Analisis tingkat efisiensi produksi komoditi kelapa sawit melalui pendekatan data envelopment analysis (dea) (studi kasus : pt perkebunan nusantara iv, medan, sumatra utara)

i

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PRODUKSI
KOMODITI KELAPA SAWIT MELALUI PENDEKATAN
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
(Studi Kasus : PT Perkebunan Nusantara IV)

MUHAMMAD BOBBY AFIF NASUTION

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tingkat
Efisiensi Produksi Komoditi Kelapa Sawit Melalui Pendekatan Data Envelopment
Analysis (DEA) (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara IV)adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepadaInstitut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Muhammad Bobby Afif Nasution
NIM H3400143

iv

ABSTRAK
MUHAMMAD BOBBY AFIF NASUTION. Analisis Tingkat Efisiensi

Produksi Komoditi Kelapa Sawit Melalui Pendekatan Data Envelopment Analysis
(DEA) (Studi Kasus : PT Perkebunan Nusantara IV, Medan, Sumatra Utara).
Dibawah bimbingan AMZUL RIFIN.
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi unggulan yang berasal dari
subsektor perkebunan yang memiliki kontribusi besar pertumbuhan perekonomian
nasional. Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam perkebunan kelapa
sawit, PTPN IV memiliki strategi untuk meningkatkan produksi, kelapa sawit
yaitu dengan cara meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk meningkatkan
produktivitas diperlukan tingkat efisiensi yang optimal. Penelitian ini mengetahui
unit kebun mana pada PTPN IV yang paling efisien dalam penggunaan inputnya
agar dapt dijadikan patokan untuk kebun yang tidak efisein. Data envelopment
analysis (DEA) menunjukkan bahwa unit kebun yang konsisten efisien tahun
2011 dan 2012 pada ptpn IV unit kebun bernomor 4, 7, 12, 25, 26, dan 27. Kebun
yang konsisten efisien harus menjadi rujukan dalam penggunaan input pada kebun
lainnya agar kebun yang tidak efisien menjadi efisien dalam penggunaan
inputnya.
Kata Kunci: Kelapa Sawit, PTPN IV, Efisinsi, Input, DEA

ABSTRACT
MUHAMMAD BOBBY AFIF NASUTION. Product Efficiency of Palm Oil

Plantationthrough Data Envelopment Analysis (DEA) Approach (Case Study: PT
Perkebunan Nusantara IV, Medan, North Sumatera).Guided AMZUL RIFIN.
Palm oil is one of the commodity from the plantation subsector that has a
big contribution to the national economic growth. As one of the companies that
active in oil palm plantations, PTPN IV has a strategy to increase the production
of palm oil through increasing crops productivity. The optimum level of
efficiency is needed to increase the productivity. This research identify which
farm unit of PTPN IV that is most efficient to use their input to be the standard
for the inefficient farm unit. Data Envelopment Analysis (DEA) show that the
efficient farm unit in 2011 and 2012 at PTPN IV are Balimbingan, Tonduhan,
Dolok Ilir, Sosa, Marjandi, and Bah Barang Ulu. The efficient farm unit should be
as the standard of the using of input for another farm unit so the other inefficient
farm unit will be more efficient when it using their input.
Keyword : Palm Oil, PTPN IV, Efficient, Input, DEA

i

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PRODUKSI KOMODITI
KELAPA SAWIT MELALUI PENDEKATAN DATA
ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

(Studi Kasus : PT Perkebunan Nusantara IV)

MUHAMMAD BOBBY AFIF NASUTION

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii


Judul Skripsi : Analisis Tingkat Efisiensi Produksi Komoditi Kelapa Sawit Melalui
Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Kasus: PT
Perkebunan Nusantara IV)
Nama
: Muhammad Bobby Afif Nasution
NIM
: H34090143

Disetujui oleh

Dr Amzul Rifin SP, MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang berlangsung sejak bulan Juni hingga Agustus 2013 ini
adalah Analisis Tingkat Efisiensi Produksi Komoditi Kelapa Sawit Melalui
Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Kasus: PT Perkebunan
Nusantara IV).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran kepada penulis.Di
samping itu, terima kasih kepada Bapak Erwin Nasution selaku direktur utama PT
Pekebunan Nusantara IV yang telah memberikan izin penelitian serta para
karyawan PT Perkebunan Nusantara IV yang telah banyak membantu sehingga
penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Ungkapan terima kasih juga penulis
ucapkan kepada papa, mama, kakak, abang, Tia, Adit, Riga, Tio, Raymond,
Winda, Rekha, Qisthy, Amal, Bismar, serta teman-teman yang senantiasa
memberikan dukungan dan doa kepada saya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak sebagai
sumber ilmu dan informasi.


Bogor, Agustus 2014
Muhammad Bobby Afif Nasution

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

vii
vii
vii
1
1

Perumusan Masalah


4

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Efisiensi Teknis

5
5


Kajian Penelitian Terdahulu

6

Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Waktu dan LokasiPenelitian

8
8
12
14
14

Jenis dan Sumber Data

14


Metode Pengambilan Decision Making Unit (DMU)

14

Metode Pengolahan dan Analisis Data

16

Analisis Efisiensi Teknis

16

Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel Input dan Output

17
20
20


Efisiensi dan Skala Produksi

20

Penggunaan Inputpada Unit Kebun PTPN IV

23

Target Penggunaan Input Unit Kebun

27

Efisiensi Tandan Buah Segar (TBS) Berdasarkan Umur Tanaman

33

Efisiensi Tandan Buah Segar (TBS) Berdasarkan Kelas Lahan

33

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

35
35
36
36

vi

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia dalam ton 2009-2010
Luas lahan perkebunan kelapa sawit pada masing-masing pulau di
Indonesia dalam hektar tahun 2007-2011
Jumlah produksi dan produktivitas kelapa sawit PTPN I-VII Tahun
2012
Kriteria dan Pembagian Lahan PTPN IV
Luas lahan kelapa sawit berdasarkan umur tanaman di PTPN IV tahun
2012
Nilai OTE, PTE, dan SE orientasi input unit kebun PTPN IV tahun
2011- 2012
Produktivitas input unit kebun pada tahun 2011
Produktivitas input unit kebun pada tahun 2012
Target penggunaan input dan persentase pengurangan input tahun 2011
Target penggunaan input dan persentase pengurangan input tahun 2012
Efisiensi TBS per unit kebun berdasarkan usia tanaman pada tahun
2011-2012
Nilai efisiensi TBS berdasarkan kelas lahan tahun 2011 dan 2012
Efisiensi TBS berdasarkan kelas lahan 1 dan kelas lahan 2 pada tahun
Efisiensi TBS berdasarkan kelas lahan 1 dan kelas lahan 3 pada tahun
2011-2012
Efisiensi TBS berdasarkan kelas lahan 2 dan kelas lahan 3 pada tahun
2011-2012

1
2
2
18
18
21
24
26
29
32
33
34
34
35
35

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Konsep efisiensi OTE, PTE, SE, dan skala produksi
Konsep slack dan radial movement orientasi
Kerangka pemikiran operasional
Gambar4 Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara IV

11
12
13
19

DAFTAR LAMPIRAN
1. Efisiensi TBS berdasarkan umur tanaman tahun 2011
2. Uji statistik efisiensi TBS berdasarkan umur tanaman tahun 2011

38
39

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki sumberdaya alam
yang melimpah dan berpotensi untuk dikembangkan selanjutnya.Pertanian
merupakan salah satu sektor penting sebagai penggerak roda perekonomian
Indonesia. Selain itu, sektor pertanian memberikan banyak manfaat lain seperti
meningkatkan cadangan devisa negara serta berperan penting dalam penyediaan
lapangan kerja.
Sektor pertanian terbagi ke dalam empat subsektor yang terdiri dari tanaman
pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan.Perkebunan merupakan
subsektor pertanian yang memiliki nilai ekspor tertinggi dibandingkan dengan
subsektor lainnya, yaitu sebesar US$ 21,6 Milyar (FAO 2009).Selain itu, hanya
subsektor perkebunan yang memiliki nilai positif dalam neraca perdagangan.Nilai
neraca perdagangan yang positif tersebut mencerminkan nilai ekspor perkebunan
yang lebih tinggi dibandingkan nilai impornya.Sektor perkebunan telah
memperhatikan tingkat efisiensi, baik teknis maupun alokatif, meskipun nilai
tersebut masih didominasi oleh produk primer (tanpa olahan lebih lanjut)
sehingga tidak memiliki nilai tambah (FAO 2009).
Ada beberapa tanaman besar perkebunan Indonesia yang berperan sebagai
komoditi utama.Komoditi-komoditi tersebut diantaranya adalah kakao, kopi,
karet, teh, dan kelapa sawit. Produksi komoditi-komoditi tersebut cenderung
mengalami peningkatandari tahun ke tahun, terutama pada komoditi kakao, teh,
dan kelapa sawit dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 2.45%, 2.5%,
dan 1.88%. Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia pada tahun 2009
sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1 Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia dalam ton 2009-2010

Kakao

Laju
Pertumbuhan
(%)

Tahun

Jenis
Tanaman
2006

2007

2008

2009

2010

769.386

740.006

803.594

809.583

844.626

2.45

Kopi

682.158

676.476

698.016

682.590

684.076

0.05

Karet

2.637.231

2,.755.172

2.751.286

2.440.347

2.591.935

-0.60

Teh
146.859
150.623
153.971
Kelapa
17.350.848
17.664.725
17.539.788
Sawit
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)

156.901

150.342

2.50

18.640.881

19.844.901

1.88

Berdasarkan Tabel 1, produksi komoditi kelapa sawit memiliki nilai paling
besar bila dibandingkan dengan komoditi lain walaupun laju pertumbuhan
produksi kelapa sawit masih berada dibawah teh dan kakao. Tingginya produksi
komoditi kelapa sawit Indonesia ini dapat menjadi salah satu pemicu
pertumbuhan perekonomian nasional.Oleh karena itu, penting bagi otoritas
Indonesia untuk terus mengembangkan kelapa sawit sebagai salah satu komoditi
unggulan nasional.

2

Produksi kelapa sawit yang tinggi tersebut masih sangat bergantung pada
peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.Peningkatan luas
lahan perkebunan kelapa sawit terjadi pada berbagai daerah di Indonesia, terutama
di Kalimantan dan Sumatera.Sumatera merupakan pulau dengan jumlah produksi
kelapa sawit terbesar di Indonesia yakni sebesar 16 994 805 ton pada tahun 2011
kemudian diikuti oleh Pulau Kalimantan sebesar 5 430 410 ton. Luas
lahanperkebunan kelapa sawit pada masing-masing pulau di Indonesia tahun 2007
hingga 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Luas lahan perkebunan kelapa sawit pada masing-masing pulau di
Indonesia dalam hektar tahun 2007-2011
Nama Pulau

2007

2008

2009

2010

2011

Sumatera

4 806 124

5 021 566

5 412 726

16 445 142

16 994 805

Kalimantan

1 583 455

1 951 453

2 319 182

4 853 001

5 430 410

Jawa

10 550

11 531

12 140

49 759

42 749

202 824

178 632

211 380

475 263

474 959

Papua
60 880
58 801
Sumber: Kementerian Pertanian (2012)

57 398

134 955

138 506

Sulawesi

Berdasarkan Tabel 2 mengenai luas lahan perkebunan kelapa sawit
tersebut,dapat dilihat bahwa Pulau Sumatera memiliki luas lahan tertinggi bila
dibanding dengan pulau lainnya yaitu sebesar 73.6 persen dari total luas lahan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang mencapai 23 081 429 pada tahun
2011. Hal ini berimplikasi pada persentase jumlah produksi kelapa sawit di Pulau
Sumatera dapat melebihi 50 persen dari total produksi kelapa sawit di Indonesia
(Direktorat Jendral Perkebunan 2012). Fakta tersebut menunjukan bahwa provinsi
yang berada di Pulau Sumatera juga memiliki jumlah produksi yang besar,
sehingga patut untuk dikembangkan sebagai penunjang produksi kelapa sawit
nasional.
Perkebunan kelapa sawit di Pulau Sumatera dikuasai oleh tiga pihak yakni
inti rakyat, perusahaan swasta,dan juga perusahaan negara (BUMN).PT
Perkebunan Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai PTPN merupakan satusatunya perusahaan negara yang memiliki otoritas untuk mengelola perkebunan
kelapa sawit di Pulau Sumatera. Produksi kelapa sawit yang dihasilkan oleh
perusahaan negara tersebut melalui PTPN I-VII adalah sebesar 6 590 391 Ton
pada tahun 2012.Jumlah produksi dan produktivitas kelapa sawit PTPN I-VII
pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah produksi dan produktivitas kelapa sawit PTPN I-VII Tahun 2012
Unit Kebun
PTPN I
PTPN II
PTPN III
PTPN IV
PTPN V
PTPN VI
PTPN VII
Sumber: Kementerian BUMN (2013)

Produksi (Ton)
221 357
406 291
1 777 644
2 272 267
970 801
510 330
431 701

Produktivitas (Ton/Ha)
12.03
10.69
23.46
23.53
18.17
21.58
16.79

3

Dapat di lihat pada Tabel 3 bahwa PTPN IV adalah perusahaan negara yang
memiliki jumlah produksi dan produktivitas tertinggi di antara PTPN lainyang ada
di pulau Sumatera. Dengan tingkat produktivitas tertinggi mengindikasikan
kenyataan bahwa PTPN IV memiliki tingkat efisiensi yang juga paling
tinggi.Tingkat efisiensi yang tinggi tersebut dapat terjadi karena didukung oleh
penggunaan faktor-faktorproduksi yang berpengaruh langsung secara optimal,
misalnya penggunaan tenaga kerja, pupuk, dan pestisida.Keputusan perusahaan
dalam memilihan lahan yang digunakan, sertapemanfaatantanaman yang masih
berumur produktif juga membantu meningkatkan efisiensi.
Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian ini hanya
limafaktor produksi yang dianggap sangat berpengaruh padaoutput Tandan Buah
Segar (TBS) yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang dianggap berpengaruh
pada output TBS yang dihasilkan adalah pupuk, lahan, tenaga kerja, jumlah
pokok, serta pestisida. Jumlah pupuk, jumlah tenaga kerja, jumlah psetisida, luas
lahan, dan jumlah pokok dapat dikategorikan sebagai input produksi, sedangkan
umur tanaman dan kelas lahan tidak dapat dikategorikan sebagai input produksi
namun tetap mempengaruhi hasil TBS.
Penggunaan pupuk menjadi salah satu hal yang diperhatikan dalam
penelitian ini karena jumlah produksi kelapa sawit sangat bergantung pada jumlah
dan jenis pupuk yang digunakan.Lahanjuga merupakan variabel yang digunakan
dalam penelitian ini karena luas serta penentuan kelas lahan yang dimiliki oleh
setiap unit kebun PTPN IV berbeda.Selain itu, tenaga kerja menjadi variabel
dalam penelitian ini karena jumlah dan keahlian pekerja sangat berpengaruh
dalam proses pengelolaanperkebunan kelapa sawit yang tentunya dapat
berpengaruh pada hasil TBS. Jumlah pokok yang ditanam disetiap unit kebun juga
berpengaruh pada hasil TBS. Hal tersebut dikarenakan TBS yang dihasilkan
berasal dari pokok yang ditanam. Penggunaan pestisida turut diperhitungkan
dalam penelitian ini karena tanaman kelapa sawit bergantung pada berbagai
macam pestisida terkait dengan pembasmian hama dan penyakit yang berpotensi
menyerang tanaman kelapa sawit.
Tanaman kelapa sawit apabila dilihat dari umur tanam dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman
Menghasilkan (TM).TBM merupakan tanaman kelapa sawit yang berumur kurang
dari tiga tahun, sedangkan TM merupakan tanaman yang berumur diatas tiga
tahun.Umur produktif tanaman kelapa sawit terjadi saat berumur 7hingga 11
tahun (Lubis 2008).
Lahan yang dimiliki PTPN IV dengan komposisi tanaman yang beragam,
dimulai dari tanaman yang belum dewasa hingga tanaman dewasa yang telah siap
berproduksi. Sebagian besar tanaman kelapa sawit yang dimiliki oleh PTPN IV
merupakan tanaman yang masih berproduksi dengan luas lahan sebesar 94 795
Ha, sedangkan yang belum berproduksi seperti TBM serta tanamanan pada fase
penanaman dan rehabilitasi penanaman, memiliki luas kurang dari setengah total
luas lahan yakni sebesar 43 319 Ha.
Penggunaan lahan oleh masing-masing unit kebun PTPN IVmemiliki
standar kesesuaian tersendiri.Standar yang dipakai oleh masing-masing unit
kebunbergantung pada berbagai aspek.Aspek yang penting untuk diperhatikan
adalah ketinggian lahan dari permukaan air (Prihutami 2011). Penentuan kelas
lahan yang didasari oleh ketinggian dari permukaan air terdiri ataskelas lahan 1

4

(25-200m), kelas lahan 2(200-300m), dan kelas lahan 3(300-400m). Kedalaman
solum juga perlu diperhatikan untuk menentukan baik atau buruknya kondisi
lahan yang ditanami kelapa sawit (Rayendra 2009). Standar kedalaman solum
yang dijadikan acuan oleh PTPN IV dalam menentukan luas lahan yaitu > 100 cm
untuk kelas lahan 1, 50-100 cm untuk kelas lahan 2, dan 25-50 cm untuk kelas
lahan 3.
Mengingat peran PTPN IV termasuk unit-unit kebun yang dimilikinya
sangat besar dalam ranah perkebunan kelapa sawit di Indonesia maka PTPN IV
layak untuk dikembangkan menjadi perusahaan yang semakin unggul.
Pengembangan tersebut bertumpu pada perbaikan produksi kelapa sawit pada
masing-masing unit kebun.Perbaikan produksi kelapa sawit dapat tercermin dari
tingkat efisiensi produksi kelapa sawit untuk setiap unit kebun. Oleh karena itu,
penelitian mengenai tingkat efisiensi produksi pada masing-masing unit kebun di
PTPN IV menjadi penting dilakukan untuk menjadikan PTPN IV semakin unggul
dan untuk selanjutnya dapat terus berperan dalam ranah perkebunan kelapa sawit
di Indonesia.
Perumusan Masalah
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi unggulan yang berasal dari
subsektor perkebunan di Indonesia.PTPN IV yang merupakan satu-satunya
perusahaan negara yang mengelola perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
PTPN IV memiliki 27 unit kebun kelapa sawit yang setiap lima sampai tujuh
unitnya dipimpin oleh seorang manajer GUU. Pengelolaan seperti ini membuat
penggunan input di setiap unit kebunnya mengalami perbedaan satu sama lain.
Perbedaan jumlah komposisi input per kebun secara tidak langsung
akanmempengaruhi kondisi kebun per unitnya, terutama hasil TBS.
Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam perkebunan kelapa
sawit, PTPN IV memiliki strategi untuk meningkatkan produksi, yaitu dengan
cara meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk meningkatkan produktivitas,
maka pihak perusahaan sangat memperhatikan tingkat efisiensi produksi yang
tercermin pada kinerja serta kualitas faktor-faktor produksi yang digunakan,
seperti tenaga kerja, luas lahan, pupuk, jumlah pokok, dan pestisida.Oleh karena
itu, penting untuk dikaji lebih mendalam mengenai tingkat efisiensi produksi
untuk masing–masing unit kebun. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui tingkat
efisiensi, maka perusahaan dapat mengetahui kombinasi penggunaan faktor–
faktor produksi yang paling tepat untuk kemudian dapat diimplementasikan pada
kegiatan produksi PTPN IV secara keseluruhan. Dari hal tersebut diharapkan
PTPN IV dapat meningkatkan total hasil produksi sebagai akibat dari peningkatan
efisiensi, bukan hanya berasal dari perluasan lahan semata.
Terkait dengan uraian tersebut maka permasalahan–permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Dengan penggunaan faktor produksi yang ada, apakah setiap kebun yang
ada sudah mampu mencapai tingkat efisiensi produksi yang baik?
2.
Kebun mana yang memiliki tingkat efisiensi produksi yang paling tinggi?
3.
Bentuk kombinasi apa yang cocok dan tepat diimplementasikan oleh PTPN
IV secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan produktivitasnya?

5

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Menganalisis tingkat efisiensi produksi di PTPN IV.
2.
Menentukan kebun yang memiliki tingkat efisiensi paling tinggi
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini bagi beberapa pihak adalah sebagai
berikut:
1.
Peneliti, diharapkan dapat memperoleh pengalaman serta pembelajaran
secara langsung mengenai praktek-praktek usaha agribisnis secara nyata.
2.
PTPN secara keseluruhan, diharapkan dapat memperoleh informasi penting
terkait dengan perbaikan kinerja usaha PTPN melalui peningkatan efisiensi
produksi komoditi kelapa sawit.
3.
Kalangan akademisi, diharapkan dapat memperoleh wawasan serta
pengetahuan penting terkait dengan pembelajaran akademis ataupun bahan
rujukan penelitian ilmiah.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini terbatas pada ruang lingkup analisis tingkat efisiensi
produksi komoditi kelapa sawit di PTPN IV.Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi pupuk, lahan, tenaga kerja, pokok, serta pestisida. Jumlah
pupuk, jumlah tenaga kerja, luas lahan, dan jumlah pokok dapat dikategorikan
sebagai input produksi, sedangkan umur tanaman dan kelas lahan tidak dapat
dikategorikan sebagai input produksi namun tetap mempengaruhi hasil TBS.Alat
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment
Analysis(DEA) untuk menganalisis input, dan juga uji beda untuk menganalis
faktor produksi non-input. Responden dalam penelitian ini adalah perwakilan
internal PTPN IV untuk masing-masing unit kebun.Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juni-Agustus 2013 di wilayah kerja PTPN IV yang berlokasi di
Provinsi Sumatera Utara.Penelitian ini menggunakan data panen yang
berlangsung pada tahun 2012 dengan pertimbangan panen yang dilaksanakan
selanjutnya masih akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Efisiensi Teknis
Pendekatan efisiensi teknis yang dapat digunakan ada tiga hal, yaitu OLS
(ordinary least square), stochastic frontier (SF), dan data envelopment analysis
(DEA). Coelli et al. (1998) menyatakan penyebaran penggunaan input terhadap
output dengan metode OLS dapat di atas maupun di bawah batas produksi
(production frontier) sehingga sulit menentukan produsen yang mana efisien atau
tidak efisien. Berdasarkan itu, maka metode OLS tidak layak digunakan.

6

DEA memiliki kelebihan dibandingan dengan analisi frontier.Kelebihan
utama DEAyakni tidak membutuhkan banyak asumsi dalam bentuk fungsional
untuk menspesifikasikan hubungan antara masukan (input) dan keluaran
(output).Oleh karena itu, DEA membutuhkan lebih sedikit variabel dibandingkan
padaanalisis frontier karena tidak membutuhkan asumsi distribusi untuk
menentukan inefisiensi (Stephanie 2012).
Adapun keunggulan dari metode DEA adalah sebagai berikut (Indrawati
2009):
1.
Dapat digunakan untuk menangani banyak input dan output.
2.
Tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan
output.
3.
DMU dibandingkan secara langsung dengan sesamanya.
4.
Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.
Menurut Indrawati (2009), berikut ini merupakan kelemahan dari metode
DEA yakni :
1.
Bersifat sample specific.
2.
Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran dapat berakibat
fatal.
3.
Hanya mengukur efisiensi relatif dari DMU bukan efisiensi absolut.
4.
Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.
5.
Menggunakan perumusan linear programmingyang terpisah untuk setiap
DMU.
Data Envelopment Analysis (DEA) diperkenalkan oleh Charnes pada tahun
1987. Metode ini merupakan metodologi non-parametrik yang berfungsi untuk
membandingkan efisiensi relatif penggunaan input dan produksi output dengan
menggunakan linear programming. Teknik pemrograman secara metematika juga
dibahas dalam metode ini yaitu dengan cara menghitung efisiensi relatif dari suatu
objek yang telah ditentukan (Izni 2012).Menurut Homepage DEA (2007), DEA
dapat digunakan untuk mengukur beberapa input dan output, serta mengevaluasi
secara kuantitatif dan kualitatif, sehingga memungkinkan suatu perusahaan untuk
membuat keputusan yang baik pada tingkat efisiensi dari unit yang dianalisis. Ada
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dengan metode analisis ini, salah
satunya dengan melakukan pengukuran tingkat efisiensi yang informasinya
berasal dari para responden atau Decision Marketing Units (DMU).
Kajian Penelitian Terdahulu
Menurut Stephanie (2012) pada penelitiannya yang berjudul Analisis
Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Pendekatan DEA Desa
Kertawinangun Kecamatan Kadanghaur Kabupaten Indramayu menggunakan data
hasil panen sebagai output(Y) dan variabelinput yang digunakan adalah pupuk
(X1), bibit (X2), tenaga kerja luar keluarga (X3), tenaga kerja dalam keluarga
(X4), tenaga kerja mesin (X5), dan luasan lahan (X6). Hasil efisiensi teknis dari
DMU di Desa Kertawinangun terlihat merata. Hal ini dikarenakan terdapat
kebanyakaninput yang digunakan oleh masing-masing DMU sudah sesuai standar
sehingga hasil akhir yang diperoleh tidak terlalu berbeda jauh. Terdapat

7

kemungkinan hanya ada beberapa penggunaan variabel inputyang memiliki
sebaran yang luas. Diduga variabel yang memiliki sebaran luas adalah
penggunaan pupuk.Sedangkan variabel yang memiliki masukan yang cukup
terstandarisasi adalah tenaga kerja.
Penelitian efisiensi teknis pada kasus perbankan dilakukan oleh Paramita
(2008).Penelitian ini menggunakan dua alat analisis yaitu Data Envelopment
Analysis (DEA) dan Stochastic Frontier Analysis (SFA) sebagai perbandingan.
Pendekatan DEA menggunakan tiga input yaitu tenaga kerja, bunga, dan aktiva
tetap serta menggunakan dua output yaitu kredit dan ABA. Penelitian ini
menunjukan hasil efisiensi DEA memiliki hubungan yang positif dengan modal
inti dan nilai kesehatan. Sedangkan SFA yang menggunakan enam variabel
dimana terdiri dari total biaya, cost of labour, cost of fund, total kredit, NIIA, dan
NPL memiliki hasil perhitungan SFA lebih bervariasi dibandingkan nilai efisiensi
yang diperoleh berdasarkan perhitungan DEAserta memiliki hubungan yang
negatif dengan modal inti.
Subarkah (2009) meneliti Kajian Kinerja Rantai Pasokan Lettuce Head
(Lactuca Sativa) dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (Studi Kasus
di PT Saung Mirwan, Bogor).Hasil penelitian tersebut membahas mengenai
informasi tentang kondisi rantai pasokan sayuran lettuce head, nilai tambah yang
dihasilkan pada rantai pasokan komoditas lettuce head, serta kinerja anggota
rantai pasokan dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis(DEA).
Adapun informasi lain yang diperoleh yakni mengenai perbandingan kinerja
aktual PT Saung Mirwan dengan nilai indikator Supply Chain Operations
Reference (SCOR).
Penelitian tentang faktor penentu produksi tandan buah segar oleh Prihutami
(2011) faktor-faktor penentu produksi Tandan Buah Segar (TBS) yang dapat
meningkatkan prosuksi TBS di SBHE adalah jumlah pupuk, curah hujan, tenaga
kerja, kondisi lahan, umur tanaman, dan populasi anjang per pohon. Adapun
komponen produksi yang diteliti terdiri dari jumlah bunga betina per pohon,
jumlah janjang per pohon, Berat Janjang Rata- Rata (BJR), dan jumlah pohon
produktif per hektar.
Feifi (2008) melakukan penelitian tentang pengukuran kinerja pemasok
dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Dalam penelitian ini
ditetapkan faktor yang digunakan sebagai input untuk pengukuran kinerja.Input
yang digunakan adalah biayaproduksi (dalam rupiah) dan persentase jumlah reject
komoditas. Outputdalam penelitian ini didefinisikan melalui variabel pendapatan
petani (dalam rupiah), persentase pengiriman tepat waktu,dan persentase
pemenuhan kuantitas komoditas. Pengukuran kinerja dilakukan pada enam
kelompok mitra tani yaitu daerah Pasir Muncang, Pasir Kaliki, Cijeruk,
Blandongan, Bojong Murni, dan Coblong.Hasil perhitungan kinerja petani dengan
DEA per bulannya menunjukkan bahwa Pasir Muncang merupakan daerah
dengan kebanyakan petani memiliki kinerja yang tidak efisien. Sementara itu,
hasil perhitungan kinerja petani per semester menunjukkan bahwa pada semester
satu hanya petani Blandongan yang memiliki kinerja inefisien karena selama
bulan Januari hingga Juni petani ini memiliki kalkulasi nilai pemenuhan kuantitas
dan pengiriman tepat waktu yang paling rendah serta menanggung kerugianyang
sangat besar.Pada semester kedua, dimana produktivitas lahan meningkat, hanya
petani Cijeruk dan Bojong Murni yang menghasilkan kinerja efisien. Hal ini

8

dikarenakan dengan jumlah input yang lebih kecil, petani Cijeruk dan Bojong bisa
menghasilkan nilai output yang lebih besar dibandingkan dengan petani lainnya.
Penelitian ini mengambil topik yang serupa dengan berbagai kajian
penelitian terdahulu yaitu analisis tingkat efisiensi produksi.Perbedaannya dengan
kajian penelitian terdahulu terletak pada obyek analisis, lokasi tempat
dilaksanakannya penelitian, variabel, serta alat analisis yang digunakan.Penelitian
ini lebih terfokus pada analisis tingkat efisiensi kelapa sawit di PTPN IV,
Sumatera Utara.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pupuk,
tenaga kerja, lahan, pokok, serta pestisida.Alat analisis yang digunakan adalah
Data Envelopment Analysis (DEA) dan uji beda.

Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis adalah pemikiran teruji yang dapat menjadi alur
atau tuntunan dalam melakukan penelitian.Teori mengacu pada konsep yang
sudah ada untuk menjalankan penelitian.Adapun konsep yang digunakan dalam
penelitian ini tertumpu pada konsepefisiensi itu sendiri.
Konsep Efisiensi
Pengukuran efisiensi merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan
oleh manajemen perusahaan terhadap usaha yang sedang atau telah dilakukan.
Farrell (1957) menyatakan ada beberapa alasan pentingnya dilakukan pengukuran
efisiensi, yaitu: (1) Masalah pengukuran efisiensi produksi suatu industri adalah
penting untuk ahli teori ekonomi maupun pengambil kebijakan ekonomi; (2) Jika
alasan-alasan teoritis efisiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi harus diuji,
maka penting untuk mampu membuat pengukuran efisiensi aktual; (3) Jika
perencanaan ekonomi sangat terkait dengan industri tertentu, maka penting untuk
meningkatkan output tanpa menyerap sumberdaya-sumberdaya tambahan atau
menaikkan efisiensinya.
Dalam teori mikro ekonomi, konsep fungsi produksi mencerminkan dasar
hubungan antara input dan output bagi petani sebagai pelaku produksi. Jika
diasumsikan terdapat faktor produksi yang homogen serta informasi tentang
teknologi tersedia dengan lengkap, maka fungsi produksi dapat mewakili
sejumlah metode untuk menghasilkan output. Untuk beberapa situasi, fungsi
produksi akan memberikan gambaran mengenai teknologi produksi. Perhitungan
efisiensi dapat dibuat relatif terhadap fungsi produksi dan inefisiensi dapat
ditentukan oleh jumlah penyimpangan dari fungsi produksi ini.
Pada umumnya, pertambahan efisiensi disebabkan oleh beberapa hal berikut
(Komaruddin 1986):
1.
Penggunaan sistem manajemen yang modern.
2.
Penggunaan sumber-sumber yang bukan manusia.
3.
Mekanisme yang dengan sendirinya dapat menyesuaikan diri.
4.
Pemakaian bagian-bagian alat-alat yang distandarisasikan dan dapat
ditukarkan satu sama lain.
5.
Meninggalkan proses produksi yang kompleks dan menggantinya dengan

9

6.

pekerjaan dan produksi yang repetitive.
Pengkhususan tugas-tugas serta pembagian kerja dan wewenang.

Konsep Data Envelopment Analysis(DEA)
Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) menurut Cooper (2002)
adalah suatu pendekatan evaluasi kinerja dari suatu kegiatan yang menggunakan
satu atau lebih masukan (input) untuk menghasilkan satu atau lebih keluaran
(output).DEA CRS pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes
yang inti kerjanya terletak pada penilaian suatu kegiatan dikatakan efisiensi
berdasarkan asumsi CRS (constant return to scale) (Charnes et al. 1978).
Pengertian dari CRS bahwa penambahan “n”input harus sesuai dengan
penambahan “n”output. Metode DEA dikembangkan lagi oleh Banker, Cooper,
dan Charnes dikenal dengan nama DEA VRS (Banker et al. 1984) . Inti kerjanya
terletak pada asumsi VRS (Variable Return to Scale) yang dimaksud dengan
penambahan “n”input belum tentu menghasilkan “n”output. Dalam DEA, terdapat
satu kegiatan yang dilakan dengan Decision Making Unit (DMU). Pendekatan
DEA menggunakan pembobotan yang bersifat fixed pada seluruh masukan (input)
dan keluaran (output) dari setiap DMU yang dievaluasi. Selanjutnya, pembobotan
dilakukan dengan menggunakan linear programming untuk memaksimumkan
rasio dari :
Misalkan sejumlah “K” buah DMU (k = 1,2,….,K) yang dianalisa
efisiensinya menggunakan sejumlah “I” buah input (i = 1,2,…..,I) untuk
menghasilkan sejumlah output (j = 1,2,….,J), dengan menggunakan notasi dapat
dinyatakan sebagai berikut:

Dimana: µ i:pembobot output j;Yjk: nilai output j untuk unit k;Vi:pembobot input
i;Xik: nilai input i untuk unit k.
Constant Return to Scale (CRS)
Konsep Data EnvelopmentAnalysis(DEA) mengacu pada CRS model yang
diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978.Model ini
menggunakan prinsip Constant Return to Scale dari variabel masukannya (input)
yang digunakan untuk menghasilkan keluaran (output).Adapun orientasi dari
DEA CRS (Constant Return to Scale) adalah DEA CRS orientasi input dan DEA
CRS orientasi output. DEA CRS orientasi input adalah metode yang digunakan
untuk mengurangi penggunaan input terhadap output yang konstan.
CRS model juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dari
setiap DMU pada satu waktu tertentu dengan opimalisasi. Menurut Charnes et al.
(1978), mengakomodasi perbedaan satuan input dan output menggunakan
pembobotan berbeda sehingga memungkinkan setiap unit dinyatakan sebagai
DMU untuk menggunakan sekumpulan set pembobotan merupakan pembanding
terhadap unit atau DMU lainnya. CRS dapat dituliskan dengan program
matematika seperti berikut ini:

10

Dengan kendala:

Variabel Return to Scale (VRS)
Model Variabel Return to Scale (VRS) dikembangkan oleh BCC (Banker,
Charnes & Cooper) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model
CCR yang ada sebelumnya. Model ini beranggapan bahwa perusahaan berada
pada kondisi tidak atau belum beroperasi pada skala optimal. Asumsi dari model
ini adalah bahwa rasio antara penambahan masukan (input) dan keluaran (output)
tidak sama (Variable Return to Scale). Hal tersebut berarti setiap penambahan
input sebesar “x” kali tidak pasti menyebabkan output meningkat sebesar x kali,
bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Metode ini juga dikenal dengan nama
efisiensi teknologi murni (Pure Technology Efficiency). Efisiensi teknologi murni
diberi lambang θl yang menjelaskan penurunan input disebabkan oleh adanya
penggunaan teknologi. Rumus VRS dapat dituliskan dengan program matematika
seperti berikut ini:

Dengan kendala:

Dimana: θ0: efisiensi teknis input DMUk; Sik+: pengurangan (slack) input dari
DMUk; Sjk-: penambahan (slack) output dari DMU; xik: input yang digunakan
pada DMUk; yjk: output yang diproduksi DMUk; ϵ :angka non-Archimedean; λk:
vektor konstanta untuk DMUk; xio: input pada model DEA; yjo: output pada model
DEA.

11

Slack Efficiency
Gambar 1 merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara CRS,
VRS, dan Scale Efficiency, serta optimisasi orientasi input dan output.
Grafiktersebut menggunakan kombinasi satu input dan satu output. Gambar 1 juga
menjelaskan mengenai efisiensi teknis versi OTE (asumsi CRS) dan efisiensi
teknis versi PTE (asumsi VRS) orientasi input. Kondisi inefisiensi teknis versi
OTE dan PTE terjadi di titik P.
Efisiensi teknis versi OTE terjadi jika penggunaan input di titik P mampu
diturunkan ke titik Pc sedangkan efisiensi teknis versi PTE terjadi jika
penggunaan input di titik P mampu diturunkan ke titik Pv. Efisiensi teknis versi
PTE yang hanya di titik Pv menandakan produktivitas input terhadap output lebih
rendah daripada efisiensi teknis versi OTE karena keterbatasan teknologi. Untuk
selanjutnya, skala efisiensi akan diperoleh dari rasio nilai OTE dan PTE yaitu di
titik PcPv. Kumar et al. (2012) menjelaskan kehadiran garis cembung VRS
berguna untuk mengakomodir sumber inefisiensi pada setiap unit analisisdengan
adanya penambahan keterbatasan teknologi tersebut.

Gambar 1 Konsep efisiensi OTE, PTE, SE, dan skala produksi
Sumber: Coelli et al (1998)

Skala produksi dapat juga dijelaskan dari Gambar 1. DMU tertentu
dikatakan efisien jika berada pada garis CRS (Constant Return to Scale) di titik R
karena pada titik tersebut terjadi pertemuan antara OTE dan PTE.Di sisi lain, unit
yang berada pada titik PC dan QC tidak disebut sebagai unit yang efisien karena
tidak terjadi pertemuan antara OTE dan PTE.Oleh karena itu, unit akan efisien
jika vektor unit CRS sama dengan vektor unit VRS. Kondisi tersebut
menggambarkan input yang digunakan sama dengan output yang dihasilkan
sehingga tidak dianjurkan untuk melakukan pengurangan input.
Inputslack atau inputexcess adalah pengurangan secara proporsional input
yang digunakan agar unit tersebut mencapai titik efisien dimanaDMU yang paling

12

efisien berada. Untuk mengilustrasikan permasalahan slack, dapat ditunjukkan
pada Sambar 2 berikut ini:

Gambar 2 Konsep slack dan radial movement orientasi
Sumber: Coelli et al (1998)

Berdasarkan Gambar 2 mengenai konsep slack dan radial movement
orientasi, C dan D adalah unit efisien yang membentuk frontier sedangkan A dan
B adalah unit yang tidak efisien. Efisiensi teknikal unit A dan B adalah OA‟/OA
dan OB‟/OB. Pengurangan input pertama yang dilakukan sebesar AA‟. Hal ini
disebut dengan input radial. Namun, perlu diperhatikan kembali apakah titik A‟
merupakan titik yang efisien karena unit tersebut masih dapat mengurangi jumlah
input X2 yang digunakan sebesar CA‟ dan masih tetap memproduksi output yang
sama. Hal inilah yang disebut dengan inputslack.
Kerangka Pemikiran Operasional
Sektor perkebunan merupakan salah satu penyumbang ekspor terbesar bagi
Indonesia, yaitu sebesar US$ 32 miliar atau setara dengan Rp 382 triliun.
Komoditi kelapa sawit sebagai tanaman perkebunan menjadi penyumbang
tertinggi bagi devisa negara. Pada tahun 2011, kelapa sawit menyumbang devisa
yang cukup tinggi bagi cadangan kas negara, yaitu sebesar 53,56% dari total
devisa yang berasal dari sektor perkebunan.
Kebutuhan dunia internasional akan hasil olahan kelapa sawit berupa Crude
Palm Oil (CPO) semakin hari semakin meningkat. Adanya peningkatan
kebutuhan tersebut memacu Indonesia sebagai negara penghasil kelapa sawit
terbesar kedua di dunia untuk memproduksi lebih banyak tandan buah segar
(TBS) kelapa sawit sebagai bahan baku produksi CPO. Untuk meningkatkan
produksi demi memenuhi permintaan, maka produsen-produsen penghasil kelapa
sawit harus melakukan efisiensi produksi demi menjaga produksi yang optimal.
Sumatera Utara adalah provinsi yang memiliki hasil produksi kelapa sawit
terbesar kedua di Pulau Sumatera. Di Provinsi Sumatera Utara, terdapat
perusahaan BUMN yang menjadi perusahaan kelapa sawit terbesar di Kota
Medan, yaitu PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV). Perusahaan ini memiliki

13

27 unit kebun yang masing-masing memiliki produktivitas produksi yang
berbeda. Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan analisis efisiensi
produksi pada PTPN IV dengan basis komoditi kelapa sawit. Kerangka penelitian
operasional akan dijelaskan dalam Gambar 3 berikut ini.

Nilai ekspor
perkebunan tinggi

Nilai ekspor CPO
paling tinggi

Membutuhkan TBS kelapa
sawit dalam jumlah besar
dan efisien

Menghitung efisiensi produksi
dari 27 kebun PTPN IV sebagai
produsen kelapa sawit terbesar
milik pemerintah

Metode Data
Envelopment Analysis
(DEA)
Kebun yang paling efisien
dijadikan sebagai rekomendasi
implementasi di kebun-kebun lain
yang kurang efisien

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional

14

METODE PENELITIAN
Waktu dan LokasiPenelitian
Penelitian dilakukan di PTPN IV yang terletak di Provinsi Sumatera Utara,
tepatnya pada 27 unit kebun yang tersebar dibeberapa kabupaten. Pemilihan
lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa PTPN IV adalah
salah satu BUMN yang memiliki skala besar dibidang perkebunan kelapa sawit.
Penelitian dilakukan sejak bulan Juni sampai dengan Agustus 2013. Penelitian ini
menggunakan data panen yang berlangsung pada tahun 2012 dengan
pertimbangan panen yang dilaksanakan selanjutnya masih akan berlangsung
dalam jangka waktu yang lama.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.Data
sekunder adalah data yang dikumpulkan bukan untuk menjawab pertanyaan
penelitian penulis. Data sekunder diperoleh dari FAO, Direktorat Jenderal
Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, dan PTPN IV. Data
tersebut digunakan sebagai salah sumber penentuan lokasi penelitian. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca perdagangan sektor
pertanian dari FAO, data jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia tahun
2009-2011 dari Direktorat Jenderal Perkebunan, data luas lahan kelapa sawit di
Indonesia dari Kementerian Pertanian, serta data luas lahan, umur tanaman,
produksi, dan produktivitas kelapa sawit dari PTPN IV.
Metode Pengambilan Decision Making Unit (DMU)
Metode pengambilan Decision Making Unit(DMU)dilakukan secara
purposive. Penelitian sengaja mengambil Decision Making Unit(DMU)PTPN IV
dengan unit kebun kelapa sawit yang tersebar di berbagai kabupaten di Sumatera
Utara. Hal ini dilakukan agar terjadi keseragaman variabel masukan (input)
seperti tenaga kerja, luas lahan, pupuk, jumlah pokok, dan pestisida. Keseragaman
dari variabel-variabel tersebut sangat penting untuk mengukur tingkat efisiensi.
Penelitian ini menganalisis efisiensi teknis seluruh Decision Making
Unit(DMU) dengan variabel output yang digunakan adalah produksi TBS (Y).
Variabel input yang digunakan adalah tenaga kerja (X1), luas lahan (X2), pupuk
(X3), jumlah pokok (X4), dan pestisida (X5)serta faktor penentu efisiensi
didasarkan pada umur tanaman dan kelas lahan yang digunakan oleh Decision
Making Unit(DMU). Analisis efisiensi teknis berdasarkan umur tanaman yang
digunakan oleh Decision Making Unit(DMU) hanya dibagi atas dua kelompok
umur tanaman. Analisis efisiensi teknis berdasarkan kelas lahan dibagi ke dalam
tiga klasifikasi lahan.
Tenaga Kerja (X1)
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang menyerap biaya
cukup besar sehingga perlu upaya-upaya tertentu terkait dengan tenaga kerja

15

untuk meningkatkan efisiensi. Menurut Nu‟am (2009) Salah satu cara mengukur
efisiensi tenaga kerja adalah dengan menghitung produktivitas kerja. Pengelolaan
tenaga kerja harus memperhatikan fungsi-fungsi manajemen sepertiperencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan tenaga kerja.
Luas Lahan (X2)
Luas areal suatu perkebunan kelapa sawit dapat menentukan kebutuhan
tenaga kerja, jumlah pokok, dan produktivitas suatu areal kebun. Oleh karena itu,
luas lahan menjadi sangat penting untuk dimasukkan ke dalam analisis efisiensi
produksi karena sangat mempengaruhi berbagai hal yang dapat berpengaruh
langsung terhadap hasil TBS.
Jumlah Pupuk (X3)
Pemupukan merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam rangka
meningkatkan produksi. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk
mendapatkan target produksi TBS yang optimal dan juga mendapatkan kualitas
minyak yang baik (Adiwiganda dan Siahaan 1994). Adiwiganda (2002)
menyatakan bahwa tidak kurang dari 50% biaya pemeliharaan berasal dari biaya
pemupukan mulai dari biaya pengadaan, transportasi, dan pengawasan.Nilai
variabel Pupuk didapatkan dari hasil kalkulasi seluruh penggunaan pupuk selama
masa tanam. Hal ini dikarenakan Decision Making Unit (DMU) menggunakan
kombinasi pupuk yang beragam sehingga nilai pupuk yang digunakan adalah
akumulasinya. Akumulasi dilakukan untuk menghindari adanya nilai nol pada
salah satu jenis pupuk yang menyebabkan data tidak dapat diolah.
Jumlah Pokok (X4)
Pola tanam dapat dilakukan dengan cara monokultur ataupun tumpangsari.
Pola tersebut sangat menentukan jumlah pokok per hektarnya. Jarak tanam antar
pokok dapat mempengaruhi hasil TBS yang diperoleh. Jarak tanam yang umum
digunakan adalah 9x9x9 meter. Jumlah pokok dapat membantu peneliti untuk
dapat mengetahui produktivitas per pokok per hektar. Hal tersebut yang
menjadikan penelitian ini menggunakan jumlah pokok dalam penentuan efisiensi
pada PTPN IV.
Jumlah Pestisida (X5)
Pengendalian hama dan penyakit merupakan kegiatan yang harus dilakukan
agar populasi hama dan penyakit tidak melebihi ambang ekonomi sehingga tidak
mengurangi hasil TBS yang diperoleh. Menurut Nu‟am (2009) salah satu
pengendalian hama dan penyakit yang dapat dilakukan adalah dengan adanya
pengendalian kimiawi yaitu dengan menggunakan pestisida. Oleh karena itu,
pestisida menjadi varibel yang diperhitungkan pada penelitian ini.
Uji Beda
Uji beda dilakukan dengan cara menguji beberapa variabel faktor produksi
melalui uji-t. Pada dasarnya, uji-t menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel
penjelas dalam menerangkan variabel terikat (Widarjono 2010). Adapun model
hipotesis yang digunakan pada uji-t dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

16

H0: ρ1, ρ2 = 0, artinya variabel bebas (X) secara bersama tidak berpengaruh
terhadap variabel terikat (Y).
H1:ρ1, ρ2 ≠ 0, artinya variabel bebas (X) secara bersama berpengaruh terhadap
variabel terikat (Y).
Nilai t hitung dapat diperoleh dengan menggunakan bantuan aplikasi
software SPSS versi 18.0. Selanjutnya, nilai T hitung akan dibandingkan dengan
tingkat kesalahan (α=5%) dan derajat kebebasan (df) = (n-k). Adapun kriteria
pengambilan keputusan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 diterima jika thitung < ttabel pada CI = 90%.
H1 diterima jika thitung > ttabel pada CI = 90%.
Sebagian faktor penentu produksi TBS yang digunakan dalam analisis diuji
dengan menggunakan uji beda atau lebih tepatnya Uji-t. Hal ini disebabkan oleh
data yang diperoleh berupa data hasil produksi akibat dari pengaruh variabel
faktor penentu produksi yang dianalisisdalam uji beda. Variabel faktor produksi
yang digunakan adalah variabel kelompok umur tanaman(4-14 tahun dan di atas
14 tahun); kelompok kelas lahan (daratan dan rendahan/lowland). Nilai yang
diperoleh dari analisis untuk selanjutnya dilihat kelompok variabel mana dari
variabel faktor penentu produksi tersebut yang memberikan pengaruh terbaik
terhadap produksi TBS.
Adapun rumus yang digunakan dalam uji beda adalah sebagai berikut:

Keterangan:
X1
= Rata-rata sampel 1
X2
= Rata-rata sampel 2
S1
= Simpangan baku sampel 1
S2
= Simpangan baku sampel 2
S12
= Varians sampel 1
2
S2
= Varians sampel 2
r
= Korelasi antara dua sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Efisiensi Teknis
Data primer yang diperoleh oleh peneliti dianalisis secara kuantitatif dengan
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Analisis tersebut bertujuan
untuk mengukur efisiensi teknis relatif dari berbagai Decision Making
Unit(DEA). Data yang terkumpul dari setiap DMU akan diolah menggunakan
software DEAP 2.1. Output dari software tersebut akan menunjukan tingkat
efisiensi relatif dari setiap DMU yang diteliti.
Pendekatan DEA digunakan karena sederhana dan tidak membutuhkan
banyak variabel. Asumsi yang digunakan adalah asumsi Constant Return to Scale
(CRS) dan input oriented. Penelitian ini menggunakan asumsi Constant Return to

17

Scale (CRS) dikarenakan data yang digunakan adalah data pada satu periode
waktu produksi yakni data pada tahun 2012, sehingga kemungkinan adanya
perubahan-perubahan faktor produksi sebagai akibat dari perkembangan waktu
dapat diabaikan. Penelitian ini menggunakan asumsi input oriented dikarenakan
variabel masukan (input) dapat dikontrol oleh DMU dan cukup menentukan hasil
produksi kelapa sawit.

Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara IV
Sejarah Perusahaan
PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dibentuk berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.9 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996, tentang peleburan
perusahan perkebunan yang ada di Sumatera Utara yaitu PT. Perkebunan VI, PT
Perkebunan VII, dan PT Perkebunan VIII, menjadi Perusahaan Perseroan PT
Perkebunan Nusantara IV (Lembaran Negara Tahun 1996 No.5) sesuai dengan
Akte Notaris Harun Kamil, SH No.37 tertanggal 11 Maret 1996 dan Surat
Keputusan Menteri Kehakiman RI melalui surat keputusan No. C2-8332
HT.01.01.Th.96. Untuk anggaran dasar perusahaan telah disesuaikan dengan UU
No.40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas berdasarkan akta Notaris Sri
Ismiyati, SH No. 11 pada tanggal 4 Agustus 2008 dan telah mendapatkan
pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI melalui surat keputusan NO.
AHU-60615.AH.01.02. Pada tahun 2008 tepatnya pada tanggal 10 September
2008, anggaran dasar telah mengalami perubahan beberapa kali, terakhir
berdasarkan akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham No. 16
tanggal 8 Oktober 2012 yang dibuat dihadapan Notaris Ihdina Nida Marbun SH.
Adapun komoditi yang dikelolaoleh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero)
yaitu kelapa sawit, kakao, dan teh,dimanadi dalamnya mencakup pengolahan
lahan dan tanaman, kebun bibit, pemeliharaan tanaman menghasilkan, pengolahan
komoditi menjadi bahan baku berbagai industri, pemasaran komoditi yang
dihasilkan, dan kegiatan pendukung lainnya. Namun sejak awal tahun 2006,PT
Perkebunan Nusantara IV (Persero) hanya mengusahakan komoditi kelapa sawit
dan komoditi teh.
Unit Kebun
PT Perkebunan Nusantara IV memiliki 31 unit kebun yang mengelola
budidaya kelapa sawit dan teh, 3 unit proyek pengembangan kebun inti kelapa
sawit, dan 1 unit proyek pengembangan kebun plasma kelapa sawit. Seluruh unit
usaha yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara IV tersebar di 9 Kabupaten,
yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan,
Labuhan Batu, Padang Lawas, Batubara, dan Mandailing Natal.
Dari sejumlah unit kebun yang dimiliki PTPN IV 27 diantaranya asalah unit
kebun yang mengusahankan kelapa sawit. Setiap unit kebun akan dipimpin oleh
satu orang meneger dan setiap unit kebun dengan satuan wilayah akan dipimpin
oleh menejer gabungan unit. Seluruh unit kebun yang tersebar dibeberapa daerah

18

tersebut memiliki sebaran umur tanaman dan kelas lahan yang digunakan. Adapun
pembagian kelas lahan oleh PTPN IV sesuai dengan Tabel 4
Tabel 4 Kriteria dan Pembagian Lahan PTPN IV
Keadaan Tanah

Kriteria Baik

Kurang Baik

Tidak Baik

1. Lereng
2. Kedalaman Solum T