LATAR BELAKANG Gambaran Perilaku Agresif Pada Suporter Sepak Bola Di Kota Medan

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini banyak media yang membicarakan tentang agresi sebagai istilah yang memayungi berbagai macam manifestasinya. Dewasa ini media massa hampir setiap hari melaporkan tentang berbagai insiden agresi dari hampir seluruh wilayah kedudukan sosial. Banyak diantara insiden yang disulut oleh sebab-sebab sepele berakhir menjadi kekerasan serius. Bentuk-bentuk agresi yang terjadi di lingkungan publik, sayangnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari seperti bullying di sekolah dan ditempat kerja, agresi yang di motivasi oleh prasangka etnis dan kepentingan politik dan agresi yang timbul dari konfrontasi antar kelompok yang saling bermusuhan, seperti hooliganisme di dunia sepak bola dan lain-lain. Russell 1993 mengatakan bahwa diluar peperangan, olah raga merupakan salah satu wahana bagi tindakan agresi yang ditoleransi oleh sebagian besar masyarakat. Perilaku agresi tidak hanya terjadi pada pemain tetapi juga terjadi pada penonton. Selanjutnya Arm, dkk 1979 dalam penelitiannya menyatakan bahwa responden yang menonton pertandingan gulat atau pertandingan hoki menunjukkan sikap bermusuhan yang lebih tinggi dibandingkan penonton lomba renang kondisi kontrol non agresif. Pada Universitas Sumatera Utara pertandingan olah raga beregu dan profesional, kekerasan fisik juga terjadi pada penonton, seperti kerusuhan antara suporter sepak bola atau kasus hooliganisme Salah satu faktor penting dari sepak bola adalah keberadaan suporter atau pendukung sepak bola. Kehadiran suporter dapat meningkatkan motivasi pemain sehingga pertandingan semakin seru. Bagi klub, suporter sudah menjadi aset berharga karena dapat menguntungkan seperti penjualan tiket masuk ke stadion, penjualan merchandise klub kostum, pernak, pernik sepak bola dan lain-lain dan dapat juga merugikan klub seperti kerusuhan yang dapat merusak fasilitas stadion sampai sanksi yang diberikan oleh otoritas tertinggi sepak bola berupa denda, sehingga perlu pengarahan dan pengaturan yang cermat agar potensi negatif dari suporter bisa diminimalkan dan mengembangkan potensi positif untuk menuju iklim yang kondusif bagi sepak bola secara umum Satujiwa, 2007 Menurut Hinca 2007, Suporter atau fans club adalah sebuah organisasi yang terdiri dari sejumlah orang yang bertujuan untuk mendukung sebuah klub sepak bola. Suporter harus berafiliasi dengan klub sepak bola yang didukungnya, sehingga perbuatan suporter akan berpengaruh terhadap klub yang didukungnya. Klub dapat diberikan sanksi apabila suporter baik perorangan maupun per grup melakukan tindakan yang merusak atau tindakan anarki. Namun, klub juga harus menyediakan fasilitas dalam bentuk subsidi finansial, infrastruktur dan pendidikan kepada suporter. Klub juga harus memberikan penjelasan kepada suporter mengenai peraturan permainan, dan peraturan perwasitan yang bertujuan agar suporter dapat lebih mengerti peraturan yang berlaku. Suporter harus berlaku Universitas Sumatera Utara sopan dan memberikan dukungan, sehingga akan memberi respons positif dari penonton atau suporter yang lain sehingga tingkat kerusuhan dapat di minimalisir. Ajiwibowo 2007, suporter saat ini mengambil dua peran sekaligus yaitu sebagai penampil performer dan penonton audience. Sebagai penampil performer yang ikut menentukan jalannya pertandingan sepakbola, suporter kemudian menetapkan identitas yang membedakannya dengan penonton biasa. Suporter jauh lebih banyak bergerak, bersuara dan berkreasi di dalam stadion dibanding penonton yang terkadang hanya ingin menikmati pertandingan sepak bola dari kedua tim yang bertanding. Suporter dengan peran penyulut motivasi dan penghibur itu biasanya membentuk kerumunan dan menempati area atau tribun tertentu di dalam stadion. Para suporter ini menemukan kebahagiaan dengan jalan mendukung secara all out tim kesayangannya, sekaligus memenuhi kebutuhan mereka akan kepuasan yang tidak dapat dilakukan sendirian. Suryanto 1996 mengatakan penonton adalah orang yang melihat atau menyaksikan pertandingan sepakbola, sehingga bersifat pasif. Sementara itu suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di lingkungan sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim. Dalam hal ini terdapat tiga alasan dalam pemakaian makna penonton dengan suporter: pertama, penonton maknanya lebih luas dari suporter artinya setiap suporter adalah penonton, tetapi tidak semua penonton adalah suporter. Kedua tidak semua suporter juga memakai atribut tim yang didukungnya sehingga sulit mengidentifikasi apakah seseorang sebagai Universitas Sumatera Utara suporter atau penonton. Ketiga baik penonton maupun suporter juga bisa melakukan tindakan agresi ketika berada dalam suatu situasi dan kondisi lingkungan tertentu Ekkers dalam Gunarsa, 1989 dalam penelitiannya mengatakan olah raga sering menaikkan tingkat aktivasi melalui aneka ragam emosi dan tanda-tanda agresivitas, sehingga memungkinkan timbulnya agresivitas pada atlet maupun penonton. Atlet dan penonton dalam pertandingan melakukan tingkah laku agresif tanpa perasaan bersalah. Bahkan agresivitas dibenarkan dalam usaha mencapai kemenangan dan tujuannya. Dengan demikian terjadinya perubahan dalam penilaian mereka, yakni perilaku agresif tidak lagi menimbulkan perasaan bersalah, tidak di hukum, tidak dianggap sebagai pelanggaran melainkan dibenarkan. Perilaku suporter Indonesia dewasa ini menunjukkan sikap fanatisme yang berlebihan yang dimanifestasikan dalam perilaku agresif seperti kerusuhan antar suporter, pengerusakan fasilitas stadion dan di luar stadion, cacian, cemohan, dan lain-lain ketika tim kesayangannya kalah atau tidak puas dengan hasil pertandingan. Besarnya dukungan suporter tidak saja memberikan konsekuensi positif terhadap tim, melainkan juga memberikan dampak negatif pada tim, terutama akibat tindakan agresi atau kebrutalan yang ditimbulkannya. Seperti kerusuhan yang terjadi yang dilakukan pendukung pada saat pertandingan antara Persija Jakarta melawan Persikab di Bogor dan melawan Persita di Tangerang dalam pertandingan Liga Djarum Indonesia, sehingga Komisi Disiplin PSSI Universitas Sumatera Utara Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia menjatuhkan sanksi kepada tim Persija denda sebesar 25 dua puluh lima juta Rupiah. Media Indonesia, 2008 Faktor yang berpengaruh pada perilaku agresif sangat beragam dan kompleks. Salah satunya faktor sosial yaitu; pertama, frustasi dimana ketika individu gagal mendapatkan apa yang diinginkan atau diharapkan dan dengan demikian dapat menimbulkan perilaku agresif. Kedua, provokasi yaitu aksi yang dilakukan orang lain yang memicu agresi individu, ketika individu mendapatkan perlakuan yang membuatnya marah atau terganggu oleh karena seseorang individu. Seperti kasus pada pertandingan antara PSMS Medan dengan PSIS Semarang, manajer PSIS Yoyok Sukawi mencoba memukul wasit Sunarjo karena menilai tidak adil dalam memimpin pertandingan. Akibat tindakannya, suporter PSIS jadi terprovokasi dengan melempari wasit dengan tong sampah ketika dia diamankan keluar stadion. Kompas, 2008. Baron 2002 juga mengatakan bahwa faktor situasional dapat membuat individu untuk terpancing untuk berperilaku agresif. Faktor meminum minuman keras dalam jumlah yang melewati batas, suhu yang tinggi atau panas, kepadatan, kebisingan dan ditengah keramaian atau massa. Hal ini dapat dilihat pada suporter fanatik Dynamo Dresden di Jerman. Sebelum mereka masuk stadion, para suporter menunggu kedatangan tim kesayangannya sambil menikmati minuman beralkohol yaitu bir, sehingga tidak jarang para suporter Dynamo Dresden bentrok dengan suporter lain yang mengakibatkan pihak kepolisian dan dari pihak suporter mengalami luka serius. Elshinta, 2003 Universitas Sumatera Utara Bandura 1983, menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan perilaku yang dipelajari dari pengalaman masa lalu, apakah melalui pengamatan langsung imitasi, pengukuh positif, dan karena stimulus negatif. Sifat asertif pemain atau perilaku agresi yang di perlihatkan oleh pemainnya selama pertandingan memberikan stimulus agresif tambahan yang bisa menguatkan kecenderungan agresif penontonnya. Selanjutnya, Simon dan Taylor 1992 menyatakan bahwa olah raga yang membutuhkan kontak fisik ekstensif lebih mungkin meningkatkan kecenderungan agresif penontonnya. Seperti hasil kutipan wawancara dengan beberapa suporter sepak bola yang ada di kota Medan., yaitu J 20 tahun “biasanya kalau kondisi tim sedang menang ekspresi penonton itu senang seperti ketawa, menari-nari dan kalaupun perilaku agresif yang di tunjukkan yaitu dengan mengolok-olok pemain lawan yang kalah seperti bodoh kali kau main bola, dikandang lembu aja maen bola. Maen di tarkam antar kampung aja kau tidak cocok maen di liga”. Hal serupa juga dikemukakan oleh L 20 tahun dengan mengatakan, “kalau tim kalah, ekspresi yang di tunjukkan adalah kekecewaan seperti diam dan kadang-kadang memaki pemain baik lawan ataupun pemain yang didukung dan tidak terdorong untuk memotivasi. Sebenarnya pada saat kalah itulah suporter harus memberi motivasi dengan meneriakkan yel-yel. Tapi kalau sudah keadaan seri suporter baru memberi motivasi. Tapi suporter PSMS Medan kadang-kadang jika melihat timnya kalah kadang-kadang ekspresi kekecewaan ditunjukkan dengan membela tim lawan dan memaki-maki tim yang didukung”. Demikian juga menurut D 36 tahun yaitu “kalau di Medan, Suporter melempari botol minuman ke stadion biasanya lawan-lawannya adalah tim yang jadi saingan di liga dan kadang kadang Universitas Sumatera Utara ada unsur balas dendam karena ketika tim PSMS Medan bertandang mereka diperlakukan kasar oleh suporter lawan dan motivasi penonton melempar botol ke stadion adalah untuk menurunkan motivasi lawan”. Burhanuddin 1997, mengindikasikan bahwa tindak kerusuhan pada suporter sepak bola dan agresivitas massa muncul dari arus sosial yang menghanyutkan emosi mereka ke luar kontrol kesadaran dirinya sendiri. Tindakan tersebut merupakan gejala sosial yang tidak memiliki bentuk yang jelas dan bisa saja terjadi pada setiap orang. Seperti yang terjadi pada stadion Brawijaya Kediri, Aremania suporter klub sepak bola Arema melakukan aksi kerusuhan dengan masuk kedalam stadion dan memukul wasit. Bahkan diluar stadion Aremania menunjukkan agresif nya dengan melakukan pembakaran dan fasilitas lain dari stadion Brawijaya. Kompas, 2008. Dari hasil penelitian Suryanto 2005 pada suporter sepak bola Jawa Timur pada PON XV2000 mengatakan walaupun suporter tersebut pernah berkonflik ketika membela klub nya masing-masing, tetapi interaksi sesama penonton yang pernah berkonflik di saat mendukung klub sepak bola sangat baik. Ada pencairan identitas sosial penonton sepak bola ketika kepentingan dan tujuan yang lebih tinggi yang harus dicapai. Seperti Lamongan, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Malang, Kediri, dan lain-lain kota di Jawa Timur tidak lagi menjadi sasaran identitas tersebut. Semua pendukung tim kota beralih menjadi pendukung tim wilayah propinsi. Peralihan dukungan tentunya dilandasi oleh problem-problem psikologis seperti persepsi, interaksi dan faktor situasional yang memungkinkan kelangsungan proses identifikasi yang dijalani Universitas Sumatera Utara Durkheim dalam Burhanuddin, 1997 menyatakan bahawa setiap fakta gejala sosial selalu memiliki karakteristik yang bersifat eksternal. Ada fakta sosial yang bersifat memaksa individu. Fakta ini bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam masyarakat. Ia bukan sekedar hasil penjumlahan beberapa fakta individu per orangan melainkan benar-benar bersifat kolektif yang secara keseluruhan telah mempengaruhi setiap individu. Berdasar asumsi diatas, luapan kemarahan dan emosi dalam berbagai kerusuhan tersebut meskipun berskala massal dan merupakan kumpulan dari sejumlah individu, tapi luapan dan emosinya secara substansial tidak datang dari individu-individu itu sendiri. Mereka secara reflektif bertindak melakukan kerusahan dan kekerasan jika dalam kondisi berkumpul. Jika dalam kondisi sendirian dan secara sadar lebih menguasai dirinya. Ancaman atau serangan sering menimbulkan pembalasan respon yang agresif. Jika seseorang yang diancam oleh orang lain, maka sebagai responnya dapat berupa perilaku yang agresif. Suatu kelompok yang diserang oleh kelompok yang lain akan memberikan respon yang agresif pula. Walgito, 2007 Selanjutnya, Wann dkk 1999 memperlihatkan bahwa individu-individu yang terlibat atau sedang menonton olah raga agresif percaya pada ide tentang katarsis simbolis yang terdapat dalam olah raga. Seperti dalam wawancara kepada salah satu suporter PSMS Medan “saya datang ke stadion teladan karena saya merasa stress dan jenuh akibat persoalan ekonomi yang saya hadapi. Pada saya di stadion saya bisa mengeluarkan suntuk saya dengan mencaci maki para pemain lawan atau pemain PSMS yang terlihat bodoh dan juga kadang-kadang kepada aparat kepolisian. Setelah selesai pertandingan stress yang saya hadapi biasanya sedikit berkurang” Universitas Sumatera Utara Fenomena kerusuhan yang diakibatkan suporter sepak bola di Indonesia tidak hanya terjadi di kota-kota besar, melainkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Seperti yang terjadi di Medan, saat PSMS Medan melawan PSIS Semarang di Stadion Teladan. Sebelum pertandingan selesai ribuan suporter yang berada di tribun tertutup masuk kedalam lapangan sambil melempari pemain dengan potongan kayu dan besi. Kemarahan massa menyerbu pemain ke tengah lapangan, kemungkinan disebabkan kekalahan yang diderita PSMS Medan. Kompas, 1998 PSMS Medan sendiri memiliki dua suporter resmi yang sudah terdaftar dalam Assosiasi Suporter Seluruh Indonesia yaitu KAMPAK FC dan SMeck FC. Walaupun keduanya sama-sama mendukung PSMS Medan tetapi kedua komunitas tersebut berbeda secara organisasi. Kampak FC adalah singkatan dari Kesatuan Anak Medan Pecinta Ayam kinantan yang berdiri pada tanggal 14 Februari 2001 dan menjadi suporter resmi yang mendukung tim sepak bola professional yaitu PSMS Medan. KAMPAK FC mempunyai visi dan misi sebagai badan usaha yang kreatif dan inovatif untuk mengawal dan mendukung PSMS Medan untuk menjurai Liga Indonesia.Sumut Pos, 2001 Demikian juga dengan SMeCK FC yang merupakan singkatan dari Suporter Medan Cinta Kinantan yang berdiri pada tanggal 30 September 2003 juga mempunyai tujuan yang sama dengan KAMPAK FC yaitu mendukung PSMS Medan bertanding di liga Indonesia sehingga kejayaan PSMS Medan terangkat lagi di kancah persepakbolaan nasional. Waspada, 2004 Universitas Sumatera Utara Pertandingan sepak bola dari tahun ke tahun saat kompetisi tengah berjalan, dapat dipastikan selalu terjadi kerusuhan. Baik itu di dalam arena stadion maupun di luar stadion, bahkan hingga memakan korban jiwa. Titik terang sepak bola nasional sebagal hiburan masyarakat, tontonan yang menarik, indah dipandang dengan mata telanjang akan menjadi bumerang di kemudian hari. Penonton senatiasa merasa was - was, tidak nyaman, dan ketakutan saat duduk di Stadion melihat pertandingan sepak bola secara langsung. Hal ini karena keselamatan mereka belum tentu terjamin. Haristanto, 2005 Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran agresivitas suporter sepak bola di Kota Medan.

B. PERUMUSAN MASALAH