Rumusan Permasalahan EKSEKUSI BENDA GADAI MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI(STUDI PADA PT PEGADAIAN CABANG TELUK BETUNG BANDAR LAMPUNG)

8

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis penelitian ini dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dan perkembangan secara tertulis dalam bidang disiplin ilmu hukum, khususnya hukum keperdataan, dalam hal ini adalah mengenai hukum jaminan.

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah: 1. Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi peneliti, khususnya mengenai mekanisme eksekusi benda gadai milik pihak ketiga dalam hal debitur wanprestasi. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan, khususnya bagi mahasiswa Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 3. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jaminan

1. Definisi dan Dasar Hukum Jaminan

Istilah Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhi tagihannya, di samping tanggung jawab umum debitur terhadap barang- barangnya. Istilah jaminan juga dikenal dengan agunan, yang dapat dijumpai Pada Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, defenisi agunan adalah: “Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ”. Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan accessoir. Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank, yang diserahkan oleh debitur kepada bank. Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam seminar yang diselenggerakan di Yogyakarta, menyimpulkan bahwa pengertian jaminan adalah: “Menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum”. 10 Defenisi ini hampir sama dengan defenisi yang dikemukakan 10 Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hlm. 227.