeluaran total. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja dengan memperhitungkan bunga modal, nilai kerja keluarga petani, dan penurunan nilai inventaris. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi.Secara umum pengeluaran dirumuskan sebagai berikut:

(6) Keterangan : TC = total pengeluaran (Rp)

Px = harga input (Rp/unit) X = input yang digunakan (unit) 3. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan jumlah seluruh uang yang akan diterima oleh seseorang petani atau rumah tangga petani selama jangka waktu tertentu dari hasil kegiatan produksi yang dilakukannya.Pendapatan dapat diperoleh dari selisih antara penerimaan dan biaya. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:

π = TR – TC (7)

Keterangan: π = pendapatan (Rp/musim tanam) TR = total penerimaan (Rp/musim tanam) TC = total biaya (Rp/musim tanam)


(34)

21 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)

Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari kegiatan investasi yang berlebihan. Oleh karena itu, analisis pendapatan usahatani harus selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi usahatani. Ukuran efisiensi pendapatan usahatani dapat dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C Ratio) yang menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diterima untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi. Dengan kata lain nilai R/C Ratio digunakan untuk mengukur efisiensi output- input. Secara umum, perhitungan R/C Ratio dapat dilakukan berdasarkan rumus berikut:

(8) Perhitungan R/C Ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C lebih besar dari satu. Sebaliknya, apabila nilai R/C kurang dari satu, maka usahatani dikatakan rugi. Namun, bila nilai R/C menghasilkan nilai sama dengan satu, maka usahatani tidak untung maupun tidak rugi atau mencapai titik impas yang biasa disebut Break Even Point (Soekartawi et al., 2002).

Konsep Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat

Standar Operasional Prosedur (SOP) pada dasarnya adalah suatu pedoman yang memuat tentang prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam suatu kegiatan yang digunakan untuk memastikan bahwa seluruh keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas proses yang dilakukan berjalan secara efektif, efisien, dan konsisten. Dengan adanya sistem manual SOP, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja yang dilakukan. Direktorat Jenderal Hortikultura menetapkan target yang akan dicapai dalam kerangka penerapan Standar Operasional Prosedur. Target tersebut adalah tercapainya produksi optimal dengan budidaya di lapangan, mutu produksi yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan (SNI 01-3162-1992 dan Draft Standar Codex) dan meningkatnya eskpor buah tomat.

Target produksi yang akan dicapai adalah 25 ton/ha dengan target: a. Ukuran buah yang dihasilkan seragam

b. Kesamaan sifat varietas seragam

c. Keseragaman tingkat kematangan buah (60-90 persen masak)

d. Utuh, bebas dari bercak, tidak memar, tidak pecah, busuk, terbelah atau terkelupas

e. Berat yang dihasilkan rata-rata 30 persen besar (> 150 gram/buah), 35 persen sedang (100-150 gram/buah), dan 35 persen kecil (< 100 gram/buah).

f. Menurut jenis dan mutunya, tomat segar digolongkan menjadi dua jenis mutu yaitu Mutu I dan Mutu II dengan spesifikasi persyaratan yang disajikan pada Tabel 9.


(35)

22

Tabel 8 Spesifikasi persyaratan mutu tomat segar

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

1. Kesamaan sifat dan varietas

- Seragam Seragam

2. Tingkat ketuaan - Tua, tetapi tidak terlalu

matang dan tidak lunak

Tua, tetapi tidak terlalu matang dan tidak lunak

3. Ukuran - Seragam Seragam

4. Kotoran - Tidak ada Tidak ada

5. Kerusakan (jumlah) persen Maksimal 5 Maksimal 10

6. Busuk (jumlah) persen Maksimal 1 Maksimal 1

Catatan : - Dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan atau cacat oleh sebab fisiologis, mekanis, dan lain-lain yang terlihat pada permukaan buah.

- Dinyatakan busuk apabila mengalami pembususkan akibat kerusakan biologis. Sumber : Draft Standar Codex (p184-1993)

Kegiatan budidaya yang sesuasi dengan Standar Operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan oleh Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan Benih

Penyediaan benih merupakan rangkaian kegiatan menyediakan benih tomat bermutu dari varietas unggul dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang tepat. Pengadaan benih tomat dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan cara membeli bibit yang sudah siap tanam atau dengan membuat benih sendiri. Apabila pengadaan bibit dengan cara membeli, hendaknya membeli pada toko pertanian yang terpercaya menyediakan benih-benih yang bermutu baik dan telah bersertifikat (Cahyono, 1998).

Penyediaan benih bermutu varietas unggul harus sesuai dengan kebutuhan dan waktu tanam. Benih yang dipilih sebaiknya sehat, mempunyai daya adaptasi yang baik, dan terjamin bebas dari hama dan penyakit sehingga tanaman dapat tumbuh dan berproduksi optimal. Alat dan bahan yang akan digunakan adalah benih sebagai bahan tanam, tanah sebagai media tanam/semai, pupuk kandang untuk menambah bahan organik dan unsur hara yang diperlukan tanaman,

polybag/baki persemaian untuk wadah media tanam/semai, bambu dan plastik transparan sebagai naungan tempat pembibitan, pestisida untuk mencegah dan mengendalikan serangan hama dan penyakit, pupuk daun untuk menambah unsur hara, serta pisau/gunting untuk memotong polybag. Prosedur pelaksanaan yang dilakukan adalah:

a. Pemilihan benih

1) Varietas hibrida atau varietas yang sudah dilepas oleh Menteri Pertanian sehingga benih yang dipilih merupakan benih yang jelas varietasnya (tepat jenis) dengan potensi sesuai dengan karakteristik varietas tersebut.

2) Varietas yang dipilih harus memiliki pasar yang jelas dan memiliki daya adaptasi yang tinggi dengan agroklimat setempat.

3) Varietas benih harus memiliki jaminan mutu dan produk (label/sertifikat) harus dicatat dan disimpan serta tidak kadaluarsa.


(36)

23 b. Mutu benih

Benih tomat yang diberikan harus sehat, tidak menurun vigornya, atau diserang oleh hama atau penyakit penting. Kualitas benih yang dikirim tidak boleh dibawah standar sertifikasi benih atau pemasaran, khususnya kemampuan perkecambahan dan kadar air.Mutu benih yang dipilih harus memiliki tingkat kemurnian > 95 persen, memiliki viabilitas (daya kecambah dan vigor) tinggi, kadar air rendah (maksimal 10 persen), bebas kotoran (biji dan jenis lain), sehat dan tidak cacat, serta bebas Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

c. Pembibitan

Kegiatan pembibitan meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) Media tanam

Media tanam yang digunakan adalah campuran dari tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 yang disterilisasi. Media dimasukkan ke dalam polybag/baki persemaian. Sedangkan kegiatan penyemaian benih, dilakukan dengan tahapan berikut:

2) Penyemaian benih

a)Benih diberi perlakuan (direndam air hangat atau pestisida)

b)Benih ditiriskan dan diletakkan di atas kertas koran sampai berkecambah. c)Siram media semai dengan air sebelum dilakukan penyemaian.

d)Tanam benih tomat satu persatu ke dalam polybag/baki persemaian. e)Polybag/baki persemaian diletakkan di dalam rak atau bedengan.

f)Pembibitan (rak atau bedengan) sebaiknya berada di tempat terbuka dan sirkulasi udaranya baik.

3) Rak atau bedengan

Rak atau bedengan dibuat dari rangka bambu yang panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan bibit. Bagian atas rak atau bedengan dinaungi dengan plastik bening.

4) Pemeliharaan bibit

Persemaian disiram untuk menjaga media agar selalu lembab meskipun tidak terlalu basah (becek). Pembersihan gulma dilakukan secara manual. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila serangan sudah melewati ambang batas toleransi. Untuk menjaga kesuburan bibit, perlu diberi pupuk daun pada saat semaian berumur 10 hari. Setelah itu, bibit dari persemaian siap dipindah ke lahan setelah berumur 15-20 hari atau empat hingga lima helai daun sudah tumbuh.

5) Penanaman

Sebelum penanaman, lakukan penyeleksian bibit. Bibit yang cacat, rusak, dan terserang hama penyakit sebaiknya tidak ditanam. Penanaman bibit di lahan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari pada bedengan yang sehari sebelumnya telah disiram.

2. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan ialah kegiatan memperbaiki struktur tanah sehingga tanah menjadi gembur, aerasi dan drainae menjadi lebih baik yang meliputi pembersihan lahan, pencangkulan, dan pembuatan bedengan. Pengolahan lahan perlu dilakukan dengan baik agar pertumbuhan tanaman optimal. Untuk menghasilkan produksi yang maksimal, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah pola tanam. Pelaksanaan pola tanam harus diperhatikan untuk menjaga produktivitas lahan, sehingga dapat meningkatkan penerimaan petani.


(1)

89

Tanaman tomat yang terserang penyakit busuk daun

Tanaman tomat yang terkena penyakit bercak daun

Buah tomat yang telah diberi semprotan pestisida

Tanaman tomat dengan pertumbuhan buah normal

Pemberian benang sebagai penyangga tanaman tomat


(2)

Buah tomat yang terserang penyakit busuk buah

Tanaman tomat yang ditumpangsarikan dengan tanaman cabai merah

Rumput liar yang tumbuh sebagai gulma

Sisa bagian tanaman tomat yang membusuk dan tidak dibuang


(3)

91

Kegiatan perawatan tanaman tomat (pemberian pupuk berkala)


(4)

Lampiran 11 Biaya rata-rata dan persentase biaya pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang pada luas lahan 1 000 m2 per musim tanam

No. Jenis biaya Usahatani SOP Usahatani konvensional

Nilai (Rp) Persentase (%) Nilai (Rp) Persentase (%) A. Biaya tunai

1 Benih 296 195.88 4.96 505 306.62 8.25

Total biaya benih 296 195.88 4.96 505 306.62 8.25

2 Pupuk

Kandang 328 776.15 5.50 1 048 970.24 17.13

NPK 244 611.86 4.09 517 059.64 8.45

TSP 31 399.54 0.53 52 876.98 0.86

KCL 18 242.54 0.31 36 695.24 0.60

Lainnya 1 248.92 0.02 54 857.14 0.90

Total biaya pupuk 624 279.02 10.45 1 710 459.24 27.94

3 Pestisida

Anthracal 43 616.67 0.73 26 134.92 0.43

Bazooka 37 350.46 0.63 18 811.22 0.31

Daconil 186 933.33 3.13 129 023.58 2.11

Prepathon 4 235.03 0.07 4 721.09 0.08

Lainnya 421 480.69 7.06 179 349.21 7.06

Total biaya pestisida 693 616.18 11.61 358 040.02 9.97

4 Mulsa 173 811.55 2.91 120 256.99 1.96

Total biaya mulsa 173 811.55 2.91 120 256.99 1.96

5 Tenaga kerja

Penyediaan benih 648 333.33 10.85 433 333.33 7.08

Pengolahan lahan 341 811.11 5.72 399 088.89 6.52

Penanaman 131 133.33 2.20 90 800.00 1.48

Pemasangan ajir 85 266.67 1.43 77 600.00 1.27

Perawatan tanaman 1 634 666.67 27.36 1 340 333.33 21.89

Panen 484 802.67 8.12 171 469.33 2.80

Total biaya tenaga kerja 3 326 013.78 55.67 2 512 624.89 41.04

6 Pajak Tanah 10 000.00 0.17 16 666.67 0.27

Total biaya pajak tanah 10 000.00 0.17 16 666.67 0.27 Total biaya tunai 5 123 916.41 85.77 5 576 673.36 89.44

B. Jenis biaya non tunai

1. Benih 0.00 0.00 0.00 0.00

Total biaya benih 0.00 0.00 0.00 0.00

2 Sewa lahan 88 826.72 1.49 46 666.67 0.76

Total biaya sewa lahan 88 826.72 1.49 46 666.67 0.76

3 Tenaga kerja

Penyediaan benih 28 800.00 0.48 101 666.67 1.66

Pengolahan lahan 52 000.00 0.87 12 166.67 0.20

Penanaman 6 000.00 0.10 11 266.67 0.18

Pemasangan ajir 6 000.00 0.10 18 666.67 0.30

Perawatan tanaman 268 000.00 4.49 385 666.67 6.30

Panen 349 866.67 5.86 283 333.33 4.63

Total biaya tenaga kerja 710 666.67 11.90 812 766.67 13.27 4 Penyusutan

Cangkul 17 916.67 0.30 14,722.22 0.24

Karung 21 604.17 0.36 15,383.33 0.25

Kored 2 020.83 0.03 1,937.50 0.03

Gunting 4 513.89 0.08 4,513.89 0.07

Sprayer 4 583.33 0.08 3,194.44 0.05

Total biaya peralatan 50 638.89 0.85 39,751.39 0.65

Total biaya non tunai 850 132.28 14.23 899,184.72 14.69


(5)

93

Lampiran 12 Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Lembang melalui aplikasi Mintab

Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; X7; X8; D

The regression equation is

Ln Y = Ln 0,705 + Ln 0,693 X1 + Ln 0,108 X2 + Ln 0,0808 X3 + Ln 0,0506 X4 + Ln 0,0311 X5 – Ln 0,0179 X6 + Ln 0,218 X7 + Ln 0,016 X8 + Ln 0,0146 D

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 0,7053 0,6002 1,18 0,025 X1 0,6934 0,1865 3,72 0,001 4,6 X2 0,10757 0,08852 1,22 0,023 1,9 X3 0,08081 0,08750 0,92 0,036 1,7 X4 0,05065 0,06056 0,84 0,041 1,8 X5 0,03109 0,06576 0,47 0,044 2,7 X6 -0,01793 0,03798 -0,47 0,044 1,3 X7 0,2177 0,1910 1,14 0,268 3,0 X8 0,0157 0,3639 0,04 0,046 3,2 D -0,01459 0,08803 -0,17 0,870 1,6

S = 0,191715 R-Sq = 87,0% R-Sq(adj) = 81,1%

PRESS = 2,60668 R-Sq(pred) = 53,78%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 9 4,90443 0,54494 14,83 0,000 Residual Error 20 0,73509 0,03675

Total 29 5,63952

Durbin-Watson statistic = 2,18577

Fitted Value R e s id u a l 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3

Residuals Versus the Fitted Values (response is Y)


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tangal 19 Juli 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Didi Ahmadi dan Ibu Tati Hartati serta saudara perempuan dari Dila Adiningtyas.

Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Muma 05 Podok Aren pada tahun 1995. Pendidikan Tingkat Dasar penulis dimulai pada tahun 1996 di SD Negeri Pinang 7 selama satu tahun dan melanjutkan ke SD Negeri Pinang 3 Tangerang pada tahun 1997 hingga lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Tangerang selama 3 tahun. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah di tingkat Menengah Atas, yaitu di SMA Negeri 3 Tangerang pada tahun 2005dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima pada Program Diploma III Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Karya penulis berupa tugas akhir yang berjudul Kajian Pengembangan Bisnis Kemitraan pada Peternakan Domba Tawakkal diselesaikan penulis pada tahun 2011 dan mengantarkan penulis lulus pada tahun yang sama. Penulis melanjutkan studikembali pada Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama masa pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi seperti Paskibra, Kegiatan Rohani, Pramuka, Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK), Paduan Suara, dan Palang Merah Remaja (PMR) selama Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Selama masa perkuliahan, penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan dan mengikuti seminar-seminar yang berkaitan dengan pendidikan. Penulis juga mendapatkan kesempatan memperoleh beasiswa dari Jamsostek pada tahun 2013. Berbagai pelajaran banyak diperoleh penulis selama menempuh masa pendidikan yang dapat dijadikan sebagai bekal dan pengalaman agar menjadi lebih baik.