Perbandingan Konsentrasi Sianida (Cn¬-) Dan Ph Pada Inlet Dan Outlet Dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (Ipal) Industri Pengolahan Tepung Tapioka

(1)

PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN

-

) DAN pH

PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI

PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

INDUSTRI PENGOLAHAN

TEPUNG TAPIOKA

TUGAS AKHIR

DIAN PRATIWI

102401025

PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

2

PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN

-

) DAN pH

PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI

PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

INDUSTRI PENGOLAHAN

TEPUNG TAPIOKA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai

gelar Ahli Madya

Disusun Oleh

DIAN PRATIWI

102401025

PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN-) DAN pH PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : DIAN PRATIWI

Nomor Induk Mahasiswa : 102401025

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juli 2013

Disetujui Oleh

Program Studi D3 Kimia Pembimbing, Ketua,

Dra.Emma Zaidar Nst, MS Dr.Yugia Muis.MS

NIP.195512181987012001 NIP. 195310271980032003

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr.Rumondang Bulan, MS


(4)

ii

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN-) DAN pH PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI

PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI PENGOLAHAN

TEPUNG TAPIOKA

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2013

Dian Pratiwi 102401025


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan ramat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan program D3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dengan judul “PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN) DAN pH PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA”.

Dalam proses penulisan tugas akhir ini, penulis banyak menerima bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan do’a restu, bimbingan, motivasi serta dukungan baik secara moril maupun materil kepada saya

2. Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS selaku ketua Departemen Kimia di FMIPA USU

3. Ibu Dr.Yugia Muis,MS selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak membimbing saya dalam penulisan tugas akhir ini


(6)

iv

4. Sahabat dan teman – teman terbaik saya yang telah memberikan dukungan dan motivasi secara langsung maupun tidak langsung

5. Staf dan pegawai dilaboratorium lingkungan hidup yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini

6. Rekan – rekan Mahasiswa/i D3 Kimia Analis stambuk 2010 Fak. MIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan kebersamaan selama menyelesaikan studi di D3 Kimia Analis. Serta sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi maupun penyajianya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak yang dapat menjadi masukkan bagi penulis untuk menambah kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga penulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2013


(7)

PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN-) DAN pH PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI

PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI PENGOLAHAN

TEPUNG TAPIOKA

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan konsentrasi sianida (CN-) dan nilai pH pada instalasi pengolahan air limbah industri pengolahan tepung tapioka. Nilai pH ditentukan dengan menggunakan kertas pH sedangkan konsentrasi sianida ditentukan dengan spektroquant nova 60. Nilai pH dari inlet pada IPAL PT. Sinar Intan Tapioka adalah 4, pada PT. Florindo Makmur adalah 5, PT.Sari Tani Sumatra adalah 5, pada PT. Deli Sari Murni adalah 4, sementara nilai pH dari Outlet pada IPAL PT. Sinar Intan Tapioka adalah 8, pada PT. Florindo Makmur adalah 8, PT.Sari Tani Sumatra adalah 7, pada PT. Deli Sari Murni adalah 4. Sedangkan konsentrasi sianida (CN-) dari inlet pada IPAL PT. Sinar Intan Tapioka adalah 0,432 mg/L, pada PT. Florindo Makmur adalah 0,622 mg/L, PT.Sari Tani Sumatra adalah 0,552 mg/L, pada PT. Deli Sari Murni adalah 0,444 mg/L. Sementara konsentrasi sianida (CN-) dari outlet IPAL PT. Sinar Intan Tapioka adalah 0,136 mg/L, pada PT. Florindo Makmur adalah 0,119 mg/L, PT.Sari Tani Sumatra adalah 0,061 mg/L, pada PT. Deli Sari Murni adalah 0,444 mg/L. Nilai pH dan konsentrasi sianida dari sampel pada PT. Sinar Intan Tapioka, PT. Florindo Makmur, PT.Sari Tani Sumatra masih memenuhi syarat baku mutu air limbah industri pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII, sementara nilai pH dan konsentrasi sianida dari air limbah dari PT. Deli Sari Murni melebihi nilai dari standart baku mutu air limbah industri pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII yaitu 0,3 mg/L.


(8)

vi

COMPARISON OF CYANIDE CONCENTRATION (CN-) AND pH

AT INLET AND OUTLET OF THE WASTE WATER TREATMENT PLANT (WWTP) TAPIOCA

FLOUR PROCESSING INDUSTRY

ABSTRACT

Have to determine cyanide concentration (CN-) and pH value at waste water treatment plant tapioca flour processing industry. pH value determine using pH paper whereas concentration of cyanide determine by spectroquant nova 60. pH value from WWTP inlet PT.Sinar Intan Tapioka is 4, at PT. Florindo Makmur is 5, at PT. Sari Tani Sumatra is 5, at PT. Deli Sari Murni is 5, while pH value WWTP outlet PT. Sinar Intan Tapioka is 8, at PT. Florindo Makmur is 8, at PT. Sari Tani Sumatra is 7, at PT. Deli Sari Murni is 4. Whereas concentration of cyanide (CN-) from WWTP inlet PT. Sinar Intan Tapioka is 0,432 mg/L, at PT. Florindo Makmur is 0,622 mg/L,at PT. Sari Tani Sumatra is 0,552 mg/L, at PT. Deli Sari murni is 0,444 mg/L. While concentration of cyanide (CN-) from WWTP outlet PT.Sinar Intan Tapioka is 0,136 mg/L, at PT.Florindo Makmur is 0,119 mg/L, at PT.Sari Tani Sumatra is 0,061 mg/L, at PT. Deli Sari Murni is 0,444 mg/L. pH value and cyanide concentration of the sample at PT. Sinar Intan Tapioka, PT. Florindo Makmur, PT. Sinar Intan Tapioka still meet the requirements quality standart of waste water tapioca flour processing industry according to KEP-51/MENLH/10/1995 appendix B VIII, while pH value and cyanide concentration from waste water at PT. Deli Sari Murni exceeds quality standart of waste water tapioca flour according KEP-51/MENLH/10/1995 appendix B VIII that is 0,3 mg/L.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Tujuan 2

1.4. Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Ubi Kayu 4

2.2. Tapioka 4

2.2.1. Pengolahan Tepung Tapioka 5

2.3. Air 7

2.3.1. Polusi Air 8

2.4. Air Limbah 9

2.4.1. Karakteristik Air Limbah 10 2.4.2. Dampak Buruk Air Limbah 15 2.4.3. Pengolahan Air Limbah 17

2.5. pH 23

2.6. Sianida 24

2.7. Spektrofotometri 25

Bab 3. Metode Penelitian

3.1. Alat 27

3.2. Bahan 27

3.3. Prosedur Penelitian 28 Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil 29

4.2. Pembahasan 29

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 32

5.2. Saran 33


(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Komposisi Rata-Rata Umbi Ubi Kayu 4 4.1. Data Hasil Percobaan Analisa Sianida dan pH 29


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lamp Judul Halaman


(12)

v

PERBANDINGAN KONSENTRASI SIANIDA (CN-) DAN pH

PADA INLET DAN OUTLET DARI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

INDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan konsentrasi sianida (CN-) dan nilai pH pada instalasi pengolahan air limbah industri pengolahan tepung tapioka. Nilai pH ditentukan dengan menggunakan kertas pH sedangkan konsentrasi sianida ditentukan dengan spektroquant nova 60. Nilai pH dari inlet pada IPAL PT. Sinar Intan Tapioka adalah 4, pada PT. Florindo Makmur adalah 5, PT.Sari Tani Sumatra adalah 5, pada PT. Deli Sari Murni adalah 4, sementara nilai pH dari Outlet pada IPAL PT. Sinar Intan Tapioka adalah 8, pada PT. Florindo Makmur adalah 8, PT.Sari Tani Sumatra adalah 7, pada PT. Deli Sari Murni adalah 4. Sedangkan konsentrasi sianida (CN-) dari inlet pada IPAL PT. Sinar Intan Tapioka adalah 0,432 mg/L, pada PT. Florindo Makmur adalah 0,622 mg/L, PT.Sari Tani Sumatra adalah 0,552 mg/L, pada PT. Deli Sari Murni adalah 0,444 mg/L. Sementara konsentrasi sianida (CN-) dari outlet IPAL PT. Sinar Intan Tapioka adalah 0,136 mg/L, pada PT. Florindo Makmur adalah 0,119 mg/L, PT.Sari Tani Sumatra adalah 0,061 mg/L, pada PT. Deli Sari Murni adalah 0,444 mg/L. Nilai pH dan konsentrasi sianida dari sampel pada PT. Sinar Intan Tapioka, PT. Florindo Makmur, PT.Sari Tani Sumatra masih memenuhi syarat baku mutu air limbah industri pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII, sementara nilai pH dan konsentrasi sianida dari air limbah dari PT. Deli Sari Murni melebihi nilai dari standart baku mutu air limbah industri pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII yaitu 0,3 mg/L.


(13)

COMPARISON OF CYANIDE CONCENTRATION (CN-) AND pH AT INLET AND OUTLET OF THE WASTE WATER

TREATMENT PLANT (WWTP) TAPIOCA FLOUR PROCESSING INDUSTRY

ABSTRACT

Have to determine cyanide concentration (CN-) and pH value at waste water treatment plant tapioca flour processing industry. pH value determine using pH paper whereas concentration of cyanide determine by spectroquant nova 60. pH value from WWTP inlet PT.Sinar Intan Tapioka is 4, at PT. Florindo Makmur is 5, at PT. Sari Tani Sumatra is 5, at PT. Deli Sari Murni is 5, while pH value WWTP outlet PT. Sinar Intan Tapioka is 8, at PT. Florindo Makmur is 8, at PT. Sari Tani Sumatra is 7, at PT. Deli Sari Murni is 4. Whereas concentration of cyanide (CN-) from WWTP inlet PT. Sinar Intan Tapioka is 0,432 mg/L, at PT. Florindo Makmur is 0,622 mg/L,at PT. Sari Tani Sumatra is 0,552 mg/L, at PT. Deli Sari murni is 0,444 mg/L. While concentration of cyanide (CN-) from WWTP outlet PT.Sinar Intan Tapioka is 0,136 mg/L, at PT.Florindo Makmur is 0,119 mg/L, at PT.Sari Tani Sumatra is 0,061 mg/L, at PT. Deli Sari Murni is 0,444 mg/L. pH value and cyanide concentration of the sample at PT. Sinar Intan Tapioka, PT. Florindo Makmur, PT. Sinar Intan Tapioka still meet the requirements quality standart of waste water tapioca flour processing industry according to KEP-51/MENLH/10/1995 appendix B VIII, while pH value and cyanide concentration from waste water at PT. Deli Sari Murni exceeds quality standart of waste water tapioca flour according KEP-51/MENLH/10/1995 appendix B VIII that is 0,3 mg/L.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air merupakan unsur yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam melakukan berbagai macam kegiatan dalam kehidupan, seperti mencuci, memasak, mandi, dan lain-lain. Untuk itu kualitas air haruslah diperhatikan, agar air yang digunakan sebagai sumber utama dalam berbagai kegiatan kehidupan tidak membahayakan bagi makhluk hidup. Salah satu yang harus diperhatikan dalam suatu badan air adalah beban pencemaran dan senyawa-senyawa kimia yang berbahaya yang terdapat didalamnya.

Air limbah / air buangan dari berbagai industri yang dibuang kelingkungan pastilah mengandung senyawa-senyawa kimia, meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Senyawa yang terkandung dalam air buangan tersebut dapat mengakibatkan penurunan kualitas air.

Industri pengolahan tepung tapioka menghasilkan limbah cair dalam setiap pengolahannya. Ubi kayu sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam pengolahan tepung tapioka diketahui mengandung sianida. Maka dari itu pastilah air buangan industri tapioka mengandung sianida.

Sianida merupakan kelompok senyawa anorganik dan organik dengan siano (CN) sebagai struktur utama. Biasanya senyawa ini dihasilkan dalam pemprosesan logam. Sianida tesebar luas di perairan dan berada dalam bentuk ion sianida (CN-), hidrogen sianida (HCN), dan metalosianida. Keberadaan sianida


(15)

sangat dipengaruhi oleh pH, oksigen terlarut, salinitas, dan keberadaaan ion lain. Sianida bersifat sangat reaktif. Sianida bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CNpada pH yang lebih kecil dari 8, sianida berada dalam bentuk HCN yang dianggap toksik bagi organisme akuatik dari pada CN-. Sianida berdampak negatif terhadap makhuk hidup, yakni mengganggu fungsi hati, pernafasan, dan menyebabkan kerusakan tulang( Effendi.2003).

1.2Permasalahan

Berapakah kadar sianida dan pH pada air limbah dari instalasi pengolahan air limbah industri pegolahaan tepung tapioka dan apakah kadar sianida tersebut memenuhi baku mutu limbah air sesuai dengan KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII.

1.3Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kadar sianida dan pH pada air limbah industri pengolahan tapioka telah layak dibuang ke lingkungan sesuai dengan baku mutu air limbah menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII.

1.4Manfaat

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kadar sianida (CN-) dan pH pada air buangan limbah tapioka yang akan dibuang kelingkungan, serta bahaya yang dapat ditimbulkan, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Kayu

Ubi kayu adalah tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk diambil patinya yang sangat layak dicerna, yang terkandung didalam akar lumbung (ubi) yang secara salah kaprah disebut umbi (Rubatzky dan Mas, 1995).

Sifat fisika dan kimia ubi kayu sangat perlu diketahui apabila ubi kayu tersebut akan diolah. Ada beberapa jenis ubi kayu yang memiliki kadar asam sianida (HCN/Asam Biru) tinggi yang apabila digunakan dalam pengolahan basah dari bahan ubi kayu segar,akan memberikan hasil yang kurang baik. Ubi kayu dengan kadar HCN tinggi dapat digunakan dalam industri pati ubi kayu, karena selama proses perendaman maupun pencucian, kadar HCN ini akan berkurang. Hal ini disebabkan oleh sifat HCN yang mudah larut dalam air (Djaafar dan Siti, 2003).

2.2 Tapioka

Tapioka adalah pati yang terdapat dalam umbi ubi kayu, biasa disebut singkong. Umbi tanpa kulit mempunyai komposisi rata-rata dapat dilihat pada tabel :


(17)

Tabel 2.1. Komposisi Rata – Rata Umbi Ubi Kayu Air 65% Pati 32% Protein 1% Lemak 0,4% Serat 0,8% Abu 0,4%

Selain pati, umbi singkong mengandung gula dan sedikit asam sianida dalam kadar rendah. Asam sianida ini sebagian ada dalam bentuk asam bebas dan sebagian lagi dalam bentuk senyawa kimia yang akan terbebaskan oleh asam enzim apabila selnya dipecah(Potter, 1994).

2.2.1 Pengolahan Tepung Tapioka

Pada umumnya dalam pembuatan tepung tapioka dihasilkan tepung tapioka sebagai produk utama dan ampas (onggok) sebagai limbah padat, serta limbah cair. Urutan langkah kerja dalam proses pengolahan tepung tapioka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemarutan

Tujuan utama pemarutan adalah memperkecil volume agar lebih mudah dihancurkan dan diekstrak patinya.


(18)

Singkong yang telah diparut segera dihancurkan dengan blender atau mesin giling daging. Apabila perlu dapat ditambahkan sedikit air.

3. Ekstraksi ( pemisahan sari singkong )

Untuk memisahkan sari singkong dapat dilakukan dengan cara seperti pembuatan santan. Mula-mula ditambahkan air bersih sedikit demi sedikit sambil diremas dan diaduk-aduk, kemudian disaring dengan saringan kain yang ditopang dengan kalo atau iring (saringan kasar yang terbuat dari bambu). Selanjutnya ampas dibungkus dengan kain dan dipres agar seluruh airnya keluar. Filtrat atau cairan hasil penyaringan bewarna putih atau kuning keruh. Kegiatan ekstraksi diulang 2-3 kali berturut-turut atau sampai cairan yang keluar menjadi jernih.

4. Pengendapan I – Pemisahan Air

Filtrat dipindahkan kedalam bak-bak pengendapan dan didiamkan beberapa saat agar pati yang terdapat dalam filtrat (aci basah) dan cairan yang ada diatas menjadi lebih jernih. Pengendapan I ini membutuhkan waktu selama 1-3 jam, kemudian cairan dipisahkan dengan cara dituang. 5. Pencucian aci basah

Aci basah dapat langsung dikeringkan dan digiling menjadi tepung tapioka yang kasar, berkualitas rendah, kadar HCN tinggi dan harga jual murah. Untuk meningkatkan kualitas, aci basah perlu dicuci 3-4 kali dengan cara sebagai berikut. Aci basah ditambah air bersih (1:1), diaduk-aduk hingga seluruhnya hancur dan tercampur rata (larutan bewarna putih susu), kemudian didiamkan selama 15-30 menit agar pati mengendap kembali. Selanjutnya, cairan dituangkan secara berhati-hati


(19)

agar pati tidak ikut terbuang. Dengan pencucian ini, semakin banyak asam sianida (HCN) yang ikut terbuang sehingga kandungan HCN berkurang.

6. Pemutihan

Pemutihan dilakukan dengan menggunakan larutan garam setelah pencucian selesai. Konsentrasi larutan garam yang digunakan adalah 2% (20 g per liter air perendaman) sebanyak 1,5-2x volume aci basah(Suprapti, 2005).

2.3 Air

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup dibumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan air utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air didalam tubuh manusia itu sendiri. Didalam tubuh manusia, air diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Mengingat pentingnya peranan air, sangat diperlukan adanya sumber air yang dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas dan kualitasnya(Mulia, 2005).

Peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukkannya. Adapun penggolongan air menurut peruntukkannya adalah :

a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan untuk air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu


(20)

b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan

dan peternakan.

d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air (Effendi, 2003).

2.3.1 Polusi Air

Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurnianya. Air yang tersebar dialam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi.

Ciri-ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Untuk mengetahui apakah suatu air terpolusi atau tidak diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air. Sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi air misalnya :

1. Nilai pH, keasaman dan alkalinitas 2. Suhu

3. Warna, bau dan rasa 4. Jumlah padatan 5. Nilai BOD / COD

6. Pencemaran mikroorganisme patogen 7. Kandungan minyak


(21)

9. Kandungan bahan radioaktif (Fardiaz, 1992)

2.4 Air Limbah

Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang dibuang tanpa pengolahan kedalam suatu badan air. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri (industry).

Air limbah industry umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam proses produksi. Di industri, air umumnya memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

1. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses industri

2. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku

3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler, pada pabrik minuman, dan sebagainya.

4. Untuk mencuci dan membilas produk dan gedung serta instalasi.

Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat-zat yang terkandung didalam air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di masing-masing industri(Mulia, 2005).

Limbah yang turut andil dalam pencemaran air secara umum dikelompokkan menjadi limbah domestik, industri dan pertanian. Limbah dosmetik (sewage) merupakan larutan yang kompleks terdiri dari air (biasanya diatas 99%) dan zat organik serta anorganik, baik berupa padatan terlarut maupun


(22)

mengendap. Pencemaran air berhubungan dengan masalah limbah yang tergantung pada sifat-sifat kontaminan yang memerlukan oksigen, memacu pertumbuhan algae, penyakit dan zat toksik. Pencemaran terhadap sumber daya air dapat terjadi secara langsung dari saluran pembuangan (sewer) atau buangan industri (point source) atau secara tidak langsung melalui pencemaran air dan limpasan dari daerah pertanian dan perkotaan (nonpoint source) (Asmadi dan Suharno, 2012).

2.4.1 Karakteristik Air Limbah

Karakteristik air limbah dibedakan menjadi tiga bagian besar, yaitu karakteristik fisik, karakterisrik kimia dan karakteristik biologi air limbah. Semua karakteristik air limbah diatas mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh, temperatur (sifat fisik) akan mempengaruhi aktivitas biologi dalam air limbah dan jumlah gas yang terlarut dalam air limbah.

1. Karakteristik fisik

Karakteristik limbah cair yang terkait dengan estetika karena sifat fisiknya yang mudah terlihat dan dapat diidentifikasi secara langsung. Karakteristik limbah cair meliputi :

a. Padatan total (Total Solid)

Padatan total adalah padatan yang tersisa dari penguapan sampel limbah cair pada temperatur 103-105oC. Menurut Sugiharto (1997) bahan padatan total terdiri dari bahan padat tak terlarut dan bahan padat terapung serta senyawa-senyawa yang terlarut dalam air (zat padat yang lolos filter kertas) dan bahan tersuspensi (zat yang tidak lolos saringan filter).


(23)

b. Bau

Bau merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah. Penyebab adanya bau pada air limbah karena adanya bahan volatile, gas terlarut dan hasil samping dari pembusukan bahan organik. Bau yang dihasilkan oleh air limbah pada umumnya berupa gas yang dihasilkan dari peruraian zat organik yang terkandung dalam air limbah, seperti Hidrogen Sulfida (H2S).

c. Temperatur

Temperatur merupakan salah satu parameter yang penting dalam air. Temperatur dalam air dapat menentukan besarnya kehadiran spesies biologi dan tingkat akivitasnya. Pada temperatur yang rendah aktivitas biologi seperti pertumbuhan dan reproduksi akan menjadi lebih lambat. Sebaliknya jika suhu meningkat maka aktivitas biologi juga akan meningkat. Suhu air limbah biasanya lebih tinggi dari pada air bersih.

d. Kepadatan (Density)

Kepadatan limbah cair didefinisikan sebagai masa per volume. Densitas merupakan karakteristik penting dalam limbah cair karena dapat memberikan informasi tingkat densitas air limbah dalam bak sedimentasi maupun unit lain dalam instalasi pengolahan air limbah. e. Warna

Air murni tidak bewarna tetapi seringkali diwarnai oleh bahan asing. Warna yang disebabkan oleh padatan terlarut yang masih ada setelah penghilangan pertikel suspended disebut warna sejati.


(24)

Karakteristik yang sangat mencolok pada air limbah adalah bewarna yang umumnya disebabkan oleh zat organik dan algae.

f. Kekeruhan

Kekeruhan pada dasarnya disebabkan oleh adanya koloid, zat organik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan benda terapung yang tidak mengendap segera. Kekeruhan yang ada dalam air buangan disebabkan oleh berbagai macam suspended solid yang ada.

2. Karakteristik Kimia

Kandungan bahan kimia dalam air dapat merugikan lingkungan. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam sungai serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada pengolahan air bersih. Secara umum, karakteristik kimia limbah cair dapat dibedakan menjadi zat organik dan anorganik.

a. Zat Organik

Senyawa organik biasanya terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen serta nitrogen. Beberapa bentuk senyawa organik dalam limbah antara lain.

i. Protein

Protein adalah senyawa kimia yang komplek dan tidak stabil. Sebagian protein larut dalam air dan sebagian lainnya tidak. Seluruh protein mengandung karbon, yang biasanya adalah kandungan bahan organik.


(25)

ii. Minyak dan lemak

Minyak dan lemak adalah komponen penting dalam makanan dan biasanya terdapat dalam air limbah. Lemak merupakan senyawa organik yang stabil dalam air dan tidak mudah diuraikan oleh mikroba. Minyak jika terdapat dalam limbah cair, dapat merugikan karena dapat menghambat aktivitas biologi mikroba untuk pengolahan limbah cair.

iii. Karbohidrat

Karbohidrat terdapat dalam alam secara bebas dalam bentuk pati, selulosa dan serat kayu, yang semuanya dapat berada dalam air limbah. Karbohidrat mengandung karbon, hydrogen dan oksigen. Umumya karbohidrat terdiri dari enam atom karbon atau kelipatannya didalam molekul-molekulnya.

iv. Pestisida

Pestisida termasuk diantaranya inteksida dan herbisida telah banyak digunakan pada saat ini baik pada perkotaan maupun pertanian. Penggunaannya yang salah dapat menyebabkan kontaminasi pada aliran air. Banyak dari pestisida ini bersifat toksik dan akan terakumulasi sehingga menyebabkan permasalahan tingkat rantai makananan yang tertinggi.

b. Zat Anorganik

Menurut sugiharto (1987), parameter limbah cair yang tergolong dalam zat anorganik adalah sebagai berikut :


(26)

kadar pH yang baik adalah kadar pH dimana masih memungkinkan kehidupan biologis didalam air berjalan baik. pH yang baik untuk air limbah adalah netral (pH 7) ii. Alkalinitas

Alkalinitas atau kebasaan air limbah disebabkan oleh adanya hidroksida, karbonat dan bikarbonat seperti kalsium, magnesium, dan natrium atau kalium.

iii. Logam

Logam seperti nikel Ni, Mg, Fe meskipun dalam konsentrasi yang rendah dibutuhkan oleh mikroorganisme tetapi dengan kadar yang berlebih dapat membahayakan kehidupan mikroorganisme. Adanya polutan-polutan berupa logam berat Pb, Cd, Hg dan logam lainnya dalam konsentrasi yang melebihi ambang batas dalam air limbah dapat membahayakan bagi makhluk hidup.

3. Karakteristik Biologi

Air limbah biasanya mengandung organisme yang memiliki peranan penting dalam pengolahan air limbah secara biologi, tetapi ada juga mikroorganisme yang membahayakan bagi kehidupan. Mikroorganisme tersebut antara lain bakteri, jamur protozoa dan alga(Asmadi dan Suharno, 2012).


(27)

2.4.2 Dampak Buruk Air Limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut adalah sebagai berikut :

1. Gangguan Kesehatan

air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu didalam air limbah mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Adakalanya, air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain)

2. Penurunan Kualitas Lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Sebagai contoh, bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung kesungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut (Dissolved Oxygen) didalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan didalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya. Adakalanya, air limbah juga dapat merembes kedalam air tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dapat lagi dapat digunakan sesuai peruntukkannya.


(28)

3. Gangguan Terhadap Keindahan

Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh yang sederhana adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan warna pada badan air penerima. Walaupun pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima tersebut. Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Bila air limbah jenis ini mencemari badan air, maka dapat menimbulkan gangguan keindahan pada badan air tersebut.

4. Gangguan Terhadap Kerusakan Benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversikan oleh bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat

mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (misalnya pipa saluran air limbah) dan bangunan kotor air lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material (Mulia, 2005).

2.4.3 Pengolahan Air Limbah

Air limbah dalam jumlah besar atau sedikit dalam jangka pajang atau pendek akan membuat perubahan terhadap lingkungan, untuk itu maka diperlukan pengolahan agar limbah yang dihasilkan tidak sampai mengganggu struktur lingkungan. Pada


(29)

awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan-bahan organik biodegradable serta mengurangi organisme pathogen. Namun sejalan dengan perkembangannya, tujuan pengolahan air limbah sekarang ini juga terkait degan aspek estetika dan lingkungan(Asmadi dan Suharno, 2012).

Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisaasi merupakan kolam yang digunakan untuk mengolah air limbah secara alamiah. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengolahan air limbah didaerah tropis dan negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas dan detention time yang cukup lama (biasanya 20-50 hari). Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam anaerobik (anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi (aerobic/ maturation pond). Kolam anaerobic biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen didalam air limbah. Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan air limbah / IPAL (Waste Water Treatment Plant/WWTP). Didalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary trearment), pengolahan kedua (secondary treatment), dan pengolahan lanjutan (tertiary treatment) (Mulia, 2005).


(30)

Pengolahan pertama (primary treatment) bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan air limbah melalui saringan (filter) dan atau bak sedimentasi (sedimentation tank). Berfungsi untuk mengambil/menyaring padatan terapung atau melayang dalam air limbah yang berupa lumpur, sisa kain, potongan kayu, pasir, minyak dan lemak. Saringan yang digunakan dengan ukuran 15-30 cm dengan bahan yang tidak mudah berkarat. Saringan ini harus setiap hari diperiksa untuk mengambil bahan yang terjaring sehingga tidak membuat kemacetan pada aliran air limbah.

Tujuan pengolahan pertama ini adalah untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Primary treatmen dilakukan dengan dua metode utama, yaitu pengolahan secara fisika dan pengolahan secara kimia. Pengolahan kimia yaitu mengendapkan bahan padatan dengan penambahan bahan kimia. Pengolahan secara fisika dimungkinkan bila bahan kasar yang telah diolah dengan pengendapan atau pengapungan. Bahan kimia (koagulan) yang dipakai diantaranya : alumunium sulfat (tawas), natrium hidroksida, soda abu, soda api, feri sulfat, feri chlorida, dan lain-lain. Pengendapan adalah kegiatan utama pada tahap ini. Dengan adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis berikutya dan pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara grafitasi.

a. Penyaringan ( Filtration )

Penyaringan bertujuan untuk mengurangi padatan maupun lumpur tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan air


(31)

limbah melalui media yang porous. Hal ini perlu dilakukan sebab polutan tersebut (padatan, lumpur tercampur dan partikel koloid) dapat menyebabkan pendangkalan bagi bahan air penerima. Selain itu juga, polutan tersebut dapat merusak perlatan pengolahan limbah lain seperti pompa serta dapat juga mengganggu efisiensi dari alat pengolahan lainnya. Pengoperasian alat filtrasi biasanya dibagi menjadi 2 aktivitas yakni penyaringan polutan dan pembersih alat filtrasi tersebut (disebut juga backwashing).

b. Pengendapan (sedimentation)

Pengendapan dapat terjadi karena adanya kondisi yang sangat tenang. Adakalanya bahan kimia juga dapat ditambahkan untuk menetralkan keadaan atau meningkatkan pengurangan dari partikel yang tercampur. Dengan adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada proses pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara gravitasi. Untuk mempercepat proses pengendapan ini, kadang-kadanag ditambhakan juga koagulan sepert alum (tawas). Bahan koagulan yang akan dipergunakan harus dipersiapkan dengan baik sebelumnya sebab bahan koagulan seperti tawas cukup sulit larut dalam air.

2. Secondary Treatment

Pengolahan kedua (secondary treatment) yang bertujuan untuk mengkoagulasi dan menghilangkan koloid serta untuk menstabilkan zat organik dalam air limbah. Proses penguraian bahan organik dilakukan oleh


(32)

mikroorganisme secara aerobic atau anaerobic. Treatment kedua pada umumnya melibatkan proses biologi dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan bahan organic mikroorganisme yang ada di dalam air limbah. Untuk proses biologis ini banyak digunakan reaktor lumpur aktif “trickling filter”.

a. Proses aerobik

Dalam proses aerobik penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dapat terjadi dengan kehadiran oksigen sebagai electron aceptor dalam limbah. Proses aerobic biasanya dilakukan dengan bantuan lumpur aktif (activated sludge), yaitu lumpur yang banyak mengandung bakteri pengurai. Hasil akhir yang dominan dari proses ini bila dikonversi terjadi secara sempurna adalah karbon dioksida, uap air serta excess sludge. Lumpur aktif tersebut sering disebut dengan MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid). Terdapat dua hal penting dalam proses ini, yakni proses pertumbuhan bakteri dan proses penambahan oksigen. Bakteri akan berkembang biak apabila jumlah makanan didalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konsisten. Dalam proses aerobic, terjadi proses konversi stoikiometri dengan bakteri sebagai berikut :

COHNS (zat organic) + O2 + nutrients CO2 + NH2 +

C5H7NO2 (new cells) + end product endogeneuos respiration

C5H7NO2 + 5O2 5CO2 + H2O + NH3 + energy

Pada prakteknya terdapat 2 cara untuk menambahkan oksigen kedalam air limbah, sebagai berikut :


(33)

1) Memasukkan udara kedalam air

2) Memaksa air keatas untuk berkontak dengan oksigen

Memasukkan udara kedalam air limbah biasanya melalui benda porous atau nozzle. Apabila udara yang dimasukkan kedalam air oleh pompa tekanan. Dalam penetapan nozzle harus juga dipertimbangkan karakter pencampuran (mixing Characteristic) yang terjadi akibat pemasukan oksigen kedalam air limbah. Semakin baik karakter pencampuran, semakin besar kemungkinan kontak antara activated sludger dengan bahan organik dalam air limbah. Memaksa air keatas untuk berkontak dengan oksigen dilakukan dengan menggunakan pemutar baling-baling (aerator) yang diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air limbah akan terangkat keatas dan kontak langsung dengan udara sekitarnya. Biasanya bila terdapat senyawa nitrat organik, hasil akhir juga mengandung Nitrat dan terjadi penurunan pH.

b. Proses Anaerobic

Dalam proses anaerobik zat organik diuraikan tanpa kehadiran oksigen. Hasil akhir yang dominan dari proses anaerobic adalah biogas (campuran methane dan carbon dioksida), uap air serta sedikit exces sludge. Proses anaerobic pada zat organic meliputi rangkaian tahapan sebagai berikut :


(34)

Mula – mula bahan organik dihidroksida extra celluler enzymes menjadi produk terlarut sehingga ukurannya dapat menembus membran cell. Senyawa terlarut ini kemudian dioksidasi secara anaerobic menjadi asam lemak rantai pendek, alcohols, carbon dioxide, hydrogen dan amonia. Asam lemak rantai pendek, (selain acetate) dikonversi menjadi acetate, hydrogen gas dan carbon dioxide. Langkah terakhir, methanogenesis, berasal dari reduksi carbon dioxide dari hydrogen dan acetate.

3. Tertiary Treatment

Pengolahan ketiga (tertiary treatment) yang merupakan kelanjutan dari pengolahan kedua. Umunya pengolahan ini untuk menghilangkan nutrisi / unsur hara khususnya nitrat dan fosfat. Disamping itu juga pada tahapan ini dapat dilakukan pemusnahan mikroorganisme pathogen dengan penambahan chlor pada air limbah. Pengolahan tingkat lanjutan / khusus ini ditujukan terutama untuk menghilangkan senyawa anorganik, diantaranya calsium, kalium, sulfat, nitrat, phospor, dan lain lain maupun senyawa kimia organik. Proses-proses kimia, fisika dan biologis yang terjadi pada pengolahan tingkat lanjut ini antara lain : filtrasi, destilasi, pengapungan, dan lain-lain. Proses kimia meliputi absorbsi karbon aktif, pengendapan kimia, oksidasi dan reduksi. Sedangkan proses biologi melalui bakteri, algae nitrifikasi.


(35)

4. Pengolahan Lanjut

Dari proses tahap pengolahan air limbah, maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu dilakukan pengolahan secara khusus, agar lumpur tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Pengolahan lumpur yang masih sedikit mengandung bahan nitrogen dan mempermudah proses pengangkutan, maka diperlukan beberapa tahapan pengolahan antara lain : a. Proses pemekatan

b. Proses penstabilan c. Proses pengaturan d. Proses pengurangan air e. Proses pengeringan

f. Proses pembuangan (Asmadi dan Suharno, 2012).

2.5 pH

Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6 sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik pengalengan mempunyai pH 6.2-7.6, air buangan pabrik susu dan produk - produk susu biasanya mempunyai pH 5.3–7.8, air buangan pabrik bier mempunyai pH 5.5–7.4, sedangkan air buangan pabrik pulp dan kertas biasanya mempunyai pH 7.6–9.5. Perubahan keasaman pada air buangan, baik kearah alkali (pH naik) maupun kearah asam (pH menurun), akan sangat menganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat


(36)

sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan perkaratan pada pipa-pipa besi (Fardiaz, 1992).

pH juga mempengaruhi toksiksitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak dapat terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan amonium. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).

2.6 Sianida (CN-)

Sianida adalah senyawa sian (CN) yang sudah lama terkenal sebagai racun. Didalam tubuh akan menghambat pernapasan jaringan, sehingga terjadi asphyxia, orang merasa seperti tercekik dan cepat diikuti oleh kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise, dan iritasi. Sianida ini didapatkan secara alami di berbagai tumbuhan. Apabila ada didalam air minum, maka untuk menghilangkannya diperlukan pengolahan khusus. Selain itu, hydrocyanida juga mudah terbakar(Slamet, 1994).

Sianida diperairan terutama berasal dari limbah industri, misalnya industri pelapisan logam, pertambangan emas, pertambangan perak, industri pupuk, dan


(37)

industi besi baja. Sianida bersifat biodegradable dan mudah berikatan dengan ion logam, misalnya tembaga dan besi. Sianida dapat menghambat pertukaran oksigen pada makhluk hidup. Sianida juga bersifat toksik bagi ikan, kadar sianida 0,2 mg/liter sudah mengakibatkan toksisitas akut bagi ikan. Kadar sianida diperairan yang dianjurkan adalah sekitar 0,005 mg/liter. Toksisitas sianida akan meningkat dengan berkurangnya kadar oksigen terlarut (Effendi, 2003).

Sianida dapat dihilangkan dengan pengasaman dan aerasi. Atau dengan pengendapan dengan ferro sulfat dan kapur. Klorinasi dalam larutan alkali dapat mengubahnya menjadi toxic sianat yang lebih kecil seperti NaOCN. Penambahan asam kedalam limbah sianida membebaskan toksik tinggi dari hydrogen sianida (HCN) (Pair and John, 1963).

2.7 Spektrofotometri

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko atau pembanding.


(38)

1. Sumber ; sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang.

2. Monokromator ; digunakan untuk memperoleh sumber, sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating.

3. Sel absorpsi ; pada pengukuran didaerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasanya digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat juga digunakan.

4. Detektor ; peranan detektor penerima adalah memberikan respons terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2008).


(39)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat

− Beaker glass 250 ml pyrex

− Pipet volume 5 ml pyrex

− Cell uji pyrex

− Spektrofotometri (Spektroquant nova 60) merck

− Tissue

− pH paper

− Botol aquadest

− Auto selektor

3.2 Bahan

− Natrium Hidroksida

− H2SO4

− Reagent Test Kit Pereaksi CN-3 Pereaksi CN-4

− Aquadest


(40)

3.3 Prosedur Penelitian

− Diukur pH sampel air limbah pada kisaran 4,5 – 8

− Ditambahkan natrium hidroksida atau H2SO4 untuk mengatur pH apabila

pH sampel tidak berada pada kisaran tersebut

− Dipipet 5 ml sampel air limbah kedalam tabung uji

− Ditambahkan 1 takar mikrospon hijau CN-3

− Dihomogenkan

− Ditambahakan 1 takar mikrospon biru CN-4

− Dihomogenkan

− Didiamkan selama 10 menit

− Dipindahkan larutan kedalam cell yang sesuai

− Dilakukan menyesuaian nol pada alat spektroquant nova 60

− Dipilih metode dengan auto selektor

− Ditempatkan cell kedalam ruang cell


(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Percobaan

Dari hasil analisa kadar sianida dan pH dari beberapa industri pengolahan tepung tapioka metode spektroquant nova 60, diperoleh data sebagai berikut .

Tabel 4.1. Data Hasil Percobaan Analisa Sianida dan pH

Sampel

Parameter

Inlet Outlet

pH Konsentrasi CN (mg/L)

pH Konsentrasi CN (mg/L) Sampel A 4 0,423 8 0,136 Sampel B 5 0,622 8 0,119 Sampel C 5 0,552 7 0,061 Sampel D 4 0,444 4 0,444

4.2 Pembahasan

Dari penelitian diperoleh hasil pada sampel A yaitu pada PT.Sinar Intan Tapioka Persada pH air limbah pada inlet sebesar 4 dan kadar sianida pada inlet sebesar 0,423 mg/L sedangkan pada outlet diperoleh hasil nilai pH sebesar 8 dan kadar sianida 0,136 mg/L.


(42)

Pada sampel B yaitu PT. Florindo Makmur nilai pH pada inlet sebesar 5 dan kadar sianida 0,6622 mg/L, sedangkan pada outletnya diperoleh pH 8 dan kadar sianida sebesar 0,119 mg/L.

Pada sampel C yaitu PT. Sari Tani Sumatera diperoleh nilai pH pada inlet sebesar 5 dan kadar sianida sebesar 0,552 mg/L, sedangkan pada outlet diperoleh nilai pH sebesar 7 dan kadar sianida 0,061 mg/L. Dan pada sampel D yaitu PT. Deli Sari Murni diperoleh pH pada inlet sebesar 4 dan kadar sianida sebesar 0,444 mg/L, sedangkan pada outlet diperoleh pH 4 dan kadar sianida sebesar 0,444 mg/L

Bila dibandingkan sampel A, B, C dan D, maka nilai pH dan kadar sianida pada outlet instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sampel A, B, C masih memenuhi syarat baku mutu limbah cair industri tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII. Sedangkan pada sampel D nilai pH serta kadar sianida pada outlet instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tidak memenuhi syarat baku mutu limbah cair industri tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII, serta dapat dilihat nilai pH dan kadar sianida pada inlet dan outlet tidak mengalami perubahan sedikit pun.

Kadar sianida yang tidak berubah pada inlet dan outlet pada kolam air limbah pada sampel D diakibatkan karena tidak adanya proses pengolahan air limbah pada setiap kolam yang ada. Dimana tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik biodegradable serta mengurangi organisme pathogen. Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan perlatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi. Pengolahan limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada


(43)

Instalasi Pengolahan Air Limbah / IPAL ( Waste Water Treatment Plant/ WWTP). Didalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary Treatment), pengolahan kedua (Secondary Treatment), dan pengolahan lanjutan (Tertiary Treatment). Pengolahan pertama (Primary Treatment) bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan air limbah melalui saringan (filter) dan atau bak sedimentasi (sedimentation tank). Tujuan pengolahan pertama ini adalah untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengolahan kedua (secondary treatment) yang bertujuan untuk mengkoagulasikan dan menghilangkan koloid serta untuk menstabilkan zat organik dalam air limbah. Pengolahan ketiga (tertiary treatment) yang merupakan kelanjutan dari pengolahan kedua. Umumnya pengolahan ini untuk menghilangkan nutrisi / unsure hara khususnya nitrat dan fosfat. Disamping itu juga tahapan ini dapat dilakukan pemusnahan mikroorganisme pathogen dengan penambahan chlor pada air limbah. Pada instalasi pengolahan air limbah perusahaan A, B, C ketiga proses pengolahan air limbah tersebut berjalan dengan baik, misalnya dapat dilihat dengan adanya aerator sebagai alat aerasi ke kolam pengolahan limbah, sedangkan pada perusahaan D pada kolam air limbah tidak terjadi pengolahan sehingga tidak ada perubahan kadar sianida dan nilai pH baik pada inlet dimana air limbah pertama kali dikeluarkan setelah proses pengolahan maupun pada outlet dimana air limbah akan dibuang ke lingkungan.


(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai pH yang diperoleh dari inlet pada masing – masing instalasi pengolahan air limbah dari industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka) sebesar 4, pada sampel B (PT. Florindo Makmur) sebesar 5, pada sampel C (PT sari Tani Sumatera) adalah 5, pada sampel D (PT.Deli Sari Murni) adalah 4. Sementara nilai pH yang diperoleh dari outlet kolam air limbah industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A(PT. Sinar Intan Tapioka) sebesar 8, pada sampel B (PT. Florindo Makmur) sebesar 8, pada sampel C (PT. Sari Tani Sumatra) sebesar 7, pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) sebesar 4.

b. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar sianida (CN-) yang diperoleh dari inlet pada masing-masing instalasi pengolahan air limbah industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka Perkasa) sebesar 0,423 mg/l, pada sampel B (PT. Florindo makmur) sebesar 0,622 mg/l, pada sampel C (PT. Sari Tani Sumatra) sebesar 0,552 mg/l, pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) sebesar 0,444 mg/l. Sementra kadar sianida (CN-) yang diperoleh dari outlet instalasi pengolahan air limbah industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka Perkasa) sebesar 0,136 mg/l, pada sampel B (PT. Florindo Makmur) sebesar 0,119 mg/l, pada sampel C (PT.


(45)

Sari Tani Sumatra) sebesar 0,061mg/l, pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) sebesar 0,444 mg/l.

c. Nilai pH dan kadar sianida (CN-) dari sampel air limbah dari instalasi pengolahan air limbah industri pengolahan tepung tapioka pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka),sampel B (PT. Florindo Makmur), sampel C (PT. Sari Tani Sumatra ) masih memenuhi syarat baku mutu air limbah industri untuk pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII, sedangkan pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) tidak memenuhi syarat baku mutu air limbah industri untuk pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII.

5.2. Saran

a. Diperlukan adanya tahapan pengolahan yang lebih baik terhadap sampel D yaitu pada PT. Deli Sari Murni agar kadar sianida dan pH pada air limbah industri pengolahan tepung tapioka tersebut dapat memenuhi baku mutu air limbah industri pengolahan tepung tapioka sesuai KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. Dan Suharno.2012.Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah.Yogyakarta.Gosyen Publishing.

Djaafar,F.T. dan Siti,R.2003.Ubi Kayu dan Olahannya.Yogyakarta.Kanisius. Effendi,H.2003.Telaah Kualitas Air.Yogyakarta.Kanisius.

Fardiaz,S.1992.Polusi Air dan Udara.Yogyakarta.Kanisius.

Khopkar,S.M.2008.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta.UI-Press. Mulia,M.R.2005.Kesehatan Lingkungan.Jakarta.Graha Ilmu

Pair,G.M. and John,C.G.1963.Water Supply and Waste Water Diposal.New York.John Willey & Sons,Inc.

Potter,C.1994.Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia.Canada.Dalhousie University.

Rubatzky,V.E. dan Mas,Y.1995.Sayuran Dunia Prinsip Produksi dan Gizi.Bandung.Penerbit ITB.

Slamet,J.S.1994.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta.Gadjah Mada University Press.


(47)

Lampiran A

LAMPIRAN B.VIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

NOMOR : KEP 51-/MENLH/10/1995

TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

TANGGAL : 23 OKTOBER 1995

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TAPIOKA

PARAMETER KADAR

MAKSIMUM ( mg/L )

BEBAN PENCEMARAN

MAKSIMUM ( kg/ton )

BOD5 150 4,5

COD 300 9

TSS 100 3

Sianida (CN) 0,3 0,009

pH 6,0 – 9,0


(1)

Pada sampel B yaitu PT. Florindo Makmur nilai pH pada inlet sebesar 5 dan kadar sianida 0,6622 mg/L, sedangkan pada outletnya diperoleh pH 8 dan kadar sianida sebesar 0,119 mg/L.

Pada sampel C yaitu PT. Sari Tani Sumatera diperoleh nilai pH pada inlet sebesar 5 dan kadar sianida sebesar 0,552 mg/L, sedangkan pada outlet diperoleh nilai pH sebesar 7 dan kadar sianida 0,061 mg/L. Dan pada sampel D yaitu PT. Deli Sari Murni diperoleh pH pada inlet sebesar 4 dan kadar sianida sebesar 0,444 mg/L, sedangkan pada outlet diperoleh pH 4 dan kadar sianida sebesar 0,444 mg/L

Bila dibandingkan sampel A, B, C dan D, maka nilai pH dan kadar sianida pada outlet instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sampel A, B, C masih memenuhi syarat baku mutu limbah cair industri tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII. Sedangkan pada sampel D nilai pH serta kadar sianida pada outlet instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tidak memenuhi syarat baku mutu limbah cair industri tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII, serta dapat dilihat nilai pH dan kadar sianida pada inlet dan outlet tidak mengalami perubahan sedikit pun.

Kadar sianida yang tidak berubah pada inlet dan outlet pada kolam air limbah pada sampel D diakibatkan karena tidak adanya proses pengolahan air limbah pada setiap kolam yang ada. Dimana tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik biodegradable serta mengurangi organisme pathogen. Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan perlatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi. Pengolahan limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada


(2)

Instalasi Pengolahan Air Limbah / IPAL ( Waste Water Treatment Plant/ WWTP). Didalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary Treatment), pengolahan kedua (Secondary Treatment), dan pengolahan lanjutan (Tertiary Treatment). Pengolahan pertama (Primary Treatment) bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan air limbah melalui saringan (filter) dan atau bak sedimentasi (sedimentation tank). Tujuan pengolahan pertama ini adalah untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengolahan kedua (secondary treatment) yang bertujuan untuk mengkoagulasikan dan menghilangkan koloid serta untuk menstabilkan zat organik dalam air limbah. Pengolahan ketiga (tertiary treatment) yang merupakan kelanjutan dari pengolahan kedua. Umumnya pengolahan ini untuk menghilangkan nutrisi / unsure hara khususnya nitrat dan fosfat. Disamping itu juga tahapan ini dapat dilakukan pemusnahan mikroorganisme pathogen dengan penambahan chlor pada air limbah. Pada instalasi pengolahan air limbah perusahaan A, B, C ketiga proses pengolahan air limbah tersebut berjalan dengan baik, misalnya dapat dilihat dengan adanya aerator sebagai alat aerasi ke kolam pengolahan limbah, sedangkan pada perusahaan D pada kolam air limbah tidak terjadi pengolahan sehingga tidak ada perubahan kadar sianida dan nilai pH baik pada inlet dimana air limbah pertama kali dikeluarkan setelah proses pengolahan maupun pada outlet dimana air limbah akan dibuang ke lingkungan.


(3)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai pH yang diperoleh dari inlet pada masing – masing instalasi pengolahan air limbah dari industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka) sebesar 4, pada sampel B (PT. Florindo Makmur) sebesar 5, pada sampel C (PT sari Tani Sumatera) adalah 5, pada sampel D (PT.Deli Sari Murni) adalah 4. Sementara nilai pH yang diperoleh dari outlet kolam air limbah industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A(PT. Sinar Intan Tapioka) sebesar 8, pada sampel B (PT. Florindo Makmur) sebesar 8, pada sampel C (PT. Sari Tani Sumatra) sebesar 7, pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) sebesar 4.

b. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar sianida (CN-) yang diperoleh dari inlet pada masing-masing instalasi pengolahan air limbah industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka Perkasa) sebesar 0,423 mg/l, pada sampel B (PT. Florindo makmur) sebesar 0,622 mg/l, pada sampel C (PT. Sari Tani Sumatra) sebesar 0,552 mg/l, pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) sebesar 0,444 mg/l. Sementra kadar sianida (CN-) yang diperoleh dari outlet instalasi pengolahan air limbah industri pengolahan tepung tapioka yaitu pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka Perkasa) sebesar 0,136 mg/l, pada sampel B (PT. Florindo Makmur) sebesar 0,119 mg/l, pada sampel C (PT.


(4)

Sari Tani Sumatra) sebesar 0,061mg/l, pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) sebesar 0,444 mg/l.

c. Nilai pH dan kadar sianida (CN-) dari sampel air limbah dari instalasi pengolahan air limbah industri pengolahan tepung tapioka pada sampel A (PT. Sinar Intan Tapioka),sampel B (PT. Florindo Makmur), sampel C (PT. Sari Tani Sumatra ) masih memenuhi syarat baku mutu air limbah industri untuk pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII, sedangkan pada sampel D (PT. Deli Sari Murni) tidak memenuhi syarat baku mutu air limbah industri untuk pengolahan tepung tapioka menurut KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII.

5.2. Saran

a. Diperlukan adanya tahapan pengolahan yang lebih baik terhadap sampel D yaitu pada PT. Deli Sari Murni agar kadar sianida dan pH pada air limbah industri pengolahan tepung tapioka tersebut dapat memenuhi baku mutu air limbah industri pengolahan tepung tapioka sesuai KEP-51/MENLH/10/1995 lampiran B VIII.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. Dan Suharno.2012.Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah.Yogyakarta.Gosyen Publishing.

Djaafar,F.T. dan Siti,R.2003.Ubi Kayu dan Olahannya.Yogyakarta.Kanisius. Effendi,H.2003.Telaah Kualitas Air.Yogyakarta.Kanisius.

Fardiaz,S.1992.Polusi Air dan Udara.Yogyakarta.Kanisius.

Khopkar,S.M.2008.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta.UI-Press. Mulia,M.R.2005.Kesehatan Lingkungan.Jakarta.Graha Ilmu

Pair,G.M. and John,C.G.1963.Water Supply and Waste Water Diposal.New York.John Willey & Sons,Inc.

Potter,C.1994.Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia.Canada.Dalhousie University.

Rubatzky,V.E. dan Mas,Y.1995.Sayuran Dunia Prinsip Produksi dan Gizi.Bandung.Penerbit ITB.

Slamet,J.S.1994.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta.Gadjah Mada University Press.


(6)

Lampiran A

LAMPIRAN B.VIII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

NOMOR : KEP 51-/MENLH/10/1995

TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN

INDUSTRI

TANGGAL : 23 OKTOBER 1995

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TAPIOKA

PARAMETER KADAR

MAKSIMUM ( mg/L )

BEBAN PENCEMARAN

MAKSIMUM ( kg/ton )

BOD5 150 4,5

COD 300 9

TSS 100 3

Sianida (CN) 0,3 0,009

pH 6,0 – 9,0